Eksistensi Perbankan Syari’ah
1. Prinsip At-taawun, prinsip saling bekerjasama untuk kebaikan dan
keadilan bersama, seperti firman Allah SWT dalam Al-qur’an yang sebagaimana artinya :
...“dan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran dan bertaaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amar berat siksa-Nya” Qs:5;2.
2. Prinsip menghindari Iktinaz, yaitu menahan uang dan membiarkannya
menganggur yang dapat menghambat kelancarann transaksi dalam masyarakat. Allah berfirman yang sebagaimana artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku sengan suka sama suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepamu”Qs:4;29. 3.
Prinsip menghindari riba, Allah SWT melarang sangat jelas riba melalui firman-Nya, yang sebagaimana artinya :
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-
orang yang beriman -279- Maka jika kamu tidak mengerjakannya, maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu dan jika
kamu bertaubat, maka bagimu harta pokokmu dan kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”Qs:2;278-279.
4. Prinsip keadilan dan transparansi.
5. Menunaikan zakat.
Eksistensi perbankan syari’ah di Indonesia pada awalnya didasarkan pada Undang-Undang UU perbankan No. 7 tahun 1992 dimana bank diberikan
kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga maupun bagi hasil. Eksistensi perbankan syari’ah semakin dipertegas
setelah disahkannya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan syari’ah sebagai perubahan dari UU No. 7 tahun 1992 Asytuti. 2011. UU ini membuka
kesempatan bagi siapa saja yang ingin mendirikan bank syari’ah maupun mengkonversi diri ke bank syari’ah. Dengan tegas pasal 6 UU No. 10 tahun 1998
membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan bisnis berdasarkan syari’at Islam. Selanjutnya eksistensi
perbankan syari’ah diperkukuh lagi dengan UU No. 23 tahun 1999 kemudian diubah ke UU No. 3 tahun 2004. Keberadaan perbankan syari’ah semakin
diperkuat lagi setelah dikeluarkannya UU No. 21 tahun 2008 yang bertujuan memberi penjelasan mengenai UU lain yang terkait dengan aktivitas perbankan
syari’ah.