BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan menyimpulkan bahwa:
1. Anggaran responsif gender dalam anggaran Kesehatan Kota
Surakarta tahun 2008-2010 belum diterapkan.
Berdasarkan pengalokasian dan jumlah anggaran responsif gender dalam anggaran kesehatan Kota Surakarta tahun 2008-2010 belum
mendapatkan alokasi yang memadai dan terus mengalami penurunan berakibat output dan outcome kegiatan menjadi tidak tercapai. Dengan
demikian Permendagri No 15 Tahun 2008 sebagai pengganti dari Kepmendagri No 132 Tahun 2003 ternyata tidak berpengaruh terhadap
perbaikan anggaran responsif gender. Kategori alokasi anggaran untuk spesifik gender dan affirmative action sudah ada tetapi masih tergolong
minim. Disamping itu didalam perencanaan anggaran tidak terdapat upaya pengarusutamaan gender yang dibuktikan dengan tidak adanya
alokasi umum yang mainstream gender atau 0.. Karena itu dapat dikatakan bahwa anggaran responsif gender belum diterapkan di
Surakarta sehingga anggaran kesehatan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender masih jauh dari harapan. Demikian hasil
pengkategorian menurut pos anggaran dan jumlah anggaran:
commit to users
a. Hasil pengkategorian menurut pos anggaran telah menunjukkan
terdapatnya anggaran responsif gender di dalam belanja publik anggaran kesehatan tahun 2008 sebesar 182 pos anggaran 63,
tahun 2009 sebesar 165 pos anggaran 57, dan tahun 2010 sebesar 116 pos anggaran 53. Jumlah pos anggaran yang dinilai responsif
gender dari tahun ketahun nampak mengalami penurunan. b.
Tingginya pos anggaran yang responsif gender ternyata tidak disertai dengan jumlah anggaran yang memadai. Pada tahun 2008 jumlah
anggaran responsif gender sebesar Rp.3.686.126.125,00 14,69 ; pada tahun 2009 sebesar Rp.2.226.282.938,00 11,73; pada tahun
2010 sebesar Rp.2.287.658.519,00 9,93. Jumlah anggaran responsif gender dari tahun 2008-2010 sangat minim dan terus
mengalami penurunan yang signifikan. 2.
Kendala penerapan anggaran responsif gender dalam anggaran Kesehatan Kota Surakarta tahun 2008-2010 meliputi kendala
kebijakan, kendala struktural, dan kendala kultural. a.
Kendala Kebijakan
Kendala kebijakan ini meliputi lemahnya kekuatan hukum bagi pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam anggaran dan
lemahnya komitmen Pemerintah Kota dalam membuat perencanaan anggaran responsif gender sebagai berikut :
commit to users
1 Kekuatan hukum
Tidak adanya aturan yang mendorong penerapan Permendagri No 15 Tahun 2008 mengakibatkan kekuatan hukum bagi
keharusan pelaksanaan pengarusutamaan gender pada tiap SKPD khususnya Dinas Kesehatan tidak begitu kuat dan
mengikat. Aturan tentang PUG telah tertuang dalam Surat keputusan Walikota Nomor 411.59112003 yaitu tentang
penyelenggaraan dan
pembentukan panitia
sosialisasi pengarusutamaan gender Kota Surakarta tahun 2003 masih
dirasa hanya berupa formalitas bentuk kegiatan saja. 2
Komitmen pemerintah Komitmen pemerintah Kota Surakarta dalam penerapan
anggaran responsif gender masih sangat lemah karena anggaran responsif gender belum dijadikan isu prioritas dalam
penganggaran. Sehinga tidak ada perencanaan dalam penerapan anggaran responsif gender di anggaran kesehatan Kota
Surakarta, tidak adanya upaya untuk membentuk Pokja PUG dan focal point dalam anggaran di Dinas Kesehatan dan tidak
tersedianya data pilah gender di Dinas Kesehatan.
b. Kendala struktural
Kendala ini meliputi kurangnya kapasitas tim penyusun anggaran yang mampu analisis gender, dominasi struktur pemangku
commit to users
kebijakan, kinerja Dinas masih dirasa belum adil gender, tidak adanya kerjasama khusus dalam anggaran responsif gender yaitu:
1 Kapasitas Birokrasi
Masalah yang nampak adalah panitia penyusun anggaran belum mampu dalam melakukan analisis gender dan belum
dapat mengintegrasikan isu gender dalam anggaran berbasis kinerja.
2 Dominasi struktur
Dominasi dari para pemangku kebijakan masih dirasakan begitu kuat dalam perumusan anggaran karena partisipasi
masyarakat masih dirasakan sebatas formalitas. 3
Kinerja Pemerintah Daerah Dinas Kesehatan belum memiliki inovasi sendiri kreativitas
dalam memecahkan persoalan ketimpangan gender di Surakarta. Selain itu, kinerja pelayanan kesehatan belum
mampu mengakomodir kebutuhan – kebutuhan kelompok
gender yang berbeda. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan kesehatan belum adil gender. Sedangkan kontrol DPRD
kurang optimal. 4
Kerjasama Kerjasama khusus dalam penerapan anggaran responsif
gender belum pernah dilakukan.
commit to users
c. Kendala Kultural
Kendala kultural merupakan suatu kendala yang sulit sekali untuk dilakukan perubahan. Kendala ini meliputi:
1 Nilai patriarki yang begitu kental di masyarakat. Sehingga
ketimpangan relasi gender sangat sulit dirubah. 2
Pandangan gender dan anggaran responsif gender menurut stakeholder masih salah kaprah
Pandangan mengenai gender dan anggaran responsif gender di klasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu yaitu anggaran
untuk perempuan, anggaran mengarah pada alokasi anggaran yang tidak membedakan laki-laki dan perempuanpersamaan
hak, dan anggaran untuk kaum marginal pro poor budget. Pemahaman dari DPRD, mayarakat, dan SPEKHAM bahwa
gender sering diartikan sebagai perempuan. Sehingga anggaran responsif gender adalah alokasi khusus untuk perempuan
women budget. Sedangkan di kalangan eksekutif menyatakan bahwa anggaran responsif gender merupakan anggaran yang
tidak mendiskriminasikan laki-laki dan perempuan dan respon kelompok rentan. Hanya saja asumsi tersebut diterapkan dengan
menyamakan antara kebutuhan laki-laki dan perempuan. Sedangkan PATTIRO memandang sebagi alokasi affirmative
action dan pro poor budget.
commit to users
3 Respon stakeholder
Respon dari kalangan legislatif terhadap anggaran responsif gender yaitu anggota legislatif kurang memiliki sensibilitas
terhadap anggaran responsif gender. Sedangkan respon dari kalangan eksekutif yaitu pejabat eksekutif tidak begitu serius
dalam memahami anggaran responsif gender. Respon dari masyarakat terhadap anggaran responsif gender yaitu dikalangan
masyarakat masih lemahnya tranformasi kesadaran lapisan masyarakat
baik laki-laki
maupun perempuan
dalam mengindentifikasi dan merumuskan kebutuhan mereka.
4 Derajad partisipasi perempuan yang minim dan kurang aktif.
Tingkat partisipasi perempuan masih minim dan kurang aktif karena perempuan kurang berani dalam berargumen,
perempuan kalah dukungan, tingkat kepedulian perempuan terhadap proses musrenbang yang rendah, kemampuan rendah,
dan waktu pelaksanaan musrenbang yang tidak ramah perempuan.
5 Lemahnya dukungan politik
Dari aspek politik ternyata isu anggaran responsif gender belum menjadi prioritas dalam menetukan arah kebijakan
anggaran.
commit to users
B. REKOMENDASI