Kalibrasi dan Replikasi PENDAHULUAN

71 investasi dan konsumsi pemerintah mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 1,17 persen dan 1,11 persen, namun karena share konsumsi rumah tangga yang relatif besar jika dibandingkan dengan nilai investasi dan konsumsi pemerintah ditambah dengan penurunan ekspor neto maka peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi tersebut tidak dapat menutupi penurunan konsumsi rumah tangga dan ekspor neto, sehingga secara keseluruhan, perekonomian PDB mengalami kontraksi lihat Tabel 6.3. Penurunan harga internasional komoditas ekspor utama menyebabkan ekspor neto suatu komoditas akan bergeser karena rasio harga ekspor dan harga impor term of trade menurun. Besaran penyesuaian ekspor atau suplai domestik tergantung kepada impor competing effect yang didefinisikan sebagai variasi dalam besaran elastisitas Armington CES. Jika suatu komoditas domestik dan impor adalah bersifat gross substitution σ c 1 atau import-competing effect-nya tinggi atau ekspor akan meningkat dan penawaran barang dan jasa domestik menurun. Jika komoditas domestik dan impor bersifat gross complement σ c 1 atau import-competing effect-nya rendah maka ekspor akan menurun dan penawaran barang dan jasa domestik meningkat Zhanna, 2009 Akibat penurunan harga pada simulasi I, suplai domestik QX beberapa komoditas terutama pertambangan batu bara, minyak bumi dan biji tembaga mengalami penurunan. Hasil simulasi I, seperti ditunjukkan oleh tabel Lampiran 4, terlihat bahwa suplai domestik QX komoditas pertambangan tersebut menurun batu bara turun 3,05 persen, minyak bumi 4,65 persen dan biji tembaga 0,87 persen. Penurunan harga internasional komoditas pertambangan pwe juga didorong oleh besaran penurunan harga internasional komoditas tersebut yang relatif besar dibandingkan penurunan harga komoditas ekspor utama lainnya seperti 1 harga internasional batu bara KOD6 turun sebesar 35 persen, 2 minyak bumi KOD7 40 persen, dan 3 biji tembaga KOD8 37 persen. 10 sepuluh komoditas ekspor utama yang disimulasi hanya menyerap sekitar 2,46 persen tenaga kerja, sehingga dampak penurunan harga internasional secara simultan, pada simulasi I, terhadap pendapatan rumah tangga masih menunjukkan pengaruh positif. Secara keseluruhan penerimaan rumah tangga 72 masih meningkat sebesar 0,35 persen akibat dari penurunan harga internasional komoditas ekspor utama yang terjadi pada triwulan I-2008 sd triwulan II-2009. Tabel 6.3. Dampak Penurunan Harga Internasional 10 Sepuluh Komoditas Ekspor Utama secara Simultan pada Triwulan I2008 sd Triwulan II2009 terhadap Perekonomian Simulasi I. Nilai awal Indikator makro Rp milyar Hasil Simulasi persen 1 2 3 PDB GDPMP1 2 896 945 -1,59 Konsumsi RT PRVCON 1 869 541 -1,62 Konsumsi pemerintah GOVCON 141 030 1,17 Investasi INVEST 729 346 1,11 Total ekspor EXP 977 106 -2,11 Total impor IMP -820 079 0,61 Penenerimaan RT RT pertanian RT1 548 427 0,96 RT non-pertanian di Desa RT2 623 269 0,82 RT non-pertanian di Kota RT3 1 770 631 -0,01 Jumlah RT 2 942 328 0,35 Penerimaan pemerintah 433 730 -0,05 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi I. Komoditas yang mengalami penurunan harga internasional sebagian besar merupakan komoditas dari hasil pertambangan dan industri pengolahan yang penyerapan tenaga kerjanya relatif kecil, sehingga dampaknya sebagian besar mempengaruhi pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor yang mengalami penurunan harga tersebut. Komoditas yang tidak mengalami penurunan komoditas di luar yang disimulasi khususnya komoditas pertanian tanaman pangan penyerapan tenaga kerja sebesar 33,33 persen, pertanian tanaman lainnya, peternakan, kehutanan dan perikanan penyerapan tenaga kerja sebesar 10,68 persen, jasa-jasa penyerapan tenaga kerja sebesar 42,65 persen masih menunjukkan kinerja yang positif sehingga penerimaan rumah tangga pertanian dan rumah tangga non pertanian di desa masih positif. Kelompok rumah tangga pertanian dan rumah tangga non pertanian di desa mengalami peningkatan pendapatan masing-masing sebesar 0,96 persen dan 0,82 persen. Sebaliknya, rumah tangga di kota non-pertanian lebih terkena dampak penurunan harga 73 tersebut dibandingkan dengan rumah tangga pertanian. Kelompok rumah tangga di kota mengalami penurunan penerimaan dibandingkan dengan base year minus 0,01 persen. Tidak sejalan dengan penerimaan rumah tangga yang secara total masih menunjukkan peningkatan, penerimaan pemerintah justru mengalami penurunan 0,05 persen. Penurunan perekonomian menyebabkan penerimaan pemerintah pajak menurun. Hal ini antara lain karena sumber penerimaan pemerintah sebagian besar bersumber dari pajak penjualan khususnya komoditas pertambangan rate pajak penjualan hasil pertambangan relatif besar yaitu batu bara sebesar 0,142, minyak bumi 0,047 dan biji tembaga 0,259. 