DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
. Kuesioner untuk masyarakat ……………………………………………..
Kuesioner untuk wisatawan.……………………………..………………. Hasil perhitungan penutupan karang di perairan Betoambari……..……..
Jumlah dan jenis lifeform terumbu karang di perairan Betoambari……… Jumlah famili dan jenis ikan karang di perairan Betoambari……………..
Hasil pengujian ukuran unit perencanaan heksagon………………..……. Perbandingan hasil pengujian unit perencanaan 1 ha dan 1000 m
2
Hasil pengujian BLM optimal 0.001-1 pada skenario 1……………….. …..….
93 96
98 99
100 109
110 111
Nomor
xxvii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia dengan panjang garis pantai sekitar 81 000 km
2
Kegiatan pariwisata yang memanfaatkan keindahan bawah laut seperti terumbu karang dan biota unik, merupakan prospek yang sangat potensial dan
menjanjikan bagi setiap daerah pesisir di Indonesia untuk menggali potensi wisata bahari sesuai karakteristik daerah. Apalagi UU Nomor 32 Tahun 2004, yang
merupakan perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, telah memperjelas pembagian wewenang dan mengamanatkan setiap
daerah mengelola potensi sumberdaya alam di daerah masing-masing. , kaya berbagai sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu
karang, mangrove, padang lamun, sumberdaya ikan, dan energi kelautan. Selain itu, wilayah pesisir Indonesia juga memiliki berbagai fungsijasa lingkungan,
antara lain transportasi, pelabuhan, kawasan pemukiman, kawasan industri, agribisnis, agroindustri, rekreasi, dan pariwisata Dahuri et al. 2004.
Baubau merupakan kota otonom yang baru berkembang di Pulau Buton Provinsi Sulawesi Tenggara, di mana memperoleh status kota pada Tanggal 21
Juni 2001 berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2001. Kota yang merupakan daerah eks-pusat Kesultanan Buton ini memiliki prospek pengembangan pariwisata
bahari cukup besar. Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata RIPP daerah Kota Baubau Tahun 2005, serta revisi rencana tata ruang wilayah RTRW
Tahun 2009, kawasan Pantai Nirwana-Lakeba Kecamatan Betoambari dialokasikan untuk kegiatan wisata bahari.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kota Baubau guna mengembangkan wisata bahari antara lain, menjalin kerjasama dengan beberapa
lembaga untuk melakukan survei dan penelitian ekosistem terumbu karang di perairan Pantai Nirwana-Lakeba. Lembaga Napoleon Baubau 2005 misalnya,
melalui survei pemotretan dan pemetaan terumbu karang, menyatakan kondisi terumbu karang di wilayah tersebut masih cukup baik serta belum mengalami
tekanan ekploitasi dan tingkat degradasi yang tinggi. Hasil survei menunjukkan
penutupan karang keras hidup berkisar dari kategori sedang hingga sangat baik 45.73 hingga 84.50.
Kondisi terumbu karang yang masih baik dengan keanekaragaman hayatinya tersebut, disadari pemerintah daerah sebagai keindahan bawah laut Kota
Baubau. Kegiatan wisata bahari yang paling utama dikembangkan di wilayah tersebut adalah wisata kategori selam.
Wisata bahari memang memberikan manfaat ekonomi dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Namun di sisi lain, kegiatan wisata bahari
selam secara langsung dapat berdampak negatif terhadap kelestarian terumbu karang. Hal ini telah dibuktikan Davenport 2006, bahwa kegiatan wisata selam
menyebabkan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. Penyelam yang tidak hati-hati dalam kegiatan wisata, biasanya menginjak atau berdiri di atas karang,
dan menendang karang dengan fin. Jika kegiatan wisata yang tidak lestari seperti ini terus dibiarkan maka secara perlahan akan menguras nilai potensi wisata
bahari dan menurunkan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu pengelolaan wisata bahari yang
optimal dengan menekankan kelestarian sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat, atau biasa disebut ekowisata. Ekowisata merupakan konsep
pariwisata alternatif yang secara konsisten mengedepankan nilai-nilai alamlingkungan dan masyarakat, serta memungkinkan adanya interaksi positif
antara para pelaku. Pengelolaan ekowisata bahari di Kota Baubau merupakan upaya untuk
melindungi sumberdaya pesisir seperti terumbu karang dan satwa unik, agar dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Ekowisata dapat
berlangsung dalam jangka panjang jika pertimbangan kesesuaian pemanfaatan dan daya dukung ekologis terpenuhi. Untuk itu, pengelolaan ekowisata bahari harus
mensinergikan aspek ekologis, sektor penunjang, dan sosial ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Pengembangan wisata bahari Kota Baubau dipusatkan di Kecamatan Betoambari. Berdasarkan informasi dari Buton Resort dan Dive Center Baubau
2010 lokasi penyelaman utama berada di perairan Pantai Nirwana. Lokasi
penyelaman yang telah diplotkan sebanyak 5 titik yaitu Pampanga, Karang I, Karang II, Karang III, dan Karang Panjang. Luas lokasi penyelaman berkisar
5 000 m
2
hingga 20 000 m
2
1. Berapa besar potensi sumberdaya perairan Kecamatan Betoambari yang sesuai bagi pengembangan ekowisata khususnya kegiatan selam?
