6
Secara umum, Staphylococcus aureus tidak kuat bersaing dengan mikroorganisme lainnya sehingga bakteri ini tidak mempunyai peran yang berarti pada bahan pangan yang tidak
dimasak. Akan tetapi, dalam bahan pangan yang telah dimasak atau diasinkan, dimana mikroorganisme yang lain telah rusak selama pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh
konsentrasi garam, sel Staphylococcus aureus dapat terus berkembang mencapai tingkat yang membahayakan. Keracunan bahan pangan yang tercemar Staphylococcus aureus umumnya
berhubungan dengan produk pangan yang telah dimasak terutama daging dan ayam Jay, 1996. Sumber utama kontaminasi makanan oleh Staphylococcus aureus adalah dari
manusia. Kebanyakan Staphylococcus aureus terdapat pada tangan pekerja sebagai komponen mikroflora endogen, dan juga terdapat pada saluran hidung dan tenggorokan Eley, 1992.
Staphylococcus aureus juga mungkin ada di udara, debu, air, susu, pangan, peralatan pangan, dan permukaan lingkungan USDA, 2001. Menurut Deshpande 2002, Staphylococcus aureus dapat
berpindah lewat bersin, batuk, kontak jari, kontak bibir, gigitan, dan sapu tangan. Selain itu beberapa strain Staphylococcus aureus juga dapat membentuk koloni pada peralatan dan
lingkungan tempat pengolahan makanan Blackburn dan Mc Clure, 2002.
C. KERACUNAN Staphylococcus aureus
Istilah keracunan pangan merujuk pada tiga istilah yaitu infeksi, intoksikasi, dan toksikoinfeksi. Keracunan pangan melalui infeksi terjadi karena konsumsi pangan atau minuman
yang mengandung bakteri enteropatogenik atau virus. Sel bakteri patogen masuk kedalam saluran pencernaan lalu tumbuh dan menggandakan diri kemudian mengakibatkan keracunan. Contoh
mikroorganisme yang menyebabkan keracunan melalui infeksi adalah Salmonella dan virus Hepatitis A. Intoksikasikasi adalah tertelannya toksin yang dihasilkan oleh bakteri patogen pada
pangan ke dalam saluran pencernaan. Dalam hal ini tidak diperlukan sel vegetatif selama konsumsi untuk terjadinya keracunan. Contoh mikroorganisme penyebab intoksikasi adalah
Staphylococcus aureus. Toksikoinfeksi disebabkan tertelannya sel vegetatif bakteri patogen yang mengontaminasi pangan dan minuman ke dalam saluran pencernaan. Umumnya, sel bakteri
bersporulasi atau mati kemudian menghasilkan toksin penyebab keracunan. Clostridium perfringens adalah salah satu contoh bakteri penyebab keracunan melalui toksikoinfeksi Ray
dan Bhunia, 2008 Ada berbagai macam penyebab kasus keracunan pangan Tabel 4.. Pertama,
keracunan pangan disebabkan karena penggunaan suhu yang kurang cukup baik selama pemanasan, pendinginan, ataupun penyimpanan. Pemanasan dan pendinginan yang tepat
bertujuan mereduksi jumlah mikroba sampai 6 siklus log, dan tidak memberikan kondisi yang mendukung untuk germinasi spora dan produksi toksin. Kedua, keracunan makanan disebabkan
rendahnya praktik hygiene. Terakhir, keracunan pangan karena kontaminasi silang dari bahan mentah, pangan olahan, ataupun peralatan pengolahan pangan Forsythe, 2000.
Keracunan pangan karena Staphylococcus aureus terjadi melalui intoksikasi. Keracunan pada manusia disebabkan oleh konsumsi enterotoksin yang dihasilkan oleh beberapa
strain Staphylococcus aureus di dalam makanan, biasanya karena makanan tersebut tidak disimpan pada suhu yang cukup tinggi 60°C atau cukup dingin 7.2°C Ray dan Bhunia,
2008. Kemampuan strain Staphylococcus aureus untuk tumbuh dan memproduksi enterotoksin pada kisaran kondisi lingkungan yang luas, ketahanan panas toksin, dan penanganan yang salah
menjadi penyebab utama kasus keracunan pangan di berbagai dunia Ray dan Bhunia, 2008.
