Biaya Satuan Perencanaan Konfigurasi File-file Marxan

proses tumbukan pada umur Miosen Awal hingga Tengah antara benua Tukang besi platform dengan sistem penunjaman Sulawesi.

4.2.2. Topografi

Kondisi topografi Kota Baubau termasuk kecamatan Betoambari relatif berbukit-bukit dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 10 hingga 221 m. Dari 5 kelurahan di Kecamatan Betoambari, terdapat dua kelurahan yang merupakan daerah pesisir yakni Sulaa 4.69 Km 2 dan Katobengke 1.42 Km 2

4.2.3. Musim dan Suhu

BPS Baubau 2009. Keadaan musim di wilayah ini sama seperti daerah lainnya di Sulawesi Tenggara, yakni musim hujan dan kemarau. Musim hujan terjadi karena arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus dari Asia dan Samudera Pasifik Januari-Juni, dan musim kemarau terjadi karena arus angin yang tidak banyak mengandung uap air bertiup dari Australia Juli-Oktober. Curah hujan di wilayah ini sangat beragam setiap bulannya, di mana curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember sebesar 368.8 mm. Sementara itu, suhu udara minimum terjadi pada bulan Juli, sebesar 22.1 C dan suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober, sebesar 33.9

4.3. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan

C. Kecepatan angin umumnya merata setiap tahunnya, dengan kecepatan rata-rata berkisar 4.0 knots BPS Baubau 2009. Fenomena alam yang memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan disebut kondisi oseanografi fisika Dahuri et al. 2004. Fenomena alam tersebut dapat digambarkan dengan terjadinya pasang surut, arus, suhu, salinitas, dan angin. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan kondisi fisik perairan pada setiap daerah termasuk fenomena di wilayah pesisir Kota Baubau. Kondisi oseanografi fisika perairan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari hasil penelitian Baharuddin 2006, yang dilakukan di sepanjang pesisir Kota Baubau. Jenis data yang diambil antara lain pasang surut, gelombang, dan arus. Sedangkan suhu dan salinitas merupakan data sekunder dari hasil pengukuran Lembaga Napoleon yang bekerja sama dengan Universitas Dayanu Ikhsanuddin Unidayan Baubau. Pengukuran tersebut dilakukan pada bulan Juli 2005 di perairan Kecamatan Betoambari yang dibagi dalam 6 stasiun pengamatan lihat Tabel 2.

4.3.1. Pasang Surut

Pasang surut di Kota Baubau berdasarkan tipenya termasuk kategori pasut campuran condong ke harian gandamixed tide prevailing semi diurnal, di mana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, dengan bilangan Formzahl F sebesar 0.77. Sementara itu, mengenai kisaran pasang surut tidal range, saat pasang purnama spring tide, tinggi muka air ketika pasang maksimum mencapai 246.9 cm dan tinggi muka air pada saat surut minimum rata-rata berkisar 100.1 cm. Sedangkan saat pasang perbani neap tide, tinggi muka air pada saat pasang maksimum mencapai 210.1 cm dan tinggi muka air pada saat surut minimum rata-rata berkisar 136.9 cm Baharuddin 2006.

4.3.2. Karakteristik Gelombang

Gelombang maksimum di Kota Baubau terjadi tiga kali dalam setahun yakni pada musim Barat Desember-Februari, bulan pertama musim peralihan I Maret, dan bulan terakhir musim peralihan II November. Sedangkan Karakteristik gelombang minimum terjadi pada musim timur Juni-Agustus dan sebagian peralihan I dan II yakni bulan April-Mei dan September-Oktober Baharuddin 2006.

4.3.3. Arus

Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai nearshore current yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi ataupun abrasi pantai. Pola arus pantai ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang cukup besar maka akan terbentuk arus menyusur pantai longshore current, sedangkan jika sudut gelombang datang sejajar dengan pantai maka akan terjadi arus meretas pantai