berlangsung. Namun hal ini tidak dijelaskan dalam teks yang di muat di Harian Umum Kompas. Kompas hanya menyatakan, meskipun RUU Pemilu tidak dapat
selesai akhir Februari, Pemilu 2009 akan tetap berlangsung. Mengenai pernyataan Mensesneg Hatta Rajasa yang memperbolehkan KPU
untuk menggunakan UU Pemilu yang lama, peneliti sebenarnya tidak sependapat dengan hal itu. Karena UU tersebut sudah tidak relefan lagi dengan keadaan
sekarang. Sehingga lebih baik diupayakan UU baru yang lebih sesuai dengan sekarang. Kalau dia benar-benar optimis dengan keberhasilan untuk
menyelesaikan RUU Pemilu tepat waktu, seharusnya dia tidak menyarankan untuk menggunakan kembali UU No 12 2003.
Di sini terlihat perbedaan pandangan masing masing wartawan dari kedua surat kabar tersebut. Seperti yang dikatakan Eriyanto, elemen detail merupakan
strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisist. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak
perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagaian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang besar, akan
menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.
77
3. Ilustrasi
Elemen ilustrasi hampir mirip dengan elemen detail. Kalau detail berhubungan dengan apakah sisi informasi tertentu diuraikan secara panjang atau
tidak, elemen ilustrasi berhubungan dengan apakah informasi tertentu disertai
77
Ibid, hlm. 238
contoh atau tidak.
78
Elemen ilustrasi yang muncul pada Harian Umum Republika sebagai berikut :
”Belum ada tanda-tanda signifikan terjadinya titik temu dalam pembahasan Rancangan Undang-
Undang RUU Pemilu.
Partai Demokrat misalnya tetap berkeras agar penyelesaian pembahasan RUU
ini tidak dilakukan melalui voting. Sedangkan Partai Golongan Karya menyatakan tak keberatan
voting bila memang tak lagi bisa dicapai titik temu.
Republika, 14 Februari 2008, cetak tebal oleh penulis
Ilustrasi pada teks diatas adalah yang dicetak tebal. Ilustrasi yang muncul pada Harian Umum Republika adalah bagaimana sikap partai politik dalam
menanggapi Pengesahan RUU Pemilu yang tidak segera tuntas. Peneliti berpendapat bahwa teks di atas menunjukkan bahwa para wakil rakyat yang ada
di DPR kurang solid dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Hal itu terbukti dengan terus berlangsungnya perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat
perumusan RUU Pemilu sehingga mengakibatkan molornya pengesahan RUU Pemilu 2009.
Sedangkan Harian Umum Kompas menghadirkan ilustrasi dalam pemberitaannya sebagai berikut :
”Pipit R Kartawidjaa dari Wacth Indonesia di Berlin lewat surat elektroniknya menyinggung
resiko gugatan atas UU pemilu. Dengan undang- undang yang dibentuk lewat tarikan kompromi,
juga
perimbangan kekuatan
di parlemen,
78
Alex Sobur, Op. Cit, hlm. 79
implikasi ketentuan teknisnya terkadang menjadi tidak sejalan dengan misi pemilu.
Misalnya saja,
keinginan menjaga
proporsionalitas dan kadar keterwakilan lebih tingi
tidak akan
terpenuhi dengan
cara perhitungan suara ala pemilu 2004. Pembagian
daerah pemilihan pada Pemilu 2004 menghadirkan ketimpangan derajat keterwakilan.
Kompas, 14 Februari 2008, cetak tebal oleh penulis
Dengan ilustrasi yang dimunculkan tersebut, peneliti melihat Harian Umum Kompas ingin menyampaikan ketidak setujuanya bila dalam perumusan
UU Pemilu 2009 dituntaskan melalui mekanisme penarikan kompromi dan adu kuat-kuatan oleh fraksi-fraksi di DPR. Karena hal tersebut sama saja dengan
sistem perhitungan Pemilu 2004 yang tidak dapat menjaga proporsinalitas dan kadar keterwakilan rakyat dalam parlemen.
Dari kedua uraian teks diatas, dapat kita cermati bahwa dalam keadaan yang chaos dalam perumusan RUU Pemilu 2009, Harian Umum Kompas secara
tegas dan formal menyampaikan sikapnya dalam menyikapi masalah pro-kontra penyelesaian pembahasan RUU Pemilu. Dengan memberikan gambaran yang
konkret ketidak setujuannya bila pemilu 2009 menggunakan kembali UU No. 122003. Sedangkan Harian Umum Republika dengan pola penulisan semacam
itu hanya menunjukkan posisi wakil rakyat di DPR yang tidak legitimate, tanpa memberikan sikap yang tegas terhadap kontroversi mekanisme pengesahan RUU
Pemilu 2009.
4. Maksud