daerah berkembang dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri Soekartawi 1990.
Menurut Anwar dan Rustiadi 2000, perencanaan pembangunan selalu memerlukan skala prioritas, karena 1 setiap sektor memiliki sumbangan
langsung dan tidak langsung yang berbeda kepada pencapaian sasaran-sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional dan lain-lain,
2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan 3 aktivitas sektoral tersebar tidak merata
dan bersifat spesifik, sehingga beberapa sektor cenderung terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan infrastruktur dan
sumberdaya sosial adat istiadat yang ada. Oleh karena itu di setiap wilayahdaerah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat
besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan aspek spasialnya
Dalam perencanaan pembangunan daerah terdapat teknik analisis daerah yang dapat dipergunakan untuk menentukan atau memilih aktivitas ekonomi yang
dikembangkan dalam suatu daerah atau menentukan lokasi yang sesuai dengan aktivitas ekonomi. Teknik-teknik analisis tersebut di antaranya adalah basis
ekonomi, multplier effect, model gravitasi, analisis titik pertumbuhan dan analisis input
-output Richardson 1991.
2.2 Location Quotient LQ
Location quotient LQ adalah nilai yang digunakan dalam ekonomi dan
geografis untuk mengukur konsentrasi relatif dari suatu aktivitas Djira et al 2008. Teknik Location quotient LQ merupakan suatu pendekatan yang umum
digunakan dalam model basis ekonomi sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan Hendrayana 2003. Inti dari
model basis ekonomi menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk
barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak
Budiharsono 2001.
Teori basis ekonomi mengklasifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Dijelaskan Hendrayana
2003 bahwa kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan
masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam
pertumbuhan basis suatu wilayah. Menurut Tarigan 2006, kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang
mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogeneous
tidak tergantung pada kekuatan intern atau permintaan lokal. Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam
kegiatan nonbasis atau sektor service atau pelayanan Tarigan 2006. Menurut Temenggung 1999 pertumbuhan wilayah dalam jangka panjang tergantung
industri ekspornya. Kekuatan utama pertumbuhan wilayah adalah permintaan dari luar akan barang dan jasa yang dihasilkan dan diekspor. Permintaan dari luar
wilayah mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan ekspor sehingga terbentuk keterkaitan ekonomi baik ke belakang
maupun ke depan. Kegiatan nonbasis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik
berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi keperluan masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada,
mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan nonbasis ini Hendrayana 2003. Sektor nonbasis bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi lokal, sehingga pendapatan masyarakat setempat berpengaruh terhadap sektor ini. Sektor ini tidak bisa berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah, yang melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis Tarigan 2006.
Untuk mengetahui suatu sektor basis atau nonbasis dapat digunakan metode location quotient Budiharsono 2001. Teknik ini merupakan cara
permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan
tertentu Idjaz 2007, dengan kata lain alat ukur kuantitatif untuk menganalisis potensi daerah.
Location quotient LQ adalah sebuah indeks yang mengukur tingkat
kekhususan overspecialization atau underspecialization dari sektor tertentu dalam suatu daerah Alkadri dan Djajadiningrat 2002. Teknik LQ banyak
digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan
ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector
suatu kegiatan ekonomi industri Hendrayana 2003. Dengan kata lain, menurut Alkadri dan Djajadiningrat 2002 LQ mengukur tingkat spesialisasi
relatif suatu daerah di dalam aktivitas sektor perekonomian tertentu. Pengertian relatif ini dapat diartikan sebagai tingkat spesialisasi yang membandingkan suatu
daerah dengan wilayah yang lebih besar dimana daerah yang diamati merupakan bagian dari wilayah tersebut. Wilayah yang lebih besar disebut sebagai wilayah
referensi. Apabila wilayah yang diamati setingkat kabupaten atau kota, maka wilayah referensinya adalah provinsi.
Adapun variabel yang digunakan untuk menghasilkan koefisien di antaranya adalah jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut, hasil produksi atau
variabel lain yang dapat dijadikan kriteria, seperti nilai tambah bruto Idjaz 2007. Menurut Hendrayana 2003, penggunaan teknik ini dalam penetapan sektor
unggulan dalam suatu kegiatan ekonomi, dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan pendapatan.
Metode location quotient dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor tergolong sebagai basis atau nonbasis Budiharsono 2001. Tarigan 2006
menyatakan metode LQ adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan
kerja atau nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan
yang sama dengan pola permintaan tingkat nasional. Selain itu, permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil produksi
wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka kekurangannya diimpor. Sebaliknya, produksi yang dihasilkan terlebih
dahulu ditujukan untuk konsumsi lokal dan diekspor ke luar wilayah apabila terjadi surplus produksi. Hasil analisis LQ dinyatakan dengan nilai koefisien LQ.
Apabila LQ kurang dari satu, maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor dari wilayah lain nonbasisnon basic, jika nilai LQ sama dengan satu maka
wilayah tersebut telah mencukupi dalam kegiatan tersebut, sedangkan jika nilai LQ lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor atau memiliki
potensi surplus sektor basisbasic. Menurut Tarigan 2006 secara umum rumus LQ adalah :
T t
I i
V v
V v
LQ
dimana : v
i
= pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di suatu wilayah
V
I
= total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah tersebut
v
t
= pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di wilayah perbandingan yang lebih
luas wilayah referensi V
T
= total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah perbandingan yang lebih luas wilayah referensi
Kelebihan metode LQ dalam mengindentifikasi komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan pengolahan
data yang rumit. Penyelesaian analisis cukup dengan spread sheet dari program Excel atau Lotus, bahkan jika datanya tidak terlalu banyak kalkulator pun bisa
digunakan Hendrayana 2003. Keterbatasannya adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka yang dituntut adalah akurasi data. Sebaik
apapun hasil olahan LQ tidak akan banyak manfaatnya jika data yang digunakan tidak valid. Oleh karena itu sebelum memutuskan menggunakan analisis ini maka
validitas data musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun. Sementara di lapangan,
mengumpulkan data yang panjang ini sering mengalami hambatan Hendrayana 2003.
Menurut Alkadri dan Djajadiningrat 2002 LQ mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya :
1 Apabila daerah yang diamati memiliki peran penting maka nilai-nilai yang dimiliki oleh daerah tersebut akan mendekati nilai-nilai yang dimiliki oleh
wilayah referensi, atau nilai LQ akan cenderung mendekati 1. Untuk kasus seperti ini, wilayah lain harus dicari sebagai referensi.
2 Perbedaan produktivitas antar sektor dapat mengganggu gambaran kesimpulan dari analisis. Di suatu daerah, sektor tertentu dapat mencapai
tingkat spesialisasi yang tinggi overspecialized karena produktivitas tenaga kerjanya relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Dengan demikian,
spesialisasi sektor yang tinggi tersebut tidak tercermin dalam jumlah tenaga kerja, sehingga untuk kasus seperti ini, variabel lain dapat dipakai untuk
menghitung indeks LQ, misalnya nilai tambah bruto sektor yang bersangkutan.
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan terjadinya perhitungan ganda double accounting jika di suatu daerah terdapat banyak
pekerja yang berasal dari daerah lain, namun bukan penduduk yang terdaftar di lokasi yang diteliti Tarigan 2006. Mobilitas pekerja tersebut menyebabkan
batas-batas wilayah menjadi kabur, seperti dikatakan oleh Hendrayana 2003. Akibatnya hasil hitungan LQ terkadang aneh, tidak konsisten dengan yang diduga.
Misalnya suatu wilayah provinsi diduga memiliki keunggulan di sektor non pangan, namun yang muncul malah pangan dan sebaliknya. Oleh karena itu data
yang dijadikan sumber analisis perlu diperiksa kebenarannya dengan data lainnya, sehingga akan diperoleh hasil dengan tingkat konsistensi yang mantap dan akurat.
Dalam prakteknya, penggunaan teknik LQ tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi juga dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas
atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Berdasarkan pemahaman terhadap teori basis ekonomi, teknik LQ relevan digunakan sebagai
metode dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari segi penawaran produksi atau populasi Hendrayana 2003. Hendrayana 2003 menggunakan
teknik LQ untuk menentukan komoditas unggulan nasional yang berbasis lahan, seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan
pada luas lahan pertanian areal tanam atau areal panen; sedangkan Susilawati et al
. 2006 menentukan komoditas unggulan nasional di Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan data produksi atau produktivitas. Peneliti lain, yaitu
Manese 2001, menentukan komoditas unggulan peternakan di Sulawesi Utara menggunakan jumlah populasi ekor dalam perhitungan LQ sedangkan Rumayar
et al . 2005 menentukan komoditas unggulan perikanan Kabupaten Buol
Sulawesi Tengah menggunakan data produksi dalam perhitungan LQ.
2.3 Klasifikasi Perikanan Tangkap