2.5. Zonasi Kawasan Ekowisata
Zonasi kawasan ekowisata dilakukan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya dan mempermudah pengelolaan ekowisata. Zonasi atau pola
keruangan merupakan pembagian kawasan berdasarkan potensi dan karakteristik sumberdaya alam untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian serta
pemanfaatan guna memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Pola keruangan ekowisata atau zonasi bertujuan untuk melindungi suatu kawasan
wisata dari pengunjung wisata. Hal ini untuk melindungi sumberdaya maupun memberikan keragaman pengalaman bagi pengunjung, dan memudahkan sistem
pengelolaan ekowisata. Prinsip penetapan zonasi terdiri atas 2; pertama, sumberdaya alam maupun
budaya memiliki karakteristik dan toleransi tertentu untuk dapat diintervensi; kedua, pengelola harus dapat melakukan sesuatu untuk memelihara dan
mempertahankan karakteristik dan kemampuan tersebut untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan dari penggunaan saat ini maupun yang akan
datang Basuni 1987 in Solarbesain 2009 Menurut beberapa ahli, zonasi merupakan alat yang paling umum bagi
pengelolaan kawasan yang dilindungi untuk memisahkan kawasan yang pemanfaatannya bertentangan, serta untuk pengelolaan kawasan dengan manfaat
ganda. Sedangkan Bengen 2002 mengatakan bahwa penetapan zonasi kawasan adalah pengelompokkan areal suatu kawasan ke dalam zona-zona sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsinya. Zonasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi ekologis dan ekonomi ekosistem suatu kawasan sehingga dapat dilakukan
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan secara berkelanjutan. Beberapa analisis spasial yang dapat digunakan untuk melakukan zonasi kawasan ekowisata antara
lain sistem informasi geograsi SIG dan Marxan Marine Reserve Design using Spatially Explicit Annealing
. 2.5.1.
Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis SIG adalah suatu teknologi baru yang dijadikan alat bantu tools esensial dalam menyimpan, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan
data atribut dan data spasial Prahasta 2004. SIG merupakan tools berbasis komputer yang membantu menampilkan dan menganalisis data secara geografis
berdasarkan informasi ruang Clarke 2001. Menurut Bartlett 1999, SIG merupakan tools ideal untuk perencanaan laut.
Dalam beberapa hal dapat menangani data yang begitu banyak, data dapat dibagi dengan mudah, serta menawarkan kemampuan mensimulasi, memodelkan, dan
membandingkan strategi sebelum diimplementasikan. SIG sangat potensial untuk memberikan solusi, transparansi kepada pemangku kepentingan Lewis et al.
2003; Wright et al. 1998. Lyon 2003 menyatakan bahwa penerapan SIG mempunyai kemampuan
luas dalam proses pemetaan dan analisis, sehingga teknologi tersebut sering dipakai dalam proses perencanaan landscape. Selain itu pemanfaatan SIG dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas dan karakteristik lahan, serta mensimulasikan model-model keruangan. SIG bukanlah suatu sistem yang
semata-mata berfungsi untuk membuat peta tetapi merupakan alat analitik yang mampu memecahkan masalah spasial secara otomatis, cepat dan teliti. Hampir
semua bidang ilmu yang bekerja dengan informasi keruangan memerlukan SIG di antaranya bidang kehutanan, perikanan, pertanian, pariwisata, lingkungan,
perkotaan, dan transportasi Jaya 2002 in Solarbesain 2009. SIG telah diaplikasikan pada berbagai disiplin ilmu dan dipandang sebagai
tools kunci untuk mendukung pengambilan keputusan spasial dalam lingkungan
pesisir dan laut Canessa dan Keller 2003. SIG digunakan untuk pengembangan kawasan konservasi laut di seluruh dunia Airame et al. 2003; Lieberknecht et al.
2004; Scholz et al. 2004; Villa et al. 2002; Villa et al. 2002. Analisis SIG juga telah banyak dimanfaatkan untuk zonasi kawasan teresterial Gole 2003; Hepcan
2000; Trisurat et al. 1990. Sehubungan dengan pemanfaatan SIG dalam bidang pariwisata, Aronnof
1993 in Sigabariang 2008 menyatakan bahwa pemetaan zona kegiatan wisata pesisir dengan SIG, sangat membantu pemerintah daerah dalam menyusun
rencana pengembangan wisata pesisir di wilayahnya. Penerapan teknologi SIG bisa menjadi salah satu alternatif untuk pengembangan potensi daerah yang terkait
dengan wilayah pesisir yakni ekowisata pesisir.
2.5.2. Marxan
Marxan Marine Reserve Design using Spatially Explicit Annealing atau model rancangan konservasi bahari yang menggunakan pemijaran spasial secara
ekplisit; merupakan produk disertasi Phd Ian Ball 2000 dengan supervisi Profesor Hugh Possingham, The Ecology Centre, University of Queensland. Ide
yang mendasari pengembangan Marxan adalah adanya masalah dalam menentukan daerah konservasi di daerah yang perencanaan potensialnya yang
cukup luas sehingga banyak alternatif lokasi yang dapat dipilih sebagai daerah konservasi. Dengan menggunakan Marxan, diharapkan ada sistem untuk memilih
daerah konservasi yang memenuhi kriteria ekologis dan sosial-ekonomi. Marxan dalam hal ini dapat memberikan bantuan dalam menentukan daerah konservasi
berdasarkan data dan skenario perencanaan yang telah disiapkan.
A. Simulated Annealing
Model dan perangkat lunak Marxan bekerja menggunakan algoritma yang disebut dengan simulated annealing, yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu iterative
improvement, random backward dan repetition. Algoritma ini dapat
memungkinkan mencari dan menentukan kawasan konservasi dengan total biaya terendah. Total biaya merupakan kombinasi sederhana dari biaya satuan
perencanaan terpilih dan nilai penalti fitur yang tidak memenuhi target, seperti disajikan pada hubungan berikut modifikasi dari Ball dan Possingham 2000:
Keterangan
C = biaya total kawasan ekowisata terpilih berdasarkan algoritma Marxan
c
i
a = boundary length modifier BLM atau kontrol penting dari batas biaya relatif
terpilih di planning unit. = biaya yang terpilih di satuan perencanaan planning unit ke-i yang dapat
diukur, i = 1,2,…,n; n adalah banyaknya satuan perencanaan.
b
i
s
= boundary atau batas dari area terpilihperimeter ke-i
i
p
= species penalty factor SPF, yaitu faktor yang mengontrol besarnya nilai penalty
ke-i, apabila target tiap spesies tidak terpenuhi.
i
= penalty atau nilai yang ditambahkan dalam fungsi obyektif untuk setiap target tidak terpenuhi pada satuan perencanaan ke-i.
Penerapan Algoritma simulated annealing dalam pencarian dan pemilihan kawasan konservasi maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: suatu kawasan A
memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, serta kaya sumberdaya hayati pesisir, diantaranya ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove, dugong, penyu, dan
ikan hiu. Sumberdaya tersebut tidak terpusat pada satu lokasi tetapi tersebar di hampir seluruh kawasan A. Agar keanekaragaman hayati di kawasan A dapat
lestari demi pemanfaatan yang berkelanjutan maka perlu upaya konservasi. Tujuan perancangan kawasan konservasi tersebut adalah untuk memaksimalkan
dan mengoptimalkan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di kawasan A dengan biaya pengelolaan terkecil.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakan Marxan. Dalam menggunakan Marxan, terdapat beberapa tahapan awal yang harus dilakukan
antara lain menentukan daerah kajian, sumberdaya hayati yang harus dilindungi fitur konservasi, biaya pengelolaan fitur biaya, dan membuat satuan
perencanaan. Agar analisis dengan Marxan dapat dijalankan maka fitur konservasi dan fitur biaya dibuat dalam peta tematik, kemudian dimasukkan ke dalam satuan
perencanaan. Setiap fitur yang dimasukkan dalam satuan perencanaan akan diberi nilai. Jika semua tahapan telah dilewati maka dilakukan tahap simulasi iterasi
dengan pengaturan BLM, nilai target, dan nilai SPF tertentu. Misalnya dengan iterasi pertama yang menggunakan BLM, target, dan SPF yang kecil, diperoleh
ikan dugong dan ikan hiu tidak terpilih atau terpenuhi dalam solusi perancangan kawasan konservasi. Dalam hal ini, dengan satu kali iterasi masih memiliki
kelemahan yaitu lokasi yang terpilih belum tentu merupakan kawasan konservasi yang optimal dengan biaya terendah. Ilustrasi tersebut merupakan penjelasan
singkat langkah iterative improvement. Dengan demikian perlu dilakukan iterasi kedua dan seterusnya.
Iterasi kedua dilakukan dengan mengatur kembali nilai BLM, target, dan SPF. Biasanya nilai-nilai tersebut lebih besar dari iterasi pertama. Setelah
dilakukan analisis, hasil iterasi kedua didapatkan semua sumberdaya telah terpenuhi dalam solusi perancangan kawasan konservasi, total biaya yang
dihasilkan pun lebih kecil daripada iterasi pertama. Langkah tersebut merupakan ilustrasi random backward. Untuk lebih memastikan atau meningkatkan