BAB I PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu sangat diperlukan perhatian yang sangat serius, karena penyakit kanker yang
sudah pada tahap stadium tinggi biasanya berujung kepada kematian. Diperkirakan pada tahun 2015 mendatang, penyakit kanker akan menjadi
penyebab 54 kematian di semua negara Pikiran Rakyat, 2005. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, setiap 11 menit, ada satu penduduk dunia
meninggal karena kanker dan setiap tiga menit, ada satu penderita kanker baru. Data WHO menyebutkan setiap menit di dunia terdapat penambahan 6,25 juta
penderita kanker baru dan dua pertiga penderita kanker di dunia berada di negara berkembang Badan Litbang Kesehatan, 2001. Di Indonesia, masalah penyakit
kanker menunjukkan lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu 10 tahun, terlihat bahwa peringkat kanker sebagai penyebab kematian, naik dari peringkat
dua belas menjadi peringkat enam. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita baru dan seperlimanya akan meninggal akibat penyakit ini Mediasehat,
2005. Kanker menjadi momok bagi semua orang, hal ini karena angka kematian
akibat kanker yang sangat tinggi. Angka harapan hidup penderita kanker hanya 60 dibandingkan dengan bukan penderita Mediasehat, 2005. Kanker
merupakan suatu proses pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkontrol dari
Universitas Sumatera Utara
sel yang abnormal, yang mempunyai kecenderungan menyebar pada bagian tubuh yang lain. Sel kanker ini bertindak sebagai penghambat dan perusak bagi organ-
organ tubuh dimana ia berkembang, terutama jika sel tersebut tumbuh pada organ vital seperti otak, hati dan paru-paru, yang pada akhirnya sering kali menyebabkan
kematian pada penderitanya Sarafino, 1998.
Kanker bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Ada beberapa jenis yang sifatnya lebih spesifik dan lebih sering menyerang pria seperti kanker
prostat dan kanker paru Medicastore, 2004. Berdasarkan laporan tengah tahunan catatan medik RS Dr. Soetomo kurun waktu Juni sampai dengan Desember 1984,
didapatkan bahwa karsinoma bronkogenik kanker paru telah menduduki peringkat pertama untuk kasus kanker pada pria Amin, Alsagaff Saleh, 1989.
Kanker paru menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian bagi kaum laki- laki di Indonesia Gatra,
2001. Lebih dari 1,3 juta kasus baru kanker paru dan bronkus di seluruh dunia,
menyebabkan 1,1 juta kematian tiap tahunnya. Dari jumlah insiden dan prevalensi di dunia, kawasan Asia, Australasia, dan Timur Jauh berada pada tingkat pertama
dengan estimasi kasus lebih dari 670 ribu dengan angka kematian mencapai lebih dari 580 ribu orang. Di Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama
kaum pria dan lebih dari 70 kasus kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut stadium IIIb atau IV sehingga hanya 5 penderita yang bisa bertahan
hidup hingga 5 tahun setelah dinyatakan positif Medicastore, 2004. Hal tersebut
ini didukung dengan data statistik pada Tabel 1. yang didapat dari Yayasan
Universitas Sumatera Utara
Kanker Indonesia di bawah ini. Kita dapat melihat perkembangan jumlah penderita kanker paru yang terdapat di Indonesia selama 5 tahun.
