Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Menyelesaikan Sengketa Secara Arbitrase

73 sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu : a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu. b. Setelah putusan arbitrase BSPK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan. c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. 73

D. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Menyelesaikan Sengketa Secara Arbitrase

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 membentuk suatu lembaga dalam hukum perlindungan konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pasal 1 Butir 11 UUPK menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.BPSK sebenarnya dibentuk untuk menyelesaikan kasus – kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana.Keberadaan BPSK dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usahaprodusen, karena sengketa diantara konsumen dan pelaku usahaprodusen, biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya di pengadilan karena tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan ditutup. Pembentuk BPSK sendiri didasarkan pada adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracara di pengadilan konsumen yang secara sosial dan financial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Terbentuknya lembaga BPSK, maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui BPSK harus sudah diputus dalam tenggang waktu 21hari kerja, dan tidak 73 Intan Nur Rahmawanti, Rukiyah Lubis., Op.Cit, hlm.123-126 Universitas Sumatera Utara 74 dimungkinkan banding yang dapat memperlama proses penyelesaian perkara. Mudah karena prosedur administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana, dan dapat dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya persidangan yang dibebankan sangat ringan dan dapat terjangkau oleh konsumen. Jika putusan BPSK dapat diterima oleh kedua belah pihak, maka putusan BPSK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak perlu diajukan ke pengadilan. Keberadaaan BPSK juga diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di pengadilan. 74 Salah satu Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dalam Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Jo. Menperindag Nomor 350MPPKEP122001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsilliasi , mediasi, dan arbitrase. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan 3 tiga cara , yaitu: a. Konsiliasi; b. Mediasi, dan; c. Arbitrase; Adapun Tugas dan wewenang BPSK , yaitu : 75 a. Melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen. c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini. e. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. f. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 74 Susanti Adi Nugroho., Ibid hlm. 74 75 Pasal 52 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 75 g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. h. Memanggil, mengahadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran undang-undang ini. i. Meminta bantuan penyidik, untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g, huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen. j. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, ataub alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan. k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dari pihak konsumen. l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka dengan demikian terdapat fungsi strategis dari BPSK adalah : a. BPSK berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan alternative dispute resolution, yaitu melalui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. b. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha. Termasuk disini klausula baku yang dikeluarkan PT. PLN persero di bidang telekomunikasi, bank-bank milik pemerintah swasta, perusahaan leasingpembiayaan, dan lain-lain. c. Salah satu fungsi strategis adalah untuk menciptakan keseimbangan kepentingan – kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha perushaan – perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha usaha atau perusahaan – perusahaan milik negara. Universitas Sumatera Utara 76 Dilihat dari ketentuan Pasal 52 huruf b,c, dan e UUPK, dapat diketahui BPSK tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa diluar pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Ayat 1 UUPK, tetapi meliputi kegiatan berupa pemberian konsultasi, pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, dan sebagai tempat pengaduan dari konsumen tentang adanya pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen serta berbagai tugas dan kewenangan lainnya yang terkait dengan pemeriksaaan pelaku usaha yang diduga melanggar UUPK. 76 Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya mengenai penyelesaian sengketa secara Konsiliasi, Mediasi serta Arbitrase. Ketiga bentuk penyelesaian ini merupakan cara penyelesaian sengketa yang ditempuh para pihak yang bersengketa di Badan Penyelesaian sengketa Konsumen. Untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi, maka yang berwenang untuk menetapkan siapa yang menjadi personilnya baik sebagai ketua majelis yang berasal dari unsur pemerintah maupun anggota majelis yang berasal dari unsur konsumen