Menurut Andri Soemitra 2009;61, bank syari’ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah, dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syari’ah BUS, Unit Usaha Syari’ah UUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS. Bank
Umum Syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapat berusaha sebagai bank
devisa dan non-devisa. Unit Usaha Syari’ah UUS adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS
adalah bank yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS hanya boleh dimiliki oleh Warga Negara
Indonesia WNI dan atau badan hukum Indonesia, pemerintah daerah atau kemitraan antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pemerintahan
daerah.
2.2.2 Kegiatan dan Produk Perbankan Syari’ah
Dalam kegiatan perbankan syari’ah untuk melayani nasabahnya, secara teknis hampir sama dengan perbankan konvensional. Karakteristik
sistem perbankan syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif alternative-solution sistem perbankan yang saling
menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek- aspek
keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa
perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syari’ah menjadi sistem perbankan yang kredibel dan dapat
dinikmati oleh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Secara garis besar kegiatan perbankan syari’ah terbagi ke dalam tiga kategori
yang dibedakan berdasarkan fungsinya, yakni penghimpunan dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat dan memberikan
pelayanan jasa yang bervariatif. 1.
Penghimpunan dana dari masyarakat Bank syari’ah menghimpun dana dari masyarakat dengan cara
menawarkan berbagai jenis produk. Berdasarkan fatwa Dewan Pengawas Syari’ah Nasional DSN, ada dua prinsip penghimpunan
dana dari masyarakat, yaitu tabungan wadi’ah, tabungan mudharabah. Dengan menghimpun dana dari masyarakat, maka bank syari’ah akan
memberikan intensif dalam bentuk bonus yang tidak disyaratkan di muka dan bersifat sukarelauntuk akad wadi’ah dan bagi hasil sesuai
nisbah yang disepakati untuk akad mudharabah. 1
Prinsip wadi’ah Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip nasabah ke pihak
yang dititipi bank syari’ah, yang mana penitip dapat mengambilnya kapanpun dia kehendaki. Akad wadi’ah terbagi
kepada dua jenis, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah
yaddhamanah. Pada akad wadi’ah yad amanah, pihak bank tidak boleh menggunakan atau memamfaatkan barangaset yang dititipi,
melainkan hanya untuk menjaganya. Sedangkan wadi’ah yad dhamanah , pihak bank boleh memamfaatkan barangaset yang
dititipi, hal ini didasarkan bahwa bank bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang titipan.
Bank berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemamfaatan barang dan bertanggung jawab penuh atas kerugian resiko yang
mungkin terjadi. Produk wadi’ah diaplikasikan bank syari’ah mirip seperti produk giro dan tabungan pada bank konvensional.
2 Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal pemilik dana dan bank
sebagai mudharib pengelola. Dana tersebut digunakan untuk melakukan mudharabah atau ijarah. Hasil usaha ini akan dibagi
hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk mudharabah
kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
mudharabah terpenuhi sempurna jika ada pemilik dana, pengelola, usaha yang akan dibagi hasilkan, nisbah dan ijab kabul. Prinsip
mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
2. Penyaluran Dana kepada Masyarakat
Bank syari’ah menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana user of fund, agar tidak terjadi idle fund. Bank syari’ah dapat
menyalurkan dananya ke masyarakat dengan menawarkan berbagai produk dalam bentuk pembiayaan dan penempatan dana lainnya.
