Debu Silika Kerangka Konsep Variabel Bebas Independent

2.2 Debu Silika

Dilihat dari komposisi atau materinya, debu silika termasuk kedalam golongan debu fisik. Dilihat dari sifat kimianya, debu silika masuk kedalam golongan profilferative dust yaitu golongan debu ini dapat menimbulkan reaksi jaringan paru sehingga akan membentuk jaringan parut Fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Sedangkan berdasarkan jenisnya, debu silika termasuk kedalam jenis debu mineral yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks Kristanto, 2001. Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas yang terbawa udara berasal dari peledakan, penggerindaan, penghancuran, pengeboran, dan penggilingan batuan. Pekerjaan yang sangat mungkin terpapar risiko silikosis yaitu menambang dan ekstraksi batu-batu keras; pekerjaan teknik sipil dengan batu keras; penghalusan dan pemolesan batu; pencetakan, pembentukan, dan penyemprotan pasir di tempat pengecoran dan pembersihan bangunan; persiapan dan pembuangan lapisan-lapisan kerak untuk tungku pembakaran, dll., serta pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan pasir sebagai amplas WHO, 1995. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi mengikir, menggerinda, dll. Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir, industri pembuatan gelas, dan yang banyak berkontak dengan silika Rab, 2010. Universitas Sumatera Utara 2.3 Gangguan Sistem Pernapasan oleh Silika 2.3.1 Mekanisme Kerja Silikosis Menurut WHO 1995, mekanisme kerja silikosis yaitu:

2.3.1.1 Retensi

Partikel-partikel debu dengan diameter 5-15 m yang mengendap pada saluran napas dapat dibersihkan oleh gerakan mukosiliar, tetapi partikel-partikel berdiameter 0,5-5 m yang sampai di saluran napas terminal atau lebih jauh mungkin tertahan. Kebanyakan partikel berdiameter kurang dari 0,5 m tetap mengambang di udara dan dihembuskan keluar. Partikel-partikel debu yang tertahan di paru-paru diambil oleh makrofag fagosit mononuklear dan diangkut ke saluran napas dan dibersihkan, atau ke parenkim paru. Kalau sel-sel yang berisi debu tersebut mati, maka partikel yang dilepaskan akan diambil oleh sel-sel lain, namun sel-sel ini juga terbunuh, sehingga tercipta suatu reaksi derajat rendah yang berkelanjutan, mengarah pada pembentukan jaringan parut setempat nodul-nodul, seringkali di sekitar saluran napas terminal. Debu silika bebas berbeda dalam kemampuannya mematikan sel, dan aktivitas ini dapat diperlambat oleh adanya debu-debu lain misalnya, oksida- oksida besi dan aluminium dan zat-zat kimia misalnya, polivinilpirolidin N- oksida yang mempengaruhi permukaan partikel kuarsa. Mekanisme perlindungan tubuh normal—melapisi partikel debu dengan suatu glikoprotein kaya besi— tampaknya tidak efektif pada kasus partikel silika bebas. Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2 Eliminasi

Eliminasi partikel-partikel kuarsa, khususnya jika tercampur dengan debu- debu lain, dapat terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inhalasi lewat bronkus dan trakea. Presentase debu yang tertahan meningkat dengan: a peninggian tingkat paparan; b paparan terhadap debu yang lebih tinggi di masa lalu; dan c adanya penyakit paru khususnya tuberkulosis. Partikel-partikel yang tertahan dalam parenkim paru tersebut jarang diangkut melampaui kelenjar limfe hilus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada paru dan kelenjar limfe hilus.

2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis

Menurut Suma’mur 2009, silikosis dibagi atas 3 tiga stadium yaitu:

2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan

Stadium ini ditandai dengan sesak napas dispnea ketika pekerja sedang bekerja, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang stadium sakit demikian, sesak napas merupakan gejala sakit yang terpenting. Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada stadium ini, tetapi biasanya batuk kering tidak berdahak; keadaan umum penderita pada stadium ini masih berada dalam keadaan baik. Ketika inspirasi pengembangan paru mungkin sedikit terganggu atau tidak ada gangguan sama sekali. Suara pernapasan terdengar dalam batas normal, namun pada pekerja yang berusia lanjut mungkin didapati hiper- resonansi, oleh karena emfisema. Pada silikosis stadium ini biasanya gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau boleh dikatakan tidak ada. Universitas Sumatera Utara

2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang

Pada silikosis stadium ini, sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Dada penderita kurang berkembang; pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan hampir didapati diseluruh bagian paru; suara napas tidak jarang bronkhial, sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.

2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat

Pada stadium ini, sesak napas mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian orang sakit memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kanan. Oleh karena prevalensi TBC paru cukup tinggi dalam masyarakat, maka tidak mungkin menegakkan diagnosis silikosis semata-mata berdasarkan foto rontgen saja, melainkan harus secara lengkap ditempuh cara membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin penyakit sekunder tambahan, penyulit terhadap silikosis, seperti halnya terjadi pada tuberkulosilikosis. Tapi mungkin pula silikosis menghinggapi pekerja yang sedang menderita TBC paru, keadaan demikian terjadi pada silikotuberkulosis. Untuk memastikan adanya infeksi TBC, dilakukan pemeriksaan biakan sputum dan uji serologis. Pada kelompok pekerja yang terpapar debu silika, gambaran radiologis nodul- nodul dan penyatuan nodul-nodul tersebut serta batuk kering dan tidak adanya tanda-tanda yang biasa ditemukan pada penyakit TBC paru memberikan kemudahan membuat diagnosis silikosis pada stadium dini. Selain tuberkulosis, Universitas Sumatera Utara penyakit lain yang harus disingkirkan dalam menegakkan diagnosis silikosis adalah kanker paru, sarkoidosis retikulosis granulomatosa generalisata kronis progresif tanpa sebab yang jelas mengenai banyak organ termasuk paru, artritis rematoid, dan mungkin lainnya. Sehubungan dengan itu, riwayat pekerjaan yang disertai risiko paparan terhadap debu silika bebas sangat penting artinya. Menurut Material Safety Data Sheet MSDS tahun 2008 bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Menurut LaDou 2004, jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas.

2.3.3 Efek Klinis Silikosis

Menurut WHO 1995, efek klinis dari silikosis yaitu:

2.3.3.1 Efek Silikosis

Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3 tahun. Pada pemeriksaan ditemukan pergerakan dada yang terbatas, sianosis serta ronki pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta berkurangnya pertukaran gas. Radiografi memperlihatkan bayangan-bayangan perifer seperti kapas, yang secara bertahap mengeras dan menjadi linier. Seringkali bayangan-bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi, hal ini karena kematian makrofag dan reaksi selular seringkali terjadi dalam alveoli tanpa Universitas Sumatera Utara pembentukan nodul-nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda sangat banyak dalam jaringan paru. Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat paparan yang biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul bertahun- tahun setelah paparan. Kecepatan perkembangan dan beratnya penyakit sangat bervariasi, keduanya tergantung pada tingkat paparan, aktivitas biologis debu dan ada tidaknya zat-zat yang memperlambat reaksi jaringan. Mula-mula, sebagian besar debu tersebut akan dibersihkan. Namun kemudian dengan rusaknya sistem limfatik dan kelenjar hilus, proporsi debu yang tertahan akan meningkat dan tempat kerusakan akan berpindah ke parenkim paru. Terbentuk nodul-nodul jaringan kolagen yang melingkar-lingkar mengelilingi agregat-agregat debu dan menarik pembuluh darah, limfe dan saluran napas kecil yang berdekatan, sehingga menyebabkan kerusakan iskemik paru dan pembentukan jaringan parut sekunder. Ini seringkali terjadi pada bagian atas atau tengah paru serta terlihat pada foto sinar-X sebagai bayangan tak teratur dengan koalesensi dan klasifikasi. Juga sering ditemukan klasifikasi kelenjar hilus yang membesar. Tahap-tahap awal silikosis biasanya uji fungsi ventilasi dasar paru tetap dalam batas fisiologi normal. Pada tahap yang lebih lanjut timbul dispnea.

2.3.3.2 Silikosis dengan Tuberkulosis Paru

Para pekerja yang terpapar terhadap silika mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita tuberkulosis, suatu risiko yang meningkat dengan cepat dan permanen setelah timbulnya perubahan pada foto sinar-X. Agen infeksi biasanya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi tipe lain misal, M. Marinum Universitas Sumatera Utara dan M. kansasii dapat juga ikut bertanggung jawab. Risiko tersebut meningkat sesuai beratnya silikosis. Faktor-faktor yang mempermudah penyebaran tuberkulosis antara lain kondisi kerja yang padat sesak, gizi buruk, dan tingginya prevalensi infeksi dalam masyarakat. Diperkirakan kerentanan yang meningkat terhadap tuberkulosis paru ini adalah akibat kerusakan yang ditimbulkan debu pada makrofag dan terhadap sistem limfatik dan kekebalan, yang normalnya melindungi terhadap tuberkulosis paru. Kecurigaan tuberkulosis pada silikosis harus muncul bila mendadak ada peningkatan gejala-gejala atau perubahan-perubahan foto sinar-X, demam, penurunan berat badan atau hemoptisis. Perkembangan perubahan sinar-X terus- menerus menjadi lebih cepat meskipun infeksinya sudah terkontrol. Petunjuk yang paling dapat dipercaya untuk diagnosis atau penyembuhan adalah biakan mikobakterium dalam sputum. Infeksi tuberkulosis terdahulu yang diobati ataupun tidak, dapat meningkatkan risiko dan beratnya silikosis. 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Sistem Pernapasan 2.4.1 Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam tahun dalam satu lingkungan perusahaan. Menurut Suma’mur 2009, dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan. Masa kerja dapat dikategorikan menjadi : 1. Masa kerja baru 5 tahun Universitas Sumatera Utara 2. Masa kerja lama ≥ 5 tahun Masa kerja ≥ 5 tahun potensial mendapat gangguan fungsi paru sebesar 8 kali lebih besar dibandingkan dengan masa kerja 5 tahun . Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan besar akan tertimbun di paru- paru. Hal ini merupakan hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang sering. Menurut Kurniawidjaja 2010, apabila debu terhirup oleh para pekerja dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas dan konsentrasi yang tinggi maka akan terjadi penimbunan atau pengendapan debu dalam jaringan paru-paru. Penelitian yang dilakukan oleh Yuma Anugrah pada tahun 2013 pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya bahwa dari 17 pekerja yang mempunyai masa kerja lama, sebanyak 10 pekerja atau 58,8 mengalami restriksi sedang. Dan dari 8 pekerja dengan masa kerja baru, 5 pekerja atau 62,5 mengalami restriksi ringan. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov- Smirnov didapatkan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan responden dengan masa kerja lama mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang 63,5 dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 19 orang 36,5. Responden Universitas Sumatera Utara dengan masa kerja baru mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 14 orang 35,9 dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 25 orang 64,1. Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.