Tabel 1.1 Rasio Penderita Kanker Paru pada Pria Di Indonesia 1995-1999
Ditinjau dari Rentang Usia
Tahun 15 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75 Jumlah
Usia Bandingan
1995 0 1 6 8 22
44 28 5 118 6.35 1996
2 4 16 40 71 131 114 26 417 4.94
1997 0 3 6 28 60 81 86 22 289 3.93
1998 0 5 9 40 69
120 96 18 366 4.92 1999 0 4
12 48 105 193 154 42
563 7.28
Sumber : Data Histopatologik Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I, 1995-1999
Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker paru di Indonesia pada tahun 1996 sampai tahun 1997 mengalami penurunan. Pada tahun
1998 jumlah penderita kanker paru meningkat, disusul dengan meningkatnya jumlah penderita kanker sebesar 1997 orang pada tahun 1999. Secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita kanker paru meningkat selama 5 tahun, sejak tahun 1995. Jika dilihat dari kelompok umur, penderita kanker paru di
Indonesia yang paling banyak berasal dari kelompok umur 55 – 64 tahun. Penderita kanker umumnya banyak ditemukan di kota-kota besar. Salah
satunya adalah kota Medan yang merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia. Di kota, mobil merupakan sumber karsinogen terpenting selain industri. Umumnya
Universitas Sumatera Utara
bahan karsinogen penyebab kanker mencemari udara, terutama di kota-kota besar dan di kawasan industri sehingga penduduk kota berisiko lebih tinggi untuk
menderita kanker. Selain itu, lingkungan di kota lebih tercemar oleh buangan air dan sisa produksi industri yang sering mengandung berbagai macam karsinogen
Sjamsuhidajat de Jong, 2005. Polusi udara lingkungan dan tempat kerja tidak diragukan lagi dapat meningkatkan kemungkinan mengidap kanker paru Robbins
Kumar, 1995. Kita dapat melihat perkembangan jumlah penderita kanker paru yang ada di Medan melalui Tabel 2. di bawah ini
Tabel 1.2 Rasio Penderita Kanker Paru pada Pria Di Medan 1995-1999
Ditinjau dari Rentang Usia
Tahun 15 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75 Jumlah
Usia Bandingan
1995 0 1 2 6 9 7 0 26
5.71 1996
1 0 4 3 12 3 1 27 5.72
1997 0 0 0 1 1 2 0 4 1.03
1998 0 1 3 0 5 2 0 11 2.38
1999 0 2 6 4 4 2 0 18 6.64
Sumber : Data Histopatologik Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I, 1995-1999
Melalui data tabel di atas dapat kita lihat jumlah penderita kanker paru dari tahun 1995-1999. Data menunjukkan bahwa dari terjadi penurunan dari segi
jumlah dari tahun 1996 dan 1997, dan sejak tahun 1998-1999 penderita kanker paru di Medan meningkat. Dari kelompok umur, dapat dilihat bahwa penderita
Universitas Sumatera Utara
kanker paru di Medan yang paling banyak umumnya berada pada kelompok umur 55-64 tahun Yayasan Kanker Indonesia, 1999. Sesuai dengan data statistik yang
ada, survey epidemiologis kanker paru umumnya melaporkan bahwa kurang lebih 90 kasus, didapatkan pada penderita di atas 40 tahunAmin, Alsagaff Saleh,
1989. Kanker paru merupakan pertumbuhan abnormal sel malignant dalam
jaringan paru dan atau saluran pernafasan yang tidak terkendali dan menghancurkan sel yang sehat
Everydayhealth, 2004 .
Kebanyakan kanker paru berawal pada saluran bronchi, yang membuat kanker paru juga dikenal dengan
bronchogenic cancer. Kanker paru menyebar sangat cepat dan seringnya tidak terdeteksi sampai kanker paru telah menyebar pada area lain di dalam tubuh.
