Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Metode Penelitian Sejarah Munculnya Pariwisata

dimiliki Pajak Buah Berastagi. Pajak Buah Berastagi menjual berbagai jenis buah, bunga, dan sayuran dengan cukup rapi dan teratur. Para penjual selalu mengutamakan kesegaran buah yang mereka dagangkan. Selain itu, di sekeliling Pajak Buah Berastagi banyak ditemukan para pedangan bunga hias, jagung bakar dan rebus, dan terminal sado. Pasar atau Pajak Buah Berastagi ini sudah berfungsi menjadi pasar sejak zaman kolonial Belanda. Dimana pada saat itu, seluruh hasil panen masyarakat Tanah Karo dijual di pasar tersebut. Selain itu, kuda juga merupakan ikon di daerah ini. Tidak hanya sebagai alat transportasi, susu kuda di Berastagi sangat dicari oleh wisatawan domestik pada saat itu. Berbagai jenis hasil pertanian dari Berastagi dijual baik di dalam maupun di luar negeri. Ada juga buah yang diolah menjadi makanan dan minuman, seperti sirup markisa, sirup terung belanda, selai stroberi, selai nenas, dan lain sebagainya. Pajak Buah Berastagi dengan keberadaan pasarnya yang cukup potensial sebagai daya tarik wisata, melatarbelakangi penulis untuk mengangkat pasar tradisional ini sebagai objek penelitian dengan judul : “Pajak Buah Berastagi Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Karo”

1.2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka penulis memberikan batasan–batasan masalah yang akan diangkat dalam kertas karya ini agar penulisan kertas karya ini lebih terarah, yaitu : 1. Bagaimana eksistensi Pajak Buah Berastagi sebagai objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Karo? 2. Bagaimana potensi Pajak Buah Berastagi sebagai penunjang pariwisata di Kabupaten Karo? Dengan memberikan batasan masalah tersebut, diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami dari hal yang dijabarkan agar tercapai maksud dan tujuan penulisan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan pendidikan Diploma - III Program Studi Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai bahan perbandingan antara pengetahuan teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan praktek di lapangan. 3. Untuk mengetahui bagaimana Pajak Buah Berastagi menjadi penunjang pariwisata di Kabupaten Karo 4. Sebagai masukan dalam pemikiran pengembangan potensi objek wisata untuk masa yang akan datang.

1.4 Metode Penelitian

Kertas karya ini penulis lakukan dengan metode sebagai berikut : 1. Library Researh, yaitu pengumpulan data dan informasi dari beberapa buku pedoman yang berkaitan dengan kepariwisataan dan brosur-brosur yang sesuai dengan judul kertas karya ini. 2. Field Research, yaitu pengumpulan data langsung ke lokasi penelitian yang terdiri dari : Pengamatan observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian dan wawancara langsung kepada pihak-pihak narasumber yang dapat membantu dalam melengkapi kertas karya ini.

1.5 Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan kertas karya ini penulis membaginya atas lima bab dan masing-masing bab dibagi lagi menjadi beberapa sub bab yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I ini terdiri atas Alasan Pemilihan Judul, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN

Bab II menguraikan tentang Sejarah Munculnya Pariwisata, Pengertian Pariwisata, Pengertian Wisatawan, Objek dan Daya Tarik Wisata, Produk Industri Pariwisata.

BAB III: GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO

Pada bab ini akan dibahas mengenai Letak Geografis Kabupaten Karo, Kependudukan, Sistem Mata Pencaharian, Agama, Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo.

BAB IV: PAJAK BUAH BERASTAGI SEBAGAI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA KABUPATEN KARO

Pada bab IV ini akan dideskripsikan dan dijelaskan tentang Informasi Umum Pajak Buah Berastagi, Keunggulan Pajak Buah Berastagi, Kelemahan Pajak Buah Berastagi, Berbagai Jenis Hasil Pertanian Berastagi, Pajak Buah Berastagi Sebagai Daerah Objek Wisata

BAB V: PENUTUP

Bab ini akan memuat kesimpulan dan saran. BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1 Sejarah Munculnya Pariwisata

