Bentuk Penyelesaian Sengketa Konsumen

47 yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dan dapat dikatakan pula bahwa kerusakan danatau sampai terjadinya kehilangan tersebut adalah merupakan Tanggung Jawab dari Pelaku Usaha atas usaha yang dikelolanya. Dari beberapa uraian diatas mengenai Sengketa Konsumen, kesimpulannya tidak yang menyebutkan secara jelas apa itu sebenarnya sengketa konsumen. Batasan – batasan mengenai apa itu sengketa dan apa itu konsumen. Berebeda – beda pemaparannya menurut ahli dan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perllindungan Konsumen itu sendiri.

B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Konsumen

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen membagi penyelesaaian Sengketa Konsumen menjadi 2 bagian, yaitu : a. Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan 1 Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri. 2 Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. b. Penyelesaain sengketa konsumen melalui proses litigasi. 47 Ad.a Penyelesaiansengketa konsumen diluar pengadilan 1 Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa. Mengenai penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, yang dilakukan atau ditempuh dengan jalur atau secara damai oleh para pihak yang bersengketapun dilakukan pula pada proses penyelesaian sengketa secara arbitrase. Sehingga terdapat kesamaan bahwa bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan , 47 Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga BPSK atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradlan umum. Universitas Sumatera Utara 48 ialah dengan cara damai yang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak untuk memperoleh penyelesaian sengketa tersebut. Adapun isi pasal dari Penyelesaian sengeketa diluar pengadilan yang dilakukan secara damai menurut Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah: 1 Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa. 2 Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut. Sedangkan Penyelesaian sengketa konsumen secara damai oleh para pihak yang bersengketa, disebutkan dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu : “ penyelesaian konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa .” Dalam ayat 1 UUPK tersebut, menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan diluar pengadilan ialah mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa.Meskipun majelis arbiter dan tempat untuk menyelesaikan sengketa secara arbitrase tersebut telah ditentukan, tetapi upaya damailah yang tetap diusahakan terlebih dahulu kepada kedua belah pihak. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 45 Ayat 2 UUPK tersebut, tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pelaku usaha dan konsumen, tanpa melalui pengadilan atau badan Universitas Sumatera Utara 49 penyelesaian sengketa konsumen, dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Bahkan dalam penjelasan pasal tersebut dikemukakan bahwa pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Dari penjelasan Pasal 45 ayat 2 UUPK dapat diketahui bahwa UUPK menghendaki agar penyelesaian damai, merupakan upaya hukum yang justru harus terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui BPSK atau badan peradilan. 48 2 Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan murah.Cepat karena Undang-Undang menentukan dalam tenggang waktu 21 hari kerja, BPSK wajib memberikan putusannya. 49 Mudah karena prosedur administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana. Murah terletak pada biaya perkara yang terjangkau. Setiap Konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya ke BPSK, baik secara langsung maupun diwakili oleh kuasanya dan maupun oleh ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh kuasanya atau ahli warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa, atau warga negara asing. Pengaduan tersebut dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan kepada sekretariat BPSK di kotakabupaten tempat domisili konsumen atau di kotakabupaten terdekat dengan domisili konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK diselenggarakan semata-mata untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian danatau 48 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 99 49 Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 50 mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. 