4.5.2. Persepsi Masyarakat Lokal Terhadap Wisata Bahari
Persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan wisata bahari dipengaruhi oleh adanya manfaat yang diperoleh dari kunjungan wisatawan. Persepsi
masyarakat terhadap ekowisata bahari dan tingkat dukungannya, disajikan pada Tabel 10 berikut:
Tabel 10 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan wisata bahari
No. Uraian Keterangan
1. Pengetahuan tentang wisata bahari
Tahu = 64.44 ; Tidak tahu = 35.56
2. Pengetahuan tentang ekowisata
Tahu = 17.78 ; Tidak tahu = 82.22
3. Dukungan terhadap wisata bahari berbasis
kelestarian lingkungan ekowisata Mendukung = 86.67 ;
Tidak mendukung=13.33
4. Alasan dukungan terhadap ekowisata
Dapat menjaga kelestarian lingkungan, terumbu karang, dan
biota laut, serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat
5. Tingkat pengetahuan terhadap konservasi
sumberdaya pesisir Tahu = 44.44 ;
Tidak tahu = 55.56
Jumlah responden masyarakat n 45 orang
Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang wisata bahari sudah tergolong baik, sebesar 64.44.
Pengetahuan 45 responden tentang arti wisata bahari umumnya masih terbatas pada wisata pantai pasir putih. Sedangkan responden yang memandang wisata
bahari sebagai wisata selam untuk melihat keindahan bawah laut masih sedikit. Sementara itu, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap wisata
bahari yang berbasis konservasi masih sangat rendah, sebesar 17.78. Namun demikian, ketika ditawarkan wisata bahari berbasis kelestarian lingkungan yang
dikemas dalam konsep ekowisata, 86.67 masyarakat menyatakan sangat mendukung. Alasan dukungan mereka, cukup bervariasi, antara lain ekowisata
dapat menjaga kelestarian lingkungan, terumbu karang, dan biota laut. Selain itu, masyarakat berharap adanya wisata bahari dengan konsep ekowisata, dapat
membuka lapangan kerja.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Potensi Sumberdaya Kecamatan Betoambari
Kecamatan Betoambari dengan panjang garis pantai sekitar 10.30 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir yang cukup besar. Sumberdaya pesisir
tersebut menawarkan jasa lingkungan dan memiliki nilai estetika untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari dengan konsep ekowisata berbasis
konservasi. Sumberdaya yang berpotensi adalah ekosistem terumbu karang dan biota laut unik ikan hiu, penyu, ikan pari, lobster, dan frogfish.
5.1.1. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Kota Baubau khususnya di perairan Kecamatan Betoambari tersebar hampir di seluruh wilayah pesisir
Kelurahan Sulaa dan Katobengke. Melalui analisis citra penginderaan jauh dan SIG, diperoleh luas terumbu karang di perairan Kecamatan Betoambari sekitar
83.64 ha. Sebagian besar masyarakat setempat memiliki ketergantungan terhadap ekosistem terumbu karang ini sebagai sumber penghidupan sehari-hari.
Pengamatan terumbu karang di perairan Betoambari dilakukan di 6 stasiun pada kedalaman 10 meter, terdiri atas: 4 stasiun di perairan Pantai Nirwana, 1
stasiun di Tanjung Sulaa, dan 1 stasiun di perairan Pantai Lakeba. Data terumbu karang yang terdiri atas persentase tutupan komunitas karang, jenis lifeform
bentuk pertumbuhan karang, dan jenis ikan karang, dianalisis dengan kesesuaian ekowisata bahari berbasis ekologis. Hasil kesesuaian tersebut kemudian
digunakan sebagai input fitur konservasi untuk analisis Marxan.
A. Persentase Tutupan Komunitas Karang
Hasil pengamatan pada 6 stasiun di perairan Kecamatan Betoambari, ditemukan kondisi tutupan komunitas karang berkisar dalam kategori sedang
hingga sangat baik, yakni antara 49.90–86.17. Kondisi seperti ini memiliki prospek cukup besar untuk pengembangan ekowisata bahari. Menurut Yulianda
2007, persentase tutupan komunitas karang untuk ekowisata bahari pada kelas sesuai bersyarat berkisar 25-50, cukup sesuai yakni 50-75, dan sangat sesuai