Pariwisata dewasa ini adalah sebuah mega bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri pleasure dan untuk menghabiskan waktu luang leisure. Hal ini menjadi bagian penting dalam kehidupan dan gaya hidup di negara –negara maju. Namun demikian memosisikan pariwisata sebagai bagian esensial dalam kehidupan sehari – hari merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini mulai terlihat sejak berakhirnya Perang Dunia II di saat mana pariwisata meledak dalam skala besar sebagai salah satu kekuatan sosial dan ekonomi MacDonald, dalam Yoeti: 1996 Sesungguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, yang ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah atau perjalanan agama lainnya. Namun demikian tonggak – tonggak sejarah dalam pariwisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo 1245-1324 yang menjelajahi Eropa, sampai ke Tiongkok, untuk kemudian kembali ke Venesia, yang kemudian disusul perjalanan pangeran Henry 1394-1460, Christoper Colombus 141-1506, dan Vasco DA Gama akhir abad XV. Sedangkan sebagai kegiatan ekonomi, pariwisata baru berkembang pada awal abad ke-19; dan sebagai industri internasional, pariwisata dimulai tahun 1869 Crick; Graburn dan Jafari; Pitana dan Gayatri, dalam Yoeti: 1996 Pada zaman prasejarah, manusia hidup berpindah–pindah nomadism sehingga perjalanan yang jauh tavelling merupakan gaya dan cara untuk bertahan hidup. Orang primitif sering melintasi tempat yang jauh untuk mencari makanan, minuman, pakaian, dan iklim yang mendukung kehidupannya Leiper; Theobald; MacDonald; dan Wang, dalam Yoeti: 1996. Sejarah panjang dari nomaden mempengaruhi pikiran manusia sehingga secara tidak sadar membuat aktivitas perjalanan travel secara insting menjadi perilaku yang alamiah. Seiring perjalanan waktu, orang dengan sengaja memperperlakukannya karena aktivitas tersebut menyenangkan. Pada abad ke-11 sampai abad ke-15 dalam sejarah peradaban barat, terjadi model baru perjalanan manusia untuk melakukan ziarah ke tempat khusus untuk alasan religius. Selanjutnya, abad ke-17 sampai abad ke-20 merupakan era perpindahan dan perjalanan manusia melintasi negara internasional dan benua interkontinental. Ini adalah periode migrasi dimana jutaan manusia meninggalkan satu benua untuk bermukim di benua lain orang Inggris bermukim dan menjadi penduduk Australia dan Amerika, orang China menjadi penduduk Amerika, dan sebagainya. Pendatang tersebut membangun tempat tinggal baru dan memulai beradaptasi dengan tempat baru seolah–olah sebagai ‘tempat aslinya’. Beberapa orang yang telah mencapai tingkat kesejahteraan dan mempunyai waktu luang mulai melakukan perjalanan bukan untuk mencari tempat bermukim baru, tetapi untuk kesenangan dan mengisi waktu luang, atau untuk alasan budaya. Fenomena terkhir inilah yang menjadi potret awal lahirnya pariwisata, yang mulai meledak diakhir abad ke-20. Seiring perjalanan sejarah, menurut Theobald, MacDonald dan Wang dalam Yoeti: 1996, motivasi orang berpergian juga bertambah, tidak hanya untuk berwisata tetapi juga untuk berdagang ekonomi, perjalanan religius, perang, migrasi, dan keperluan studi. Istilah tour telah menjadi perbendaharaan kata dalam Bahasa Inggris sejak berabad–abad lalu, yang artinya adalah perjalanan ke suatu tempat yang mana orang tersebut akan kembali ke titik awal dari mana dia berangkat. Kata tour berasal dari Bahasa Latin Yunani yang awalnya berarti ‘alat untuk membuat lingkaran’. Journal of Tourism History mengklaim bahwa sebuah keluarga di Eropa, de la Tour, di tahun 1500-an mempunyai bisnis memberangkatkan orang. Nama keluarga ini kemudin menjadi istilah genetik untuk tourtourist Leiper, dalam Yoeti 1996. Namun istilah tour yang berarti ‘perjalanan’ baru secara luas dikenal dan dipakai setelah abad ke-16. Beberapa bentuk perjalanan untuk tujuan yang menyenangkan dikonotasikan dengan tour. Hal ini sedikit berbeda dengan istilah travel yang yang berasal dari kata travail yang secara literal berarti ‘sulit, menyiksa, menyakitkan’ sebagaimana kalimat “I was sorely travailed by my long journey”. Memang, sebelum munculnya alat transportasi modern seperti sekarang ini, perjalanan ke tempat yang jauh umumnya sangat menyiksa, sulit, dan menyakitkan. Travel merupakan bentuk dari kerja sedangkan tour yang kemudian menjadi tourism adalah bentuk dari leisure kegiatan di waktu luang saat tidak ada pekerjaan atau mengambil tanggung jawab sehari–hari, namu keduanya tidaklah bersifat ekslusif. Travel bisa ditumpangi leisure, dan sebaliknya. Crick, dalam Syafiie: 2009 Sekitar tahun 1740-an di Inggris Raya dan Eropa dikenal istilah Grand Tour yang berarti perjalanan yang cukup panjang tetapi bersifat menyenangkan untuk tujuan pendidikan dan tujuan lain yang bersifat budaya oleh orang muda dari kelas atas. Oleh karenanya, leisure tour atau tourism dianggap memiliki cikal bakal dari perdaban Barat. Saat ini setiap tahun jutaan orang meniru pola tersebut, yang secara luas dikenal sebagai kegiatan pariwisata. Adam Smith Leiper, dalam Pitana: 2009, seorang ekonom, menambah akhiran ist ke kata tour untuk membentuk istilah baru di tahun 1770-an. Namun konotasi Adam Smith bersifat negatif dengan menganggap tourist sebagai orang yang mengerjakan sesuatu yang tidak penting sehingga kurang dihargai. Persepsi Adam Smith disebabkan oleh karena pada zaman tersebut banyak orang mengikuti ritual Grand Tour di kawasan Prancis dan Itali, yang kemudian kehilangan karakter dan jiwa yang menjadi alasan mengapa perjalanan tersebut dilakukan. Ritual ini hanya dilakukan untuk mengikuti rute perjalanan yang sudah ada dalam rangka mendapat pengalaman pribadi melihat situs, kota, dan objek terkenal. Orang–orang yang diberi label wisatawan ada zaman Adam Smith ini, di samping tidak tertarik dengan budaya dari tempat yang dikunjungi, jika tinggal terlalu singkat untuk sekedar memahami sesuatu dibalik apa yang dilihat dalam perjalanannya. Umumnya perjalanan yang dilakukan dalam era Grand Tour ini adalah untuk kebutuhan hiburan dalam beragam bentuknya, dan kebanggaan status dengan kemampuan mengkalim bahwa mereka sudah pernah ke suatu tempat dan sesuatu di tempat tersebut dikenal dengan konsep “I have been there”. Tahun 1840-an Thomas Cook mulai memberangkatkan sekelompok orang group dalam paket modern atau tour inklusif. Mula–mula dalam wilayah England dan kemudian berkembang di dataran Eropa. Istilah wisatawan di zaman Adam Smith mulai mendapat sense bari di zaman Thomas Cook ini. Tahun 1840- an merupkan awal dilakukannya perjalanan jauh dengan menggunakan sistem transportasi massal. Pada abad ke-20, khususnya periode tahun 1960 ke 1980, tampak adanya peningkatan pesat pada jumlah orang yang melakukan perjalanan wisata. Lebih dari 300 orang juta wisatawan internasional tiap tahunnya di beberapa negara tujuan wisata. Sejumlah survai mencatat bahwa jumlah orang yang melakukan perjalanan wisata di negaranya sendiri sebagai wisatawan domestik jauh lebih besar dari wisatawan internasional. Bagi Indonesia, jejak pariwisata dapat ditelusuri kembali ke dasawarsa 1910-an, yang ditandai dibentuknya VTV Vereeneging Toeristen Verkeer, sebuah badan pariwisata Belanda, di Batavia. Badan pemerintahan ini sekaligus juga bertindak sebagai tour operator dan travel agent, yang secara gencar mempromosikan Indonesia, khususnya Jawa – Bali. Pada 1926 berdiri pula, di Jakarta, sebuah cabang dari Lislind Lissonne Lindeman yang pada 1928 berubah menjadi Nitour Nederlandsche Indische Touriten Bereau, sebagai anak perusahaan pelayaran Belanda KPM. KPM secara rutin melayani pelayaran yang menghubungkan Batavia, Surabaya, Bali dan Makasar, dengan mengangkut wisatawan Spillane, dalam Pitana: 2009.

2.2 Pengertian Pariwisata