20
4.2. Pengamatan Entomopatogen di Lahan Sebelum Aplikasi
4.2.1. Keadaan Umum Lokasi Lahan Lahan ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan bekas
tanaman padi. Tiga blok petak yang digunakan pada penelitian memiliki ketinggian yang berbeda. Petak blok I merupakan terletak di pinggir ruas jalan
raya dan lebih tinggi daripada petak blok II, dan petak blok II lebih tinggi daripada petak blok III. Saat tanaman berumur 1 minggu, sekitar 4 meter dari
petak III terdapat lahan ubi jalar yang baru dipanen. Sedangkan sekitar 7 meter di depan petak I di seberang jalan raya terdapat lahan ubi jalar yang masih berumur
sekitar 2 bulan. Ubi jalar ditanam saat curah hujan masih rendah Lampiran 3, sehingga tanah pada lahan tampak masih kering.
Petani di daerah percobaan sering menggunakan insektisida untuk mengendalikan hama padi di lahan. Insektisida yang sering digunakan oleh petani
adalah Decis 2,5 EC, sedangkan Furadan 3 G terkadang digunakan untuk mengendalikan serangga yang terdapat di dalam tanah.
4.2.2. Pengamatan Contoh Tanah Sebelum Aplikasi Pengamatan entomopatogen sebelum aplikasi B. bassiana dan
Heterorhabditis sp. dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada lima titik
secara acak pada setiap petak percobaan. Pada seluruh sampel tanah tidak ditemukan adanya entomopatogen khususnya cendawan dan nematoda pada
serangga uji ulat Hongkong T. mollitor. Hasil ini mengindikasikan bahwa, jika terjadi serangan B. bassiana dan Heterorhabditis sp. terhadap hama boleng, maka
organisme entomopatogen tersebut berasal dari perlakuan yang diberikan, bukan dari alam.
4.3. Pengamatan Hama Boleng di Lahan 4.3.1. Pengamatan Populasi Hama Boleng dengan Pitfall Trap
Saat awal dilakukan pemasangan pitfall trap pada 14 MST, umumnya tanaman dalam keadaan subur dengan tajuk-tajuk menutupi permukaan tanah,
sehingga untuk memasang pitfall trap mengalami kesulitan karena harus menyingkap batang maupun daun yang menutupi permukaan tanah.
21 Pada 14, 16 dan 18 MST, di pitfall trap tidak ditemukan adanya hama
boleng. Diduga pergerakan hama boleng lebih banayak dilakukan di tanaman yang rimbun, daripada lewat tanah.
4.3.2. Pengamatan Serangan Hama Boleng pada Umbi Umur 16 dan 18 MST Pada beberapa petak perlakuan ditemukan adanya kerusakan umbi.
Kerusakan tertinggi terjadi pada umbi umur 16 MST yaitu hampir 25 Gambar 2, sedangkan pada umbi umur 18 MST kerusakan tertinggi mencapai 40
Gambar 3. Hal ini mengindikasikan adanya hama boleng di lahan walaupun hasil tangkapan pitfall trap tidak menunjukkan keberadaan hama boleng.
Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng pada 16 MST
5 10
15 20
25 30
B0 S0 B0 S1 B0 S2 B0 S3 B1S0 B1S1 B1S2
B1S3 B2 S0 B2 S1 B2 S2 B2 S3 B3 S0 B3 S1 B3 S2 B3 S3
Petak Perlakuan K
er us
aka n
um bi
Gambar 2 Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng pada umur 16 MST.
B0: 0 konidia ml
-1
; B1: 10
6
konidia ml
-1
; B2: 10
7
konidia ml
-1
; B3: 10
8
konidia ml
-1
dan S0: 0 j.i ha
-1
; S1: 1 x 10
9
j.i ha
-1
; S2: 2 x 10
9
j.i ha
-1
; S3: 3 x 10
9
j.i ha
-1
Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng pada 18 MST
10 20
30 40
50
B0 S0 B0 S1 B0 S2 B0 S3 B1S0 B1S1 B1S2
B1S3 B2 S0 B2 S1 B2 S2 B2 S3 B3 S0 B3 S1 B3 S2 B3 S3
Petak Perlakuan K
e rus
aka n u
m bi
Gambar 3 Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng pada umur 18 MST.
B0: 0 konidia ml
-1
; B1: 10
6
konidia ml
-1
; B2: 10
7
konidia ml
-1
; B3: 10
8
konidia ml
-1
dan S0: 0 j.i ha
-1
; S1: 1 x 10
9
j.i ha
-1
; S2: 2 x 10
9
j.i ha
-1
; S3: 3 x 10
9
j.i ha
-1
22
4.4. Pengaruh Aplikasi B. bassiana dan Heterorhabditis sp. terhadap