2.4.2 Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumokoniosis. Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu tetap harus diperhitungkan karena dapat menghasilkan akumulasi dari inhalasi debu selama bekerja di tempat kerja yang lalu Suma’mur, 2009. Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu Ikhsan, 2002. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Calvert et.al tahun 2003 yang menilai pajanan debu silika dari riwayat pekerjaan subjek yang meninggal karena tuberkulosis paru di 27 negara bagian di Amerika Serikat. Proporsi kasus tuberkulosis paru yang terpajan debu silika kategori sedang sampai tinggi pada penelitian tersebut adalah 16,5. Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Kebiasaan Merokok

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran napas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan napas. Perubahan struktur jalan napas karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahankerusakan fungsi Antaruddin, 2003. Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok Mengkidi, 2006. Selain itu, menurut Gold et.al 2005, kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan responden yang pernah merokok mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 28 orang 43,82 dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 36 orang 56,2. Responden yang tidak pernah merokok yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 19 orang 70,4 dan tidak mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 8 orang 29,6. Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru. Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Bagian Kerja di Unit Batching Plant

Unit batching plant terbagi kedalam 2 dua bagian kerja yaitu operator yang berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria. Adapun tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer. Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete mixer dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas helper yaitu mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir kembali kedalam truk cocrete mixer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagoda et.al tahun 2011 pada pekerja tekstil di Nigeria menemukan bahwa dari beberapa pekerja tekstil di bagian kerja yang berbeda, terdapat pula perbedaan gejala pernapasan yang dialami pekerja tersebut. Gejala gangguan pernapasan paling banyak dialami oleh pekerja dari bagian pemintalan yaitu sebanyak 27,3. 2.5 Industri Pembuatan Beton 2.5.1 Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan yaitu abu batu yang diperoleh dari pemecahan batu-batu dalam mesin crusher, pasir, semen, fly as yang merupakan hasil bakaran kayu, dan sika yang merupakan obat pengeras yang berbentuk cair agar beton cepat mengeras. Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Proses Produksi

Proses kerja yang berlangsung dalam pembuatan beton yaitu pada unit crusher batu-batu dimasukkan kedalam mesin crusher untuk dipecah menjadi abu batu, pada unit batching plant dilakukan pencampuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur dimasukkan kedalam truk cocrete mixer, lalu unit teknikal akan mengatur kadar air yang akan dimasukkan kedalam bahan-bahan yang telah dimasukkan kedalam truk cocrete mixer , dan selanjutnya supir akan membawa beton yang siap dipakai untuk membangun gedung.

2.5.3 Unit Kerja

PT. X Kabupaten Deli Serdang mempunyai 114 pekerja dan terdiri dari 102 pekerja pria dan 12 pekerja wanita. Unit kerja yang dimiliki perusahaan ini yaitu: 1 Unit crusher yaitu unit yang melakukan pemecahan batu-batu mejadi abu batu. Unit ini berjumlah 8 pekerja pria dan 3 pekerja wanita. 2 Unit Batching Plant yaitu unit yang melakukan pencampuran komposisi bahan- bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur dimasukkan kedalam truk cocrete mixer . Unit ini berjumlah 25 pekerja pria, namun unit ini terbagi kedalam 2 dua bagian kerja yaitu operator yang berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria. Universitas Sumatera Utara Adapun tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahan- bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer. Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete mixer berlangsung dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas helper yaitu mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir kembali kedalam truk cocrete mixer. Dalam perusahaan ini tidak ada sistem rotasi kerja termasuk pada unit batching plant. 3 Supir yaitu unit yang melakukan pengangkutan beton dari perusahaan kepada para konsumen. Unit ini berjumlah 55 pekerja pria. 4 Unit Administrasi yaitu unit yang melakukan kegiatan administrasi dinperusahaan tersebut. Unit ini berjumlah 4 pekerja pria dan 12 pekerja wanita. 5 Supervisor berjumlah 7 pekerja pria. Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep Variabel Bebas Independent

Variabel Terikat Dependent Gambar 2.8: Kerangka Konsep 1. Masa Kerja 2. Riwayat Pekerjaan Terdahulu 3. Kebiasaan Merokok 4. Bagian Kerja di Unit Batching Plant Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah