27
B. STUDI KETAHANAN PANAS ISOLAT Staphylococcus aureus HASIL
PEMILAHAN CEPAT ISOLAT
1. Nilai D Pengujian ketahanan panas dilakukan untuk isolat Staphylococcus aureus AS2,
NU3 dan ATCC 25923. Isolat ATCC 25923 disertakan dalam pengujian sebagai pembanding. Jumlah mikroba awal bakteri pada heating menstruum TSB berkisar antara
4,6x10
7
-2,1x10
8
CFUml. Penurunan jumlah bakteri berbanding lurus terhadap lama waktu pemanasan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isolat AS2 memiliki
nilai D pada suhu 53, 54, 55, dan 56
°
C berturut-turut sebesar 19,47±1,33; 13,42±0,13; 6,59±0,85, dan 5,17±0,26 menit. Isolat NU3 memiliki nilai D pada suhu 53, 54, 55, dan
56
°
C masing-masing 64,59± 2,95, 23,83± 0,80, 14,3±0,78, dan 8,78±0,92 menit. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai 53, 54, 55, dan 56
°
C berturut-turut sebesar 22,00± 1,02, 15,31± 1,16, 11,12±0,52, dan 7,53±1,76 menit. Persamaan linier kurva penurunan
logaritma bakteri menghasilkan nilai r
2
sekitar 0,92-0,98. Kurva penurunan logaritma untuk isolat AS2, NU3, dan ATCC 25923 dapat dilihat pada Gambar 11.
28
Gambar 11. Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3, dan ATCC 25923 log CFUml yang dipanaskan pada suhu 53, 54,
55, dan 56
°
C selama waktu tertentu Isolat Staphylococcus aureus NU3 memiliki nilai D
53
, D
54
, D
55
, dan D
56
lebih tinggi dibandingkan dengan isolat AS2 dan ATCC 25923. Nasi uduk biasanya disimpan
dalam termos nasi setelah pemanasan Apriyadi, 2010. Penyimpanan pada suhu hangat ini memberikan paparan panas pendahuluan sehingga isolat NU3 lebih tahan panas
daripada isolat lainnya Jay, 2000. Penyimpanan ayam suwir biasanya terjadi pada suhu ruang sehingga tidak memberikan efek ketahanan panas yang tinggi. Isolat ATCC 25923
merupakan isolat klinis yang berasal dari tubuh manusia yang bersuhu 36-37 C. Suhu ini
merupakan suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kondisi pertumbuhan optimum tidak memberikan efek ketahanan panas yang lebih tinggi.
Nilai D
53,
D
54
, D
55,
dan D
56
isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3, dan ATCC 25923 lebih besar daripada isolat Staphylococcus aureus hasil percobaan Walker dan
Harmon, 1966. Keduanya menyelidiki ketahanan panas strain Staphylococcus aureus S- 18 dan B-120 pada buffer fosfat dan susu murni. Nilai D
yang lebih kecil pada fosfat buffer mungkin berkaitan dengan kandungan nutrisi pada medium pemanas yang
digunakan. Menurut Jay 2006 komposisi karbohidrat, protein, lemak, dan padatan terlarut, a
w
kelembaban, pH, dan zat antimikroba berpengaruh sangat besar terhadap kerusakan mikroba selama pemanasan. Secara umum, karbohidrat, protein, lemak, dan
total padatan terlarut memberikan perlindungan bagi mikroba untuk melawan pemanasan. Ketahanan panas yang besar sebanding dengan peningkatan konsentrasi karbohidrat,
protein, lemak, dan total padatan terlarut. Mikroorganisme dalam makanan yang mempunyai ukuran partikel kecil tersuspensi lebih mudah rusak oleh panas daripada
dalam makanan padat atau gumpalan. Nilai D Staphylococcus aureus S-18 dan B-120 juga lebih kecil dibandingkan dengan dengan isolat NU3, AS2, dan ATCC 25923 padahal
isolat tersebut diuji dengan menggunakan heating mensruum kaya nutrisi seperti susu murni. Isolat S-18 diisolasi dari susu sapi yang terkena penyakit mastitis sedangkan isolat
B-120 diisolasi dari makanan penyebab keracunan. Tampak bahwa kandungan nutrisi pada medium pemanas tidak begitu berpengaruh terhadap ketahanan panas bakteri.
Kemungkinan perbedaan daya tahan terhadap panas berhubungan dengan sifat isolat atau strain. Spesies dan strain yang berbeda juga memiliki sensitifitas panas yang berbeda pula
Jay, 2006.
29
Nilai D
55
untuk isolat AS2 dan ATCC 25923 lebih rendah dibandingkan dengan nilai D
55
isolat campuran Staphylococcus aureus percobaan Kennedy 2005. Isolat campuran tersebut memiliki D
55
sebesar 13,0 menit. Tingginya nilai D
55
isolat campuran Staphylococcus aureus berkaitan dengan pengaruh kondisi lingkungan asal isolat. Isolat
campuran tersebut diisolasi dari lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhan bakteri yaitu refrigerator. Kondisi lingkungan yang dingin bisa memicu stress bakteri
sehingga bakteri mensintesis heat shock protein. Produksi heat shock protein ini memberikan perlindungan bagi bakteri dan dapat meningkatkan ketahanan panas Ray
dan Bhunia, 2008. Eden et al. 1977 mempelajari ketahanan panas strain Staphylococcus aureus
yang diisolasi dari susu mentah dengan metode tabung kapiler. Nilai D
55
isolat tersebut sebesar 3,11 menit. Nilai ini juga lebih rendah daripada nilai D
55
isolat NU3, AS2, dan ATCC 25923. Ketahanan Staphylococcus aureus isolat BP3 dan isolat 237 dalam susu
kambing dipelajari oleh Parente and Mazzatura 1991. Isolat BP3 memiliki D
55
yang lebih kecil daripada
isolat NU3, AS2, dan ATCC 25923 yaitu sebesar 3,30. Namun, isolat kedua yaitu strain 237 memiliki D
55
sebesar 10,60 menit. Nilai ini hampir sama dengan D
55
isolat NU3 dan ATCC 25923 tetapi lebih tinggi daripada isolat AS2. Nilai D
54
isolat AS2, dan NU3 pada uji utama ketahanan panas berbeda dengan nilai D
54
kedua isolat pada tahap pemilahan cepat isolat. Pada tahap pemilahan cepat nilai D
54
isolat AS2, dan NU3 berturut-turut sebesar 19,52 dan 13,40 menit. Akan tetapi, nilai D
54
isolat AS2, dan NU3 sebesar 13,42 dan 23,83 menit. Perbedaan nilai yang berbeda ini terjadi karena pemilahan cepat isolat dilakukan dengan satu kali ulangan sedangkan pada
uji ketahanan panas utama dilakukan dengan dua kali ulangan. Selain itu, media pemupukan yang berbeda juga berperan terhadap perbedaan nilai D tersebut. Pada
pemilahan cepat isolat digunakan media pemupukan TSA sedangkan pada uji utama ketahanan panas digunakan media selektif BPA. Dapat disimpulkan bahwa pemilahan
cepat isolat dengan menggunakan media TSA dan satu kali ulangan menghasilkan nilai D
54
yang kurang akurat dibandingkan dengan uji ketahanan panas dengan menggunakan media BPA yang ditambahkan egg yolk tellurite.
2. Nilai Z Isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3, dan ATCC 25923 Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap
perubahan suhu. Sensitivitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai Z, yaitu perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90 atau 1 siklus
Tolledo et al., 1991. Kurva nilai Z dibuat dengan cara memplotkan suhu sebagai sumbu
x dengan log nilai D sebagai sumbu y. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Staphylococcus aureus AS2 memiliki nilai Z sebesar 4,74-5,10
˚C. Nilai Z isolat Staphylococcus aureus NU3 adalah 3,37-3,7
˚C. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai Z sebesar 5,59-6,06
˚C Gambar 12.. Dari hasil ini diketahui bahwa nilai Z terkecil dimiliki oleh isolat NU3. Dapat
disimpulkan bahwa Staphylococcus aureus isolat NU3 lebih sensitif terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan isolat AS2 dan ATCC 25923. Dari kurva Nilai Z dapat
diketahui karakteristik kecendurangan ketahanan panas mikroba. Berdasarkan Gambar 12. dapat diketahui bahwa nilai ketahanan panas isolat Staphylococcus aureus NU3 lebih
tinggi daripada isolat AS2, dan ATCC 25923 pada suhu 53, 54, 55, dan 56
°
C. Hal ini tidak selalu terjadi apabila suhu pemanasan berubah. Dengan menyamakan persamaan
30
garis kurva Z antar dua isolat dapat diketahui kecenderungan ketahanan panas mikroba. Perpotongan kurva nilai Z isolat NU3 dengan AS2 dan ATCC 25923 berturut-turut terjadi
pada suhu 57,62
°
C, dan 55,9
°
C. Sedangkan perpotongan isolat AS2 dengan ATCC 25923 terjadi pada suhu 50,32
°
C. Dua mikroba memiliki ketahanan panas yang sama pada suhu perpotongan yang dihasilkan dari dua persamaan nilai Z Tolledo, 1991. Jadi isolat NU3
dan AS2 mempunyai ketahanan panas yang sama pada 57,62
°
C. Pada suhu pemanasan 57,62
°
C isolat NU3 lebih tahan terhadap pemanasan daripada isolat AS2. Namun, ketahanan panas isolat NU3 lebih kecil dibandingkan dengan isolat AS2 pada pemanasan
suhu 57,62
°
C. Hal yang sama juga berlaku untuk isolat lainnya.
persamaan linier nilai Z isolat NU3, y = -0,297x + 17,50 persamaan linier nilai Z isolat AS2, y = -0,196x + 11,68
persamaan linier nilai Z isolat ATCC 25923, y = -0,165x + 10,12 Gambar 12. Kurva Z-value Isolat AS2, NU3, dan ATCC 25923
Nilai Z Staphylococcus aureus hasil penilitian cukup bervariasi seperti pada hasil penelitian sebelumnya. Nilai Z hasil percobaan Stumbo 1973 adalah 4,6-6,7
˚C untuk pemanasan Staphylococcus aureus pada pangan pasteurisasi. Terlihat bahwa isolat
AS2 dan ATCC 25923 masuk dalam range nilai Z percobaan Stumbo. Namun, nilai Z isolat NU3 3,3-3,37
˚C lebih kecil daripada isolat Stumbo. Eden et al. 1977 mendapatkan nilai Z sebesar 9,46
˚C, sedangkan isolat campuran Staphylococcus aureus hasil penelitian Kennedy 2005 memiliki nilai Z sebesar 7,70-8,0. Nilai ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan nilai Z isolat NU3, AS2, dan ATCC 25923. Isolat yang diperoleh dari hasil penelitian lebih sensitif terhadap terhadap perubahan suhu daripada
isolat campuran dan isolat hasil percobaan Eden et al. 1977 Tabel 7.. Nilai Z Staphylococcus aureus hasil penelitian serupa dengan nilai Z bakteri
lainnya yaitu mendekati 5 C dengan menggunakan heating menstruum kaya protein
seperti daging ayam, chicken broth, TSB dan lain-lain Tabel 10. Namun, nilai Z Staphylococcus aureus AS2, NU3, dan ATCC 25923 lebih kecil dibandingkan dengan
31
Staphylococcus epidermidis. Jika dibandingkan dengan nilai Z bakteri laiinya pada heating menstruum susu nilai Z Staphylococcus aureus lebih kecil dibandingkan dengan
bakteri psikotrof seperti Listeria monocynogenes, Yersinia enterocolitica, dan Pseudomonas fragi. Nilai ini juga lebih kecil daripada nilai Z bakteri Salmonella spp,
Campylobacter jejuni, Eschericia coli, dan Lactobacillus lactis. Terlihat juga bahwa spora bakteri Clostridium botulinum dan Bacillus cereus memiliki nilai Z yang lebih
tinggi daripada isolat lokal AS2, NU3 dan ATCC 25923 Tabel 6. Tabel 10. Perbandingan nilai Z untuk isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3,dan
ATCC 25923 dengan bakteri lain pada heating menstruum kaya protein Mikroorganisme
Heating menstruum Nilai Z
˚C isolat Staphylococcus aureus AS2
TSB 4,74-5,10
isolat Staphylococcus aureus NU3 TSB
3,37-3,7 isolat
Staphylococcus aureus
ATCC 25923 TSB
5,59-6,06 Campylobacter jejuni
a
Daging ayam 5,81
Salmonella
b
Daging ayam 5,35
Listeria monocytogenes
b
Daging ayam 5,11
Salmonella typhimurium
c
Chicken broth 5,80
Salmonella enteritidis
c
Chicken broth 5,86
Yersinia enterolitica
d
Minced beef 5,1
S. epidermidis
e
Daging ayam 7,46
Escherichia coli O-157
f
breaded pork patties 5,43
a
Blankenship et al., 1982,
b
Murphy et al., 2004,
c
Jenuja et al., 2001,
d
Bolton et al., 2000 ,
e
Bertolatti et al., 2001,
f
Osaili et al., 2007 Nilai Z untuk isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3, dan ATCC 25923 jauh
lebih rendah dibandingkan dengan nilai Z komponen kimia dan reaksi kimia Tabel 11.. Nilai Z untuk ketiga isolat Staphylococcus aureus 3,37-6,06
˚C. Artinya, menaikkan suhu pemanasan 3,37-6,06
˚C akan mampu menurunkan waktu untuk pemanasan untuk inaktivasi mikroba sebesar satu siklus logaritma. Dengan waktu pemanasan yang sama,
laju penurunan mutu kimiawi akan lebih kecil. Menurut Toledo, 1991, proses pemanasan sterilisasi atau pasteurisasi pada suhu tinggi secara umum lebih disukai,
karena akan mengurangi waktu proses dan efek letalitas yang sama tetapi dapat meminimalkan kerusakan zat gizi. Pemanasan pada suhu tinggi tidak akan cukup untuk
menginaktivasi enzim. Oleh karena itu, inaktivasi enzim biasanya dilakukan selama blansir atau prapemanasan sebelum proses sterilisasi Toledo, 1991
32
Tabel 11. Perbandingan nilai Z untuk isolat Staphylococcus aureus AS2, NU3,dan ATCC 25923 dengan komponen kimia dan reaksi kimia
Substansi Nilai Z
˚C isolat Staphylococcus aureus AS2
4,74-5,10 isolat Staphylococcus aureus NU3
3,37-3,7 isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923
5,59-6,06 Enzim
30-40 Tripsin inhibitor
60 Vitamin
20-25 Asam folat
66 Tiamin wortel
27 Tiamin pear
21,2 B12
50 Pigmen
40-70 Klorofil bayam
92 Lisin
38 Reaksi Mailard
45 Toledo, 1991
C. EVALUASI KECUKUPAN TERMAL PROSES PEMASAKAN PADA WARUNG SIAP