RTPK, jumlah perahu dan kapal, alat tangkap perikanan tangkap, produksi hasil tangkapan, tempat pendaratan ikan dan pelabuhan perikanan. Diperkirakan
sebanyak 70 dari total penduduk yang digolongkan sebagai nelayan, mereka telah berupaya agar tetap dapat hidup dengan kekuatan yang memang mereka
miliki, yaitu tenaga dan semangat hidup. Kedua faktor ini tenaga dan semangat adalah modal dasar yang menjadi jaminan utama untuk memenuhi kehidupannya.
Nelayan tradisional walaupun berperan secara signifikan dalam ikut meningkatkan produksi perikanan nasional, ternyata belum ikut di hitung mampu
secara positif meningkatkan kesejahteraan sosial. Indikator belum ikut di hitungnya nelayan tradisonal dalam produksi perikanan nasional, salah satunya
adalah hingga saat ini belum ada sistem baku yang berpihak pada mereka, seperti lembaga penjamin resiko kehidupan akibat keterbatasan daya dukung sumberdaya
manusia dan finansial yang diberikan pemerintah melalui kompensasi perlindungan pendidikan dan ekonomi DKP, 2004.
Nelayan dapat disebut sebagai komunitas tanpa pembela. Hal ini ditandai oleh tidak banyak mendapat perhatian serius dari kalangan masyarakat lain. faktor
penting yang menyebabkan tidak mendapat perhatian publik adalah karena kebijakan pembangunan selama ini tidak menempatkan sektor kelautan sebagai
salah satu penentu masa depan bangsa. Bailey, et al 1987 dalam Nikijuluw 2005 melakukan telaah komprehensif tentang perikanan Indonesia, tiba pada
kesimpulan bahwa memang nelayan Indonesia secara umum tergolong miskin.
2.4 Kelembagaan Sosial Perikanan Tangkap
Dari hari kehari manusia melaksanakan banyak tindakan interaksi antara individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Di antara semua tindakannya yang
berpola tadi perlu diadakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakannya menurut pola-pola yang tidak resmi dengan tindakan-tindakan
yang dilaksanakannya menurut pola-pola yang resmi. Sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut
pola-pola resmi, dalam ilmu sosiologi dan antropologi disebut pranata, atau dalam bahasa Inggris disebut institution Koentjaraningrat, 2002. Dalam bahasa sehari-
hari istilah institution sering dikacaukan dengan istilah institute. Padahal dalam
bahasa Indonesia kata institute artinya “lembaga”, sedangkan pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat,
sedangkan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu.
Kelembagaan sosial atau social institution adalah suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai
yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting Polak,
1966 dalam Tonny, 2003. Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut seperangkat norma atau
tingkah laku. Berkaitan dengan hal itu, maka fungsi kelembagaan sosial adalah seperti diuraikan Doom dan Lammers 1959 dalam Tonny 2003, yakni:
a. Memberi pedoman berprilaku pada individumasyarakat: bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah
dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan. b. Menjaga keutuhan: dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka
kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara. c. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial
social control: artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.
d. Memenuhi kebutuhan pokok manusiamasyarakat. Kunci dalam memahami kelembagaan sosial terletak pada tekanan akan
kebutuhan pokok manusia. Ciri-ciri yang membedakannya dari konsepsi-konsepsi lain seperti grup, asosiasi, dan organisasi dijelasakan oleh Soekanto 1990 dalam
Tonny 2003 adalah sebagai berikut: a. Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud
melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. b. Memiliki kekekalan tertentu: pekelembagaan suatu norma memerlukan waktu
yang lama karena itu cenderung dipertahankan. c. Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu;
d. Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan. e. Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu.
f. Mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis. Pakpahan 1990 dalam Panjaitan 1997 menyatakan konsep organisasi
mengandung beberapa unsur antara lain partisipan, teknologi, tujuan, strukturkelembagaan dimana interdependensi antara satu dengan lain
menghasilkan output. Dari sudut pandang ekonomi institusi pengertian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh
mekanisme pasar, tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Kelembagaan K adalah satu set atau satu perangkat peraturan perundang-
undangan yang mengatur tata kelembagaan Institutional Arrangement: IA dan mekanisme atau kerangka kerja kelembagaan Institutional Framework: IF dalam
rangka fungsionalisasi kapasitas potensial Potential Capacity: PC, daya dukung Carrying Capacity: CC, dan daya tamping Absorptive Capacity: AC. AC juga
disebut sebagai daya lentur kelembagaan, yaitu kelenturan suatu lembaga dalam menghadapi dan mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi di dalam
pembangunan kelautan Purwaka, 2007. Berbagai pola kelembagaan kelautan dan perikanan, khusunya bidang
perikanan, tanpa disadari ternya telah dikembangkan pola-pola kelembagaan tersebut antara lain adalah pengelolaan perikanan terpadu, pengelolaan berbasis
masyarakat, dan pengelolaan perikanan berbasis kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat Purwaka, 2007
Hasil riset yang mengemukakan peran kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dikaji dari laporan hasil PRPPSE yang dikemukakan oleh
Koeshendrajana et al. 2003 dalam DKP 2004, peran kelembagaan penting dalam hal ini ditekankan terhadap suatu sistem pengelolaan yang dilakukan secara
bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun oleh stakeholders lain dalam kegiatan usaha masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan yang
bersangkutan. Prasyarat untuk pelaksanaan bentuk pengelolaan tersebut adalah: - Pengakuan formal oleh para pelaku bahwa kegiatan tersebut adalah sejalan
dengan aturan formal yang ada dan dikehendaki oleh stakeholders atau masyarakat.
