4.3 Peran Perikanan Industri dan Perikanan Rakyat pada Perikanan Nasional
Berdasarkan hasil analisis LQ pada 5 variabel pada 30 provinsi se- Indonesia, dapat dirangkum jumlah provinsi yang basis pada perikanan industri
dan perikanan rakyat, sebagaimana disajikan pada Tabel 46: Tabel 47. Jumlah provinsi yang basis pada PI dan PR
Variabel basis
Jumlah provinsi Perikanan industri
Jumlah provinsi Perikanan Rakyat
Jumlah nelayan 13
17 Jumlah armada
12 18
Alat tangkap 20
10 Jumlah produksi
9 21
Hasil olahan 6
24
5 PEMBAHASAN
5.1 Nilai LQ Sektor Perikanan Industri dan Sektor Perikanan Rakyat 5.1.1 Nilai LQ jumlah nelayan
Tiga belas provinsi merupakan basis sektor perikanan industri. Provinsi tersebut adalah: N.A. Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Timur, dan Gorontalo. Sedangkan sisanya 20 provinsi adalah basis
sektor perikanan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, nelayan tradisional masih mendominasi struktur nelayan Indonesia. Nelayan tradisional
merupakan nelayan kecil, yaitu mencakup nelayan subsisten, nelayan skala kecil dan mencakup sebagian besar nelayan artisanal Monintja, 2008. Perikanan
artisanal sebagai perikanan tradisional termasuk perikanan skala rumah tangga, yang menggunakan modal dan energi dalam jumlah yang relatif kecil, jika
menggunakan kapal maka berukuran relatif kecil, trip penangkapannya singkat di sekitar perairan pantai, hasil tangkapannya terutama untuk konsumsi lokal
Monintja, 2008. Nelayan pada kelompok ini memiliki hak untuk diberdayakan oleh pemerintah melalui skim kredit, layanan pelatihanpendidikanpenyuluhan,
penumbuhkembangan kelompok dan koperasi perikanan Heruwati, 2002. Permasalahan sumberdaya manusia nelayan di sektor perikanan
khususnya dalam rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan. Secara kuantitas, jumlah nelayan atau SDM perikanan tangkap di Indonesia terlihat
banyak dan bahkan cenderung berlebih. Namun, bila diperhatikan secara seksama, jumlah yang besar tersebut tidak diikuti dengan jumlah kualitasnya. Berdasarkan
perkiraan kualitas pendidikan sumberdaya manusia perikanan BMI 1996 diacu dalam Dahuri 2003, bagian terbesar nelayan berpendidikan rendah yaitu 70
tidak tamat sekolah dasar SD dan tidak sekolah; 19,59 tamat sekolah dasar, dan hanya 0,03 yang memiliki pendidikan sampai jenjang Diploma 3 dan
Sarjana. Selain itu pula, sebagian besar nelayan Indonesia tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk bekerja, apalagi jika dikaitkan dengan Standar
Internasional Kemaritiman yang berlaku, hampir semuanya 95 tidak memenuhi standar tersebut. Pekerjaan nelayan masih termasuk pekerjaan
informal, dimana setiap orang bebas keluar masuk menjadi profesi nelayan, tanpa
adanya persyaratan tertentu. Bahkan, di Indonesia profesi nelayan masih merupakan suatu keterpaksaan, dimana mereka menjadi nelayan setelah tidak
mendapat pekerjaan di darat baik yang formal maupun informal. Karena profesi nelayan bukan merupakan pilihan utama dan ditambah tidak memiliki
kemampuan atau ketrampilan yang cukup untuk bekerja di laut, maka umumnya mereka bekerja tidak profesional dan produktif.
5.1.2 Nilai LQ jumlah armada
Ke-12 Provinsi yang jumlah armadanya berbasis pada sektor industri adalah: N.A. Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, sedangkan sisanya 18 provinsi adalah basis sektor
perikanan rakyat. Bila dibandingkan antara provinsi yang basis pada jumlah nelayan dengan
provinsi yang basis pada jumlah armada, dapat dilihat ada ketidaksesuaian antara keduanya. Ada provinsi yang armadanya basis pada sektor industri, namun justru
jumlah nelayannya malah berbasis pada sektor perikanan rakyat nelayan tradisional. Atau sebaliknya, yaitu provinsi yang jumlah nelayannya basis pada
sektor perikanan industri, namun armadanya berbasis pada perikanan rakyat, misalnya yang terjadi pada provinsi Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, dan
Gorontalo. Hal ini dapat terjadi karena pada propinsi tersebut nelayannya bekerja pada sektor perikanan industri pada provinsi lain di dekatnya, misalnya nelayan
Banten dan Jawa Barat bekerja sebagai nelayan industri di DKI Jakarta. DKI Jakarta mempunyai nilai LQ jumlah armada yang luar biasa
mendominasi provinsi lain, yaitu 8,158. Namun jumlah nelayan di DKI Jakarta walaupun merupakan sektor basis, nilainya masih kurang lebih sama dengan
provinsi lain. Hal ini mengindikasikan bahwa nelayan yang bekerja di sektor perikanan industri di provinsi DKI Jakarta berasal dari provinsi lain.
