2.1.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi
IMT Berat badan kurang
18.5 Kisaran normal
18.5-22.9 Berat badan lebih
≥ 23 Berisiko
23-24.9 Obes I
25-29.9 Obes II
≥ 30 Sumber: Sugondo, 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh
2.1.4.1 Usia
Pada penelitian Lamon-Fava S. et al dalam Mawi menunjukkan bahwa IMT berhubungan erat dengan usia. Pada usia ≤ 50 tahun IMT akan menurun dan
kemudian mendatar pada usia sekitar 50 tahun, sedangkan pada usia 50 tahun IMT akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia responden.
Hal ini dapat terjadi mengingat pada usia 50 tahun pola hidup masyarakat umumnya lebih santai dan
secara ekonomi lebih stabil Mawi, 2013.
2.1.4.2 Jenis Kelamin
Menurut Hill dalam Kusuma menyatakan bahwa lebih banyak pria termasuk kategori kelebihan berat badan overweight dibandingkan wanita. Distribusi lemak
tubuh juga berbeda berdasarkan jenis kelamin. Pria cenderung mengalami obesitas visceral abdominal dibandingkan wanita. Proses-proses fisiologis dipercaya dapat
berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak pada perempuan Kusuma et al, 2012.
2.1.4.3 Aktivitas fisik
Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang seimbang dengan kurang melakukan aktivitas fisik akan menyebabkan
terjadinya penambahan berat badan Sorongan, 2012. Penelitian pada anak sekolah mengatakan sebanyak 58 kejadian obesitas
akan terjadi pada kelompok murid yang mempunyai aktifitas fisik ringan dan atau sedang sebesar 49 kejadian obesitas tidak akan terjadi pada populasi, apabila
mereka mempunyai aktifitas fisik berat Retnanigsih et al, 2011. Penelitian pada PNS usia 30-49 tahun mengatakan semakin berat aktivitas
fisik, semakin kecil risiko obesitas. Pekerja yang beraktivitas fisik sedang berisiko 0,4 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan yang beraktivitas
fisik ringan. Pekerja yang beraktivitas fisik berat berisiko 0,6 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas daripada yang beraktivitas fisik ringan Widiantinie et al, 2014.
2.1.4.4 Kebiasaan merokok
Berdasarkan beberapa penelitian studi epidemiologi menunjukkan bahwa perokok akan memiliki berat badan lebih rendah daripada bukan perokok. Hal ini
disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi energi dan peningkatan hasil pengeluaran energi dapat menunjukkan terjadinya gizi kurang. Penurunan konsumsi
energi berhubungan pembakaran rokok, nikotin akan masuk ke sirkulasi darah sebesar 25 dan akan masuk ke otak manusia ± 15 detik kemudian nikotin akan
diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik sehingga menyebabkan penekanan nafsu makan. Perokok juga memiliki energi
ekspenditur yang lebih besar daripada bukan perokok yaitu sekitar 10 sehingga menyebabkan perokok kelihatan lebih kurus atau ramping dibandingkan bukan
perokok. Menurut Cavallo et al, perokok juga memiliki kebiasaan konsumsi makanan tidak sehat Aginta, 2011.
2.2 Sistem kardiorespirasi