g. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala DesaLurah dan Ketua
Pokjanal Posyandu Kecamatan. Selain itu, PokjaPokjanal Posyandu mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyaluran aspirasi masyarakat dalam mengembangkan Posyandu
b. Pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam pembinaan Posyandu
c. Pengoordinasian pelaksanaan program yang berkaitan dengan pengembangan
Posyandu. d.
Peningkatan kualitas pelayanan Posyandu kepada masyarakat. e.
Pengembangan kemitraan dalam pembinaan Posyandu.
2.5 Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar Posyandu
Pada tahun 2011 Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Pedoman Pengintegrasan Layanan Sosial Dasar di Posyandu. Pengintegrasian Layanan ini
merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan
perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan dan keluarga dan keseahteraan social. Peneyelenggaraan layanan ini dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan pemetaan potensi dan permasalahan di suatu wilayah meliputi kondisi Posyandu, jumlah keluarga, kader, partisipasi masyarakat dan sarana prasarana.
Pengintegrasian layanan social dasar di Posyandu ini meliputi: a.
Pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak
Universitas Sumatera Utara
b. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
c. Perilaku hidup bersih dan sehat
d. Kesehatan usia lanjut
e. BKB Bina Kesehatan Balita
f. Pos Pendidikan Anak Usia Dini PAUD
g. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan
h. Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyanang masalah
kesejahteraan social i.
Kesehatan reproduksi remaja j.
Peningkatan ekonomi keluarga Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar ini diselenggarakan oleh pengelola Posyandu
dan kader. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dilakukan oleh PokjaPokjanal. Selain itu pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh pemerintah setempat. Pembinaan dan
pengawasan dilakukan melalui: a.
Sosialisasi b.
Rapat koordinasi c.
Konsultasi d.
Workshop e.
Lomba f.
Penghargaan, dan g.
Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
2.6 Konsep Implementasi Program
Kusumanegara 2010 mendefinisikan implementasi sebagai proses administrasi dari hukum yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai actor, organisasi, prosedur,
dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai
proses karena yang didalamnya terdapat serangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Konsep implementasi juga harus diperhatikan dari berbagi aspek pemahaman seperti
proses, output, dan outcome. Fungsi implementasi sendiri berguna untuk membentuk suatu hubungan yang
memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan public sebagai outcome kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu fungsi implementasi
terdiri pula dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancangdidesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang yang
dikehendaki. Mendalami implementasi berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni
peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses legislasi, baik menyangkut usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-
peristiwa Wahab, 2008. Widodo 2011 memberikan kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu
proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta individu
Universitas Sumatera Utara
atau kelompok. Proses itu dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. Dalam menjalankan implementasi program tentu
tidak berjalan mulus. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan sebuah implementasi. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor yang
berpengaruh penting pada implementasi program, maka digunakan berbagai model implementasi program.
Terdapat beberapa model implementasi menurut para ahli. Berikut diuraikan beberapa model-model tersebut.
a. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Menurut Van Matter dan Carl Van Horn dalam Kusumanegara, 2010 ada 6 variabel yang memengaruhi kinerja kebijakan, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan ini dapat diukur apabila ukuran dan tujuan kebijakan realistis dengan sosiokultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakanprogram akan banyak dipenagruhi cirri-ciri yang tepat
serta sesuai dengan agen pelaksananya. Selain itu cakupan wilayah implementasi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan perlu juga diperhitungkan ketika hendak menentukan agenda pelaksana. Semakin luas implementasi kebijakan semakin besar pula agen yang terlibat.
4. SikapKecenderungan Pelaksana
Penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan dari implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi orang-orang yang terkait langsung dengan kebijakan yang memahami secara mendalam permasalahan.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Dalam implementasi kebijakan public komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Semakin baik komunikasi diantara para agen pelaksana maka diasumsikan
kesalahan-kesalahan yang terjadi akan lebih kecil. 6.
Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Menurut Van Metter dan Van Horn hal terakhir yang perlu diperhatikan guna
menilai kinerja implementasi adaah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan public yang telah ditetapkan. Lingkungan social, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu upaya untuk mengimplementasikan kebijakan
harus memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. b.
Model Brian W.Hogwood dan Lewis A. Gunn Model ini sering disebut sebagai “the down approach”. Menurut Hogwood dan Gunn
dalam Wahab, 2008 untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna
Universitas Sumatera Utara
maka diperlukan beberapa persyaratan. Persyaratan ini harus diperhatikan dengan seksama agar implementasi kebijakan dapat dilaksanaka dengan baik. Persyaratan-
persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badaninstansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguankendala yang serius.
2. Tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari pada hubungan kausalitas yang
handal 5.
Hubungan kausalitas yang bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
10. Pihak-pihak yang memiliki wewenangkekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna. c.
Model George Edward III Menurut George Edward III dalam Widodo, 2010 terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi yaitu faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur pelaksana.
1. Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Hal ini menyangkut bagaimana program dikomunikasikan kepada organisasi danatau
public. Implementor harus mengetahui apa yang harus dilaksanakan, apa yang menjadi tujuan dan sasaran sehingga mengurangi distorsi implementasi. Jika tujuan dan sasaran
tidak jelas dan bahkan tidak diketahui samasekali oleh kelompok sasaran maka kemungkinan akan menjadi resistensi dari kelompok sasaran. Komunikasi memiliki
beberapa dimensi yaitu: a.
Dimensi transmisi transmission yaitu menghendaki agar program tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan namun juga disampaikan kepada
kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Dimensi kejelasan clarity yaitu menghendaki agar kebijakan yang
ditransmisikan kepada pelaksana, target group, dan yang berkepentingan secara jelas sehingga mereka mengerti maksud, tujuan, sasaran, serta substansi program
sehingga masing-masing mengetahui apa yang mesti dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien.
c. Dimensi konsistensi consistency yang diperlukan agar informasi tidak simpang
siur sehingga membingungkan pelaksana kepentingan , target group dan pihak- pihak yang berkepentingan.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal yang penting dalam implementasi. Apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan maka implementasi tidak
Universitas Sumatera Utara
akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya ini meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, sumberdaya peralatan, dan sumberdaya kewenangan.
3. Disposisi
Disposisi merupakan watak dan karaktersikap yang dimiliki implementor dalam menjalankan program seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Jika implementor
memiliki sifat perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan menjadi tidak efektif.
2. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi merupakan struktur yang bertugas mengimplementasikan program seperti ketersediaan SOP standard operating procedures dan stuktur
organisasi masyarakat yang bertugas melaksanakan program.
2.7 Fokus Penelitian