4
Enterotoksin adalah protein globuler dengan berat molekul 28.000-35.000 dalton. Enterotoksin ini bersifat toksik bagi manusia dan hewan Minor et al., 1976. Toksin yang dihasilkan sangat tahan
terhadap pemanasan. Oleh karenanya, meskipun bakterinya telah mati karena pemanasan pemanasan pada suhu 66°C selama 10 menit, toksinnya masih dapat bertahan pada suhu 100°C
selama 30 menit Gaman dan Sherington, 1992.
B. KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus
Pada umumnya, Staphylococcus aureus tumbuh pada kisaran suhu 7-47°C dengan suhu optimum untuk pertumbuhan 30-37 °C. Enterotoksin dihasilkan pada suhu 10 dan 46°C,
dengan suhu optimum 35-45°C. Produksi enterotoksin dapat berkurang pada suhu 20-25°C. Produksi enterotoksin tidak akan terjadi pada suhu di bawah 10°C . Staphylococcus aureus
tumbuh pada kisaran pH yang luas dari 4,2-9,3 dengan pertumbuhan optimal dan produksi enterotoksin terjadi pada pH 6-7 dan dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, sumber karbon, sumber
nitrogen dan kadar garam. Pengurangan a
w
lebih menghambat sintesis enterotoksin daripada pertumbuhannya. Pertumbuhan optimum Staphylococcus aureus dan pembentukan enterotoksin
terjadi pada a
w
0,99. Produksi toksin dilaporkan terjadi pada a
w
terendah yaitu sebesar 0,86 Breemer et al., 2004. Bakteri ini memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap konsentrasi
garam. Bakteri ini dapat tumbuh pada media yang mengandung NaCl 5-7. Beberapa strain Staphylococcus aureus lainnya mampu bertahan pada media dengan konsentrasi garam hingga
20 Adams dan Moss, 2005. Tabel 1. menyajikan data parameter faktor pembatas pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Tabel 1. Parameter fisik faktor pembatas pertumbuhan Staphylococcus aureus Faktor Pembatas
Pertumbuhan Produksi Enterotoksin
Optimum Kisaran
Optimum Kisaran
Suhu °C 35-37
7 -48 35-40
10-45 pH
6.0-7.0 4.0-9.8
Enterotoksin A. 5.3-6.8
Enterotoksin lain 6-7
4.8-9.0
Konsentrasi NaCl 0.5-4.0
0-20 0.5
0-20 Aktivitas air a
w
0.98-0.99 0.83-0.99
0.99 0.86-0.99
Kondisi Atmosfer Aerob
Aerob- Anaerob
5-20 DO
2
Aerob- Anaerob
Adams dan Moss, 2005 Staphylococcus aureus mengalami penurunan viabilitas pada suhu rendah antara -
10°C-0°C. Bakteri ini sangat resisten terhadap pembekuan dan thawing dan masih hidup pada makanan yang disimpan pada suhu
≤ -20°C ICMF, 1996. Perlakuan pemanasan dapat memperpanjang fasa lag Staphylococcus aureus Tabel 2.. Pemanasan pada suhu 50°C selama 30
menit tidak mengubah panjang fasa lag. Namun, pemanasan pada suhu 55°C-62,5°C selama 30 menit memperpanjang fase lag 2-4 jam Batish et al., 1990. Pada suhu 100°C terjadi waktu lag
yang panjang yaitu lebih dari 20 jam dan saat pertumbuhan dimulai, kecepatannya sangat lamban.
5
Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap waktu lag Staphylococcus aureus Suhu °C
Waktu lag jam 11
140 15
47 20
18 25
6 30
4 27
3 42
3 44
3 46
7 Adair et al., 1989
Staphylococcus aureus mempunyai ketahanan yang cukup tinggi pada kondisi pembekuan, pengeringan dan pemanasan www.fooddoctors.com. Bakteri ini tahan pada
lingkungan beku sampai beberapa tahun dan tahan pengeringan selama beberapa minggu. Sel vegetatif Staphylococcus aureus dapat diinaktivasi pada suhu 46°C namum sporanya masih
mampu bertahan pada pemanasan 100-120°C Tabel 3.. Tabel 3. Ketahanan Staphylococcus aureus terhadap pembekuan, pengeringan dan pemanasan
Ketahanan Lama daya tahan
Produk beku Bertahun-tahun
Produk kering Seminggu sampai sebulan
Ketahanan terhadap pemanasan
D
50.0
buffer fosfat 0.1 M 9.5 – 42.2 menit
D
55.0
buffer fosfat 0.1 M 3 menit
D
62,8
buffer fosfat 0.1 M 0.4 – 1.1 menit
Ketahanan toxin selama pemanasan
D
100
70 menit D
110
26 menit D
120
9,4 menit www.fooddoctors.com
Staphylococcus aureus memerlukan komponen organik sebagai sumber nutrisinya. Nutrisi yang dibutuhkan antara lain asam amino sebagai sumber nitrogen, tiamin dan asam
nikotinat sebagai sumber vitamin B. Monosodium Glutamat MSG berperan sebagai sumber C, N, dan sumber energi dalam kondisi pertumbuhan aerob pembentukan enterotoksin Jay, 2000.
Staphylococcus aureus mempunyai toleransi yang tinggi terhadap telurit, merkuri klorida, neomisin, polimiksin, dan sodium azid. Staphylococcus aureus dapat dibedakan dari
stapphylococci lainnya dengan melihat ketahanannya terhadap akrilflavin. Staphylococcus aureus sensitif terhadap borat dan tidak tahan terhadap novobiosin Jay, 1996.
6
Secara umum, Staphylococcus aureus tidak kuat bersaing dengan mikroorganisme lainnya sehingga bakteri ini tidak mempunyai peran yang berarti pada bahan pangan yang tidak
dimasak. Akan tetapi, dalam bahan pangan yang telah dimasak atau diasinkan, dimana mikroorganisme yang lain telah rusak selama pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh
konsentrasi garam, sel Staphylococcus aureus dapat terus berkembang mencapai tingkat yang membahayakan. Keracunan bahan pangan yang tercemar Staphylococcus aureus umumnya
berhubungan dengan produk pangan yang telah dimasak terutama daging dan ayam Jay, 1996. Sumber utama kontaminasi makanan oleh Staphylococcus aureus adalah dari
manusia. Kebanyakan Staphylococcus aureus terdapat pada tangan pekerja sebagai komponen mikroflora endogen, dan juga terdapat pada saluran hidung dan tenggorokan Eley, 1992.
Staphylococcus aureus juga mungkin ada di udara, debu, air, susu, pangan, peralatan pangan, dan permukaan lingkungan USDA, 2001. Menurut Deshpande 2002, Staphylococcus aureus dapat
berpindah lewat bersin, batuk, kontak jari, kontak bibir, gigitan, dan sapu tangan. Selain itu beberapa strain Staphylococcus aureus juga dapat membentuk koloni pada peralatan dan
lingkungan tempat pengolahan makanan Blackburn dan Mc Clure, 2002.
C. KERACUNAN Staphylococcus aureus