5.1.3 Nilai LQ jumlah alat tangkap
Alat tangkap yang termasuk dalam perikanan industri adalah pukat tarik, pukat cincin, rawai tuna, rawai hanyut lainnya selain rawai tuna, rawai tetap,
rawai dasar tetap, huhate dan pancing tonda. Banyaknya Provinsi yang alat tangkapnya berbasis pada perikanan industri menunjukkan bahwa alat tangkap
yang dikategorikan dalam industri juga banyak digunakan pada perikanan rakyat, walaupun hanya dengan menggunakan armada perikanan rakyat yang bertonase
kurang dari 5 GT. Jumlah alat tangkap perikanan industri yang lebih banyak digunakan menunjukkan bahwa pemakaian alat tangkap tidak diatur dengan baik,
sehingga alat tangkap yang seharusnya digunakan oleh kapal bermotor yang bertonase besar untuk perairan dalam yang jauh dari pantai, juga digunakan di
perairan dangkal di dekat pantai. Alat tangkap ini, terutama dari jenis pukat tarik, dapat menjadi ancaman bagi kelestarian ekosistem pesisir, seperti terumbu karang
dan lamun.
5.1.4 Nilai LQ jumlah produksi
Dari hasil data pada LQ jumlah produksi bahwa produksi perikanan industri masih lebih rendah dibanding perikanan rakyat. Bila dihubungkan dengan
wilayah eksploitasinya, maka dapat dikatakan perikanan tangkap di Indonesia masih cenderung mengeksploitasi sumberdaya perikanan di perairan dangkal,
sedangkan perikanan di perairan lepas laut dalam kurang dieksploitasi, karena kurangnya armada dan alat tangkap yang memadai.
5.1.5 Nilai LQ hasil olahan
Provinsi yang hasil olahannya basis pada sektor perikanan industri adalah Jambi, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Provinsi
Bali mempunyai nilai LQ hampir mendekati basis yaitu 0,978 karena industri pengalengan ikan sardin cukup banyak di provinsi tersebut.
Bila dibandingkan dengan nilai LQ jumlah produksi, tampak bahwa umumnya provinsi-provinsi tersebut juga basis pada jumlah produksi, kecuali
Jambi dan DKI Jakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa di ke-2 provinsi tersebut produksi perikanan untuk industri pengolahan berasal dari provinsi lain.
Hasil olahan produk perikanan yang lebih dominan pada sektor perikanan rakyat menunjukkan bahwa industri pengolahan ikan, seperti pengalengan ikan,
pembekuan ikan, atau pun tepung ikan, masih sangat kurang keberadaannya di Indonesia, sehingga masyarakat masih cenderung mengolah produk perikanan
secara tradisional.
5.2 Arah Pengembangan Perikanan Tangkap Tiap Provinsi
Melihat hasil yang didapat dari penelitian ini bahwa dari masing-masing Provinsi memliki keaneragaman yang berbeda dalam menerapkan kebijakan-
kebijakan. Kebijakan yang ditetapkan mempunyai komponen yang menjadi landasan dari kebijakan terse
but, disini peneliti menyebutnya dengan ”menu” . Adapun menu intervensiprogram untuk menunjang setiap kebijakan:
Pro-growth :
1 Peningkatan kapasitas produksi 2 Strukturisasi UMKM
3 Revitalisasi UMKM Pro-poor
: 1 Peningkatan kapasitas dan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan
2 Pemberian stimulan misalnya: bantuan langsung peralatan penangkapan ikan
ataupun peralatan untuk produksi hasil olahan
Pro-job 1 Pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu
2 Pengembangan added value suatu produk Pro-business
1 Penguatan permodalan 2 Penguatan kelembagaan pemasaran
3 Peningkatan wirausaha sektor kelautan dan perikanan 4 Desiminasi teknologi tepat guna
5 Menciptakan iklim usaha yang konduktif Untuk lebih mengetahui kebijakan apa saja yang diterapkan pada tiap
provinsi, dimana keanekaragaman yang terdapat di tiap provinsi bisa dilihat dari pengembangan perikanan tangkap itu sendiri. Arah pengembangan untuk setiap
provinsi disajikan dalam bagian berikut.
5.2.1 Provinsi dengan kebijakan pro-growth
5.2.1.1 Provinsi Sumatera Barat
Pengembangan perikanan tangkap rakyat di provinsi Sumatera Barat dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena empat variabel pada perikanan
rakyat sudah merupakan sektor basis. Adanya Pelabuhan Perikanan Bungus yang
dapat mengakomodasi kapal perikanan hingga 1.000 GT, merupakan point lebih, karena tidak akan menjadi masalah lagi bila ada peningkatan jumlah armada.
