5. Pengandaian
Pengandaian presupposition adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen wacana pengandaian merupakan
pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks.
80
Kalau elemen latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang
maka pengandaian adalah upaya mendukung pendapat dengan memberi premis yang dipercaya kebenarannya.
81
Seperti yang dikatakan oleh Eriyanto, pengandaian hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya
tidak perlu dipertanyakan. Misalnya, dalam suatu demonstrasi mahasiswa. Seorang yang setuju dengan gerakan mahasiswa akan memakai pengandaian
berupa pernyataan ”perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani rakyat”. Pernyataan ini adalah suatu premis dasar yang akan menentukan proposisi
dukungannya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya.
82
Pengandaian yang muncul pada Harian Umum Kompas antara lain : ”Ketua Divisi Advokasi Forum Masyarakat Peduli
Parlemen Indonesia Tommi A Legowo di Jakarta, kemarin
mengatakan, rencana
pemberlakuan electoral threshold dan parliamentary threshold
secara bersamaan pada pemilu mendatang dinilai memberatkan
. Langkah ini diperkirakan semakin melangengkan kekuasan partai besar dan membuat
parlemen sulit mengoreksi diri.” Kompas, 21 Februari 2008, cetak tebal oleh
penulis
80
Alex Sobur, Op. Cit, hlm. 79
81
Eriyanto a, Op. Cit, hlm. 256
82
Ibid, hlm. 256
Peneliti sepakat dengan pernyatan Tommi, dengan diberlakukannya electoral threshold ET dan parliamentary threshold PT secara bersamaan akan
mengakibatkan banyak partai sulit untuk bisa ikut pemilu mendatang. Karena partai-partai yang ada belum tentu perolehannya suaranya bisa memenuhi kriteria
besaran PT yang nantinya akan memperbolehkan mereka mengirimkan wakilnya ke parlemen. Mereka juga kemungkinan tidak bisa memenuhi kriteria besaran ET,
sehingga mereka tidak bisa menginkuti pemilu masa selanjutnya. Sehingga hanya partai-partai besar saja yang bisa selalu ikut dalam pemilu dan bisa mengirimkan
wakilnya ke parlemen. Maka peserta pemilu akan semakin sedikit dan yang dapat mengikuti hanya partai-partai tertentu saja. Sehingga setiap periode pemerintahan
baru bisa dikatakan sistem pemerintahannya tidak akan mengalami banyak perubahan. Situasi tersebut juga rawan menyebabkan persekongkolan politik
untuk tetep bisa mempertahankan kekuasaannya. Dengan memuat pernyataan tersebut Harian Umum Kompas berusaha meyakinkan publik dengan memberikan
pernyatan dari oang yang berkompeten dalam hal tersebut untuk menguatkan pemikirannya tentang RUU Pemilu yang nantinya akan diundangkan.
”Pembahasan RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pekan ini memang memasuki tahap akhir.
Minggu malam
dilakukan lobi
antarpimpinan fraksi DPR dengan pemerintah untuk membahas
sejumlah materi krusial yang belum disepakati
. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna
DPR, Selasa mendatang diambang pemungutan suara voting jika menilik perbedaan tajam antar
fraksi di DPR yang sulit dikompromikan.”
Kompas, 25 Februari 2008, cetak tebal oleh penulis
Pengambilan keputusan lewat jalan pemungutan suara bisa saja terjadi jika tidak ada kesepakatan dalam rapat lobi terakhir antara fraksi-fraksi di DPR.
Karena seperti yang tertulis dalam kutiapan diatas, bahwa pembahasan RUU Pemilu sudah memasuki tahap akhir, sehingga sudah tak cukup waktu lagi untuk
memperpanjang pembahasan RUU Pemilu. Dari teks di atas Harian Umum Kompas ingin memberikan warning, jika nantinya keputusan benar-benar akan
dilakukan lewat voting, maka ditakutkan kualitasnya akan kurang baik. Karena keputusan teresebut dilakukan seakan hanya untuk mengejar target saja dan tidak
merepresentasikan kepentingan rakyat. Dengan teks diatas Harian Umum Kompas ingin membuat pembacanya berpikir bahwa pastinya penyelesaian RUU Pemilu
akan diselesaikan lewat voting, karena waktu yang tersedia tidak cukup banyak, dan dapat dipastikan kualitas pemilu periode 2009 tidak akan jauh berbeda
dengan periode yang sebelumnya. ”Menanggapi alotnya perundingan, juru bicara
Departemen Dalam
Negeri, Saut
Situmorang mengatakan, pemerintah menunggu sikap DPR.
Jika pemerintah
tidak sependapat
dengan DPR,
ekstremnya adalah kembali pada UU No 12 2003.”
Kompas, 26 Februari 2008, cetak tebal oleh penulis
Peran pemerintah dalam mempercepat proses terbentuknya UU Pemilu yang baru juga sangat penting. Karena secara prosedural undang-undang harus
merupakan persetujuan bersama DPR dan pemerintah. Sangat disayangkan jika harus kembali menggunakan UU No 122003, karena bisa dikatakan sistem
demokrasi kita berjalan mundur. Maka Harian Umum Kompas dengan gaya pemberitaan seperti yang tertulis dalam kutiapan diatas ingin menunjukkan bahwa
jika antara pemerintah dan DPR masih belum bisa bekerja sama, maka dapat dipastikan KPU akan menggunakan UU Pemilu yang lama untuk
penyelenggaraan pemilu tahun ini. Sangat ironis sekali jika Pemilu 2009 nanti tidak ada perubahan yang berarti untuk masa depan negeri ini.
Sedangkan pengandaian yang dimunculkan di Harian Umum Republika antara lain :
”Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform Ctro, Hadar N Gumay, mendesak DPR segera
menyetujui RUU Pemilu pada Selasa 262. ”Kalau molor lagi kasihan KPU,” katanya.
Kalaupun RUU Pemilu disetujui besok, Hadar mengatakan hitungan persiapan pemilu sudah
kritis. ”Pemilu masih bisa sesuai jadwal, tapi persiapannya
akan pontang-panting.
Saya Khawatir kualitas pemilu tidak baik,” katanya.”
Republika, 25 Februari 2008, cetak tebal oleh penulis
Menurut peneliti pernyataan tersebut ada benarnya juga. Meskipun RUU sudah disahkan tapi sekarang waktu untuk penyelenggaran pemulu sudah semakin
mepet. Maka sangat mendesak untuk segera disahkan RUU Pemilu, karena meskipun sudah disahkan pun persiapan sudah sangat mepet, apalagi jika masih
molor lagi? Dengan mengutip pernyatan dari Hadar N Gumay, Harian Umum Republika ingin menguatkan pendapatnya dengan mengutip pernyatan dari tokoh
yang berkompeten dengan hal tersebut. Sehingga dapat meyakinkan publik bahwa
nantinya persiapan pemilu pasti akan pontang-panting, karena sampai teks tersebut dimuat, RUU Pemilu belum disahkan menjadi undang-undang.
Apa yang telah diuraikan diatas merupakan strategi dari Harian Umum Kompas dan Republika untuk bisa mempengaruhi pembaca. Argumen yang
diberikan oleh kedua media tersebut dapat disebut sebagai praanggapan pengandaian presupposition. Karena kenyataannya belum terjadi, tapi
didasarkan pada anggapan.
83
Misalnya, apakah hasil akhir pembahasan RUU Pemilu akan dilakukan dengan pemungutan suara? Apakah jika tidak ada
kesepakatan antara pemerintah dan DPR, pemilu mendatang akan menggunakan UU No 12 2003? Atau apakah pelaksanaan Pemilu 2009 nanti akan lebih buruk
dari pemilu sebelumnya? Tidak ada bukti yang pasti untuk bisa mendukungnya. Seperti yang di utarakan Eriyanto, meskipun berupa anggapan, pengandaian
umumnya didasarkan pada common sense, praanggapan yang masuk akal atau logis sehingga meskipun kenyataannya tidak ada belum terjadi tidak
dipertanyakan kebenarannya.
84
6. Penalaran