teknik LQ untuk menentukan komoditas unggulan nasional yang berbasis lahan, seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan
pada luas lahan pertanian areal tanam atau areal panen; sedangkan Susilawati et al
. 2006 menentukan komoditas unggulan nasional di Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan data produksi atau produktivitas. Peneliti lain, yaitu
Manese 2001, menentukan komoditas unggulan peternakan di Sulawesi Utara menggunakan jumlah populasi ekor dalam perhitungan LQ sedangkan Rumayar
et al . 2005 menentukan komoditas unggulan perikanan Kabupaten Buol
Sulawesi Tengah menggunakan data produksi dalam perhitungan LQ.
2.3 Klasifikasi Perikanan Tangkap
Di Indonesia, menurut UU No. 31 Tahun 2004, perikanan didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya.
Perikanan tangkap dapat diklasifikasikan berdasarkan seperti pada Tabel 1. Kegiatan penangkapan ikan di laut dapat dikembangkan dengan berbagai
skala usaha, baik kecil, sedang atau menengah, maupun besar. Hal ini tentunya berkaitan dengan modal atau investasi yang akan dilakukan di bidang
penangkapan ikan ini. Menurut Charles 2001 skala usaha perikanan tangkap dapat ditinjau dari berbagai faktor, di antaranya ukuran kapal yang dioperasikan,
lokasi fishing ground dan tujuan produksinya. Berdasarkan faktor pertama, maka dikenal perikanan skala kecil small scale fisheries dan perikanan skala besar
large scale fisheries. Menurut Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi
Penanaman Modal 2008, skala usaha dalam penangkapan ikan tergolong usaha kecil jika jumlah tenaga kerja yang terlibat kurang dari 20 orang. Apabila
melibatkan tenaga kerja antara 20 – 99 orang, maka usaha penangkapan ikan
tersebut tergolong usaha sedang. Jika melibatkan 100 orang atau lebih maka usaha
perikanan tersebut tergolong usaha besar. Adapun dari sisi modal, jika modal awalnya mencapai Rp. 2.235.000.000,- dengan spesifikasi meliputi jumlah kapal
penangkap 1 buah, tenaga kerja 30 orang, pembelian peralatan tangkap ikan, kantor, sarana transportasi darat, perijinan, dan pembelian peralatan bantu lainnya
maka usaha perikanan tersebut tergolong usaha sedang. Tabel 1. Klasifikasi perikanan tangkap
No. Berdasarkan
Klasifikasi Keterangan
1 Lokasi
1 Laut Perikanan pantai,
perikanan lepas pantai, perikanan samudera
2 Perairan umum Danauwaduk, sungai
2 Habitat
1 Perikanan demersal 2 Perikanan pelagis
3 Perikanan karang 3
Spesies target 1 Perikanan tuna
2 Perikanan cakalang 3 Perikanan udang
4 dan lain-lain 4
Alat tangkap 1 Perikanan purse seine
2 Perikanan gillnet 3 Perikanan pole and line
4 dan lain-lain 5
Tujuan 1 Komersial
2 Sportrekreasi 6
Skala usaha 1 Skala kecil
2 Skala sedang 3 Skala besar
7 Tingkat teknologi 1 Tradisonal
2 Modern 8
Bio-Technico- Socio-Economic
1 Komersial Industri, artisanal
2 Subsisten
Sumber: Monintja 2006.
Menurut Smith 1983 usaha perikanan tangkap dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, yaitu perikanan skala kecil atau skala besar, perikanan pantai
atau lepas pantai, dan perikanan artisanal atau komersial. Penggolongan tersebut masih menjadi perdebatan hingga saat ini mengingat luasnya dimensi yang
dilingkupi. Selanjutnya Smith 1983 mengemukakan bahwa skala usaha perikanan dapat juga dilihat dengan cara membandingkan perikanan berdasarkan
situasi technico-socio-economic nelayan. Berdasarkan situasi tersebut kegiatan
perikanan dapat digolongkan ke dalam skala industri dan skala tradisional. Berdasarkan
tujuan pemanfaatan
hasil tangkapan,
Kesteven 1973
mengelompokkan nelayan ke dalam tiga kelompok yaitu industri, artisanal dan subsisten. Nelayan industri dan artisanal berorientasi komersial sedangkan
nelayan subsisten memanfaatkan hasil tangkapan untuk kebutuhan pangan harian dan kadang untuk ditukar melalui barter.
Pengelompokan skala usaha penangkapan ikan sering pula didasarkan pada ukuran kapal atau besarnya tenaga mesin, jenis alat tangkap dan jarak daerah
penangkapan fishing ground dari pantai. Penggolongan skala usaha perikanan tangkap di Indonesia umumnya dilakukan berdasarkan ukuran kapal dan jenis atau
tipe mesin. Menurut data yang tersedia di dalam statistik perikanan tangkap, skala usaha penangkapan ikan dapat diklasifisikasikan berdasarkan ukuran kapal yang
digunakan. Usaha penangkapan ikan yang menggunakan kapal berukuran lebih kecil atau kurang dari 5 GT dikategorikan sebagai usaha kecil, sedangkan usaha
yang menggunakan perahu berukuran lebih besar dari 5 GT digolongkan sebagai usaha besar.
Menurut Monintja 2008 nelayan tradisional merupakan nelayan kecil, yaitu mencakup nelayan subsisten, nelayan skala kecil dan mencakup sebagian
besar nelayan artisanal, serta memiliki hak untuk diberdayakan oleh pemerintah melalui skim kredit, layanan pelatihanpendidikanpenyuluhan, penumbuh-
kembangkan kelompok dan koperasi perikanan. Istilah perikanan skala kecil yang sering juga disebut sebagai perikanan artisanal, sulit untuk didefinisikan karena
memiliki pengertian ganda, istilah ini cenderung digunakan dalam keadaan yang berbeda di berbagai negara yang berbeda pula. Secara umum FAO 2008
mengindikasikan perikanan artisanal sebagai perikanan tradisional termasuk perikanan skala rumah tangga yang berbeda dengan perusahaan perikanan
komersial, yang menggunakan modal dan energi dalam jumlah yang relatif kecil, jika menggunakan kapal maka berukuran relatif kecil, trip penangkapannya
singkat di sekitar perairan pantai, hasil tangkapannya terutama untuk konsumsi lokal. Perikanan artisanal dapat berupa perikanan subsisten atau perikanan
komersial, menangkap ikan dengan tujuan untuk konsumsi lokal atau ekspor. Terkadang perikanan artisanal merujuk pada perikanan skala kecil.
Tabel 2. Perbandingan nelayan industri, artisanal dan subsisten berdasarkan keadaan technico-socio-economic
Komersial Subsisten
Industri Artisanal
Unit penangkapan Stabil, terdapat
pembagian tenaga kerja divisi dan
prospek karir Stabil,
kurang terspesialisasi
tanpa pembagian tenaga kerja
Menggunakan tenaga sendiri, atau keluarga
atau kelompok masyarakat
Kapal Bertenaga mesin,
dengan banyak perlengkapan
peralatan Kecil,
dengan motor tempel
Tidak ada,
atau menggunakan kano
Peralatan Buatan mesin,
peralatan lainnya dirakit
Sebagian atau seluruhnya
menggunakan bahanmaterial
buatan mesin, dirakit oleh
nelayan Menggunakan
bahanmaterial buatan tangan,
dirakit oleh nelayan
Pelaksanaan pekerjaan
Dengan bantuan
mesin Bantuan mesin
minim Dioperasikan dengan
tanganmanual Investasi
Tinggi; dengan proporsi yang besar
ketimbang yang dihasilkan nelayan
Rendah; seluruhnya
dihasilkan oleh nelayan
Tidak ada
Hasil tangkapan Besar
Menengah hingga rendah
Rendah hingga sangat rendah
Penempatan hasil tangkapan
Dijual ke pasar yang telah terorganisir
Dijual ke pasar lokal yang tidak
terorganisir, signifikan
dikonsumsi oleh nelayan sendiri
Khusus dikonsumsi oleh nelayan sendiri,
keluarganya dan kelompoknya;
ditukar melalui barter
Status ekonomi nelayan
Seringkali kaya Menengah
kebawah minimal
Kondisi sosial Terasimilasi
perpaduan Kerap terpisah
Merupakan masyarakat yang
terisolasi
Sumber : Kesteven 1973
Perikanan skala kecil dan artisanal jelas berbeda dengan perikanan industri dan perikanan rekreasi. Kosa kata FAO 2008 cenderung menyamakan
“perikanan artisanal” dengan “perikanan skala kecil”. Namun, dari sudut pandang seorang ahli teknologi, kedua jenis perikanan ini berkaitan tetapi terdapat konsep
berbeda yang berkaitan dengan ukuran unit penangkapan skala, dan berkaitan dengan tingkat teknologi yang menggambarkan sebagai modal investasi per
nelayan di atas kapal FAO 2008.
Suatu jarak dari metode penangkapan dapat juga digolongkan ke dalam perikanan skala kecil atau artisanal, dimana kapal tidak digunakan dan teknologi
yang digunakan sangat sederhana. Metode penangkapan ini termasuk pukat pantai beach seine, bermacam jaring lempar cast dan jaring angkat lift net, pancing
di pantai, perangkap ikan, dan pemanenan manual rumput laut, kerang, kepiting dan lain-lain, yang dioperasikan di daerah pesisir FAO 2008.
Perikanan skala kecil dan perikanan artisanal sering kali bersaing dengan perikanan industri sehingga menimbulkan konflik. Perikanan industri memiliki
lebih banyak keunggulan dibanding dengan perikanan skala kecil atau artisanal, namun beberapa kelebihan dari perikanan skala kecil dan artisanal menurut FAO
2008 di antaranya adalah: 1 Biaya operasi dan konsumsi bahan bakar lebih rendah
2 Dampak ekologi lebih rendah 3 Kesempatan kerja yang lebih besar, secara lokal perikanan artisanal
membentuk kegiatan ekonomi dan memberikan mata pencaharian untuk masyarakat desa bahkan perkotaan, dan akses terlibat dalam perikanan skala
kecil sangat terbuka bagi orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau keahlian.
4 Lebih mudah beroperasi di perairan yang lebih dangkal 5 Biaya konstruksi yang lebih rendah
6 Lebih sedikit menggunakan teknologi mahal
2.4 Produksi