11
banyak. Sigma faktor ini regulon kemudian bergabung dengan core RNA polimerase terdiri atas 4 subunit αα
1
ßß
1
membentuk enzim RNA polimerase atau holoenzim. Holoenzim ini kemudian mengikat promoter dari gen heat-shock dan terjadilah sintesis protein heat-shock. Heat
shock protein inilah yang melindungi unit fungsinal dan struktural bakteri dari tekanan sel akibat panas Ray dan Bhunia, 2008. Holoenzim juga dapat melawan stress karena faktor lain seperti
pendinginan, pH rendah, etanol, dan UV Moat dan Foster, 1988. Mekanisme pembentukan heat shock protein disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme pembentukan heat shock protein Ray dan Bhunia, 2008
F. PARAMETER INAKTIVASI MIKROBA
1. Nilai D
Apabila suspensi mikroba dipanaskan pada suhu konstan, maka penurunan jumlah mikroba akan mengikuti reaksi ordo pertama. Penurunan jumlah mikroba megikuti pola
logaritmik sebagai fungsi dari waktu Toledo, 1991. Pada suhu tertentu, laju inaktivasi mikroba selama waktu pemanasan pada suhu tertentu dapat dinyatakan sebagai berikut:
dNdT = - kN 1
Apabila persamaan 1 diintegrasikan, maka diperoleh persamaan 2 berikut: Ln N N
= -kt 2
dimana N adalah jumlah mikroba sisa yang masih hidup setelah waktu pemanasan t, N adalah jumlah awal mikroba, t adalah waktu pemanasan menit, D adalah waktu penurunan
desimal menit, dan nilai k adalah laju reaksi. Persamaan 2 menunjukkan plot kurva semilogaritma dari N terhadap t.
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi lebih sederhana persamaan 3: 2,303 log N N
= -kt atau log N N = -kt2,303
3 Heat shock protein
Heat shock gene family Regulon
Gen σ
38
RNA Poly Core
RNA Poly Holo
Promoter
Perlindungan terhadap stress
12
Nilai slope 2,303k sering dinyatakan dengan nilai D, sehingga: log N N
= -tD 4
Nilai D adalah waktu dalam menit dimana populasi mikroba tertentu sporasel pada pemanasan dengan suhu tertentu direduksi 90 atau sebesar satu siklus log Jay, 1996.
Oleh karena itu, waktu atau dosis yang dibutuhkan untuk mereduksi 1000 sel mikroba menjadi 100 sel adalah nilai D. Semakin besar nilai D pada suhu tertentu maka semakin
tinggi pula ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu. Nilai D dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka nilai D semakin kecil. Artinya, semakin tinggi suhu
pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi mikroba akan semakin pendek. Gambar 3. memperlihatkan kurva hubungan antara jumlah mikroba sumbu Y dan
waktu pada suhu pemanasan tertentu sumbu X. Kurva ini sering disebut dengan kurva semi-logaritma ketahanan panas mikroba. Kurva ini berbentuk linier dengan nilai slopenya
adalah -1D.
Gambar 3. Kurva penurunan logaritma jumlah mikroba terhadap pemanasan Cowan dan Talaro, 2009
2. NILAI Z
Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap perubahan suhu. Sensitivitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai Z, yaitu
perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90 atau 1 siklus Toledo,
1991. Gambar 4. menunjukkan kurva semilogaritma hubungan nilai D dengan suhu. Nilai Z
diperoleh dari kebalikan nilai slope kurva. Kurva semilogaritma yang menghubugkan suhu sumbu X dan nilai D sumbu Y
akan menghasilkan slope berupa -1Z. Nilai Z secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
Log DD
T
= -T-T
ref
Z 5
atau D
T
= D . 10
T-Tref Z
Log jumlah mikroba awal N Log N= log N
- tD
13
dimana D
T
adalah nilai D pada suhu tertentu, D
o
adalah nilai D pada suhu standar, T adalah suhu pemanasan
C atau F dan T
ref
adalah suhu standar yang digunakan untuk D
0.
Gambar 4. Kurva nilai Z Toledo, 1991
G. KETAHANAN PANAS Staphylococcus aureus