Kesimpulan lain yang tak terelakkan yakni, merokok adalah penyebab dominan kanker paru. Kurang lebih dari 80 penderita kanker paru adalah
perokok atau mereka yang telah berhenti merokok Robbins Kumar, 1995. Hal ini didukung dengan hasil studi yang dilakukan oleh Dr Shouichiro Zugane dari
Pusat Kanker Nasional Jepang. Dari hasil kalkulasi ditemukan bahwa peluang munculnya kanker paru bagi perokok adalah 1,6 kali dari orang yang tidak
merokok untuk pria, dan 1,5 kali untuk wanita Utama, 2004. Selain itu, menurut informasi dari Yayasan Kanker Indonesia, risiko terkena kanker paru akan
meningkat bila jumlah batang rokok yang diisap setiap hari lebih banyak, umur mulai merokok lebih muda, mengisap lebih dalam, dan kebiasaan merokok
berlangsung lebih lama Pikiran Rakyat, 2003. Risiko kanker paru akan menurun bagi perokok yang menghentikan kebiasaan merokoknya setelah lima tahun
Universitas Sumatera Utara
Mangoenprasodjo Hidayati, 2005. Berhenti merokok akan menurunkan risiko ini menjadi sama dengan bukan perokok setelah jangka waktu kurang lebih 10
tahun Amin, Alsagaff Saleh, 1989. Gejala kanker paru tergantung pada letak tumor, penyebaran dan anak
sebar kanker paru. Sebagian pasien bahkan terdiagnosis dengan sebelumnya tanpa ada gejala. Adapun gejala yang sering ditemukan adalah batuk lama, sesak napas,
nyeri dada dan penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan lekas lelah Mangoenprasodjo Hidayati, 2005.
Masalah kesehatan pada penderita kanker paru sering menyertai perawatan atau treatment yang dijalani. Selama menjalani perawatan, pasien penderita
kanker akan mengalami pendarahan, rambut rontok, rasa sakit di mulut dan reaksi kulit yang menimbulkan rasa tidak suka pada orang lain Steams, Lauria,
Hermann dan Fogelberg, dalam Rokeach, 2000. Tubuh berubah secara permanen, baik dari segi penampilan dan fungsi tubuh. Kapasitas paru yang terbatas
menghalangi aktivitas sosial, pasien menjadi mudah lelah DiMatteo, 1991. Pada penderita kanker perubahan kesehatan yang terjadi mengakibatkan
pasien cenderung untuk tidak membicarakan penyakitnya, khususnya dengan anggota keluarga dan paramedis, yang mengakibatkan kurangnya interaksi sosial
Cohen, 1985; Holland, 1977; Schwartz, 1977; Silberfarb dan Greer, 1982, dalam Rokeach, 2000. Kondisi kesehatan pasien mungkin mempengaruhi persepsi
mereka terhadap teman dan keluarga. Dalam beberapa kasus, pasien mulai menarik diri dari kontak sosial karena merasa malu dan aneh dengan kondisi
mereka, khususnya jika tubuh mereka terlihat cacat. Sebuah studi melaporkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa ada hubungan yang positif antara kanker dan ketidakmampuan di dalam mengekspresikan emosi Fox, Harper, Hyner, Lyle, 1994. Di lain pihak, orang-
orang mungkin mulai menghindari dan membatasi diri dengan pasien. Walaupun kadang ini terjadi karena ketakutan dan ketidaktahuan mereka, contohnya ketika
orang percaya kanker menular. Dengan demikian, banyak pasien penyakit kanker mengalami masalah psikososial karena berubahnya hubungan dengan keluarga
dan teman Wortman dan Dunkel dalam Sarafino, 1998. Selain itu, salah satu perubahan yang berdampak pada aspek psikososial
adalah masalah seksual. Kepuasan seksual dan sensual sangat penting artinya bagi pria. Bagi beberapa pria, fakta bahwa dirinya dan pasangan mengalami orgasme
berarti bahwa ia telah melakukan aktivitas seksual secara adekuat. Masalah seksual sering terjadi pada pasien laki-laki dan perempuan yang menderita kanker
yang berhubungan dengan organ seksual, tetapi banyak pasien dengan kanker jenis lain juga mengalami masalah seksual sebagai akibat dari aturan medis seperti
kemoterapi, salah satunya adalah kanker paru Sarafino, 1998. Treatmen ini dapat mempengaruhi seksualitas pasien, dalam hal bagaimana kemampuan fisik dalam
memberi dan menerima kepuasan seksual, pemikiran dan perasaan mengenai tubuhnya body image American Cancer Society, 2007.
