Pembahasan Perkembangan Efisiensi keuangan daerah Kabupaten Sleman tahun 2000-2004

6.2.3 Pembahasan Perkembangan Efisiensi keuangan daerah Kabupaten Sleman tahun 2000-2004

Dari tabel 6.12 diatas dapat dilihat bahwa rasio efisiensi pemungutan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sleman tahun anggaran 2000-2004 mengalami peningkatan. Rasio efisiensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman bekisar dari 10,75 sampai dengan 4,60. Hal itu menunjukkan kinerja pemerintah daerah dalam memungut Pendapatan Asli Daerah telah efisien. Pada tahun 2000 rasio efisiensi sebesar 10,75, pada tahun ini biaya pemungutan yang dikeluarkan pemerintah daerah adalah sebesar Rp.1.923.303.809,- sedangkan realisasi yang diterima adalah sebesar Rp.17.889.883.435,- . Biaya pemungutan terbesar yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Pada tahun 2001 rasio efisiensi sebesar 6,75, biaya pemungutan yang dikeluarkan pemerintah daerah adalah sebesar Rp.1.995.563.797,- sedangkan realisasi yang diterima sebesar Rp.29.571.153.214,- menunjukkan pengeluaran yang efisien. Pada tahun 2002 rasio efisiensi sebesar 6,19, biaya pungut yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.2.472.426.860,- sedangkan realisasi yang diterima adalah sebesar Rp.38.908.192.768,- menunjukkan pengeluaran yang efisien.. Pada tahun 2003 dan tahun 2004 rasio efisiensi masing-masing sebesar 5,21 dan 4,60 menunjukkan pengeluaran yang efisien Dari tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun 2004, biaya pemungutan yang paling besar adalah biaya yang dikeluarkan untuk pungutan PBB. Pajak Bumi dan Bangunan PBB bukan merupakan pajak langsung yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, Pajak Bumi dan Bangunan PBB merupakan pajak bagi hasil dari pemerintah propinsi. Tetapi karena pemerintah daerah juga mendapat hasil dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, maka pemerintah daerah juga turut mengeluarkan biaya pemungutannya. Selama lima tahun anggaran tahun 2000-2004 biaya pemungutan Pendapatan Asli daerah yang harus dikeluarkan memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut tidak mempengaruhi tingkat efisiensi karena realisasi Pendapatan Asli Daerah juga meningkat setiap tahunnya. Jika dilihat dari tabel 6.10 dan grafik perkembangan grafik 6.10b terlihat bahwa perkembangan rasio efisiensi pendapatan daerah Kabupaten Sleman setiap tahunnya semakin efisien. Rasio efsiensi Pendapatan daerah semakin kurang dari 100 atau rata-rata setiap tahunnya sebesar 6,7 dengan penurunan persentase pemungutan Pendapatan Asli Daerah sebesar -1,384 untuk setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang baik dan efisien dalam melakukan pemungutan Pendapatan Asli Daerahnya, dan berarti bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah mencapai sasaran pelaksanaan otonomi daerah dimana sasaran otonomi daerah adalah mengupayakan keuangan daerah yang efektif dan efisien. Selain itu juga Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman berarti telah berhasil menyusun keuangan daerahnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dengan pendekatan kinerja sesuai dengan pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 105. meski telah efisien namun perlu diperhatikan bahwa secara nominal biaya meningkat rata-rata 1 Milyar pertahun. 6.2.4. Prediksi Perkembangan Kemandirian, Rasio Efektivitas dan Efisiensi tahun 2005-2010 di Kabupaten Sleman Dari perhitungan tabel 6.7, tabel 6.10 dan tabel 6.13, menunjukkan bahwa Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi di Kabupaten Sleman untuk tahun-tahun yang akan datang terus mengalami peningkatan, sehingga Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi mendapatkan perhatian yang cukup serius untuk mengoptimalkan penerimaan serta pelaksanaan Otonomi daerahnya. Metode analisis Trend Least Square ini dapat dijadikan metode alternatif yang dapat dipakai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman untuk menentukan Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi. Sehingga dengan menggunakan metode analisis trend ini, dengan cukup menghitung Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi dari target penerimaan Daerah berdasar dari penerimaan tahun-tahun sebelumnya serta dapat meminimalisasi biaya penelitian. Kelemahan dari perhitungan menggunakan trend ini, adalah hasilnya cenderung selalu naik dari tahun ke tahun sedangkan belum tentu perkembangan penerimaan yang diperoleh dari tahun ke tahun selalu meningkat. Meski demikian, analisis ini tetap ada kelemahannya yaitu, pada perubahan tiap tahunnya yang selalu menunjukkan peningkatan. Hal itu sering pula tidak sesuai dengan realisasi penerimaan pada tahun-tahun berikutnya karena, penerimaan di dalam suatu daerah belum tentu selalu mengalami kenaikan. Sehingga kadang perhitungan untuk perkiraan target penerimaan pada tahun-tahun berikutnya mengalami ketidaksesuaian terhadap kenyataan yang ada.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang sudah diuraikan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kemandirian daerah Kabupaten Sleman yang diukur melalui Pendapatan Asli Daerah hanya mencapai rata-rata 11,99 untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun anggaran sebesar 0,28. Rata-rata Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah masih di bawah 25 yaitu hanya sebesar 11,99 per tahun sehingga pola hubungan tingkat kemandirian daerah adalah instruktif yang berarti kemandirian Kabupaten Sleman sangat rendah dan belum mampu untuk melaksanakan otonomi keuangan daerah. Tetapi jika dilihat perkembangan kemandirian Kabupaten Sleman untuk setiap tahun anggarannya mengalami peningkatan, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah telah berusaha mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan berusaha untuk dapat berotonomi sesuai dengan sasaran yang hendak dituju dalam otonomi daerah.