6.3 Dampak Penurunan Harga Internasional 10 sepuluh Komoditas Ekspor Utama secara Parsial terhadap Perekonomian Simulasi II Untuk mengetahui komoditas ekspor utama mana yang memberikan dampak terbesar terhadap perekonomian akibat perubahan harga internasional pwe maka dilakukan simulasi II penurunan harga dan simulasi III. kenaikan harga. Simulasi II dan III dilakukan dengan melakukan simulasi perubahan harga internasional setiap komoditas ekspor utama secara parsial dengan besaran shock yang sama yaitu turun simulasi II dan naik simulasi III sebesar 25 persen. Simulasi II dilakukan dengan memberikan shock penurunan harga internasional secara parsial untuk setiap komoditas ekspor utama dengan persentase penurunan sebesar 25 persen pwe = 0,75. Simulasi II digunakan untuk melihat besaran dampak persen penurunan harga internasional di masing- masing sektor tersebut terhadap perekonomian yaitu dengan mengukur dampak simulasi terhadap ekspor dan output masing-masing sektor dan dampak terhadap perekonomian total ekspor, total output dan pendapatan masing-masing golongan rumah tangga. 6.3.1 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Ekspor dan Output Sektoral Perubahan harga yang terjadi di pasar dunia berdampak berbeda beda terhadap kinerja sektor yang harga produknya berfluktuasi di pasar internasional. Simulasi II dilakukan untuk melihat berapa besar dampak di masing masing 74 sektor untuk nilai ekspor dan nilai output sektor bersangkutan akibat adanya penurunan harga internasional pwe dengan tingkat penurunan yang sama yaitu sebesar 25 persen untuk setiap sektor. Dari hasil simulasi II, shock dengan menurunkan harga internasional terhadap masing-masing komoditas sangat tergantung kepada parameter parameter eksponen fungsi CET elastisitas, share dan efisiensi ekspor terhadap output domestik masing-masing komoditas. Dampak simulasi II terhadap ekspor dan output di masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Ekspor dan Output Sektoral. Ekspor Output Komoditas ekspor utama Nilai awal Perubahan Nilai awal Perubahan Rp milyar persen Rp milyar persen 1 2 3 4 5 Batu bara KOD6 38 835 -23,95 51 220 -18,95 Minyak bumi KOD7 106 131 -11,17 157 182 -2,21 Biji tembaga KOD8 43 387 -31,23 48 646 -9,21 Minyak hewani dan nabati KOD11 41 609 -23,46 87 347 -8,42 Pakaian jadi KOD13 28 971 -12,85 54 424 -2,47 Barang elektronik KOD16 26 439 -19,36 33 049 -3,92 Logam dasar bukan besi KOD17 46 551 -25,20 124 076 -1,83 Kimia dasar KOD19 21 125 -15,66 45 252 -2,79 Gas alam cair KOD20 79 277 -20,29 84 634 -39,53 Karet remah KOD21 22 613 -13,67 29 949 -10,10 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi II. Pada simulasi II ini, dampak terbesar terhadap masing-masing output terjadi pada komoditas gas alam cair. Penurunan harga internasional gas alam cair sebesar 25 persen menurunkan output gas alam cair sebesar 39,53 persen. Sebagian besar produksi gas alam cair adalah untuk ekspor 93,67 persen dan parameter eksponen fungsi CET constant elasticity of transformation gas alam cair juga sangat besar 3,50 dibanding komoditas lainnya. Penurunan harga internasional gas alam cair menurunkan ekspor gas alam cair sebesar 20,29 persen. 75 Penurunan harga komoditas internasional sebesar 25 persen untuk komoditas pertambangan lainnya seperti batu bara dan biji tembaga pada simulasi II ini berdampak pada penurunan output yang cukup besar untuk kedua jenis komoditas pertambangan tersebut. Penurunan output batu bara dan biji tembaga akibat penurunan harga internasional komoditas tersebut sebesar 25 persen adalah sebesar 18,95 persen dan 9,21 persen. Nilai parameter eksponen fungsi CET untuk kedua komoditas tersebut juga relatif besar 2,25. Dampak penurunan harga internasional terhadap penurunan ekspor biji tembaga adalah yang terbesar yaitu 31,23 persen sementara batu bara sebesar 23,95 persen. Berbeda dengan komoditas pertambangan batu bara dan biji tembaga, dampak penurunan harga internasional minyak bumi terhadap output minyak bumi relatif kecil 2,21 persen sementara akibat simulasi II, ekspor menurun sebesar 11,17 persen. Komoditas minyak bumi adalah kontributor ekspor Indonesia terbesar. Selain itu, penggunaan komoditas minyak bumi untuk konsumsi domestik ini juga relatif besar 80,35 persen. Nilai parameter eksponen fungsi CET komoditas minyak bumi ini juga relatif kecil 2,00. 