Selain masalah seksual, kesepian merupakan masalah kejiwaan yang sering dialami oleh pasien kanker paru. Kesepian merupakan pengalaman
subjektif dan tergantung pada interpretasi individu terhadap suatu kejadian Wrigstman Deaux, 1993. Cappioco et al. dalam Hawkley, dkk, 2003
menemukan bahwa individu yang merasa kesepian memandang dunia sebagai
Universitas Sumatera Utara
suatu hal yang mengancam dan melakukan coping secara pasif. Banyak penderita kanker yang benar-benar menerima kondisi mereka sebagai penyakit yang
berakhir dengan kematian dan menganggap dirinya tidak bisa sembuh kembali Gawler, 1997. Kondisi ini tergambar melalui hasil wawancara dengan salah satu
pasien kanker paru yakni Bapak Simanjuntak 56 tahun yang mengatakan “Pertama-tama istri saya sangat sedih dan menangis, cuma dibilangnya
sabarlah pak…sembuhnya itu. Dalam hatiku ah..mana mungkin bisa lagi sembuh, tinggal tunggu waktu saja”
Perasaan kesepian pada penderita kanker berasal dari perasaan tidak
berpengharapan, tidak tertolong dan takut akan kematian yang muncul di dalam pikiran pasien dan kekurangan dukungan sosial dan emosional yang sangat
dibutuhkan Cohen, Friedman, Florian dan Zernitsky Shurka, dalam Rokeach, 2000. Kondisi ini dialami oleh Bapak Simanjuntak 56 tahun, yang ia ceritakan
sebagai berikut: ”Semenjak dibilang dokter saya menderita kanker paru saya merasa bahwa
hidup saya tinggal sebentar dan saya akan meninggalkan orang-orang yang saya sayangi. Hidup saya berubah..orang-orang di sekitar saya pun
berubah. Saya merasa mereka memandang aneh dan menganggap saya penyakitan. Apalagi kalau saya batuk-batuk..pasti mereka memandang
sinis dan menjauh, bahkan untuk dekat dengan cucu saya udah engga bisa lagi. Apalagi kalau sedang dirawat di Medan, jarang ada yang mau
mengunjungi saya...yah mungkin karena jauh dari kampung Kutacane. Saya merasa sendiri, tapi untung ada istri saya.”
Selain itu, kurangnya hubungan interpersonal baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menyebabkan perasaan kesepian Perlman dan Peplau dalam
Sears, dkk, 1999. Kesepian yang dialami oleh Bapak Simanjuntak 56 tahun yang menderita kanker paru, diceritakannya sebagai berikut:
“Apalagi jauh dari kampung…tak ada yang menjenguk. Dulu pernah waktu aku dirawat, anak-anakku ke sini sama cucu. Kalau kali ini, paling ada satu
dua saudara jauh yang tinggal di Medan yang datang menjenguk.”
Universitas Sumatera Utara
Kesepian yang dialami akan terasa lebih menyakitkan dengan adanya diagnosa terminal illness, salah satunya adalah kanker Rokach, 2000
.
Penderita kanker sering mengalami ketakutan terhadap penolakan yang akan didapat dari
orang lain. Penolakan dapat mengurangi hubungan mereka dengan keluarga dan teman-teman, membatasi jarak emosi dengan mereka Gawler, 1997. Ironisnya,
orang yang kesepian cenderung menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk Anderson Snogdgrass dalam Myers, 1999. Dengan demikian,
kesepian dapat menimbulkan perasaan sengsara yang hebat dan menetap Sears dkk. 1999.
Menurut Rubenstein, Shaver, dan Peplau dalam Bhrem, 2002 salah satu perasaan yang berhubungan dengan kesepian adalah depresi, dimana individu
merasakan kesedihan, empty, isolasi, dan terasing. Depresi dikaitkan dengan mood negatif seperti sadness dan despair, self esteem yang rendah, pesimis, kurangnya
inisiatif dan lamban Holmes, dalam Bhrem, 2002. Depresi juga melibatkan gangguan tidur dan pola makan, serta mengurangi hasrat seksual. Individu yang
depresi terlihat semakin memuruk dalam hal perilaku interpersonal, menolak kehadiran orang lain, menurunnya kemampuan sosial dan ditolak oleh orang lain
Burchill Stile, Gurtman et al., Hokanson, Loeweinstein, Hedeen Howes, Strack Rook, dalam Bhrem, 2002.