7
Tabel 4. Faktor yang berkontribusi pada kasus keracunan pangan Faktor
Persentase Faktor yang berhubungan dengan pertumbuhan mikroba
Penyimpanan makanan pada suhu ruang 43
Suhu pembekuan yang tidak tepat 32
Penyiapan makanan yang terlalu lama saat penyajian 41
Holding pada suhu panas yang tidak cukup 12
Thawing yang tidak tepat 4
Penyajian makanan dalam jumlah yang terlalu banyak 22
Faktor yang berhubungan dengan ketahanan mikroba Pemanasan ulang yang tidak tepat
17 Pemanasan yang tidak cukup
13 Faktor yang berhubungan dengan kontaminasi
Pekerja karyawan 12
Kontaminasi pangan olahan nonkaleng 19
Kontaminasi bahan pangan mentah 7
Kontaminasi silang 11
Pembersihan Peralatan pengolahan yang tidak tepat 7
Sumber yang tidak aman 5
Kontaminasi makanan kaleng 2
Forsythe, 2000 Staphylococcus
aureus menghasilkan
enterotoksin yang
menyebabkan gastroenteritis. Jumlah sel yang diperlukan oleh Staphylococcus aureus untuk menghasilkan
racun yang cukup sehingga bersifat meracuni adalah 10
6
CFUg Buckle et al., 1987; Jay, 2000. Shapton dan Shapton 1993 menyatakan bahwa populasi Staphylococcus aureus yang diperlukan
untuk menghasilkan toksin beracun adalah 5x10
6
CFUg dimana toksin yang dihasilkan bersifat tahan panas. Oleh karena itu, walaupun bakterinya sudah mati karena pemanasan kemungkinan
toksinnya masih tetap dapat bertahan. Menurut Ray dan Bhunia 2008 keracunan Staphylococcus aureus disebakan karena terkonsumsinya toksin dalam jumlah 100-200 ng yang dihasilkan oleh
10
6
-10
7
CFUml atau CFUgr dalam 30 grml makanan. USDA 2001 menyatakan bahwa jumlah toksin Staphylococcus aureus yang diperlukan untuk menyebabkan keracunan pangan sebesar 1,0
µg. Pada level ini dicapai jumlah bakteri sebanyak 1,0x10
5
CFUgr atau CFUml. Staphylococcus aureus bisa mengkontaminasi makanan yang mengandung protein
tinggi. Makanan yang berhubungan dengan kontaminasi Staphylococcus aureus antara lain; produk unggas dan produk telur olahan; produk salad seperti salad tuna, salad ayam, salad
kentang, dan salad makaroni; produk bakery seperti cream-filled pastries, cream pies, and chocolate eclairs; sandwich filling; susu serta produk olahan susu USDA, 2001.
Pada tahun 1989 di Starkville, Mississippi, terjadi kasus keracunan pangan Staphylococcus aureus yang disebabkan karena konsumsi jamur kaleng CDC, 1989. Sebanyak
22 orang mengalami gastroenteris selama beberapa jam setelah memakan makanan di cafetaria kampus. Gejala keracunan pangan meliputi mual-mual, muntah, diare, dan kejang perut.
8
Sebanyak sembilan orang korbannya dilarikan ke rumah sakit. Setelah diidentifikasi, ditemukan adanya enterotoksin A pada sampel jamur dalam omlet bar.
Ham juga terlibat pada kasus keracunan di sebuah rumah sakit di Puerto Rico. Sebanyak 25 dokter, perawat, dan pegawai sakit setelah makan siang di rumah sakit tersebut.
