1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Staphylococcus aureus merupakan salah satu agen penyebab keracunan pangan di dunia. Pada bulan September 1997, terjadi kasus keracunan pangan di Florida USA karena ham
yang terkontaminasi toksin Staphylococcus aureus www.fooddoctors.com. Sebanyak 31 orang dari 125 orang yang mengikuti pesta di Florida mengalami keracunan. Gejala keracunan yang
terlihat meliputi mual 94, muntah 89, diare 72, berkeringat 61, menggigil 44, lesu 39 , kram otot 28 , pusing kepala 11 dan demam 11. Gejala keracunan
berlangsung selama 3-6 jam setelah mengkonsumsi ham dan berakhir setelah 24 jam. Akhir Juni tahun 2000, konsumen minuman susu di Jepang mengalami keracunan karena Staphylococcus
aureus. Sebanyak 1152 pasien dilaporkan mengalami muntah-muntah, mual, dan diare. Enam hari kemudian, jumlah pasien meningkat sampai 10.780 dan 159 diantaranya dilarikan ke rumah
sakit. Sehari kemudian, laporan jumlah pasien mengalami peningkatan kembali menjadi 12.929 dan tanggal 11 Juli pasien mencapai 14.000 pasien www.fooddoctors.com. Tahun 2007 terjadi
kasus keracunan pangan pada camilan yang terbuat dari beras ketan di sebuah hotel di kota Padang. Hasil uji laboratorium menunjukkan makanan tersebut positif Staphylococcus aureus
Gentina et al., 2008. Pada tahun 2009 terjadi kasus keracunan pangan di Tasikmalaya pada nasi bungkus. Sebannyak 148 orang menjadi korban dalam keracunan ini Kusumaningrum, 2009.
Data BPOM 2010 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 di Indonesia telah terjadi 115 kejadian luar biasa KLB karena keracunan pangan. Sebanyak 46 kasus 40 keracunan
pangan tersebut diakibatkan oleh cemaran mikroba, dan 22 kasus 19,13 sebagai akibat keracunan cemaran kimia. Sebanyak 23 kasus 20 tidak dapat ditentukan penyebabnya, 15
kasus 13,04 belum diketahui penyebabnya, 6 kasus 5,22 tidak ada sampel, dan sisanya sebanyak 3 kasus 2,61 kadarluwarsa.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa industri jasa bogakatering merupakan salah satu sumber penyebab keracunan pangan di Indonesia pada tahun
2009. Presentase keracunan pangan yang disebabkan industri jasa bogakatering mencapai 15,65. Selain itu, diketahui pula bahwa keracunan pangan di Indonesia disebabkan oleh produk
pangan olahan rumah tangga sebesar 40,87, produk pangan olahan sebanyak 24,35 , dan jajanan sebesar 19,13 .
Berdasarkan data BPOM kemungkinan Staphylococcus aureus adalah salah satu agen penyebab keracunan di Indonesia. Bakteri ini secara alami terdapat pada tubuh manusia dan
dapat mengkontaminasi makanan yang diolah dengan kondisi sanitasi tidak cukup baik. Selain itu, desain alat memasak tradisional Indonesia yang rumit, banyak lubang dan sulit dibersihkan
seperti talenan, parut, uleg-uleg, penyerut es dan lain-lain memungkinkan bakteri Staphylococcus aureus untuk tumbuh di dalamnya.
Hartini 2001 dan Ruslan 2003 menyebutkan beberapa produk jasa boga seperti bakso, gado gado, mie ayam, nasi rames, soto ayam, taoge goreng, tauge rebus, kol rebus dan
siomay mengandung Staphylococcus aureus berkisar antara 1,65-5,81 log CFUgr. Sebenarnya Staphylococcus aureus telah mati selama pemasakan makanan sampai matang sempurna. Namun,
rendahnya praktik hygiene pasca pemasakan dan sanitasi yang buruk menyebabkan pangan mengalami kontak dengan tangan, rambut, ataupun saluran pernafasan. Hal ini tentu saja
membuka peluang bagi Staphylococcus aureus untuk mengkontaminasi makanan. Kebiasaan
2
masyarakat Indonesia yang menyimpan pangan pada suhu ruang lebih dari 6 jam juga dapat mendukung pertumbuhan Staphylococcus aureus. Menurut USDA 2001, jika Staphylococcus
aureus tumbuh dan berkembang biak sampai level 10
5
-10
6
CFUml atau 10
5
-10
6
CFUgr, bakteri ini akan memproduksi toksin tahan panas.
Indonesia memiliki berbagai macam makanan tradisional seperti bakso, soto, siomay, tahu, tempe dan lain-lain. Namun, data mengenai ketahanan panas isolat Staphylococcus
aureus lokal yang diisolasi dari pangan belum banyak diselidiki. Menurut Stewart 2003 beberapa isolat bakteri ini mempunyai ketahanan panas yang tinggi sehingga diperlukan
penelitian lebih mendalam tentang ketahanan panas bakteri ini. Penelitian ketahanan panas Staphylococcus aureus ini sangat bermanfaat terutama untuk mengevaluasi keefektifan proses
pemanasan makanan yang biasa dilakukan oleh masyarakat.
B. TUJUAN