. Namun demikian, hingga saat ini ekowisata bahari Kecamatan Betoambari belum menunjukkan perkembangan yang optimal sebagai
sektor andalan bagi pelestarian sumberdaya pesisir, serta membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan ekonomi bagi masyarakat setempat. Hal ini disebabkan
karena pengelolaan ekowisata bahari di wilayah tersebut belum terencana dan terintegrasi dengan baik, tidak menekankan pelestarian sumberdaya pesisir, serta
pemanfaatan ruang yang belum optimal. Beberapa rumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini yakni:
2. Bagaimana mendesain kawasan ekowisata bahari yang optimal berdasarkan biaya minimal dan manfaat ekonomi maksimal?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, ditetapkan beberapa tujuan penelitian: 1. Mengidentifikasi potensi sumberdaya perairan Kecamatan Betoambari yang
sesuai bagi pengembangan ekowisata, khususnya kegiatan selam. 2. Mendesain kawasan ekowisata bahari yang optimal berdasarkan biaya
minimal dan manfaat ekonomi maksimal.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan, antara lain; 1 masukan pola pemanfaatan ruang laut bagi tata
ruang wilayah pesisir RTRW Pesisir Kota Baubau; 2 memberikan gambaran pengembangan kawasan ekowisata bahari yang optimal, serta memenuhi kriteria
ekologis dan sosial ekonomi.
Efisiensi Kawasan Ekowisata Bahari
Nilai Manfaat Ekonomi Ekowisata Berbasis Spasial
MARXAN Analisis Ekonomi
WTP
Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari
Optimasi Ruang Ekowisata Bahari
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.
Ekowisata Bahari
Sumberdaya Pesisir Kota Baubau
Identifikasi Potensi
Parameter Sos–Eko Masyarakat
Parameter Ekologis
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terumbu Karang
Terumbu karang coral reefs merupakan kumpulan hewan karang yang berupa batuan kapur CaCO
3
Menurut Supriharyono 2007, karang dibedakan menjadi dua tipe, yaitu karang yang membentuk terumbu hermatypic corals dan tidak membentuk
terumbu ahermatypic corals. Hermatypic corals merupakan hewan yang bersimbiosis dengan sejenis alga zooxanthellae yang melakukan proses
fotosintesis. Hasil dari aktifitas fotosintesis tersebut berupa endapan kalsium karbonat, yang struktur dan bentuknya sangat khas. Ciri ini digunakan untuk
menentukan jenis atau spesies hewan karang. , yan g hidup di dasar perairan serta mempunyai
kemampuan menahan gaya gelombang laut Supriharyono 2007. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip yang mempunyai bentuk tubuh seperti
tabung, dengan mulut terletak di bagian atas dan dikelilingi tentakel. Satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni
Sorokin 1993.
English et al. 1994 mengkategorikan bentuk pertumbuhan karang batu menjadi dua jenis, yaitu karang Acropora dan non-Acropora. Perbedaan Acropora
dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora
hanya memiliki radial koralit. Kategori pertama, bentuk pertumbuhan karang Acropora, terdiri atas:
1 Acropora bercabang Branching Acropora, bentuk bercabang seperti ranting pohon; 2 Acropora meja Tabulate Acropora, bentuk bercabang dengan arah
mendatar dan rata seperti meja; 3 Acropora merayap Encursting Acropora, biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna; 4 Acropora Submasif
Submasive Acropora, percabangan bentuk lempeng dan kokoh; 5 Acropora berjari Digitate Acropora, bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-
jari tangan. Kategori kedua, bentuk pertumbuhan karang non-Acropora, terdiri atas:
1 bercabang branching, memiliki cabang lebih panjang daripada diameternya;
2 padat massive, berbentuk seperti bongkahan batu dengan ukuran yang bervariasi; 3 kerak encrusting, tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan
permukaan yang kasar dan keras, serta berlubang-lubang kecil; 4 lembaran foliose, berbentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu,
berukuran kecil, dan membentuk lipatan atau melingkar; 5 jamur mushroom, berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti
punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut; 6 submasif submassive, bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil; 7 karang api
Millepora, dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh; 8 karang biru Heliopora, dicirikan dengan
adanya warna biru pada rangkanya. Sementara itu, karang lunak soft coral lebih dikenal Alcyonaria, yang
merupakan salah satu jenis Coelenterata hewan berongga. Alcyonaria mempunyai peranan penting dalam pembentukan fisik karang dengan tubuh
lunak. Tubuh Alcyonaria, lembek tetapi disokong oleh sejumlah duri-duri yang kokoh, berukuran kecil, dan tersusun sedemikian rupa sehingga lentur dan tidak
mudah putus. Duri-duri yang kokoh tersebut mengandung kalsim karbonat yang dikenal dengan spikula Manuputy 1986.
Berdasarkan tipe strukturnya, terumbu karang dibedakan menjadi tiga yaitu karang tepi fringing reef, karang penghalang barrier reef, dan karang cincin
atoll. Karang tepi dan penghalang berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus yang kuat Bengen 2001. Bagi biota laut, terumbu
karang memiliki peran utama sebagai habitat tempat tinggal, tempat mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground, dan
tempat pemijahan spawning ground Suharsono 2009. Sementara itu, Apriliani 2009 menyatakan terumbu karang merupakan potensi utama dalam
pengembangan wisata bahari. Nilai estetika laut banyak ditentukan oleh kehadiran terumbu karang, termasuk di dalamnya keragaman jenis, tutupan karang, dan
keanekaragaman biota. Kelompok-kelompok ikan yang dapat ditemui di perairan sekitar terumbu
karang antara lain kerapu, kakatua, hiu, pari, dan tigawaja drums. Sedangkan
kelompok invertebrata antara lain kima, kerang hijau, lobster, kepiting, udang, teripang, dan penyu Burbridge dan Maragos 1983 in Supriharyono 2007.
2.2. Konsep Ekowisata Bahari
Konsep ekowisata mulai dipopulerkan oleh Hector Ceballos-Lascurian pada awal tahun 1980-an. Ekowisata merupakan wisata yang menyangkut perjalanan ke
kawasan yang relatif belum terganggu alami, dengan tujuan khusus untuk pendidikan, mengagumi, menikmati pemandangan alam dan isinya tumbuhan dan
hewan, serta sebagai perwujudan manifestasi budaya di kawasan yang dituju Tisdell 1998. Hetzer 1965 dan Ziffer 1989 in Bjork 2000 mendefinisikan
ekowisata sebagai suatu bentuk wisata yang mengutamakan nilai sumberdaya alam flora, fauna, dan proses geologi, serta budaya lokasi suatu fosil dan
arkeologi, di mana praktek pemanfaatannya bersifat konservasi, dapat menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.
The International Ecotourism Society 1990 in Dodds 2009 mendefinisikan ekowisata sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke daerah-
daerah yang masih alami dengan tujuan mengkonservasi, melestarikan lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Cakupan destinasi ekowisata direfleksikan dari definisi ekowisata yang bervariasi. Fennel 2001 mengidentifikasi 85 definisi ekowisata dengan 5 tema
dominan, antara lain kelestarian sumberdaya alam, konservasi, budaya, manfaat bagi masyarakat lokal, dan pendidikan. Blamey 1997 mengatakan destinasi
ekowisata harus memenuhi tiga kriteria utama yakni 1 lebih menonjolkan lingkungan alami sebagai sentral atraksi, 2 menawarkan prospek pembelajaran
dan pendidikan, 3 setidaknya berniat melestarikan lingkungan, budaya, dan ekonomi Krider et al. 2010.
Ekowisata menurut Wood 2002 menganut beberapa prinsip yaitu: 1. Meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya.
2. Mengutamakan pendidikan bagi pengunjungnya guna kepentingan konservasi.
3. Menekankan pada kepentingan bisnis bertanggung jawab, melalui kerjasama dengan masyarakat lokal yang membutuhkanmenerima manfaat konservasi.