6.3.2 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Total Perekonomian Dampak penurunan harga internasional, secara parsial, untuk masing- masing komoditas terhadap total perekonomian total kuantitas ekspor dan total kuantitas output dapat dilihat pada Tabel 6.5. Secara parsial, penurunan harga komoditas pertambangan seperti batu bara, minyak bumi, biji tembaga, logam dasar dan gas alam cair di pasar internasional justru meningkatkan kuantitas total ekspor dan total output kecuali minyak bumi. Komoditas-komoditas tersebut mempunyai net ekspor yang besar sehingga keterkaitan terhadap output domestik relatif kecil. Net ekspor gas alam cair sebesar 93,67 persen dan batu bara 75,55 persen. Sementara net ekspor minyak bumi relatif kecil 23,26 persen. Selain itu, kontrak jual beli komoditas pertambangan di pasar internasional adalah kontrak jangka panjang. Demikian pula dalam perdagangan industri berat seperti logam dasar bukan besi. 76 Tabel 6.5 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Total Perekonomian Perubahan setelah simulasi persen Harga komoditas internasional yang disimulasi Total ekspor Total output Batu bara KOD6 0,78 0,23 Minyak bumi KOD7 0,09 -1,16 Biji tembaga KOD8 0,75 0,28 Minyak hewani dan nabati KOD11 -1,15 -1,88 Pakaian jadi KOD13 -0,79 -1,35 Barang elektronik KOD16 -3,48 -4,16 Logam dasar bukan besi KOD17 0,76 0,20 Kimia dasar KOD19 -2,02 -2,44 Gas alam cair KOD20 1,60 0,11 Karet remah KOD21 0,00 -0,39 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi II Dampak penurunan harga internasional untuk sektor dengan keterkaitan dengan produksi domestik tinggi cenderung memberikan dampak negatif cukup besar terhadap perekonomian seperti produk elektronik dan kimia dasar. Penurunan harga internasional produk elektronik sebesar 25 persen menyebabkan total output secara nasional menurun sebesar 4,16 persen, demikian pula penurunan harga internasional komoditas kimia dasar menurunkan total output sebesar 2,44 persen. Komoditas elektronik dan kimia dasar tersebut mempunyai struktur input biaya antara terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Rasio biaya antara terhadap total input barang elektronik sebesar 76,90 persen dan struktur input antara produk kimia dasar adalah 76,08 persen . Selanjutnya dampak simulasi II untuk masing masing komoditas terhadap perekonomian secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6.6. Semua komoditas ekspor yang mengalami penurunan harga internasional, menurunkan PDB secara nominal kecuali penurunan harga internasional biji tembaga. Dampak terbesar adalah penurunan harga komoditas kimia dasar menurunkan PDB sebesar 1,27 persen dan komoditas minyak bumi menurunkan PDB sebesar 0,77 persen. 77 Tabel 6.6 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Beberapa Indikator Makro Ekonomi Persen Penurunan Harga 25 persen pada Masing-masing Komoditas Indikator Makro Ekonomi Batu bara Minyak bumi Biji Tem- baga Minyak hewani dan nabati Pakaian jadi Brng elektro- nik Logam dasar bukan besi Kimia dasar Gas alam cair Karet remah 1 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 GDPMP1 -0,06 -0,77 0,05 -0,31 -0,28 -0,30 -0,25 -1,27 -0,39 -0,05 PRVCON -0,05 -1,74 0,13 -1,24 -1,35 -3,25 -0,02 -2,71 -0,49 -0,49 GOVCON 0,00 1,85 0,00 1,79 1,66 4,99 -0,43 1,54 0,00 0,73 INVEST -0,10 1,83 -0,12 1,69 1,69 5,04 -0,51 1,53 -0,21 0,76 EXP 0,02 -0,49 0,01 -0,73 0,18 0,96 -0,37 -0,98 -0,01 0,21 IMP 0,04 0,11 0,02 -0,81 -0,09 0,14 -0,11 -1,23 0,07 0,11 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi II Keterangan: - GDPMP1 = PDB nominal Indonesia - INVEST = investasi dan perubahan inventori - PRVCON = konsumsi akhir rumah tangga - EXP = ekspor - GOVCON = konsumsi akhir pemerintah - IMP = impor

6.3.3 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas

Ekspor Utama terhadap Pendapatan Rumah tangga Dampak adanya kontraksi harga di industrisektor terhadap penerimaan rumah tangga tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya industrisektor tersebut menyerap tenaga kerja labor absorbtion, namun juga dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja labor cost atau mempunyai keterkaitan dengan industri domestik yang tinggi Samimi dan Shahryar, 2009. Industri dengan tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi atau biaya untuk tenaga kerjanya tinggi dalam struktur inputnya cenderung memberikan dampak relatif besar terhadap penerimaan rumah tangga. Secara total, penyerapan 10 komoditas ekspor utama terhadap tenaga kerja yang tersedia adalah sangat kecil Penyerapan terbesar terjadi di sektor pakaian jadi yaitu sebesar 0,71 persen. Namun demikian, penurunan harga internasional terhadap sektor dengan penyerapan tenaga kerja besar tidak selalu berdampak besar pula terhadap penerimaan rumah tangga. Meskipun penyerapan tenaga kerja di sektor yang menghasilkan komoditas pakaian jadi adalah paling besar 0,71 persen diantara 10 komoditas yang diteliti, namun dampak penurunan harga internasional untuk komoditas tersebut akan menurunkan penerimaan rumah tangga hanya sebesar 0,11 persen. Sementara, sektor yang menghasilkan minyak 