- Pengakuan adanya kelompok-kelompok pengguna stakeholders yang ada sehingga kegiatan pengelolaan sumberdaya yang dilaksanakan tersebut
mendapat dukungan dari pemerintah. - Disepakati bersama-sama oleh masyarakat pengguna sumberdaya maupun
kelompok kunci atau kelompok penting lainnya. Banyak cara-cara penting dalam pengelolaan yang dapat dijalankan, tetapi
tidak ada pola pemecahan yang hanya didasarkan pada satu cara saja yang dapat menjamin keberhasilan pengelolaan. Selain kedua kunci pegelola perikanan tadi
pemerintah dan masyarakat lokal, mungkin pula berbagai LSM, proyek-proyek pengembangan dan badan-badan lain yang berperan dalam pengelolaan.
Kombinasi kemitraan yang ideal ditiap lokasi akan tergantung pada kemampuan berbagai pelaku perikanan lokal dan sifat alami sumberdaya alam yang dikelola.
Pelaku perikanan stakeholders disini dinyatakan sebagai masyarakat, kelompok masyarakat atau organisasi yang dapat dipengaruhi secara positif atau negatif
oleh suatu intervensi pengelolaan yang diusulkan, atau mereka yang dapat mempengaruhi dampak intervensi tersebut secara positif atau negatif
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004. Dalam menghadapi era globalisai maka peran kelembagaan harus
diperkuat untuk memasuki pasar bebas free trade area yang akan membuat dunia sebagai borderless states atau semakin terkikisnya hambatan-hambatan
perdagangan. Arus barang dan tenaga kerja akan semakin pesat dan persaingan akan menuntut para pelakunya untuk memiliki kompetensi atau daya saing yang
tinggi untuk dapat bertahan dalam arus globalisasi tersebut. Kecenderungan ini sudah terlihat dari adanya kesepakatan perdagangan internasional seperti APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation, AFTA ASEAN Free Trade Area, dan NAFTA North American Free Trade Agreement. Arus globalisasi ini akhirnya
menimbulkan beberapa akibat yang disebutkan oleh Ray 2003 dalam DKP 2004, yaitu:
1. Persaingan yang semakin ketat. Persaingan global tersebut menuntut
perubahan-perubahan yang cukup signifikan baik dalam teknologi, proses produksi maupun disain produksi serta memperbaiki efektivitas keputusan
mengenai ketentuan harga;
2. Adanya ketergantungan dan keterkaitan global. Pergerakan yang relatif bebas dari barang dan jasa serta faktor-faktor produksi menyebabkan hampir semua
kehidupan dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi nasional; 3. Proteksionisme dan blok-blok yang makin tumbuh;
4. Kemajuan pesat teknologi; 5. Keprihatinan yang mendalam atas lingkungan.
Sengaja masalah penguatan fungsi kelembagaan dijadikan “kotak kunci” key box bagi tawaran alternatif untuk merekonstruksi perekonomian Indonesia
yang hampir terkoyak di semua sektor, termasuk sektor kelautan dan perikanan. Dengan pijakan teoritis di atas diharapkan di peroleh dasar yang memadai untuk
menyulam kembali perekonomian Indonesia dengan benang yang tepat. Setidaknya pendekatan kelembagaan relevan digunakan untuk melakukan
“kontrak baru” terhadap perekonomian Indonesia di lihat dari dua sudut Perdana dan Galuh, 2003 dalam DKP 2004. Pertama, teori kelembagaan tidak
berpretensi bahwa masalah perekonomian diakibatkan oleh aspek ekonomi semata, tetapi bertali pilin dengan aspek lainnya seperti sosial, budaya, dan
hukum. Berdasarkan keyakianan tersebut, setiap penyelesaian persoalan lewat pendekatan kelembagaan selalu mengandaikan adanya pertimbangan dan
multidimensi. Kedua, teori kelembagaan sangat relevan untuk menjelaskan proses kegagalan kinerja bisnis sebuah negara yang memiliki sistem sosial, ekonomi, dan
politik belum mapan. Sektor kelautan dan perikanan saat ini umumnya belum mempunyai
kelembagaan yang bernuansa bisnis perikanan dalam suatu sistem bisnis yang terintegrasi antara aspek input, penangkapanbudidaya, penanganan hasil
perikanan, serta pemasaran. Hasil kajian Simatupang 1996 dalam DKP 2004, menjelaskan bahwa pada sektor perikanan menunjukan pola yang ada di Jawa
maupun diluar Jawa umumnya digolongkan sebagai tipe dispersal, yang dicirikan oleh tidak adanya hubungan organisasi fungsional antara setiap tingkat usaha.
Jaringan bisnis perikanan praktis hanya di ikat dan di koordinir oleh mekanisme pasar harga. Hubungan antara sesama pelaku cenderung berkembang menjadi
bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus pada kematian bersama.
Masalah yang timbul akibat tidak adanya ikatan kelembagaan antar pelaku dalam bisnis perikanan menurut Klein et al. 1998 dalam DKP 2004, yakni:
a. Terjadi transmisi harga yang tidak simetris. b. Informasi pasar, termasuk preferensi konsumen ditahan dan bahkan dijadikan
alat untuk memperkuat oligopolistik dan monopolistik oleh bisnis perikanan disektor hilir.
c. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki atau yang dapat diperoleh bisnis perikanan hilir tidak ditransmisikan ke nelayan.
d. Modal investasi yang relatif lebih banyak dimiliki oleh bisnis perikanan hilir pedagangan, eksportir tidak ditrasmisikan dengan baik dan bahkan
cenderung digunakan untuk mengeksploitasi nelayan.
2.5 Komunikasi