dan unsur pelaku usaha adalah ketua BPSK. Hal ini berbeda dengan majelis yang akan menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase, ketua BPSK tidak berwenang untuk menentukan siapa yang akan menjadi ketua majelis dan anggota majelis. Yang berwenang menentukan siapa yang duduk di majelis adalah para pihak yang bersengketa, para pihak dapat memilih dengan bebas salah satu dari anggota konsumen berhak memilih bebas salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur konsumen sebagai arbiter yang akan menjadi anggota majelis. Demikian juga pelaku usaha berhak memilih salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha sebagai arbiter, yang akan menjadi anggota majelis. Penyelesaian sengketa atau persidangan secara arbitrase adalah proses 76 Susanti Adi Nugroho, Op.,Cit. hlm. 84 Universitas Sumatera Utara 77 penyelesaian sengketa yang cukup banyak diminati dan ditempuh oleh para pihak khususnya di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Kota Medan. Para pihak dalam Proses penyelesaian sengketa atau persidangan secara arbitrase ini, menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. 77 Hasil pemilihan arbiter setelah ditungkan dalam pengisian formulir pemilihan arbiter formulir surat pernyataan pemilihan penyelesaian sengketa secara arbitrase yang disebutkan dalam pembahasan sebelumnya kemudian akan ditetapkan oleh ketua BPSK sebagai majelis yang menangani sengketa konsumen dengan cara arbitrase melalui penetapan. Selama proses penyelesaian sengketa, alat – alat bukti barang atau jasa, surat dan dokumen keterangan saksi dan atau saksi ahli, dan bukti – bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada majelis. Dalam proses penyalesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku usaha, namun pihak konsumen harus mengajukan bukti – bukti untuk mendukung gugatannya. Setelah mempertimbangkan pernyataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak maka majelis BPSK memberikan putusan. Putusan Majelis BPSK dapat dibedakan menjadi 2 jenis putusan yaitu : 1 Putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi Putusan dengan cara konsiliasi atau mediasi pada dasarnya hanya pengukuhan isi perjanjian, yang telah disetujui dan ditandangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa. 2 Putusan BPSK dengan cara arbitrase 77 Yusuf Shofie., Op.Cit, hlm. 22 Universitas Sumatera Utara 78 Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, memuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya. Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif, sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dengan putusan majelis yang ditanda-tangani oleh ketua dan anggota majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif. Putusan BPSK dapat berupa : 1 Perdamaian; 2 Gugata ditolak; atau 3 Gugatan dikabulkan; Gugatan ganti kerugian secara perdata, tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan pidan berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya kesalahan dari pelaku usaha. 78 Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti kerugian yang nyatariil yang dialami oleh konsumen. UUPK tidak mengenal gugatan immaterial, yaitu gugatan atas hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik, dan sebagainya. Oleh karena itu, majelis BPSK dilarang engabulkan gugatan immaterial yang diajukan knsumen.Sebaliknya dalam upaya melindungi konsumen, UUPK member wewenang kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administratif yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada konsumen. Besarnya ganti kerugian tersebut tergantung pada nilai kerugian konsumen akibat memakai, menggunakan, atau memanfaatkan barang danatau jasa produsen atau pelaku usaha. 78 Pasal 19 ayat 4 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 79 Majelis wajib memutuskan sengketa konsumen tersebut selambat-lambatnya dalam 21 hari kerja, terhitung sejak gugatan diterima BPSK. 79 Setelah putusan BPSK diberitahukan selambat –lambatnya dalam waktu 7 hari kerja sejak putusan dibacakan, konsumen atau pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK.Apabila konsumen atau Pelaku Usaha menolak putusan BPSK, maka mereka dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri selambat-lambatnya dalm waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSk diberitahukan.Sebaliknya apabila konsumen dan pelaku usaha menerima putusan BPSK, maka pelaku usaha wajib menjalankan putusan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja sejak menyatakan menerima putusan tersebut.Putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan oleh pelaku usaha, dimintakan penetapatapan fiat eksekusinya kepada pengadilan negeri dimana tempat tinggal konsumen yang dirugikan. Pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak mengajukan keberatan setelah melampaui batas waktu untuk menjalankan putusan, maka dianggap menerima putusan, karena putusan BPSK Merupakan putusan yang Final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak mungkin lagi untuk mengajukan banding atau keberatan. 80 Terhadap putusan BPSK ini, dapat dimintakan eksekusi oleh BPSK kepada pengadilan negeri ditempat konsumen yang dirugikan. 