78 nabati dan minyak hewani dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah 0,43 persen dari industri pakaian jadi, akan menurunkan penerimaan rumah tangga paling besar yaitu 1,51 persen. Apabila dilihat dari biaya tenaga kerja dalam struktur input sektoral, maka biaya tenaga kerja antara industri pakaian jadi dan sektor minyak nabati dan minyak hewani memperlihatkan bahwa biaya tenaga kerja sektor minyak nabati dan hewani tersebut adalah yang terbesar 17,15 persen, sementara biaya tenaga kerja sektor pakaian jadi adalah lebih rendah dari minyak nabati dan hewani yaitu sebesar 14,27 persen. Penurunan harga internasional sektor kimia dasar dengan penyerapan tenaga kerja cukup tinggi 0,25 persen, di antara 10 sepuluh komoditas ekspor utama, menyebabkan penurunan penerimaan rumah tangga cukup besar. Penurunan harga internasional komoditas kimia dasar sebesar 25 persen menyebabkan penerimaan rumah tangga turun 1,49 persen. Hal ini terjadi karena keterkaitan sektor kimia dasar dengan industri domestik juga tinggi. Bahan bakar minyak BBM merupakan salah satu produk dari kimia dasar. Tabel 6.7 Dampak Penurunan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Pendapatan Rumah tangga Peneri maan Perubahan Harga 25 persen pada masing-masing komoditas Institusi awal Rp milyar Batu bara Mny. bumi Biji tem- baga Minyak hewani dan nabati Pak. jadi Brg elektro- nik Logam dasar bukan besi Kimia dasar Gas alam cair Karet remah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 RT1 548 427 -0,12 -0,38 -0,06 -0,83 -0,07 0,07 -0,22 -1,09 -0,12 -0,04 RT2 623 269 -0,12 -0,41 -0,06 -1,09 -0,09 0,04 -0,19 -1,29 -0,20 -0,04 RT3 1 770 631 -0,11 -0,36 -0,07 -1,86 -0,13 -0,05 -0,01 -1,69 -0,45 -0,02 Total RT 2 942 329 -0,11 -0,37 -0,07 -1,51 -0,11 -0,01 -0,08 -1,49 -0,34 -0,03 Gov 433 730 -0,09 -0,48 -0,05 -1,71 -0,28 -0,39 0,00 -1,76 -0,55 -0,08 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi II. 6.4 Dampak Kenaikan Harga Internasional 10 sepuluh Komoditas Ekspor Utama secara Parsial terhadap Perekonomian Simulasi III Selain dampak dari penurunan harga internasional, dalam penelitian ini juga dilakukan simulasi dengan memberikan shock berupa kenaikan harga internasional. Simulasi ini ditujukan untuk dapat memberikan analisis yang lebih 79 utuh berkaitan dengan penelitian mengenai dampak perubahan harga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Simulasi dilakukan dengan shock menaikkan harga internasional secara parsial yaitu dengan kenaikan harga internasional setiap komoditas ekspor utama dengan persentase yang sama seperti pada simulasi II sebesar 25 persen namun dengan arah yang berbeda pwe = 1,25. Simulasi III digunakan untuk melihat dampak kenaikan harga internasional masing-masing komoditas terhadap perekonomian apabila terjadi kenaikan harga. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fan et al. 2007 dan Guivarch et al. 2008, kenaikan harga internasional, khususnya komoditas minyak bumipertambangan akan menurunkan kinerja perekonomian Indonesia. Selain itu, kenaikan harga internasional juga menyebabkan perlambatan ekonomi dunia dan memberikan dampak yang berbeda jika kenaikan harga berasal dari menurunnya permintaan dunia dibandingkan menurunnya harga akibat dari menurunnya suplai Surjadi AJ, 2006. Dampak kenaikan harga komoditas dapat melalui saluran sisi suplai dan permintaan. Dari sisi suplai, bagi importir, kenaikan harga internasional mempengaruhi peningkatan biaya produksi sehingga mendorong produsen untuk menurunkan produksinya dan meningkatkan penerimaan bagi negara pengekspor. Dari sisi permintaan, peningkatan harga internasional mempengaruhi konsumsi dan investasi. Peningkatan harga, bagi negara importir, akan mengurangi kemampuan konsumen untuk berbelanja dan investasi akan terpengaruh jika produsen lebih memilih mesin yang efisien BBM. Bagi negara eksportir, peningkatan harga internasional akan meningkatkan penerimaan. Namun untuk mencapai keseimbangan umum, secara teoritis dampak kenaikan harga tergantung kepada besaran timbangan suplai dan permintaan terhadap suatu komoditas Samimi dan Shahryar, 2009. 6.4.1 Dampak Kenaikan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Ekspor dan Output Sektoral Simulasi III dilakukan untuk melihat dampak kenaikan harga komoditas di pasar internasional terhadap ekspor dan output suatu sektor, dampak terhadap perekonomian secara keseluruhan serta dampak terhadap pendapatan rumah tangga. Dari Tabel 6.8 terlihat bahwa kenaikan harga internasional komoditas minyak nabati dan hewani sangat mempengaruhi ekspor dan output komoditas 80 tersebut . Dari sepuluh komoditas yang diteliti ternyata selain komoditas minyak nabati dan hewani, komoditas minyak bumi dan gas alam cair sangat terpengaruh oleh kenaikan harga internasional. Tabel 6.8 juga menunjukkan bahwa dampak kenaikan harga internasional komoditas dengan penyerapan tenaga kerja yang juga besar seperti minyak nabati dan hewani yaitu pakaian jadi dan karet remah mempunyai pengaruh relatif kecil minus 0,73 persen dan minus 0,26 persen. Produk pertambangan minyak bumi dan industri kimia dasar, gas alam cair juga sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Kenaikan harga sebesar 25 persen menyebabkan kontraksi baik ekspor maupun output kedua komoditas tersebut. Namun penurunan ekspor dan output minyak bumi lebih tinggi dari gas alam cair. Ekspor dan output minyak bumi, keduanya terkontraksi sekitar 60 persen sementara gas alam cair mendekati 18 persen. Hasil simulasi III, ekspor biji tembaga mengalami kontraksi namun output biji tembaga meningkat. Selanjutnya batu bara dengan adanya peningkatan harga internasional justru meningkatkan ekspor dan output batu bara. Tabel 6.8 Dampak Kenaikan Harga Internasional masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Ekspor dan Output Sektoral. Ekspor Output Komoditas Ekspor Utama Nilai awal Perubahan Nilai awal Perubahan Rp milyar persen Rp milyar persen 1 2 3 4 5 Batu bara KOD6 38, 835 24,09 51 220 19,26 Minyak bumi KOD7 106,131 -59,22 157 182 -61,66 Biji tembaga KOD8 43.387 -31.23 48 646 29,09 Minyak hewani dan nabati KOD11 41.609 -85,83 87 347 -86,71 Pakaian jadi KOD13 28 971 3,63 54 424 -0,73 Barang elektronikaKOD16 26 439 22,15 33 049 21,40 Logam dasar bukan besi KOD17 46 551 -0,25 124 076 0,09 Kimia dasar KOD19 21 125 0,26 45 252 0,07 Gas alam cair KOD20 79277 -18,28 84 634 -17,70 Karet remah KOD21 22613 -0,24 29 949 -0,26 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi III. Komoditas dengan net ekspor yang relatif tinggi dan eksponen fungsi CET relatif besar, kenaikan harga masih memberikan pengaruh yang positif terhadap 81 output seperti komoditas batu bara, biji tembaga dan barang elektronika. Meskipun net ekspor sangat besar, eksponen fungsi Armington gas alam cair sangat kecil 0,111 sehingga kenaikan harga internasional komoditas ini memberikan pengaruh negatif terhadap outputnya. 6.4.2 Dampak Kenaikan Harga Internasional masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Total Perekonomian Perekonomian Indonesia secara keseluruhan sangat terpengaruh karena ada kenaikan harga di pasar internasional terutama kenaikan harga komoditas minyak bumi dan minyak nabati dan hewani seperti terlihat pada Tabel 6.9. Tabel 6.9 menjelaskan dampak kenaikan harga internasional masing-masing komoditas ekspor utama sebesar 25 persen simulasi III terhadap total ekspor kuantitas dan total output kuantitas. Dampak negatif kenaikan harga internasional minyak bumi terhadap total output lebih tinggi dari pada dampak kenaikan harga internasional minyak nabati dan hewani. Hal ini terlihat dari besaran kontraksi total ekspor maupun total output akibat kenaikan harga internasional komoditas bersangkutan. Kenaikan harga sektor pertambangan lainnya batu bara dan biji tembaga juga berdampak negatif terhadap total output meskipun dengan persentase yang sangat kecil, demikian pula kenaikan harga kimia dasar dan karet remah lihat Tabel 6.9. Tabel 6.9 Dampak Kenaikan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Total Perekonomian Perubahan setelah simulasi III persen Harga komoditas internasional yang disimulasi Total ekspor Total output Batu bara KOD6 -1,30 -0,36 Minyak bumi KOD7 -64,14 -68,26 Biji tembaga KOD8 -1,49 -0,46 Minyak hewani dan nabati KOD11 -55,35 -59,47 Pakaian jadi KOD13 -5,23 -4,93 Barang elektronik KOD16 17,76 19,48 Logam dasar bukan besi KOD17 -0,97 0,04 Kimia dasar KOD19 -0,57 -0,18 Gas alam cair KOD20 -10,73 10,25 Karet remah KOD21 -0,87 -0,29 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi III. 82 Meskipun kenaikan harga internasional komoditas gas alam cair menyebabkan penurunan ekspor secara total, namun output perekonomian secara keseluruhan justru mengalami peningkatan. Demikian pula jika terjadi kenaikan harga internasional barang-barang elektronika. Kenaikan harga internsional gas alam cair dan barang elektronik di pasar dunia sebesar 25 persen menyebabkan kenaikan total output masing-masing sebesar 10,25 persen dan 19,48 persen. Hasil analisis dampak perubahan harga komoditas ekspor utama juga menunjukkan bahwa penurunan maupun kenaikan harga internasional untuk komoditas minyak bumi dan minyak nabati dan hewani berpengaruh negatif terhadap total output. Namun kenaikan harga internasional minyak bumi dan minyak nabati dan hewani memberikan dampak negatif lebih besar terhadap total output dibandingkan dampak penurunan harga lihat Tabel 6.5 dan Tabel 6.9 Dampak kenaikan harga internasional masing-masing komoditas ekspor utama terhadap beberapa indikator makro dapat dilihat pada Tabel 6.10. Tabel 6.10 menjelaskan perubahan dalam persen nilai nominal dari PDB, konsumsi RT, investasi, ekspor serta impor. Selanjutnya, perubahan harga internasional beberapa komoditas selain memberikan pengaruh negatif terhadap PDB nominal, beberapa komoditas lain memberikan dampak positif terhadap PDB nominal. Tabel 6.10. Dampak Kenaikan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Beberapa Indikator Makro Ekonomi Persen Penurunan harga 25 persen pada masing-masing komoditas Indikator Makro Ekonomi Batu bara Minyak bumi Biji tem- baga Minyak hewani dan nabati Pakaian jadi Barang elektro- nik Logam dasar bukan besi Kimia dasar Gas alam cair Karet remah 1 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 GDPMP1 0,04 -67,47 -0,03 -59,07 -4,78 16,09 -1,44 -0,33 -9,63 -0,68 PRVCON 0,02 -89,39 -0,09 -88,74 -7,11 26,20 -1,18 -0,29 -14,67 -0,67 GOVCON 0,00 -0,24 0,00 0,00 -0,08 -3,35 -2,01 -0,46 0,07 -0,66 INVEST 0,12 0,06 0,17 0,00 0,00 -3,57 -2,04 -0,47 0,27 -0,71 EXP -0,03 -63,10 -0,06 -55,20 -4,64 13,98 -1,79 -0,01 -9,02 -0,98 IMP -0,01 -67,97 -0,04 -59,42 -4,89 15,81 -1,92 0,00 -9,91 -1,03 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi III. Keterangan: - GDPMP1 = PDB nominal Indonesia - INVEST = investasi dan perubahan inventori - PRVCON = konsumsi akhir rumah tangga - EXP = ekspor - GOVCON = konsumsi akhir pemerintah - IMP = impor 83 Hasil simulasi III yang memberikan dampak positif terhadap total output adalah komoditas barang elektronik. Shock kenaikan harga internasional barang elektronik berdampak positif terhadap nominal PDB sebesar 16,09 persen dari nilai awalnya. Demikian pula kenaikan harga internasional komoditas batu bara, namun dengan pengaruh positif yang lebih kecil.

6.4.3 Dampak Kenaikan Harga Internasional Masing-masing Komoditas

Ekspor Utama terhadap Pendapatan Rumah tangga Secara parsial, pengaruh negatif kenaikan harga internasional komoditas minyak bumi dan minyak nabati terhadap perekonomian secara kesuluruhan berhubungan langsung dengan penerimaan rumah tangga. Pengaruh negatif terhadap perekonomian kedua komoditas tersebut menyebabkan output menurun sehingga selanjutnya penerimaan rumah tangga juga menurun. Dampak kenaikan harga komoditas minyak bumi dan minyak nabati kepada penurunan kuantitas total output dan PDB nominal yang relatif besar, sehingga merupakan penyebab pendapatan rumah tangga menurun Hal ini dapat dilihat dari persentase penurunan pendapatan rumah tangga akibat penurunan harga minyak bumi dan minyak nabati dan hewani seperti terlihat pada Tabel 6.11. Penurunan pendapatan terbesar terjadi terutama pada rumah tangga di kota. Sebaliknya, peningkatan nominal PDB secara total sebagai akibat adanya kenaikan harga internasional komoditas elektronik dan sejenisnya menyebabkan peningkatan pada pendapatan rumah tangga. Tabel 6.11 Dampak Kenaikan Harga Internasional Masing-masing Komoditas Ekspor Utama terhadap Pendapatan Rumah tangga Perubahan harga 25 persen masing-masing komoditas Institusi Peneri maan awal Rp milyar Batu bara Mny. bumi Biji tem baga Mnyk hewan dan nabati Pakai -an jadi Brng elek tronika Logam dasar bukan besi Kimia dasar Gas alam cair Karet remah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 RT1 548 427 0,09 -57,11 -0,02 -50,04 -4,01 13,57 -0,24 -0,76 -7,91 -0,53 RT2 623 269 0,06 -62,23 -0,05 -54,54 -4,47 14,85 -1,22 -0,74 -8,47 -0,52 RT3 1 770 631 -0,09 -64,57 -0,18 -56,69 -4,98 15,57 0,02 -0,50 -8,24 -0,31 Total RT 2 942 329 -0,02 -62,68 -0,12 -54,99 -4,69 15,05 -0,51 -0,60 -8,22 -0,39 Pemerintah 433 730 -0,12 -67,10 -0,20 -58,85 -5,08 16,48 -0,24 -0,52 -8,82 -0,34 Sumber: Diolah dari hasil penghitungan SAM-Based CGE, simulasi III 84 85 VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

7.1 Kesimpulan

Krisis 2008 yang terjadi sejak triwulan I-2008 sd triwulan II-2009 menyebabkan sebagian besar harga-harga komoditas internasional mengalami penurunan. Penurunan harga internasional yang terjadi sejak triwulan I-2008 sd triwulan II-2009 berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Secara nominal, penurunan harga komoditas internasional yang terjadi selama triwulan I-2008 sd triwulan II-2009 terhadap 10 sepuluh komoditas ekspor utama, ceteris paribus, memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian berupa penurunan nominal PDB. Penurunan perekonomian akibat dari penurunan harga komoditas internasional yang terjadi selama triwulan I-2008 sampai dengan triwulan II-2009 disebabkan oleh menurunnya konsumsi swasta dan ekspor. Sedangkan konsumsi pemerintah, investasi serta impor masih menunjukkan gambaran yang meningkat. Dari 10 sepuluh komoditas ekspor utama yang diteliti, penurunan harga komoditas kimia dasar, minyak hewani dan nabati serta minyak bumi memberikan pengaruh negatif terbesar terhadap perekonomian. Sementara penurunan harga internasional komoditas batu bara, biji tembaga, logam dasar bukan besi serta gas alam cair masih memberikan pengaruh yang positif terhadap perekonomian. Apabila terjadi kenaikan harga internasional secara parsial, maka kenaikan harga internasional komoditas minyak nabati dan hewani atau minyak bumi akan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian yang cukup besar. Sementara, kenaikan harga internasional komoditas batu bara, biji tembaga, pakaian jadi, kimia dasar dan karet remah juga mempunyai dampak negatif terhadap perekonomian namun dalam persentase yang lebih kecil. Kenaikan harga internasional komoditas barang elektronik, logam dasar bukan besi, dan gas alam cair masih memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Penurunan harga internasional secara simultan terhadap 10 sepuluh komoditas ekspor utama, akibat krisis tahun 2008, masih memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan rumah tangga. Penyerapan tenaga kerja yang sangat 86 kecil pada 10 sepuluh komoditas ekspor utama yang diteliti, menyebabkan penurunan harga hanya berdampak negatif terhadap penerimaan rumah tangga non pertanian di kota 0,01 persen. Namun apabila dilihat secara parsial, dampak negatif terbesar terhadap penerimaan rumah tangga apabila terjadi penurunan harga internasional komoditas minyak nabati dan hewani, kimia dasar dan minyak bumi Penerimaan rumah tangga mengalami penurunan cukup besar bila terjadi kenaikan harga internasional komoditas minyak hewani dan nabati dan minyak bumi. Sebaliknya, karena pengaruhnya yang positif terhadap perekonomian, maka kenaikan harga internasional barang elektronika juga memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan rumah tangga. Sementara kenaikan harga internasional komoditas lainnya mempunyai pengaruh negatif dengan persentase kecil terhadap penerimaan rumah tangga.

7.2 Implikasi Kebijakan

Ekonomi Indonesia sangat sensitif terhadap perubahan harga komoditas minyak bumi dan minyak nabati dan hewani. Peranan sektor minyak bumi dan minyak nabati dan hewani dalam perekonomian adalah cukup besar. Demikian pula penyerapan tenaga kerja di sektor minyak hewani dan nabati yang juga besar maka kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku minyak bumi dalam kegiatan pengilangan diharapkan dapat menggunakan hasil minyak mentah penambangan minyak mentah dalam negeri dengan penerapan teknologi yang sesuai dengan spesifikasi bahan baku minyak mentah yang dihasilkan oleh pertambangan domestik untuk mengurangi impor bahan baku minyak mentah dari impor. Demikian pula peningkatan kapasitas penyulinganrefinery minyak mentah merupakan keharusan dengan memberikan kemudahan investasi dan memperbaiki iklim investasi di dalam negeri sehingga mendorong pemodal asing untuk melakukan investasi di bidang pertambangan. Perjanjian perjanjian eksplorasi minyak product sharing perlu dikaji ulang untuk memperoleh manfaat sebesar besarnya bagi kepentingan nasional Indonesia. Selanjutnya, perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku utama industri minyak nabati dan hewani harus lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik yaitu antara lain dengan memberikan hambatan barrier berupa pajak 87 ekspor atau keringanan pajak berkaitan dengan investasi pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit dan produk produk turunannya. Produk turunan dari minyak nabati dan hewani yang sangat beragam. Selanjutnya strategi perdagangan dengan luar negeri harus bisa memaksimalkan kepentingan nasional. Peningkatan ekspor harus dibarengi dengan kebijakan yang berkaitan dengan perbaikan mutu untuk meningkatkan daya saing dan lebih membuka hubungan dagang dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor yang potensial seperti negara-negara Eropa Timur, Afrika dan timur tengah sehingga resiko apabila terjadi krisis di suatu wilayah seperti krisis yang terjadi pada tahun 2008 dapat diminimalisir, khususnya untuk komoditas yang mempunyai kontribusi terhadap perekonomian dan ekspor relatif besar dan sangat berpengaruh terhadap penerimaan rumah tangga seperti minyak nabati dan minyak bumi. 89 DAFTAR PUSTAKA Adelman, I., dan S. Robinson, 1978. Income Distribution Policy in Developing Countries, A Case Study of Korea, Oxford. Alorcon J., W. Ruijter, S. Keuning, 1989. The Social Accounting Framework for development Avebury, the Academic Publishing Group, England. Amer A. S. dan P. V. Preckel, 2007. A Comparison of RAS and Entropy Methods in Updating IO Tables Selected Paper prepared for presentation at the American Agricultural Economics Association Annual Meeting. Portland, Oregon, July 29-August 1, 2007 Annabi N., J. Cockburn, B. Decaluwe, 2006. Functional Forms and Parametrization of CGE models, MPIA Working Paper. Anderson J.E., 1977. The Uruguay Round and Welfare In Some Distorted Agricultural Economies. Working Paper 5923, National Bureau Of Economic Researc, 1050 Massachusetts Avenue, Cambridge, MA 02138. Armington, P. S. 1969. A theory of demand products distinguished by place of production . IMF Staff Papers , 16, 159-178. [BPS] Badan Pusat Statistik 2008. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2005, Publikasi Badan Pusat Statistik BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia, 2007. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial Indonesia tahun 2005. Publikasi BPS dan BI. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2009. Data Strategis BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2009. Laporan perekonomian Triwulan III-2009. Burniaux J. M., F. Delorme, I. Lienert. dan J.P. Martin, 2007. Walras – A Multi- Sector, Multi-Country Applied General Equilibrium Model for Quantifying the Economy-Wide Effects of Agricultural Policies. OECD Working Paper. Fan Y., J.L. Jiao, Q.M. Liang, Z.Y. Han, Y.M. Wei, 2007. The Impact of Rising International Crude Oil Price on Chinas Economy: an Empirical Analysis with CGE Model. International Journal of Global Energy Issues - Vol. 27, No.4 pp. 404 - 424. Feridhanusetyawan T. dan Y.R. Damuri, 2004. Economic Crisis and Trade Liberalization: A CGE Analysis On The Forestry Sector. CSIS working paper series. Guillaumont P., 2006, Dampening the Vulnerability to Price Shock: aRole for Aid Guivarch C. , S. Hallegatte, R. Crassous, 2008. The Resilience of the Indian Economy to Rising Oil Prices as a Validation Test for a Global Energy- Environment-Economy CGE Model. 90 Kearney M., 2003. Restructuring Value-added Tax in South Africa A CGE Analysis. University of Pretoria etd, South Africa. Karadag, M dan A.J. Westaway, 1999. A SAM-Based Computable General Equilibrium Model of the Turkish Economy . Economic Research Paper No 9918, Loughborough University. Khan H. A, 2004. Using Macroeconomic Computabel General Equilibrium Models for Assessing Poverty Impact of Structural Adjustment Policies, ADB Institute Discussion paper No. 12. Khan H.A., 2008. Analyzing Poverty Impact of Trade Liberalization Policies in CGE Models: Theory and Some Policy Experiments in Agricultural and Non- agricultural Sectors in South Asia . GSIS, University of Denver, Denver, Co. 80208 USA. Lofgren H. dan D.B. Carolina, 2005. The Static Standard CGE Model: A Quick Review. Lofgren H., S. Robinson and M. El-Said, 2005. Poverty and Inequality Analysis in a General Equilibrium Framework: The Representative Household Approach. Lofgren H. dan S. Robinson, 2003. Macro Policies and Poverty: IFPRI’s Standard Model and Extensions. Presentation prepared for EPIAM International Workshop October 14-15, 2003. Melo, J. and J. Robinson, 1989. Product Differentiation and the Treatment of Foreign Trade in Ccomputable General Equilibrium Models of Small Economies . Journal of International Economics, 27, 47-67. Nicholson 2008. Micro Economic Theory – Basic Principles and Extentions. Nssah B. E., 2005. Simulating the Poverty Impact of Macroeconomic Shocks and Policies, Poverty Reduction Group PRMPR The World Bank Washington, D.C. Oktaviani R. 2008. Model Ekonomi Keseimbangan umum – Teori dan Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. OPEC, 2009. Oil Price history and Analysis. Pyatt, G. 1988. A SAM approach to modelling. Journal of Policy modelling, 10, 327- 352. Pyatt, G. and Round, J. I. 1977. Social accounting matrices for Development Planning . Review of Income and Wealth, 23, 339-364. Robinson S.dan M. El-Said, N.N. San N.N IFPRI, A. Suryana, Hermanto, D. Swastika, S. Bahri, 1997. Rice Price Policies in Indonesia: A Computable General Equilibrium Analysis , Center for Agro-Socioeconomic Research CASER, Trade and Macroeconomics Division, IFPRI 2033 K Street, N.W, Washington DC. 200006 U.S.A. 91 Samimi A. J. , B. Shahryar, 2009. Oil Price Shocks, Output and Inflation: Evidence from Some Opec Countries . Australian Journal of Basic and Applied Sciences , 33: 2791-2800, 2009. ISSN 1991-8178, INSInet Publication. Sanchez C.M.V, 2004. Rising Inequality and Falling Poverty in Costa Rica’s Agriculture during Trade Reform. A macro-micro Equilibrium Analysis Maastricht: Shaker, Chapter 7, pp.189-226 and related Appendices. Surjadi A.J, 2006. Masalah Dampak Tingginya Harga Minyak terhadap Perekonomian , CSIS, Jakarta. Zhanna K., 2009. Effect of World Price and Oil Export Price Increases in The Framework One-Sector and Two-Sector Stylized Models . MRPA Paper No. 1800. Christian Albrechts University of Kiel. 92 Halaman ini sengaja dikosongkan