50 Ukuran kerugian materi yang dialami konsumen ini didasarkan pada besarnya dampak dari penggunaan produk barangjasa tersebut terhadap konsumen. Bentuk jaminan yang dimaksud adalah berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen itu. 51 Namun pada kenyataannya, setiap pelaku usaha yang memproduksi barang danatau jasanya yang telah merugikan konsumen, semata-mata haruslah ada kerugian baik materi ataupun immateri terlebih dahulu baru kemudian pelaku usaha tersebut berhati-hati dalam memproduksi barang danatau jasanya. Dengan kata lain harus ada kerugian terlebih dahulu lalu ada upaya perbaikan dari pelaku usaha atas kesalahnnya. Maka timbulah pertanyaan, apakah harus konsumen merasa dirugikan terlebih dahulu baru ada bentuk perubahan atau kehati-hatian dari Pelaku Usaha atas Produk baranng danatau Jasanya? Sehingga jaminanlah sebagai bentuk salah satu tanggung jawabnya Pelaku Usaha tersebut, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 UUPK tersebut, berupa tulisan : “tidak akan terulang kembali perbuatan yang merugikan konsumen.” Pada prinsipnya penyelesaian sengketa kosumen diusahakan dapat dilakukan secara damai, sehingga dapat memuaskan para pihak yang bersengketa win-win solution. Menurut Leo Kanowitz, penyelesaian sengketa di luar pengadilan mempunyai kadar keterikatan kepada aturan main yang bervariasi, dari yang paling kecil kaku dalam menjalankan aturan main sampai kepada yang paling relaks. Penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan diluar pengadilan diharapkan 50 Penjelan mengenai Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 51 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit,hlm. 100 Universitas Sumatera Utara 51 sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa konsumen yang tak hanya menyelesaikan sengketa saja, tetapi dapat tetap menciptakan keharmonisan hubungan antara para pihak yang bersengketa. Serta apa-apa yang dijadikan putusan penyelesaian di luar pengadilan tersebut adalah putusan yang akurat dan memang dapat dilaksanakan oleh para pihak tersebut dengan baik . 52 Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan sengketa di luar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda, yaitu : 53 a Apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan wajib dilakukan oleh para pihak atau hanya bersifat sukarela; b Apakah putusan dibuat oleh para pihak sendiri atau pihak yang ketiga; c Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak formal; d Apakah para pihaak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri yang tampil; e Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada kriteria lain; f Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak; Selanjutnya, dikemukakan bahwa tidak semua model penyelesaian sengketa diluar pengadilanalternatif baik untuk para pihak yang bersengketa. Suatu penyelesaian sengketa altenatif yang baik setidak – tidaknyaharuslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : a Haruslah efesien dari segi waktu; b Haruslah hemat biaya; 52 Susanti Adi Nugroho.,Ibid,hlm.101 53 Susanti Adi Nugroho.,Ibid,hlm.101-102 Universitas Sumatera Utara 52 c Haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya jangan terlalu jauh; d Haruslah melindungi hak-hak dari para pihak yang bersengketa; e Haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur; f Badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah terpercaya di masyarakat dan para pihak yang bersengketa; g Putusannya harus final dan mengikat; h Putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi; i Putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari komunitas di mana penyelesaian sengketa dilaksanakan. Table 1 : Sisi Baik dan Sisi Lemah dari Berbagai Alternatif Penyelesaian Sengketa No Alternatif Penyelesaian Sengketa Sisi Baik Sisi Lemah 1. Badan Pengadilan - Menerapkan Norma publik - Ada precedent - Deterrence effect - Keseragaman - Independensi - Putusan mengikat - Keterbukaan - Dapat dieksekusi - Melembaga - Pendanaan secara publik - Mahal - Memakai lawyer sehingga mereka tidak terkontrol - Keputusan tidak terduga - Tidak ahli substansi - Menunda-nunda - Banyak butuh waktu - Masalah diredefinisidan dipersempit - Ganti-rugi terbatas - Tidak ada kompromi - Polarisasi cenderung bermusuhan 2. Arbitrase - Privacy forum dikontrol para pihak - Dapat dieksekusi - Tidak ada Norma Publik - Tidak ada precedent - Tidak ada keseragaman Universitas Sumatera Utara 53 - Cepat - Ahli - Gantirugi tailor make - Dapat dipilih norma yang sesuai - Kurang berkualitas - Dibebani oleh legalisasi yang semakin banyak 3. Mediasi Negosiasi - Privacy - Forum dikontrol para pihak - Merefleksi kepentingan dan prioritas para pihak - Mempertahankan kelanjutan hubungan para pihak - Fleksibel - Putusan yang terintegrasi - Tertuju pada masalah dasar - Menjadi pendidikan terhadap para pihak - Putusan cenderung dijalankan oleh para pihak yang bersengketa. - Kurang kemampuan untuk memaksa partisipasi para pihak - Tidak mengikat - Kurang terbuka - Tidak ada kewenangan eksekusi - Tidak ada jaminan due process - Hasil tidak adil jika skill tidak seimbang dalam negosiasi - Sukar dieksekusi - Hasil menjadi tidak penting - Tidak ada aplikasi perkembangan. Sumber :Susanti Adi Nugroho, Ibid, hlm. 103 Tata cara penyelesaian sengeketa konsumen oleh BPSK ditur dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Jo. Kepmenperindag No. 350MPP122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh mungkin dihindari suasana yang formal. UUPK menentukan apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 54 54 Susanti Adi Nugroho, Ibid ,hlm. 103 Universitas Sumatera Utara 54 Adapun Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 berbunyi : “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah Lembaga Penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.” Kemudian berdasarkan isi Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 diatas, maka alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukkan dengan cara berikut : 55 1. Konsultasi Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan” yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Pendapat tersebut tidak mengikat, artinya klien bebas untuk menerima pendapatnya atau tidak. 2. Negosiasi Negosiasi adalah proses consensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan diantara mereka. Negosiasi menurut Roger Fisher dan William Ury adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan mediasi dan pihak ketiga pengambil keputusan arbitrase atau litigasi. Negosiasi biasanya dipergunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelik, diman para pihak masih beritikad baik untu duduk bersama dan memecahkan masalah.Nehosiasi 55 Celina Tri Siwi Kristiyanti., Op.Cit.,hlm. 185-188 Universitas Sumatera Utara 55 dilakukan apabila komunikasi antar pihak yang bersengketa masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya, dan ada keinginan untuk cepat mendapatkan kesepakatan dan meneruskan hubungan baik. 3. Mediasi Dalam Pasal 6 ayt 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang seorang mediator. Menurut Riskin dan Wetsbrook mediasi merupakan Mediation is an informal process in which a neutral third party helps oter resove a dispute or plan a transition but does not and ordinarily does not have the power to impose a solution. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan dimana pihak luar yang tidak memihak impartial bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa.Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persolan –persolan yang dikuasakan padanya. Dalam sengketa dimana salah satu pihak yang kuat dan cenderung menunjukan kekuasaannya, pihak ketiga memgang pernan penting untuk menyetarakannya.Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi karena pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa arah tanpa arahan konkret dari pihak ketiga. Peran utama seorang mediator adalah ia harus mampu merangsang para pihak untuk menciptakan solusi yang kreatif, dan hal ini hanya dapat dilakukan apabila ia benar- Universitas Sumatera Utara 56 benar memahami kepentingan dari masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga para pihak dapat menemukan solusi yang memenuhi kepentingan para pihak yang bersifat fundamental. Kelebihan yang mendasar dari suatu mediator tergambar dari pendapat yang berbunyi : “the parties are provided a forum where they can vven their feelings while telling their „stories‟ so that they feel heard and understood ” Sehingga mediator memampukan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan kepala yang jernih dan objektivitas maupun tulisan yang dapat gianggap sebagai suatu perjanjian baru atau dapat juga dijadikan sebagai suatu perdamaian dimuka hakim yang akan menunda proses penyelesaian sengketa si pengadilan. 4. Konsiliasi Konsiliasi tidak jauh berbeda dengan perdamaian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1851 KUHPerdata. Konsiliasi sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan litigasi, melainkan juga dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik dalam maupun diluar pengadilan. Dalam konsiliasi pihak ketiga mengupayakan pertemuan diantara pihak yang berselisih untuk mengupayakan perdamaian.Pihak ketiga selaku konsiliator tidak harus duduk bersama dalam perundingan dengan para pihak yang berselisih, konsiliator biasanya tidak terlibat secara mendalam atas substansi dari perselisihan.Ketentuan tentang konsiliasi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat 10 dan alinea ke-9 Penjelasan Umum Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999.Hasil dari kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditanda-tangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan didaftarkan di Pengadilan Negeri.Kesepakatan tertulis dari konsiliasi ini bersifat final dan mengikat para pihak. Universitas Sumatera Utara 57 5. Penilaian Ahli Yang dimaksud dengan penilaian adalah hukum oleh lembaga arbitrase. Dalam pasal 1 angka 8 Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999 berbunyi : Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Dalam suatu bentuk kelembagaan, arbitrase ternyata tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi diantara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga dapat memeberi konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang melakuknannya.Oleh sebab itu, pendapat tersebut diberikan atas permintaan dari para pihak secara bersama-sama dengan malalui mekanisme sebagaimana halnya suatu penunjukan lembaga arbitrase untuk menyelesaikan suatu perselisiha atau sengketa, maka pendapat hukum ini bersifat final.Sebenarnya sifat dari pendapat hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase ini termasuk dalam pengertian atau bentuk putusan lembaga arbitrase. Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk mendapatkan kesepakatan dari pelaku usaha tergugat mengenai bentuk dan besarnya ganti-rugi serta untuk tidak terjadinya kesalahan yang sama maka didalam Pasal 45 Undang – Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999, mencantumkan bahwa : 1 Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum. Universitas Sumatera Utara 58 2 Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditemouh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. 3 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaiamana daiatur dalam undang-undang. 4 Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugaatan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan berhasil oleh salah satu pihak yang bersengketa. Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK mempunyai kewajiban menjaga ketertiban jalannya persidangan. Terdapat 3 tiga tata cara persidangan di BPSK Pasal 54 ayat 4 Jo. Pasal 26 sampai dengan pasal 36 Surat Keputusan Menperindag Nomor 350MPPKep122001, yaitu : 56 1. Persidangan dengan cara konsiliasi; Inisiatif salah satu pihak atau para pihak membawa sengketa konsumen ke BPSK ditangani Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bersikap pasif dalam persidngan sengan cara konsiliasi. Sebagai pemerantara antara para pihak yang bersegketa, Majelis BPSK bertugas Pasal 28 SK Menperindag No. 350MPPKep122001: a. Memanggil konsumen an pelaku usaha yang bersengketa; b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan; c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; d. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang- undangan di bidang perlindungan konsumen. Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara konsiliasi ada 2 dua Pasal 29 SK Menperindag No.350MPPKep122001. Pertama, proses penyelesaian 56 Celina Tri Siwi Kristiyanti.,Ibid, hlm.199-201 Universitas Sumatera Utara 59 sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK betindak pasif sebagai konsiliator. Kedua, hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK. 2. Persidangan dengan cara mediasi; Cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak, sama halnya dengan cara konsiliasi. Keaktifan Majelis BPSK sebagai pemerataan dan penasihat Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara mediasi terlihat dari tugas Majelis BPSK, yaitu : a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; b. Memanggil saksi dan saksi ahlli bila diperlukan; c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersegketa; e. Secara aktif memberikan sarana atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen; sesuai dengan peratutan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen. Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara konsiliasi ada 2 dua Pasal 31 SK Menperindag No.350MPPKep122001. Pertama, proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK betindak pasif sebagai konsiliator.Kedua, hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK. 3. Persidangan dengan cara arbitase; Pada persidangan dengan cara ini para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Proses pemilihan Majelis BPSK dengan cara arbitrase ditempuh melalui 2 dua tahap Pasal 32 SK Menperindag No.350MPPKep122001. Pertama, para pihak memilih arbiter dari angoota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan Universitas Sumatera Utara 60 konsumen sebagai anggota Majelis BPSK.Kedua, arbiter yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbitor ketiga dari anggota BPSK.Jadi, unsur pemerintah selalu dipilih untuk menjadi Ketua Majelis. Ad.b. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi Manakala upaya perdamaian telah gagal mencapai kata sepakat atau para pihak tidak mau lagi menempuh alternatif perdamaian, maka para pihak dapat menempuh penyelesaian sengketanya melalui pengadilan dengan cara : 57 1 Pengajuan gugatan secara perdata diselesaikan menurut instrument hukum hukum perdata dan dapat digunakan dengan prosedur: 58 a Gugatan perdata konvensional; b Gugatan perwakilangugatan kelompok class action; c Gugatanhak gugat LSMOr-Nop legal standing; d Gugatan oleh pemerintah danatau instansi terkait. 2 Penyelesaian sengketa konsumen secara pidana. 3 Penyelesaian sengketa konsumen melalui instrument hukum tata usaha negara, dan melalui mekanisme hukum hak menguji materil. 1 Pengajuan gugatan secara perdata diselesaikan menurut instumen hukum perdatalitigasi di Peradilan Umum Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 59 Dengan memperhatikan Pasal 48 UUPK, penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadillan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku. Jadi 57 Susanti Adi Nugroho., Op.Cit,hlm. 126 58 Pasal 46 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 59 Pasal 45 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara 61 dengan demikian, proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri, dilakukan seperti halnya mengajukan gugatan sengketa perdata biasa, dengan menngajukan tuntutan ganti kerugian baik berdasarkan perbuatan melawan hukum, gugatan ingkar janjiwanprestasi atau kelalaian dari pelaku usahaprodusen yang menimbulkan cedera, kematian atau kerugian bagi konsumen. Gugatan perdata ini diajukan melalui pengadilan negeri ditempat kedudukan konsumen. Dengan berlakunya UUPK, 60 maka konsumen yang akan mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, tidak mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri di tempat kedudukan pelaku usaha yang menjadi tergugat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 HIR, tetapi di ajukan kepada pengadilan negeri di tempat kedudukan konsumen sebagai penggugat. Dengan berlakunya UUPK, ketentuan Pasal 23 Jo. Pasal 45 UUPK ini merupakan lex spesialis terhadap HIRRBg. Sesuai dengan adagium “lex spesialis derogat lex generalis”, yang berkaitan dengan ketentuan khusus mengeyampingkan ketentuan umum, maka ketentuan pasal 23 Jo. Pasal 45 UUPK adalah ketentuan acara yang harus diterapkan dalam rangka pengajuan gugatan oleh konsumen kepada pelaku usaha.Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut, dapat diajukan banding dan kemudian kasasi, sebagaimana perkara perdata biasa. 61 Gugatan pelanggaran pelaku usaha terhadap hak – hak konsumen melalui peradilan negeri, dengan menggunakan instrument hukum acara perdata konvensional, dilakukan oleh seorang konsumen, atau lebih atapun ahli warisnya.Pasal 26 ayat 1 butir a UUPK ini, tidak menegaskan instrument hukum tersebut, betapapun lemahnya instrument hukum itu ditinjau dari segi perlindungan hukum terhadap konsumen. Dalam hukum acara perdata konvensional dikenal siapa yang mendalilkan, ia harus membuktikan. Karena banyaknya kasus ketidak adilan 60 Pasal 23 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 61 Susanti Adi Nugroho.,Op.Cit, hlm.127 Universitas Sumatera Utara 62 yang dialami oleh konsumen pada umumnya pada posisi yang lemah, dan hukum acara perdata HIRRBg tidak lagi sepenuhnya