3. Perspektif Gender dalam Kesehatan
Perspektif gender dalam kesehatan mengenali dan menganalisis bahwa faktor-faktor sosiobudaya, serta relasi laki-laki dan perempuan, merupakan faktor
yang penting berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam Konferensi Perempuan Sedunia
ke IV di Beijing pada tahun 1995. Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Perempuan memiliki angka
harapan hidup yang lebih tinggi daripada laki-laki sebagai akibat faktor biologisnya. Namun dalam kehidupannya perempuan banyak mengalami
kesakitan dan tekanan yang dapat disebabkan oleh faktor biologis maupun faktor ketimpangan relasi gender yang ada dimasyarakat.
http:perpustakaan.depkes.go.id. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang
laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskular ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya anemia, gangguan makan dan gangguan pada otot serta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks,
sementara itu hanya laki-laki yang dapat terkena kanker prostat. Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan
commit to users
melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan
kesejahteraan dirinya www. depkes.go.id
Berbagai tahap reproduksi perempuan yang meliputi menstruasi, hubungan seksual, kehamilan, persalinan, aborsi, kemandulan, penyakit kelamin atau
terganggunya alat reporduksi, monopouse, dan lain-lain membutuhkan pelayanan yang tepat untuk menuju pada suatu keadaan reproduksi sehat. Dalam tahap
– tahap tersebut seorang perempuan tidak hanya berhadapan dengan laki-laki, tetapi
juga dengan berbagai pihak yang menentukan, seperti orang tua, mertua, bidan, dokter, perawat, dukun, anak dan lain-lain. Pihak-pihak tersebut memperlihatkan
betapa besarnya ketergantungan seorang perempuan dalam mangambil keputusan Abdullah, 2001: 86
Sebagai suatu konsep, status wanita sulit ditelusuri karena meliputi aspek praktis, psikologis, dan berbagai faktor yang saling berkaitan secara kompleks.
Status seorang wanita biasanya dijelaskan dalam konteks penghasilan, pekerjaan, pendidikan , kesehatan, dan kesuburan, juga peran mereka dalam keluarga,
komunitas dan masyarakat. Status wanita juga meliputi persepsi masyarakat tentang peranan dan nilai yang diberikan pada wanita. Dalam membahas status
wanita, secara tidak langsung juga berarti menbandingkannya dengan status pria dan karena itu secara bermakna mencerminkan keadilan sosial di dalam suatu
masyarakat. Konsep keadilan sos ial itu bersenyawa dengan “ status wanita”. Hal
itu penting dalam melakukan analisis khusus berikut ini. Stereotype status wanita yang rendah adalah seorang wanita hamil yang menyusui anaknya, sementara
commit to users
anak-anak yang lain bermain disekelilingnya. Wanita, yang sejak lahirnya ditakdirkan untuk kawin dan menjadi ibu rumah tangga serta akan menanggung
aib berat bila tidak mampu mencapai keadaan tersebut. Mereka adalah seorang ibu dan pekerja rumah tangga yang tampak lebih tua dari umur yang sebenarnya, serta
berada dalam kondisi kesehatan yang buruk akibat terus menerus hamil. Mungkin sekali, mereka bertanggungjawab memenuhi kebutuhan makanan keluarga
termasuk menyiapkannya, atau bekerja diluar rumah untuk mendapatkan upah yang sekedarnya untuk menyambung hidup. Wanita tidak mempunyai hak
ataupun kemungkinan untuk mawarisi tanah keluarganya tempat mereka bekerja, atau rumah yang mereka tempati. Ryston,1994:38-39
Dalam keadaan sosioekonomi yang buruk, wanita paling rentan terhadap resiko kesehatan yang berhubungan dengan persalinan yang rapat. Kehamilan dan
menyusui akan meningkatkan kebutuhan bahan makanan, padahal wanita yang berasal dari keluarga miskin jarang yang mampu memenuhi kebutuhan makan dan
istirahat yang lebih banyak. Diperkirakan wanita dengan kondisi kesehatan baik dan dengan aktivitas kerja yang sedang, selama kehamilannya memerlukan
tambahan sekitar 300 kalori sehari. Disamping itu juga diperlukan peningkatan pasokan vitamin, asam folat, zat besi dan mineral lainya. Selanjutnya, selama
enam bulan pertama menyusui, seorang wanita yang selama kehamilan status gizinya baik, membutuhkan tambahan kalori sekitar 550 kalori sehari sehingga
mampu menyimpan cadangan, terutama selama trisemester terakhir 6 Ryston, 1994:41.
commit to users
Pada wanita dalam usia reproduksi setiap harinya memerlukan zat besi tiga kali lebih banyak dibandingkan pria dewasa. Walaupun demikian, hanya sedikit
yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Sementara pada masyarakat yang miskin prevalensi infeksi dan penyakit parasit akan memperburuk keadaan itu.
Diperkirakan separoh wanita yang tidak hamil di negara berkembang secara klinis di negara berkembang secara klinis menderita enemia, sementara wanita hamil
dua pertiganya7. Anemia yang menyebabkan tubuh kekurangan oksigen, bukan saja menyebabkan para wanita tersebut lelah dan tak bersemangat, melainkan juga
meningkatkan resiko pendarahan dan kompilasi persalinan lainnya. Untuk kelangsungan hidup janin, penting sekali para ibu beristirahat dan menambha
berat badannya, khusus selama trismester terakhir kehamilan. Padahal dari suatu penelitian yang sudah dilakukan secara luas terhadap 202 kelompok masyarakt
yang berbeda menemukan bahwa, sebagian besar wanita tetap bekerja dan melakukan aktivitas penuh sampai saat melahirkan, dan segera melakukannya
kembali setelah melahirkan 8. Ryston,1994:42 Jadi dapat disimpulkan bahwa diskriminasi kelamin berpengaruh terhadap
kesehatan wanita melalui berbagai cara antara lain, pembedaan makanan, beban ganda, yaitu bekerja diluar rumah sambil mengurus keluarga, serta kurangnya
perhatian terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan mereka Selain itu, Posisi perempuan dalam pelayanan kesehatan reproduksi
3
juga telah diberi warna oleh kekutan
–kekuatan saling mempengaruhi, seperti keluarga, budaya, agama, Negara atau pasar. Bukan rahasia lagi bahwa alat kontrsepsi yang
3
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik,mental dan social yang utuh dan bukan hany tidak adanya oenyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan system
reproduksi dan fungsi serta prosesnya ICPD Kairo dalam Susurin.2006:62
commit to users
dipilih dengan cara pemasanganya terhadap perempuan ditentukan oleh kepentingan Negara, seperti kasus IUD di Indonesia.
Kelemahan kesehatan reproduksi dapat dilihat dari 3 hal: 1 kebijakan yang ada cenderung memperlakukan perempuan sebagai sasaran atau korban.
Program aksi seperti kondomisasi tampak lebih banyak merugikan perempuan karena perempuan ditempatkan sebagai pihak yang lebih berkepentingan dalam
menjaga kesehatan. Contoh lain adalah dalam pelayanan aborsi, yang mana perempuan berada pada pihak yang harus mengalami penderitaan yang tidak
diinginkannya. Keputusan melakukan aborsi dalam banyak kasus memperlihatkan lemahnya posisi perempuan dalam memutuskan untuk merawat kelamin dan
melahirkan anak; 2 persoalan akses pelayanan kesehatan reproduksi. Jika pelayanan secara umum bersifat public goods, maka pelayanan kesehatan
reproduksi dalam bentuk-bentuk tertentu tidak dapat dihadirkan sebagai fasilitas publik dalam arti yang sesungguhnya akibat pro dan kontra dalam persoalan
seksual secara umum. Sebagai contoh, adanya pendidikan seks di sekolah; 3 masalah kualiatas pelayanan dimana pelayanan yang tersedia tidak memiliki
kelengkapan informasi baik dala pengertian obyektif maupun subyektif Abdullah.2001:93-94
4. Manifestasi Ketidakadilan Gender