79 Pasal 38 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 80 Pasal 54 ayat 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 Universitas Sumatera Utara 80 E. Dasar Pemberlakuan Arbitrase Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Alternatif di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Dasar Hukum Pembentukan Lembaga BPSK Dasar Hukum pembentukan BPSK adalah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 49 ayat 1 UUPK Jo. Pasal 2 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 mengatur bahwa di setiap kota atau kabupaten harus dibentuk BPSK. Kehadiran BPSK diresmikan pada tahun 2001, yaitu dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 9 tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar. Selanjutnya dalam Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2004 dibentuk lagi BPSK ditujuh kota dan tujuh kabupaten berikutnya, yaitu di kota Kupang, kota Samarinda, kota Sukabumi, kota Bogor, kota Kupang, kota Mataram, kota Palangkaraya, dan pada kabupaten Belitung, kabupaten Sukabumi, kabupaten Serang, dan Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan kabupaten Janeponto. Terakhir, pada 12 juli 2005 dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 yang memberntuk BPSK di kota Padang, kabuppaten Indramayu, kabupaten Bandung , dan Tanggerang. Masalah yang berkaitan dengan pembentukan BPSK adalah dampak dari berlakunya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai kewenangan pemerintah pusat terhadap lembaga tersebut.Salah satu persoalan yang muncul adalah bahwa pembentukan BPSK merupakan inisiatif oleh pemerintah pusat. Kewenangan tersebut tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah, sehingga dalam praktiknya bukan lagi pemerintah pusat yang berinisiatif tetapi pemerintah kabupaten dan kota. Menurut ketentuan Pasal 90 Keppres Tahun 2001, biaya Universitas Sumatera Utara 81 pelaksanaan tugas BPSK dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara APBN dan anggaran pendapatan belanja daerah APBD.UUPK menghendaki peradilan kasus sengketa konsumen dilakukan disekitar kediaman konsumen dalam waktu yang relatif singkat. Karena itu dari berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa umumnya konsumen itu segan untuk berperkara, apalagi jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari kemungkinan hasil yang akan diperoleh. 81 2. Dasar pemberlakuan Arbitrase dalam penyelesaian sengketa konsumen Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 menganut sistem arbitrase sebagai salah satu kewenangan BPSK untuk meyelesaikan sengketa konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 huruf a dan Pasal 3 huruf a tentang Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah: “melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui medi asi, konsiliasi, atau arbitrase.” Dalam pasal 1 angka 11 Kepmenperindag Nomor : 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, meyebutkan bahwa “Arbitrse adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.” Kemudian disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 Kepmenperindag Nomor : 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen “pelaksanaan sengketa konsumen Badan 81 Susanti Adi Nugroho., Op.,Cit,hlm. 75-77 Universitas Sumatera Utara 82 Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK melalui cara konsiliasi, atau Mediasi, atau Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilkukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. ” Mengenai penyelesaian sengketa konsumen secara Arbitrase, disebutkan dalam Pasal 5 ayat 3 Kepmenperindag Nomor : 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah : “Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Arbitrase dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh Majelis yang bertindak sebagai Arbiter. ” Dan sengketa konsumen secara arbitrase tersebut wajib diselesaikan selambat – lambatnya 21 dua puluh satu hari hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima oleh Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Dan dalam hal para pihak yang keberatan atas putusan Badan Penyelesaian sengketa Konsumen tersebut, dapat mengajukan keberatan Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 empat belas hari kerja, terhitung sejak pemberitahuan Majelis diterima oleh para pihak yang bersengketa. disebutkan Dalam Pasal 7 Kepmenperindag Nomor : 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Mengenai tatacara permohonan penyelesaian sengketa konsumen disebutkan dalam Bab III Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 Kepmenperindag Nomor : 350MPPKep122001. Sedangkan mengenai Tata Cara Persidangannya disebutkan dalam Bab VII Pasal 26 sampai dengan Pasal 36. Untuk tata cara persidangan dengan cara arbitrase, disebutkan dalam Pasal 32 sampai dengan pasal 36 Peraturan Ini. Dan dalam Bab VIII diatur pula mengenai Putusan Badan Universitas Sumatera Utara 83 Penyelesaian Sengketa Konsumen dari Pasal 37 sampai dengan Pasal 42 Kepmenperindag Nomor: 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Demikian disebutkan mengenai dasar pemberlakuan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang juga merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Universitas Sumatera Utara 84

BAB IV EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI