Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis TINJAUAN PUSTAKA

8 dipengaruhi oleh berbagai faktor tanah seperti tipe tanah, kadar air tanah dan mikroflora tanah Inglish et al. 2001. Shimazu et al. 2002 menyatakan bahwa kerapatan konidia B. bassiana dalam tanah akan menurun setelah 12 bulan dan aplikasi B. bassiana tidak mempengaruhi kerapatan mikroorganisme lain. 2.2.4. Proses Infeksi Konidia yang telah berkecambah membentuk tabung kecambah dengan mengambil makanan dari integumen serangga, setelah itu menembus integumen dan masuk ke dalam hemosel. Cendawan membentuk tubuh hifa yang kemudian ikut beredar dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lain seperti jaringan lemak, sistem syaraf, trakea dan saluran pencernaan. Pada saluran pencernaan konidia berkembang dalam waktu 72 jam, setelah itu hifa melakukan penetrasi pada dinding usus sekitar 60-72 jam. Kerusakan saluran pencernaan terjadi dengan hancurnya pencernaan, kemudian masuk ke hemosel dan mengubah pH hemolimfa, setelah itu serangga akan kehabisan nutrisi dan akhirnya mati Tanada Kaya 1993; Santoso 1993. Inglish et al. 2001, menambahkan bahwa selain akibat kehabisan nutrisi, kematian serangga juga dapat disebabkan adanya tekanan fisik akibat masuknya hifa pada jaringan serangga, peracunan oleh mikotoksin B. bassiana serta aksi kombinasi ketiganya. B. bassiana dapat memproduksi mikotoksin dalam tubuh serangga. Toksin ini dapat menyebabkan pembengkakan atau kekakuan pada tubuh serangga Tanada Kaya 1993. Mikotoksin yang dihasilkan dapat berupa beauvericin yang merupakan toksin penghambat perkembangan serangga, bassianolide dan oosporein Tanada Kaya 1993; Inglis et al. 2001. Selain itu, toksin tersebut dapat menghambat pembusukan yang disebabkan bakteri pada tubuh serangga sehingga cendawan dapat melakukan mumifikasi dengan baik pada tubuh serangga Hafez et al. 1994; Tanada Kaya 1993.

2.3. Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis

sp. 2.3.1. Morfologi Nematoda umumnya memiliki bentuk tubuh seperti cacing, tubuhnya transparan translucent, memanjang dan silindris. Tubuh ditutupi oleh kutikula non seluler yang elastis serta berfungsi untuk melindungi tubuh dari tekanan luar. Nematoda memiliki sistem pengeluaran, sistem syaraf, sistem pencernaan, sistem 9 reproduksi dan sistem pergerakan. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, stoma, esofagus yang terbagi menjadi corpus procorpus dan metacorpus, isthmus dengan cincin syaraf serta basal bulb, selanjutnya diikuti oleh usus dan rektum. Tanada Kaya 1993; Dropkin 1996. Nematoda famili Heterorhabditidae memiliki lubang ekskresi pada bagian posterior cincin syaraf, berbeda dibandingkan famili Steinernematidae yang memiliki lubang ekskresi pada bagian anterior cincin syaraf Kaya Stock 1997. Nematoda biasanya memiliki sistem reproduksi yang terpisah, yaitu terdapat jantan dan betina. Namun pada beberapa nematoda memiliki dua sistem reproduksi sekaligus dalam satu individu. Jantan memiliki sistem reproduksi yang berkembang masuk ke rektum dan membentuk kloaka. Jantan dewasa dicirikan dengan kehadiran satu atau dua testis dan terdapat spikula yang bergabung dengan kloaka serta terdapat bursa kopulatrik, khususnya pada jantan famili Heterorhabditidae. Selain itu, sistem reproduksi nematoda betina tersusun atas satu atau dua ovari dengan vulva yang terletak pada bagian ventral Tanada Kaya 1993. Juvenil infektif merupakan nematoda entomopatogen fase ke-tiga yang masih terbungkus kutikula fase ke-dua yang dinamakan dauer juvenile. Kutikula ini berfungsi sebagai pelindung dari gangguan mikroorganisme dan invertebrata lain. 2.3.2. Biologi dan Ekologi Nematoda entomopatogen Heterorhabditis sp. ditemukan pertama kali oleh Poinar pada tahun 1976 di Australia pada pupa Heliothis punctigera Wallengren Nguyen Smart 1990. Nematoda ini digolongkan dalam kelas Secernentea ordo Rhabditida famili Heterorhabditidae Tanada Kaya 1993; Adams Nguyen 2002. Heterorhabditis sp. merupakan salah satu agen pengendali hayati yang efektif. Nematoda ini memiliki virulensi tinggi, kisaran inang yang luas pada serangga, tidak berbahaya bagi manusia, hewan, tumbuhan maupun organisme lain bukan target dan mampu menyerang serangga di lapangan yang hidup pada habitat kriptik Grewal et al. 2001; Hazir et al. 2004. Selain itu berdasarkan penelitian Jansson et al. 1990, efikasi Heterorhabditis sp di lapangan mampu 10 menurunkan populasi hama boleng mulai 68 hingga 83 dan menekan kerusakan pada ubi jalar 45 hingga 81. Tanada dan Kaya 1993, menjelaskan bahwa Heterorhabditis sp dalam hidupnya berasosiasi secara mutualisme dengan bakteri simbion Photorhabdus sp. Bakteri ini memiliki dua bentuk koloni. Koloni pertama disebut dengan fase 1 yang disolasi dari nematoda infektif dan menghasilkan antibiotik. Koloni kedua disebut dengan fase 2 yang diisolasi dari bangkai serangga tua atau secara in vitro dari media kultur nematoda. Siklus hidup Heterorhabditis sp., dimulai dari juvenil infektif yang hidup bebas, kemudian melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga inang hingga serangga inang mati. Di dalam tubuh serangga inang yang mati, nematoda generasi pertama tetap berkembang di dalam tubuh inang dan menjadi dewasa yang hermafrodit. Nematoda ini dapat menghasilkan telur sendiri yang kemudian menetas di dalam tubuhnya menjadi generasi ke-dua yang amfimiktik. Juvenil 1 terdiri dari betina dan jantan ketika dewasa ukuran jauh lebih kecil dari betina, kemudian menjadi juvenil 2. Setelah menjadi dauer juvenil, nematoda keluar dari tubuh induknya matricidal endotoky dan akhirnya keluar dari bangkai inang untuk mencari serangga inang baru dan melakukan penetrasi Tanada Kaya 1993; Burnell Stock 2000. Di laboratorium, Heterorhabditis sp. dapat keluar dari tubuh inang pada 8- 14 hari setelah infeksi. Selain itu, dalam kondisi laboratorium dauer juvenil bisa hidup dalam periode yang sangat lama hingga mencapai lima tahun, yaitu dengan membiakkannya secara in vitro pada media kultur Tanada Kaya 1993; Hazir et al. 2004. 2.3.3. Proses Infeksi Juvenil infektif Heterorhabditis sp melakukan penetrasi secara langsung pada bagian tubuh inang ataupun penetrasi melewati mulut, spirakel ataupun trakea Hazir et al. 2004; Burnell Stock 2000, kemudian juvenil infektif menuju mesenteron dan masuk ke hemosel untuk melepaskan bakteri simbion melalui anusnya. Setelah itu, bakteri simbion memperbanyak diri secara cepat di dalam tubuh inang dan menyebabkan kematian dalam waktu 48 jam Tanada Kaya 1993; Burnell Stock 2000. 11

2.4. Ubi Jalar

Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

4 89 58

Tanggap Beberapa Varietas Ubi Jalar Dan Frekuensi Pembumbunan Terhadap Serangan Hama Boleng Cylas formicarius Fabr. (Coleoptera : Curculionidae)

8 113 120

Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Dan Daun Lantana camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) Di Gudang

1 40 72

Keefektifan beberapa isolat cendawan entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) vullemin terhadap hama boleng Cylas formicarius (Fabr)(Coleoptera : Curculionidae) di laboratorium

0 7 31

Keefektifan Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap Cylas formicarius (F.) (Coleoptera: Brentidae) dan Pengaruhnya pada Keperidian

0 5 55

Keefektifan Cendawan Metarhizium brunneum Petch terhadap Hama Ubi Jalar Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera: Brentidae)

0 5 53

Keefektifan Cendawan Metarhizium brunneum Petch terhadap Hama Ubi Jalar Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera: Brentidae).

0 3 30

Keefektifan cendawan metarhizium brunneum petch terhadap hama ubi jalar cylas formicarius fabricius (Coleoptera: Brentidae)

0 3 53

Pengaruh Umur Cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin terhadap Infektivitasnya pada Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera: Brentidae)

0 4 43

Pengendalian hama penggerek ubi jalar Cylas formicarius (Fabricus) (Coleoptera: Curculionidae) menggunakan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin

0 0 9