Program yang dapat dikembangkan untuk mendukung kebijakan pro-growth antara lain: KKMB, motorisasi kapal nelayan, atau peningkatan industri
pengolahan rakyat. Dengan demikian, diharapkan ke-empat variabel yang sudah
ada tersebut dapat ditumbuhkan lagi menjadi lebih besar. 5.2.1.2 Provinsi Bangka Belitung
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah produksi perikanan tangkap, jumlah armada dan variabel jumlah hasil olahan,
sedangkan variabel jumlah nelayan dan jumlah alat tangkap tidak merupakan yang basis. Tingginya produksi perikanan rakyat mungkin terjadi akibat produksi dari
sektor industri tidak diolah dalam skala industrial, namun justru diolah secara tradisional.
Pengembangan perikanan tangkap rakyat di provinsi Bangka Belitung dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena tiga variabel pada perikanan rakyat
merupakan sektor basis.
5.2.1.3 Provinsi Bengkulu
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah produksi perikanan tangkap, jumlah armada, jumlah alat tangkap dan
variabel jumlah hasil olahan, sedangkan variabel jumlah nelayan tidak merupakan basis. Tingginya produksi olahan perikanan rakyat mungkin terjadi karena
propinsi Bengkulu memfokuskan pada produksi olahan usaha skala kecilrakyattradisional.
Pengembangan perikanan tangkap rakyat di Provinsi Bengkulu dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena lebih dari tiga variabel pada
perikanan rakyat merupakan sektor basis. Program yang perlu dilakukan untuk mendukung kebijakan pro-growth antara adalah pengembangan yang berkaitan
dengan kapasitas produksi dan restrukturisasi UKM dan revitalisasi UMKM.
5.2.1.4 Provinsi Jawa Barat
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah produk olahan ,sedangkan variabel jumlah nelayan tidak merupakan yang
basis, dan dalam perikanan rakyat variabel jumlah olahan lebih tinggi dari tiga
variabel lainnya basis perikanan rakyat maka kebijakan yang dapat diarahkan di provinsi Lampung adalah kebijakan pro-growth, karena merupakan sektor basis.
5.2.1.5 Provinsi Jawa Timur
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah olahan dibanding dengan variabel yang lain dalam perikanan rakyat.
Pengembangan perikanan tangkap perikanan rakyat di provinsi D.I Yogyakarta dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena empat variabel pada
perikanan rakyat merupakan sektor basis.
5.2.1.6 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah olahan, dibanding variabel lain pada perikanan rakyat. Pengembangan
perikanan tangkap perikanan rakyat di provinsi Nusa Tenggara Barat dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena tiga variabel pada perikanan rakyat
merupakan sektor basis. 5.2.1.7 Provinsi Kalimantan Timur
Potensi sumberdaya perikanan kelautan provinsi Kalimantan Timur meliputi: panjang garis pantai ± 1.185 km, dengan luas wilayah laut 98.000.000
km². Kebijakan pro-growth dapat diterapkan untuk pengembangan perikanan tangkap. Program yang dapat mendukung kebijakan ini adalah pengembangan yang
berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi, restrukturisasi UKM dan revitalisasi UMKM.
5.2.1.8 Provinsi Banten
Sektor perikanan rakyat sebagai sektor basis perlu dikembangkan dengan kebijakan pro-growth , untuk lebih meningkatkan kapasitas produksi yang telah
ada. Program restrukturisasi dan revitalisasi UKMUMKM perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan. Pentingnya strukturisasi dan revitalisasi
UKMUMKM dimaksudkan agar adanya peremajaan baik itu kelembagaan maupun organisasi, misalnya penigkatan SDM yang ada untuk menunjang
produktivitas.
5.2.2 Provinsi dengan kebijakan pro-business
5.2.2.1 Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
Sektor perikanan rakyat di Provinsi NAD bukan merupakan sektor basis. Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah hasil
olahan, sedangkan variabel lain tidak ada yang basis. Tingginya hasil olahan perikanan rakyat mungkin terjadi akibat produksi dari sektor industri tidak diolah
dalam skala industrial, namun justru diolah secara tradisional. Pengembangan perikanan tangkap di provinsi NAD dapat diarahkan pada kebijakan pro-business,
karena empat variabel pada sektor perikanan industri merupakan sektor basis. Kondisi provinsi NAD pasca tsunami tahun 2004 yang telah memporak-
porandakan wilayah pesisir telah menghancurkan sebagian besar asset perikanan. Namun ternyata nilai LQ perikanan industri masih menunjukkan sebagai sektor
basis. Sehingga sektor ini perlu dikembangkan lagi untuk meningkatkan tujuan bisnis. Investasi diperlukan untuk mengembangkan industri pengolahan hasil
perikanan. Program yang dapat dikembangkan di Provinsi NAD saat ini antara lain, penguatan permodalan program KKMBKonsultan Keuangan Mitra Bank,
dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM dengan perbankan dalam
penguatan modal
usaha, peningkatan
kewirausahaan dengan
pengembangan atau diseminasi teknologi tepat guna.