mampu menampung perkembangan – perkembangan tuntutan keadilan dan masyarakat pencari keadilan, maka UUPK telah menerobos prinsip –prinsip hukum perdata konvensional, yang sangat dipegang teguh para ahli hukum dan praktisi hukum di Indonesia. UUPK membawa perbaikan, berupa pembaharuan yang selama ini menghambat penyelesaian sengketa konsumen dengan mengedepankan alterrnatif penyelesaian sengketa yang sam sekali baru bagi penegakan hukum di Indonesia, yaitu dimungkinkannya gugatan perwakilan kelompokclass action, hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Organisasi Non –Pemerintah lain legal standing, dan gugatan yang diajukan oleh pemerintah atau instansi yang terkait terhadap pelaku usaha. Meskipun ketiga jenis gugatan tersebut secara prinsip berbeda, tetapi dalam praktik pelaksanaannya sering kali rancu, karena kurangnya pemahaman bagi pelaksana –pelaksananya, disamping belum adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya. 62 2 Penyelesaian sengketa konsumen secara pidana Dalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 terdapat sejumlah norma – norma hukum pidana dalam hukum pidana terdapat asas tidak tertulis bahwa sanksi pidana di gunakan sehemat mungkin oleh masyarakat atau dengan kata lain penggunaan sanksi pidana hanya sebagai ultimo remedium. Semua norma Perlindungan Konsumen dalam UUPK memiliki sanksi pidana. Dalam pada itu, hukum pidana sebagai sarana perlindungan sosial social defense bertujuan melindungi kepentingan – kepentingan masyarakat. a. Pemeliharaan tertib masyarakat. 62 Susanti Adi Nugroho.,Ibid, hlm.130-131 Universitas Sumatera Utara 63 b. Perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian dan bahaya – bahaya yang tidak dapat di benarkan yang di lakukan oleh orang lain. c. Memasyarakatkan kembali resosialisasi para pelangggar hukum. d. Pemeliharaanmempertahankan integritas pandangan- pandangan dasar tentang keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan individu. Sanksi pidana dalam UUPK dalam batas – batas tertentu di pandang sepadan dengan kebuutuhan untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan – kepentingan tersebuut, yang secara lebih khusus kepentingan – kepentingan itu di rumuskan dalam hak – hak konsumen. 63 Adanya sanksi perdata, dan sanksi administrasi negara dalam UUPK merupakan sarana- sarana non pidana yang diharapkan memiliki pengaruh preventif.Hukum pidana baru digunakan, bila instrumen – instrument hukum lainnya sudah yidak berdaya lagi untuk melindungi konsumen ultimum remedium.Sebaliknya, UUPK telah memulai paradigm baru, bahwa hukum pidana digunakan bersama-sama dengan instrumen hukum lainnya premium remedium. Dalam konteks hukum perlindungan konsumen, posisi tersangka dan terdakwa ada pada pelaku usaha, baik perorangan atau korporasi.Peran konsumen dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai halnya korban dalam perkara pidana lainnya, yaitu masih terbatas sebagai saksi korban. 64 3 Penyelesaian sengketa konsumen melaului instrument Peradilan Tata Usaha Negara dan melalui mekanisme hukum Hak Uji Materil. a Penyelesaian sengketa konsumen melalui instrument Peradilan Tata Usaha Negara. 63 Susanti Adi Nugroho.,Ibid,hlm.133 64 Susanti Adi Nugroho.,Ibid, hlm.135 Universitas Sumatera Utara 64 Lingkungan peradilan tata usaha negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi pencari keadilan yang terlibat sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata berhadapan dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat di keluarkannya keputusan tata usaha negara, sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan prundang-undangan yang berlaku. 65 Pengertian pejabat tata usaha negara termasuk badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keputusan tata usaha negara itu harus berupa penetapan tertulis yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang- undangan, yang bersifat kongkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum dari seorang atau badan hukum perdata. 66 Untuk membedakan apakah perbuatan pemerintah merupakan perbuatan hukum public atau hukum perdata perlu di perhatikan ciri-ciri hukum tersebut yaitu: Ciri-ciri hukum publik terdiri dari: 67 1 Keputusannya sepihakunilateral kewenangannya bersumber dari hukum publik. 2 Vertikal. 3 Ada hubungan sub ordonansihierarki. 4 Keputusannya berlaku umum. 65 Pasal 1 butir 4 UU Nomor 9 tahun 2004, tentang Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 66 Pasal 1 butir 2 UU Nomor 9 tahun 2004, tentangPerubahan atas UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 67 Susanti Adi Nugroho., Op.,Cit,hlm.136 Universitas Sumatera Utara 65 Sedangkan ciri-ciri hukum perdata terdiri dari : 1 Ada dua pihak atau lebih bilateral. 2 Antara pihak-pihak mempunyai hubungan yang sejajar. 3 Parallel. 4 Hanya berlaku bagi pihak-pihak yang bersangkutan saja. Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 46 ayat 2 UUPK terkesan hanya membolehkan gugatan ini konsumen ini, diajukan ke lingkungan peradilan umum. Pembatasan ini jelas menghalangi konsumen yang perkaranya mungkin menyentuh kompetensi peradilan tata usaha negara.Kendati demikian jika konsumen diarikan secara luas, yakni mencakup juga penerima jasa layanan publik tentu peradilan tata usaha negara seharusnya patut juga melayani gugatan tersebu.Untuk itu perlu diperhatikan, bahwa syarat-syarat bahwa sengketa itu berawal dari adanya penetapan tertulis bersifat konkrit, individual dan final harus tetap dipenuhi. Untuk memudahkan akses masyarakat, khususnya konsumen dalam berhubungan dengan pelayanan aparat birokrasi negara, diberbagai negara didirikan komisi khusus yang antara lain bertugas menerima pengaduan dari masyarakat atas kerugian yang dideritanya akibat perilaku penyelenggara pemerintahan. Di Indonesia, dengan Kepres Nomor 44 Tahun 2000, dibentuk Komisi Ombudsman, sebagai Instansi Independen yang diperlukan untuk mengawasi administrasi negara guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik, berdasarkan asas negara hukum serta kepatutan dan penghormatan hak asasi manusia, dengan tugas pokok Komisi Ombudsman; a Melayani keluhan masyarakat atas keputusan atau tindakan penyelenggara negara dan pemerintah yang dirasakan tidak adil, tidak patut, merugikan, atau melawan hukum . b Meningkatkan pengawasan terhadap institusi dan instansi pemerintahan, termasuk peradilan, dengan memberikan klarifikasi, informasi, dan rekomendasi, kepada Universitas Sumatera Utara 66 instansi pelapor yang diikuti dengan pengawasan terhadap pelaksanaan rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional. Keberadaan Ombudsman ini memiliki arti penting dalam gerakan perlindungan konsumen. Diperkirakan akan banyak kasus-kasus keluhan konsumen terhadap kualitas layanan publik yang selama ini seperti mengalami jalan buntu, akan dapat dibantu penyelesaiannya melalui komsi tersebut. Kiprah tim ombudsman juga diharapkan dapat mengatasi terputusnya akses masyarakat konsumen terhadap pejabat atau badan pelaksana layanan publik yang sering menutup diri. Kasus – kasus yang kerap kali menimbulkan frustasi masyarakat itu barangkali tidak terselesaikan karena sebagaian besar memang tidak dapat dikonstruksikan sebagai sengketa tata usaha negara, ataupun kalau dapat digugat melalui peradilan umum, konsumen sendiri segan menempuhnya karena proses yang panjang dan berliku-liku. 68 b Penyelesaian sengketa konsumen melalui mekanisme hukum hak uji materiil judicial review Hak uji materil lebih dikenal dengan sebutan judicial review yang dalam Pasal 1 butir 1 PERMA Nomor 1 Tahun 1999 disebutkan, “Hak uji materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menguji secara materiil terhadp peraturan perundang- undangan dibawah undang-undang sehubungan dengan adanya gugatan atau permohonan keberatan. 69 ” Konsumen atau sekelompok konsumen dapat menggunakan instrument hukum hak uji materiil yang menyangkut kebijakan berbagai peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan UUPK. 68 Susanti Adi Nugroh, Ibid,hlm. 140 69 PERMA Nomor 1 Tahun 1999 ini mancabut PERMA Nomor 1 Tahun 1993 Tentang Hak Uji Materiil Universitas Sumatera Utara 67 H.R.Sri Soematri menyatakan hak menguji dapat dibedakan : 70 1 Hak menguji formal Hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif terjelma melalui cara – cara atau prosedur sebagaimana ditentukandiatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Dari penegertian tersebut dalam hak menguji formal, yang dinilai adalah tata cara pembentukannya apakah sesuai atau tidak. 2 Hak menguji materiil Hak menguji materiil adalaha suatu hak untuk menelit idan menilai apakah suatu peraturan benar-benar telah dibuat oleh pembentuk peraturan yang berhak untuk membuatnya. Dan apakah semua peraturan isinya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya.

C. Arbitrase Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen