Stadium Pertama atau Ringan Stadium Kedua atau Sedang Stadium Ketiga atau Berat

2.3.1.2 Eliminasi

Eliminasi partikel-partikel kuarsa, khususnya jika tercampur dengan debu- debu lain, dapat terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inhalasi lewat bronkus dan trakea. Presentase debu yang tertahan meningkat dengan: a peninggian tingkat paparan; b paparan terhadap debu yang lebih tinggi di masa lalu; dan c adanya penyakit paru khususnya tuberkulosis. Partikel-partikel yang tertahan dalam parenkim paru tersebut jarang diangkut melampaui kelenjar limfe hilus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada paru dan kelenjar limfe hilus.

2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis

Menurut Suma’mur 2009, silikosis dibagi atas 3 tiga stadium yaitu:

2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan

Stadium ini ditandai dengan sesak napas dispnea ketika pekerja sedang bekerja, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang stadium sakit demikian, sesak napas merupakan gejala sakit yang terpenting. Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada stadium ini, tetapi biasanya batuk kering tidak berdahak; keadaan umum penderita pada stadium ini masih berada dalam keadaan baik. Ketika inspirasi pengembangan paru mungkin sedikit terganggu atau tidak ada gangguan sama sekali. Suara pernapasan terdengar dalam batas normal, namun pada pekerja yang berusia lanjut mungkin didapati hiper- resonansi, oleh karena emfisema. Pada silikosis stadium ini biasanya gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau boleh dikatakan tidak ada. Universitas Sumatera Utara

2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang

Pada silikosis stadium ini, sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Dada penderita kurang berkembang; pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan hampir didapati diseluruh bagian paru; suara napas tidak jarang bronkhial, sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.

2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat

Pada stadium ini, sesak napas mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian orang sakit memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kanan. Oleh karena prevalensi TBC paru cukup tinggi dalam masyarakat, maka tidak mungkin menegakkan diagnosis silikosis semata-mata berdasarkan foto rontgen saja, melainkan harus secara lengkap ditempuh cara membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin penyakit sekunder tambahan, penyulit terhadap silikosis, seperti halnya terjadi pada tuberkulosilikosis. Tapi mungkin pula silikosis menghinggapi pekerja yang sedang menderita TBC paru, keadaan demikian terjadi pada silikotuberkulosis. Untuk memastikan adanya infeksi TBC, dilakukan pemeriksaan biakan sputum dan uji serologis. Pada kelompok pekerja yang terpapar debu silika, gambaran radiologis nodul- nodul dan penyatuan nodul-nodul tersebut serta batuk kering dan tidak adanya tanda-tanda yang biasa ditemukan pada penyakit TBC paru memberikan kemudahan membuat diagnosis silikosis pada stadium dini. Selain tuberkulosis, Universitas Sumatera Utara penyakit lain yang harus disingkirkan dalam menegakkan diagnosis silikosis adalah kanker paru, sarkoidosis retikulosis granulomatosa generalisata kronis progresif tanpa sebab yang jelas mengenai banyak organ termasuk paru, artritis rematoid, dan mungkin lainnya. Sehubungan dengan itu, riwayat pekerjaan yang disertai risiko paparan terhadap debu silika bebas sangat penting artinya. Menurut Material Safety Data Sheet MSDS tahun 2008 bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Menurut LaDou 2004, jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas.

2.3.3 Efek Klinis Silikosis