Jamur Pelapuk Putih Pleurotus spp.

kebutuhan cahaya ini secara tepat belum diketahui yaitu hanya sejumlah kecil panjang gelombang tertentu yang diperlukan, tetapi cahaya putih diperlukan dalam jumlah relatif besar. 5. Kelembapan Secara umum jamur memerlukan kelembapan relatif yang cukup tinggi. Kelembapan relatif sebesar 95-100 menunjang pertumbuhan yang maksimum pada kebanyakan jamur.

2.2 Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium

Menurut Hawksworth et al. 1983 dan Alexopoulos et al. 1996 taksonomi P. chrysosporium adalah sebagai berikut : Kelas Basidiomycetes, Subkelas Holobasidiomycetidae, Ordo Aphyllopholares dan famili Corticiaceae. Herliyana 1997 berdasarkan beberapa pustaka Burdsall dan Eslyn 1994 di acu dalam Riyadi 1994, Staplers 1978 diacu dalam Rayner dan Boddy 1988 melaporkan nama lain untuk P. chrysosporium yaitu Chrysosporium pruinosum, Sporotrichum pulverulentum, S. pruinosum dan C. lignorum. Karakteristik miselium P. chrysosporium adalah sebagai berikut : Laccase α – naphthol; kecepatan tumbuh 70 mm dalam 7 hari; aerial miselium berbentuk seperti butir- butiran Aerial mycelium farinaceous atau granulose; Aerial mycelium floccose; hifa generatifnya berdinding tebal thick – walled generatif hyphae; lebar hifa ≥ 7.5 m; extraneous material on hyphae atau hifa mengandung tetesan minyak hyphae containing oil droplets; kristal dalam aerial miselium; artrokonidia oidia; klamidospora; blastokonidia. P. chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang dapat menghasilkan beberapa jenis enzim bila ditumbuhkan pada bahan lignoselulosa. Enzim ligninase, selulase, xilanase dan beberapa enzim turunan merupakan enzim terbesar yang dihasilkan P. chrysosporium Highley dan Kirk 1979. Metode ligninolitik dari P. chrysosporium dilakukan sebagai kultur jamur yang memasuki metabolisme sekunder dan mengakibatkan pertumbuhannya terhenti karena pengurasan beberapa hara seperti keterbatasan nitrogen, karbon atau sulfur, sehingga menyebabkan terjadinya proses degradasi lignin untuk mengatasi keterbatasan nitrogen Kirk et al. 1978; Jeffries et al. 1981. Kirk dan Fenn 1982 diacu dalam Highley dan Dashek 1998 menduga bahwa degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih adalah merupakan kejadian dari metabolisme sekunder karena kandungan nitrogen yang sangat rendah dari kayu. Sehingga penambahan nitrogen pada beberapa jamur pelapuk putih pada aplikasi bioteknologi yang berbeda yang menggunakan komponen lignin atau yang berhubungan dengannya akan meningkatkan efisiensi jamur ini. Biasanya P. chryosporium ditumbuhkan dengan menggunakan spora aseksual dapat berupa oidiaartrokonidia, klamidospora dan blastokonidia, tetapi dapat juga menggunakan siklus seksual untuk memproduksi basidiospora. P. chrysosporium bersifat termotoleran yaitu dapat tumbuh pada kisaran suhu 25°C sampai 50°C. Suhu optimal P. chrysosporium sekitar 40°C Rayner dan Boddy 1988.

2.3 Bahan Baku Kertas Bekas

Kertas adalah lembaran serbasama dari jalinan serat selulosa dengan bantuan zat pengikat dan dibuat dalam berbagai jenis; digunakan untuk macam- macam tujuan misalnya kertas tulis, kertas cetak dan kertas bungkus. Pulp kertas bekas adalah serat sekunder yang tidak terpakai lagi dan dimanfaatkan kembali untuk sumber serat. Achmadi et al. 1995 diacu dalam Hidayah 2008. Haygreen dan Bowyer 1986, mengemukakan bahwa kertas telah menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang hampir luar biasa pentingnya, terutama di negara-negara yang sangat maju. Kertas berfungsi sebagai produk pengepakan yang utama, media komunikasi, dasar produk yang dibuang dan bahan lembaran industri. 2.3 Penguraian Enzimatik Jamur Pelapuk Putih 2.3.1 Pengertian Enzim Enzim merupakan katalisator organik yang dibuat oleh sel hidup. Enzim diperlukan dalam proses fisiologi yang memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia. Reaksi-reaksi biokimia dapat terjadi pada batas keadaan pH, tekanan, suhu dan kondisi tertentu Cowling 1958 diacu dalam Herliyana 1997. Menurut Suhartono 1989 bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu.

2.3.2 Enzim Ligninase

Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dari unit phenil-propanoid yang memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik Saparrat et al. 2002; Aust dan Benson 1993 diacu dalam Fitria 2005. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH tingkat keasaman optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor Suhartono 1989. Terdapat dua tipe enzim yaitu enzim ekstraselulereksoenzim yang berfungsi di luar sel dan enzim intraselulerendoenzim yang berfungsi dalam sel. Fungsi utama eksoenzim adalah melangsungkan perubahan-perubahan seperlunya pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut memasuki sel. Sedangkan enzim intraseluler mensintesis bahan seluler dan juga menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel. Jamur merupakan organisme heterotrofik dalam melangsungkan hidupnya juga memerlukan enzim untuk sintesis dan degradasi. Enzim yang berperan dalam proses degradasi yaitu enzim ekstraseluler. Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih berdasarkan laju dekomposisi pada substrat uji. Dua enzim yang berperan dalam proses tersebut adalah lakase dan peroksidase LiP dan MnP Howard et al. 2003; Kirk et al. 1987.

2.3.3 Enzim Lakase

Lakase merupakan enzim multi-copper yang dapat mengkatalis reaksi oksidasi beberapa substrat seperti polifenol, substituen fenol, diamin dan beberapa senyawa anorganik Thurston 1994. Lakase E.C.1.1.3.2; benzendiol: oksigen oksidoreduktase sebagian besar merupakan glikoprotein ekstraseluler yang mengandung atom tembaga dengan berat molekul antara 60-8-kDa dan juga