Berikut beberapa produk penyaluran dana kepada masyarakat dari perbankan syari’ah :
1 Prinsip Jual-beli Ba’i
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan
bank ditentukan di depan dan menjadi bagian kesepakatan harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembiayaan dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut :
a. Pembiayaan murabahah, murabahah al-ba’it tsaman ajil atau
lebih dikenal sebagai murabahah yang berasal dari kata ribhukeuntungan adalah transaksi jual-beli , dimana bank
menyebut jumlah keuntungannya. Harga jual dicantumkan dalam akad dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Murabahah dilakukan dengan cara menyerahkan barang kepada nasabah, tentunya setelah akad
dilakukan, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.
b. Pembiayaan salam, adalah transaksi jual-beli dimana barang
yang diperjualbelikan belum ada. Pemesan barang menyerahkan uangnya di tempat dilakukannya akad dan barang
diserahkan secara tangguh. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual atau produsen. Dan
biasanya produk ini diaplikasikan pada barang-barang produksi pertanian Askarya. 2006.
c. Pembiayaan istisna, produk ini menyerupai produk salam, tapi
dalam istisna pembayaran dapat dilakukan dalam beberapa kali termin pembayaran. Skim istisna’ umumnya diaplikasikan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan umum istisna ialah, spesifikasi barang pesanan harus lebih jelas,
seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. 2
Prinsip Ijarah Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan mamfaat
hak guna, bukan perpindahan kepemilikan hak milik. Ijarah dalam perbankan dikenal dengan operational lease, yaitu kontrak
sewa antara pihak yang menyewa dan pihak penyewa. Biaya pemeliharaan atas aset yang menjadi objek sewa menjadi
tanggungan pihak yang menyewakan. Dalam transaksi ijarah dilakukan antra lessor dan lesse atas objek sewa untuk
mendapatkan imbalan atas barang yang disewakan. Bank sebagai
lessor yang menyewakan objek sewa, akan mendapatkan imbalan dari lesse.
3 Prinsip Bagi-hasil Syirkah
Syirkah adalah pembagian atas hasil yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukakan perjanjian, yaitu pihak nasabah dan
pihak bank syari’ah. Pembagian hasil usaha ditetapkan dengan menggunakan nisbah, yaitu persentase yang disetujui oleh kedua
pihak dalam menentukan bagi hasil atas usaha yang dikerjasamakan.
a. Pembiayaan musyarakah, merupakan akad kerja sama usaha
antara dua pihak atau lebih dalam menjalankan usaha, dimana masing-masing pihak menyertakan modalnya sesuai dengan
kesepakatan, dan bagi hasil atas usaha bersama diberikan sesuai dengan kontribusi dana atau kesepakatan bersama pada
saat akad dilakukan. b.
Pembiayaan mudharabah, merupakan akad pembiayaan antara bank syari’ah sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai
mudaribuntuk melaksanakan kegiatan usaha, dimana bank syari’ah memberikan modal sebanyak 100, dan nasabah
menjalankan usahanya. Hasil usaha mudharabah tersebut akan dibagi antra bank dengan nasabah ssesuai kesepakatan pada
waktu akad. 3.
Pelayanan Jasa
Bank syari’ah juga menawarkan produk pelayanan jasa untuk membantu transaksi yang dibutuhakan oleh pengguna jasa bank
syari’ah. Dengan memberikan pelayanan jasa bank, bank syari’ah akan memperoleh pendapatan dari pelayanan jasa yang dilakukan atau yang
disebut dengan fee based income.Berikut adalah jasa-jasa perbankan syari’ah yang ditawarkan kepada nasabhnya :
1 Wakalah, ialah pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain
dalam menjalankan amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan syari’ah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan LC, inkaso dan transfer uang.
2 Kafalah, ialah jaminan guarante, beban, atau tanggungan yang
diberikan oleh penanggung bank kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung nasabah.
Dapat juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai penjamin. Atas jasanya tersebut penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin Ascarya. 2007.
3 Hawalah, atau hiwalah ialah merupakan pemindahan pengalihan
tanggung jawab pembayaran hutang dari seseorang yang berhutang kepada orang lain.
4 Rahn, merupakan penyerahan barang yang digunakan sebagai
agunan jaminan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Akad
ini dilaksanakan oleh nasabah rahin yang memberikan jaminan marhun kepada bank syari’ah murtahin.
5 Qard, ialah fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah
dalam membantu pengusaha kecil. Bank syari’ah memberikan pinjaman qard dalam bentuk qardhul hasan dengan tujuan lebih
kepada sosial. Dana qard berasal dari dana bank dan dana kebajikan yang terkumpul dari berbagai sumber, antara lain :
Zakat, infak, sedekah, denda, bantuan dari pihak lain dan dana lainnya.
6 Sharf, merupakan pelayanan jasa bank syari’ah dalam pertukaran
matauang atau antara Valas dengan Rupiah. Pertukaran ini dibolehkan asalkan digunakan untuk tujuan spekulasi dan sesuai
dengan syarat yang dibenarkan Islam.
2.3 Perbedaan Perbankan Syari’ah denga Konvensional
Dari segi teknis penerimaan uang, perbankan syari’ah dan konvensional relatif tidak ada bedanya, yakni persamaan dalam mekanisme transfer, teknologi
komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapatkan pembiayaan, seperti pembiayaan yang harus ada KTP, proposal,
laporan keuangan dan sebagainya. Pada umumnya, perbedaan mendasar antara bank syari’ah dengan konvensional salah satunya terletak pada konsep cara
menerima dan memberi imbalan bunga kepada nasabahnya. Dalam Islam, bunga bank dianggap riba tambahan dalam transaksi atau pinjam-meminjam,
dan sangat dilarang oleh Allah SWT. Berikut dalah tebel perbedaan-perbedaan antara bank syari’ah dan bank konvensional :
Tabel 2.1 Perbedaan Perbankan Syari’ah dengan Konvensional
No Aspek
Bank Syari’ah Bank Konvensional
1 Legalitas
Hukum positif dan syari’ah Hukum positif
2 Lembaga
peradilan Pengadilan tinggi Badan
Arbitrase Muamalah Indonesia
Pengadilan tinggi
3 Struktur
organisasi Direksi dan komisaris Dewan
Pengawas Syari’ah DPS Direksi dan komisaris
4 Jenis bisnis
Halal Halal dan haram
5 Oriented
Profit dan fallah Profit
6 Prinsip
operasional Bagi sewa take risk jual-beli
dan sewa Bunga no risk
7 Hubungan dengan
nasabah Kemitraan, sejajar
Debitur vs kreditur tak seimbang
8 Lingkungan kerja
dan budaya perusahaan
Syari’ah, etika akhlak, siddik, amanah, tablig dan
fathonah Etika dan umum
9 Laporan
keuangan Cash basis
Accrual basis 10 Sektor moneter
dengan sektor riil Terkait
Terpisah
Sumber : Kautsar Rizal Salman. 2012;60-61.
2.4 Eksistensi Perbankan Syari’ah
Di era modern ini perbankan syari’ah telah mengalami perkembangan yang terbilang pesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negara-negara
barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syari’ah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 Amir machmud dan
Rukmana. 2010;19. Eksistensi lembaga keuangan syari’ah dalam perekonomian didasarkan
pada ajaran Islam yang tercantum dalam Al-qur’an, yang sebagaimana artinya :
1. Prinsip At-taawun, prinsip saling bekerjasama untuk kebaikan dan
keadilan bersama, seperti firman Allah SWT dalam Al-qur’an yang sebagaimana artinya :
...“dan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran dan bertaaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amar berat siksa-Nya” Qs:5;2.
2. Prinsip menghindari Iktinaz, yaitu menahan uang dan membiarkannya
menganggur yang dapat menghambat kelancarann transaksi dalam masyarakat. Allah berfirman yang sebagaimana artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku sengan suka sama suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepamu”Qs:4;29. 3.
Prinsip menghindari riba, Allah SWT melarang sangat jelas riba melalui firman-Nya, yang sebagaimana artinya :
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-
orang yang beriman -279- Maka jika kamu tidak mengerjakannya, maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu dan jika
kamu bertaubat, maka bagimu harta pokokmu dan kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”Qs:2;278-279.