5.2.3 Provinsi dengan kebijakan pro-business dan pro-poor
5.2.3.1 Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan perikanan industri dapat diarahkan pada kebijakan pro- busines
karena tiga variabel pada sektor perikanan industri sudah menjadi sektor basis. Investasi diperlukan untuk menambah sarana pelelangan ikan dan
mengembangkan industri pengolahan hasil perikanan, agar industri perikanan tidak menjual produksinya ke daerah lain.
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah produksi perikanan tangkap dan variabel jumlah hasil olahan, sedangkan
variabel lain tidak ada yang basis. Tingginya hasil olahan perikanan rakyat mungkin terjadi akibat produksi perikanan tidak diolah secara modern, namun
diolah secara tradisional.
Pengembangan perikanan tangkap rakyat di provinsi Sumatera Utara dapat diarahkan pada kebijakan pro-poor, karena tiga variabel pada perikanan rakyat
bukan merupakan sektor basis. Berdasarkan kondisi perikaanan rakyat yang dilihat dari nilai LQ, program kebijakan pro-poor yang dapat diterapkan di
provinsi ini adalah pemberian stimulan melalui program PEMP Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir untuk pengembangan teknologi pengolahan hasil
perikanan, berupa bantuan alat pengolahan atau bantuan kapal dan alat penangkapan ikan. Peningkatan sumberdaya perikanan dapat diterapkan untuk
mendukung kebijakan pro-poor.
5.2.3.2 Provinsi Riau
Di Provinsi Riau terdapat cukup banyak tempat pendaratan ikan, antara lain pelabuhan perikanan di Natuna, tempat pendaratan ikan di Dumai, Bengkalis,
Selat Panjang, dan Kijang sehingga rendahnya nilai produksi dibandingkan dengan jumlah armada yang sangat tinggi terjadi bukan karena hasil tangkapan
dijual ke daerah lain, namun karena tidak efisiennya operasional industri perikanan, misalnya karena kegagalan dalam menemukan fishing ground.
Sedangkan hasil olahan industri yang rendah berkaitan dengan produksi perikanan yang rendah dan kurangnya saranafasilitas industri pengolahan, seperti pabrik
pembekuan ikan atau pengalengan ikan. Oleh karena itu pengembangan sektor perikanan industri dapat diarahkan pada kebijakan pro-bussines untuk
mengembangkan industri pengolahan hasil perikanan dan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern.
Dalam perikanan rakyat, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah produksi perikanan tangkap dan variabel jumlah hasil olahan, sedangkan variabel
lain tidak ada yang basis. Tingginya hasil olahan perikanan rakyat mungkin terjadi akibat produksi dari sektor industri tidak diolah secara industri, namun diolah
secara tradisional. Pengembangan perikanan tangkap rakyat di provinsi Riau dapat juga
diarahkan pada kebijakan pro-poor, karena tiga variabel pada perikanan rakyat, yaitu nelayan, armada, dan alat tangkap bukan merupakan sektor basis, sehingga
perlu ada kebijakan yang dapat menggerakkan perekonomian nelayan.
5.2.3.3 Provinsi Gorontalo
Pengembangan perikanan tangkap perikanan industri di provinsi Gorontalo dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel pada perikanan
industri merupakan sektor basis, dan untuk mendukung kegiatan business yang direkomendasikan di provinsi tersebut perlu adanya kebijakan pro-poor karena
pada sektor perikanan rakyat ada 3 tiga variabel tidak merupakan basis, melihat kondisi tersebut diatas perlu adanya program peningkatan kapasitas dan potensi
sumberdaya KP salah satunya misalnya melalui pemberian stimulan. Program yang sesuai untuk kebijakan pro-bussines ini antara lain:
1 Penguatan permodalan program KKMB = konsultan Keuangan Mitra Bank dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM dengan perbankan
dalam penguatan modal usaha 2 Penguatan pemasaran hasil perikanan
3 Peningkatan kewirausahaan dengan pengembangan atau desiminasi teknologi tepat guna.
4 Menciptakan iklim yang kondusif untuk dunia usaha. Dan peningkatan investasi sektor kelautan perikanan dengan menfasilitasi para stakeholder
dengan pihak perbankan, investor, dan instansi terkait. Produksi perikanan industri yang merupakan sektor basis tidak diikuti
dengan variabel hasil olahan, sehingga di Gorontalo perlu ditambah kebijakan: 1 Pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu, yaitu program yang dapat
dilaksanakan di pelabuhan-pelabuhan perikanan di daerah mulai hulu sampai hilir
2 Pengembangan added value suatu produk, seperti peningkatan teknologi pengolahan hasil perikanan dan pembangunan pabrik-pabrik pengolahan ikan.
5.2.4 Provinsi dengan kebijakan pro-business, pro-poor, pro-job
5.2.4.1 Provinsi Jambi
Pengembangan perikanan industri dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth untuk meningkatkan produktivitas dari variabel yang sudah menjadi sektor basis.
Jumlah armada dan alat tangkap yang banyak harus dapat diefektifkan untuk meningkatkan produksi perikanan. Di provinsi Jambi telah ada 5 unit pengolahan
yang tergolong menengah modern, dengan hasil olahan berupa: tepung ikan,
surimi, udang beku dan lain-lain. Peningkatan produksi perikanan sangat perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan produksi dari pabrik pengolahan tersebut.
Rendahnya produksi perikanan industri juga dapat terjadi karena industri menjual hasil tangkapannya ke pabrik pengolahan, sehingga produksi lebih tinggi
dalam bentuk hasil olahan. Pengembangan perikanan Industri di provinsi Jambi dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel pada perikanan
industri merupakan sektor basis. Adapun untuk pengembangan perikanan industri tersebut diatas dengan dilakukan investasi investor dalam industri perikanan
yang berkonsep pada perikanan terpadu. Melihat tiga variabel pada perikanan rakyat dominan rendah maka perikanan di provinsi Jambi dapat juga diarahkan
pada kebijakan pro-poor.dan pro-job.
5.2.4.2 Provinsi Bali
Provinsi Bali mempunyai potensi MSY maximum sustainable yield perikanan tangkap sebesar 67.355 tontahun untuk wilayah pelagis dan demersal,
serta potensi 112.372 ton di wilayah ZEE Samudera Hindia. Komoditas andalan
kabupaten Bali adalah sardin 44.947 tontahun dan tuna 14.568 tontahun DKP 2004. Produksi perikanan yang sudah menjadi basis di provinsi Bali perlu
dikembangkan menjadi hasil olahan industri, agar variabel hasil olahan juga menjadi basis di provinsi ini.
Kebijakan pro-bussines yang dapat dikembangkan antara lain: 1 Penguatan permodalan program KKMB = konsultan Keuangan Mitra Bank
dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM dengan perbankan dalam penguatan modal usaha
2 Penguatan pemasaran hasil perikanan 3 Peningkatan kewirausahaan dengan pengembangan atau desiminasi teknologi
tepat guna. 4 Menciptakan iklim yang kondusif untuk dunia usaha, dan peningkatan
investasi sektor Kelautan Perikanan dengan memfasilitasi para stakeholder dengan pihak perbankan, investor, dan instansi terkait. Dan yang lebih
penting lagi adalah jaminan keamanan bagi investor asing terkait dengan kondisi Bali yang pernah terkena teror bom bali. Arah kebijakan
pengembangan sektor kelautan dan perikanan di wilayah provinsi Bali dapat
diarahkan pada kebijakan pro- poor dan pro-job yaitu : peningkatan
kapasitas dan potensi sumberdaya, pengembangan industri perikanan,
pengembangan added value.
5.2.4.3 Provinsi Papua
Pengembangan perikanan tangkap perikanan industri di provinsi Papua dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel pada perikanan
industri merupakan sektor basis. Program yang sesuai untuk kebijakan pro bussines ini antara lain:
1 Penguatan permodalan program KKMB = konsultan Keuangan Mitra Bank dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM dengan
perbankan dalam penguatan modal usaha. Penambahan permodalan untuk menambah jumlah armada diperlukan bagi provinsi yang
sumberdaya perikanan lautnya kaya seperti ini. 2 Penguatan pemasaran hasil perikanan
3 Peningkatan kewirausahaan dengan pengembangan atau desiminasi teknologi tepat guna.
4 Menciptakan iklim yang kondusif untuk dunia usaha, dan peningkatan investasi sektor kelautan perikanan dengan memfasilitasi para
stakeholder dengan pihak perbankan, investor, dan instansi terkait
5.2.4.4 Provinsi Maluku Utara
Pengembangan perikanan tangkap perikanan industri di provinsi Maluku
Utara dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel pada
perikanan industri merupakan sektor basis. Program yang sesuai untuk kebijakan pro bussines ini antara lain:
1 Penguatan permodalan program KKMB = konsultan Keuangan Mitra Bank dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM
dengan perbankan dalam penguatan modal usaha. Penambahan permodalan untuk menambah jumlah armada diperlukan bagi provinsi
yang sumberdaya perikanan lautnya kaya seperti ini. 2 Penguatan pemasaran hasil perikanan
3 Peningkatan kewirausahaan dengan pengembangan atau desiminasi
teknologi tepat guna.
4 Menciptakan iklim yang kondusif untuk dunia usaha. Dan peningkatan investasi sektor kelautan perikanan dengan menfasilitasi para
stakeholder dengan pihak perbankan, investor, dan instansi terkait.
Untuk menunjang program kebijakan business perlu adanya kebijakan Pro-poor
yaitu dengan peningkatan kapasitas dan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdapat di wilayah tersebut. Sedangkan kebijakan pro-job
dapat dilakukan program pengembangan industri berbasis pelabuha terpadu dan pengembangan added value suatu produk.
5.2.5 Provinsi dengan kebijakan pro-job dan pro-growth
5.2.5.1 Provinsi Lampung
Namun yang menarik adalah di provinsi Lampung jumlah armada dan alat tangkap sektor industri perikanan justru mempunyai nilai basis secara nasional.
Logikanya bila jumlah armada dan alat tangkapnya basis, seharusnya produksi perikanan dan hasil olahannya juga basis. Hal ini mungkin terjadi karena letak
provinsi Lampung yang cukup dekat dengan ibukota DKI Jakarta, sehingga kemungkinan hasil tangkapan itu dijual ke ibukota untuk memperoleh harga yang
lebih baik. Walaupun, di provinsi Lampung sebetulnya sudah ada 4 Pelabuhan Pendaratan Ikan PPI dan 11 Tempat Pelelangan Ikan TPI.
Dengan kondisi perikanan rakyat yang menjadi sektor basis, maka kebijakan pengembangan perikanan ke arah pro-job dan pro-growth akan lebih
sesuai. Program pro-job seperti pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu, artinya program yang ditetapkan dalam pengembangan sektor perikanan
dapat dilaksanakan di pelabuhan-pelabuhan perikanan di daerah mulai hulu sampai hilir.
Program pengembangan added value suatu produk, seperti pembangunan industri pengolahan hasil perikanan juga dapat menjadi alternatif pengembangan
perikanan di provinsi Lampung karena bila produksi perikanan tangkap diolah lebih dulu sebelum dijual maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi.
5.2.5.2 Provinsi Kalimantan Barat
Kecenderungan perikanan rakyat lebih dominan di provinsi Kalimantan Barat tersebut maka kebijakan pro-growth dan pro-job dapat diterapkan untuk
pengembangan perikanan
tangkap. Program
yang dapat
mendukung pengembangan perikanan di provinsi Kalimantan Barat antara lain:
1 Pengembangan added value suatu produk, seperti peningkatan kemampuan masyarakat dalam teknologi pengolahan hasil perikanan
2 Pengembangan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi seperti teknologi penangkapan yang lebih modern, serta
3 Restrukturisasi dan revitalisasi UKMUMKM,
5.2.5.3 Provinsi Kalimantan Tengah
Sehingga kebijakan pro-growth dan pro-job dapat diterapkan untuk pengembangan perikanan tangkap. Pada provinsi Kalimantan Tengah dilihat dari
variabel yang dominan ada program-program yang dapat mendukung. Program yang dapat mendukung pengembangan perikanan di provinsi
Kalimantan Tengah antara lain: 1 Pengembangan added value suatu produk, seperti peningkatan kemampuan
masyarakat dalam teknologi pengolahan hasil perikanan 2 Pengembangan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi seperti
teknologi penangkapan yang lebih modern, serta 3 Restrukturisasi dan revitalisasi UKMUMKM,
5.2.5.4 Provinsi Kalimantan Selatan
Sehingga kebijakan pro-growth dan pro-job dapat diterapkan untuk pengembangan perikanan tangkap. Namun jumlah armada yang masih sangat
terbatas menyebabkan pemanfaatan potensi masih rendah. Saat ini pemanfaatan potensi lepas pantai Kalimantan Selatan masih didominasi nelayan „andon‟ yang
berasal dari Sulawesi, Jawa, dan bahkan Sumatera. Program yang dapat mendukung pengembangan perikanan di provinsi
Kalimantan Selatan antara lain: 1 Pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu, yaitu program
yang dapat dilaksanakan di pelabuhan-pelabuhan perikanan di daerah mulai hulu sampai hilir
2 Pengembangan added value suatu produk, seperti peningkatan kemampuan masyarakat dalam teknologi pengolahan hasil perikanan
3 Pengembangan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi seperti teknologi penangkapan yang lebih modern,
4 Restrukturisasi dan revitalisasi UKMUMKM,
5.2.5.5 Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengembangan perikanan tangkap perikanan rakyat di provinsi Sulawesi Tenggara dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth, karena tiga variabel pada
perikanan rakyat merupakan sektor basis. Program yang dapat mendukung perikanan rakyat di Sulawesi utara adalah:
1 Program pengembangan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi seperti teknologi penangkapan yang lebih modern, serta
2 Restrukturisasi dan revitalisasi UKMUMKM, 3 Kebijakan pro-job seperti pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu
dan pengembangan added value juga dapat dikembangkan.
5.2.5.6 Provinsi Sulawesi Selatan
Kebijakan pengembangan perikanan di Sulawesi Selatan dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth untuk lebih meningkatkan kapasitas dan potensi
perikanan rakyat yang sudah ada. Program yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi, program restrukturisasi UKM dan revitalisasi UMKM, serta
Program pengembangan added value suatu produk, seperti pembangunan industri pengolahan hasil perikanan dapat dilaksanakan untuk pengembangan perikanan
rakyat. Program pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu, yaitu program yang dapat dilaksanakan di pelabuhan-pelabuhan perikanan di daerah
mulai hulu sampai hilir, juga perlu dilaksanakan untuk menunjang budaya masyarakat Sulawesi Selatan yang cenderung pada perikanan tangkap
5.2.5.7 Provinsi Sulawesi Tengah
Kebijakan pengembangan perikanan di Sulawesi Selatan dapat diarahkan pada kebijakan pro-growth untuk lebih meningkatkan kapasitas dan potensi
perikanan rakyat yang sudah ada. Program yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi, program restrukturisasi UKM dan revitalisasi UMKM, serta
Program pengembangan added value suatu produk, seperti pembangunan industri pengolahan hasil perikanan dapat dilaksanakan untuk pengembangan perikanan
rakyat.
5.2.6 Provinsi dengan kebijakan pro-job dan pro-business
5.2.6.1 Provinsi DKI Jakarta
Dalam perikanan industri, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah nelayan, jumlah armada, jumlah alat tangkap sehingga kebijakan yang
diterapkan adalah kebijakan pro-business sedangkan variabel lain tidak ada yang basis seperti tiga variabel pada perikanan rakyat memungkinkan pro-job harus
diterapkan . Tingginya hasil produksi tangkapan perikanan rakyat mungkin terjadi karena kebutuhan akan ikan segar seluruhnya dipenuhi oleh produksi perikanan
rakyat karena produksi perikanan industri lebih digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan.
Pengembangan perikanan tangkap perikanan Industri di provinsi DKI
Jakarta dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena empat variabel pada
perikanan industri merupakan sektor basis. Adapun untuk pengembangan perikanan industri tersebut diatas dengan dilakukan investasi investor dalam
industri perikanan yang berkonsep pada perikanan terpadu. Akan tetapi karena melihat empat variabel pada perikanan rakyat bukan merupakan sektor basis maka
dapat pengembangan perikanan tangkap DKI Jakarta dapat diarahkan pula pada kebijakan pro-job.
5.2.6.2 Provinsi Jawa Tengah
Dalam perikanan industri, variabel yang menjadi basis adalah variabel jumlah armada dan variabel jumlah alat tangkap, sedangkan variabel lain tidak
ada yang basis. Pengembangan perikanan tangkap perikanan Industri di provinsi
Jawa Tengah dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel
pada perikanan industri merupakan sektor basis. Akan tetapi karena melihat tiga variabel pada perikanan rakyat bukan merupakan sektor basis maka dapat
diarahkan pula kebijakan pro-job, pada propinsi Jawa tengah.
5.2.6.3 Provinsi Sulawesi Utara
Pengembangan perikanan tangkap perikanan Industri di provinsi Sulawesi
Utara dapat diarahkan pada kebijakan pro-business, karena tiga variabel pada
perikanan industri merupakan sektor basis. Program yang sesuai untuk kebijakan pr-bussines ini antara lain:
1 Penguatan permodalan program KKMB = konsultan Keuangan Mitra Bank dimana fungsi KKMB tersebut memfasilitasi para UMKM dengan
perbankan dalam penguatan modal usaha 2 Penguatan pemasaran hasil perikanan
3 Peningkatan kewirausahaan dengan pengembangan atau desiminasi teknologi tepat guna.
4 Menciptakan iklim yang kondusif untuk dunia usaha, dan peningkatan investasi sektor kelautan perikanan dengan memfasilitasi para stakeholder
dengan pihak perbankan, investor, dan instansi terkait.
5.2.7 Provinsi dengan kebijakan pro-growth, pro-job, pro-business 5.2.7.1 Provinsi Maluku
Hal ini terjadi karena banyak industri perikanan tangkap dari daerah lain yang masuk ke perairan Maluku, yang kaya dengan sumberdaya ikan tuna, dan
menjual hasil tangkapannya di Maluku. Pengembangan perikanan tangkap perikanan Industri di provinsi Maluku dapat diarahkan pada kebijakan pro-
growth, karena tiga variabel pada perikanan rakyat merupakan sektor basis.
Kebijakan pengembangan yang diperlukan antara lain adalah: - Program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan potensi perikanan
rakyat yang sudah ada, - Program yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi,
- Program restrukturisasi UKM dan revitalisasi UMKM, - Program pengembangan added value suatu produk, seperti pembangunan industri
pengolahan hasil perikanan dapat dilaksanakan untuk pengembangan perikanan rakyat, program pengembangan industri berbasis pelabuhan terpadu, yaitu
program yang dapat dilaksanakan di pelabuhan-pelabuhan perikanan di daerah mulai hulu sampai hilir, juga perlu dilaksanakan untuk menunjang budaya
masyarakat provinsi Maluku yang cenderung pada perikanan tangkap Dari arah pengembangan perikanan tangkap di tiap provinsi seperti yang
disajikan diatas, memang sangat beragam dan karena ada beberapa provinsi yang ternyata dapat diterapkan lebih dari satu kebijakan. Hal ini memang dapat
menimbulkan suatu permasalahan tersendiri bagi provinsi tersebut karena jika lebih dari satu kebijakan maka harus dilihat dari berbagai aspek yang terdapat di
provinsi tersebut atau dapat dikatakan bagaimana kesiapan dari tiap daerah dalam menjalankan kebijakan yang diterapkan jika lebih dari satu kebijakan.
Provinsi dengan dua kebijakan atau lebih menunjukan kerumitan permasalahan lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi yang direkomendasi
menerapkan satu jenis kebijakan. Mengingat keterbatasan sumber daya pembangunan maka tidak semua opsi dari setiap dua kebijakan tersebut dapat
diterapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi untuk mengidentifikasi opsi yang diprioritaskan.
Dalam penelitian ini juga ingin ditegaskan bahwasannya difokuskan melihat pada keragaman dari tiap provinsi dalam penerapan kebijakan yang sesuai
dengan kebutuhan dari masing-masing provinsi. Keragaman inilah yang dapat diamati untuk menerapkan kebijakan apa yang sesuai diterapkan karena dari hasil
analisa kepentingan tiap wilayahprovinsi sangat berbeda.
5.3 Peran Perikanan Industri dan Perikanan Rakyat pada Perikanan
Nasional
Pada Tabel 46 dapat dilihat bahwa hampir semua variabel basis pada perikanan rakyat, kecuali variabel alat tangkap. Hal ini menunjukkan bahwa
perikanan rakyat mempunyai peran yang cukup penting pada perikanan tangkap secara nasional. Dan disisi lain, hal ini juga menunjukkan bahwa industri
perikanan tangkap di Indonesia masih perlu ditingkatkan lagi untuk mendukung perbaikan ekonomi masyarakat pesisir. Karena perikanan rakyat umumnya masih
bersifat tradisional, dan masih bersifat subsisten, yang hanya mencukupi kebutuhan masyarakat lokal saja.
Melalui kebijakan yang ada pada DKP telah
banyak sudah diimplimentasikan pada pengelolaan atau pengembangan sektor kelautan dan
perikanan, hanya masih perlu lebih untuk mengkaji kembali program kebijakan yang sudah diterapkan maupun yang akan diterapkan. Oleh karena itu penelitian
ini seyogianya dapat dimanfaatkan untuk menerapkan kebijakan apa yang sesuai di tiap provinsi disamping program-program kebijakan yang sudah diterapkan
oleh DKP.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1 Dilihat dari komposisi – komposisi variabel nelayan, jenis alat
penangkapan ikan, jenis kapal penangkapan ikan, jenis penangkap ikan, produksi dan produk olahan, perikanan nasional masih dicirikan oleh
perikanan rakyat 2 Perikanan tangkap disembilan belas 19 provinsi masih didominasi
perikanan rakyat sedangkan sebelas 11 provinsi lainnya didominasi oleh perikanan industri. Hal ini menunjukkan bahwa perikanan industri
perlu ditingkatkan untuk mendukung perbaikan ekonomi nelayan.
6.2 Saran
1 Penelitian ini setidaknya mengungkapkan keragaman kondisi perikanan tangkap di Indonesia, oleh karena itu sepatutnya disadari bahwa
pembangunan perikanan di daerah dapat dilakukan dengan pendekatan strategi berbeda sebagai contoh kebijakan pro-growth
cocok diterapkan di provinsi yang memiliki ciri dominasi bila 3 tiga atau
lebih dari variabel pada sektor perikanan rakyat merupakan variabel basis, sedangkan kebijakan pro-poor sebaiknya diterapkan ke provinsi
yang mempunyai ciri dominasi bila 3 tiga atau lebih dari variabel pada sektor perikanan rakyat bukan variabel basis, dan untuk kebijakan pro-
job sebaiknya diterapkan pada provinsi yang mempunyai ciri dominasi bila variabel jumlah nelayan pada sektor perikanan rakyat merupakan
variabel basis, untuk kebijakan pro- bussines dilakukan bila 3 tiga atau lebih dari variabel pada sektor perikanan industri merupakan variabel
basis atau 2 dua variabel produksi dan olahan hasil perikanan pada perikanan industri adalah basis
2 Penelitian ini baru memetakan keanekaragaman perikanan tangkap di tingkat provinsi dan nasional sehingga diketahui peran dari masing-
masing perikanan rakyat dan perikanan industri. Hal sama perlu dilakukan memetakan keanekaragaman perikanan tangkap ditingkat
kabupaten mengingat kewenangan Pemerintah Daerah Tk II memiliki