Ham disiapkan oleh sebuah jasa katering pada hari yang sama. Pada ham yang tersisa, muntahan pasien, serta hidung dan tenggorokan pasien ditemukan Staphylococcus aureus Bergdoll, 1992
Pada bulan September 1997, terjadi kasus keracunan pangan di Florida USA karena
konsumsi ham
yang terkontaminasi
toksin Staphylococcus
aureus www.fooddoctors.com. Sebanyak 31 orang dari 125 orang yang mengikuti pesta mengalami
keracunan. Gejala keracunan yang terlihat meliputi mual 94, muntah 89, diare 72, berkeringat 61 , menggigil 44 , lesu 39 , kram otot 28 , pusing kepala 11 dan
demam 11 . Gejala keracunan berlangsung selama 3-6 jam setelah mengkonsumsi ham dan berakhir setelah 24 jam. Ternyata, sehari sebelum pesta, sebanyak 8 kg ham mentah dan packed
ham dipanggang selama 1,5 jam pada suhu 204 °C. Setelah dipanggang, ham diiris dengan slicer yang tidak bersih. Ham yang telah dipotong ditempatkan di wadah plastik yang dilapisi
alumunium foil, dan disimpan selama 6 jam dalam lemari pendingin. Di hari selanjutnya ham disajikan dalam keadaan dingin. Kemungkinan ham terkontaminasi Staphylococcus aureus
selama pemotongan dengan slicer. Pada tahun 1996, di Institut Robert Koch, Wernigerode, Jerman dilaporkan terjadi
kasus keracunan pangan yang disebabkan oleh konsumsi Schwarzwalder Schinken www.fooddoctors.com. Produk ham sekurang-kurangnya pada 6 batch berbeda diketahui
terkontaminasi oleh enterotoksin Staphylococcus aureus. Investigasi lebih lanjut memberikan beberapa kesimpulan:
1. Kontaminasi terjadi karena rendahnya praktik hygiene pada area produksi; 2. Produk ham terkontaminasi Staphylococcus aureus dalam jumlah yang cukup tinggi;
3. Hampir semua isolat yang diuji menghasilkan enterotoksin;
Akhir Juni tahun 2000, konsumen minuman susu di Jepang mengalami keracunan akibat Staphylococcus aureus . Pada 30 juni 2000, sebanyak 1.152 pasien dilaporkan mengalami
muntah-muntah, mual, dan diare. Pada tanggal 6 Juli jumlah pasien meningkat sampai 10.780 dan 159 diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Setelah 7 Juli, laporan jumlah pasien mengalami
peningkatan kembali menjadi 12.929 dan tanggal 11 Juli pasien mencapai 14.000 pasien. Total, sebanyak 14.555 orang dilaporkan sakit. Badan Penelitian Epidemiologi Jepang menyatakan
bahwa susu dari Snow Brand Food Co Ltd, perusahaan olahan susu terbesar di Jepang, terkontaminasi enterotoksin Staphylococcus aureus. Kontaminasi terjadi karena perusahaan
tersebut tidak menggunakan sistem pembersih dan disinfeksi otomatis. Staphylococcus aureus dalam jumlah besar terdeteksi di bagian pipa pengolahan. Hal ini terjadi karena pipa pengolahan
tidak dibersihkan selama 3 minggu www.fooddoctors.com. Bulan Maret dan April tahun 2002, kasus keracunan pangan akibat Staphylococcus
aureus terjadi di Australia. Kasus ini mengakibatkan sebanyak 250 orang menjadi korban. Sekitar 600 orang berpartisipasi dalam kegiatan di Imam Ali Islamic Centre, Victoria. Pada tempat
tersebut disajikan makanan yang terdiri atas nasi, kentang, dan daging. Beberapa orang langsung mengkonsumsi makanan tersebut dan sebagian lainnya membawa makanannya ke rumah.
Beberapa orang yang memakan makanannya di rumah mengalami keracunan. Lebih dari 100 pasien dilarikan ke rumah sakit www.fooddoctors.com.
Beberapa penelitian tentang keberadaan Staphylococcus aureus telah dipelajari sebelumnya Tabel 5. Harmayani et al. 1996 menyebutkan bahwa karkas ayam yang digunakan
9
untuk membuat bakso maupun sup telah tercemar Staphylococcus aureus sebesar 5,15 log CFUgr. Hartini 2001 dan Ruslan 2003 menyelidiki keberadaan Staphylococcus aureus dalam
pangan olahan industri jasa boga. Pangan yang diuji mengandung cemaran Staphylococcus aureus berkisar antara 1,74-5,81 log CFUgr. Sari 2010 menunjukkan bahwa sampel ayam
goreng, ayam kecap, ayam balado, dan ayam opor mengandung cemaran Staphylococcus aureus sebanyak 2,36-3,66 log CFUgr.
Tabel 5. Data cemaran Staphylococcus aureus pada beberapa bahan pangan Jenis Pangan
Jumlah Staphylococcus aureus log CFUgr Bakso
a
1,74 Gado-gado
a
3,72 Mie Ayam
a
1,78 Nasi Rames
a
3,21 Siomay
a
2,43 Soto Ayam
a
1,65 Taoge Goreng
a
5,10 Gado-gado
a
5,81 Kacang panjang rebus
b
5,61 Kol Rebus
b
5,15 Wortel rebus
b
5,23 Tauge Rebus
b
4,74 Karkas Ayam
c
5,15 Ayam Goreng
d
2,64 Ayam Kecap
d
3,22 Ayam Opor
d
3,66 Ayam Balado
d
2,36
a
Hartini, 2001,
b
Ruslan, 2003,
c
Harmayani et al., 1996,
d
Sari, 2010.
D. KETAHANAN PANAS MIKROBA