Aass dan keloganya dalam Massie, 2004 melaporkan bahwa kehidupan sosial yang terganggu, pekerjaan serta berbagai masalah psikiatri yang dialami
sangat berhubungan dengan depresi pada penderita kanker. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Hopwood dan Stephens terhadap 987 pasien penderita
Universitas Sumatera Utara
kanker paru dan menemukan bahwa depresi merupakan hal yang umum, dengan gejala dan keterbatasan fungsi tubuh dalam Massie, 2004. Pembatasan dan rasa
tidak leluasa yang berhubungan dengan penyakitnya menyebabkan penderita kanker mengalami kesulitan di dalam hubungan interpersonal Dunkel-Schetter,
1984; Engleberg dan Hilborne, 1982; Revenson, Wollman dan Felton, 1983, dalam Bhrem, 2002. Menurut Cavanaugh dan Blanchard 2006 individu yang
depresi cenderung menarik diri, tidak berbicara pada orang lain, dan tidak mempedulikan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain. Gawler 1997 penderita kanker sekaligus penulis buku ”Anda Dapat
Mengatasi Kanker: Pencegahan dan Penatalaksanaan” menyatakan bagaimana ia menghadapi penyakit kanker secara positif dan ia berjuang mengatasi penyakitnya
dengan optimis. Pada awalnya ia merasa down dan tidak menerima kenyataan, namun akhirnya ia menyadari bahwa hidupnya sangat berarti untuk dijalani
dengan sebaik-baiknya. Ia tidak rela hidupnya diambil alih oleh penyakitnya, ia merasa bahwa ia mampu mengendalikan hidup dan penyakitnya.
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kanker paru berhubungan dengan kesepian dan depresi. Namun, tidak semua penderita kanker
paru mengalami hal tersebut sehingga peneliti tertarik untuk meneliti Kesepian dan Depresi pada Pria Penderita Kanker Paru khususnya di Medan.
Universitas Sumatera Utara
I.B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
gambaran kesepian dan depresi yang dialami oleh pria yang menderita kanker paru. Gambaran tersebut dilihat dari:
1. Perasaan yang dirasakan ketika kesepian, faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan kesepian dan bagaimana individu bereaksi terhadap kesepian. 2.
Gejala-gejala yang muncul saat depresi, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan depresi dan bagaimana individu bereaksi terhadap depresi.
I.C. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.C.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang gambaran kesepian dan depresi pada pria penderita kanker paru.
I.C.2. Manfaat Penelitian I.C.2.a. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu psikologi terutama ilmu psikologi klinis khususnya tentang dinamika kesepian dan depresi yang dialami oleh pria yang menderita
kanker paru.
I.C.2.b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap dinamika kesepian dan depresi dalam diri pria yang menderita kanker paru. Dengan begitu, hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
dapat memberi sumbangan bagi penderita kanker paru dan juga pihak-pihak yang terlibat dengan penderita kanker paru.
I.D. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri atas 5 bab, dengan perincian sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Berisikan latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Berisikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, yang meliputi landasan teori
kesepian, landasan teori depresi, landasan teori kanker secara umum dan kanker paru.
BAB III : Metodologi Penelitian Berisikan pendekatan yang digunakan, metode pengumpulan data,
alat bantu pengumpulan data penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.
BAB IV : Analisis dan Interpretasi Data Bab ini menguraikan analisis data, hasil dari data utama berupa data
wawancara dan data tambahan berupa data observasi yang dilakukan terhadap subjek penelitian saat wawancara berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, di dalamnya
dibahas kesimpulan, diskusi dan saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II LANDASAN TEORI