EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI

84

BAB IV EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI

ARBITRASE DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BPSK KOTA MEDAN A. Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Bagi Para Pihak Yang Bersengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Kota Medan. 1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Jo. Kepmenperindag Nomor 350MPP122001 tentang Pelaksanaan tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh mungkin dari suasan yang formal. UUPK menentukan apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 82 Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai keseakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan terteentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. 83 Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen membentuk majelis. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan 82 Pasal 45 Ayat 4 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 83 Pasal 47 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 84 Universitas Sumatera Utara 85 sedikit-dikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsur, baik dari unsur pemerintah, unsur konsumen maupun unsur dari pelaku usaha.Adapun putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini adalah bersifat final dan mengikat. Prosedur atau Tahap – tahap penyelesaikan sengketa konsumen tersebut dimulai dari tahap pengajuan gugatan sampai pada tahap putusan ialah : a Tahap pengajuan gugatan Konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penylesaaian sengketa konsumen kepada Badan penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK yang terdekat dengan tempat tinggal konsumen. Permohonan dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan sendiri atau kuasanya atau ahli waris yang bersangkutan jika konsumen telah meninggal dunia, sakit atau telah berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan sendiri baik secara tertulis maupun llisan, atau konsumen belum dewasa sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku terhadap orang asing warga negara asing. Permohonan secara tertulis disampaikan kepada sekretariat BPSK, maka secretariat BPSK akan memebrikan tanda terima kepada pemohon, dan jika permohonan diajukan secara lisan, maka sekretariat BPSK akan mencatat permohonan tersebut dalam bentuk formulir yang disediakan secara khusus, dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi. Apabila permohonan ternyata tidak lengkap tidak sesuai dengan Pasal 16 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 atau permohonan bukan merupakan wewenang BPSK, maka Ketua BPSK menolak permohonan tersebut.Jika permohonan memenuhi persyaratan dan diterima, maka Ketua BPSK harus memanggil palaku usaha secara tertulis disertai dengan kopi permohonan dari konsumen, selambat – lambatnya 3 hari kerja sejak diterimanya peromohonan. 84 Adapun contoh formulir bentuk pengaduan yang 84 Susanti Adi Nugroho., Op.Cit,hlm. 104 Universitas Sumatera Utara 86 diperoleh penulis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagaimana yang disebutkan diatas, dapat dilihat pada bahagian lampiran di skripsi ini. Untuk keperluan pemanggilan pelaku usaha, dibuat surat panggilan yang memuat, hari, tanggal, jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen untuk diajukan pada persidangan pertama.adapun contoh surat panggilan yang diperoleh penulis dari BPSK Kota medan dapat dilihat dilampiran pada skripsi ini. Jika pada hari yang ditentukan pelaku usaha tidak hadir memenuhi panggilan, maka sebelum melampaui 3 hari kerja sejak pengadun, pelaku usaha dapat dipanggil sekali lagi.Jika pelaku usaha tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka berdasarkan ketentuan Pasal 52 hurf i Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001, BPSK dapat meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha tersebut. Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen memilih cara penyelesaian sengketanya yang harus disetujui oleh pelaku usaha. Cara yang bias dipilih dan disepakati para pihak adalah : konsiliasi, mediasi , atau arbitrase. Jika cara yang dipilih para pihak adalah mediasi atau konsiliasi, maka ketua BPSK segera menunjuk majelis sesuai dengan ketentuan untuk ditetapkan sebagai konsiliator, atau mediator. Jika cara yang dipilih para pihak adalah arbitrase, maka prosedurnya adalah para pihak memilih arbiter dan konsumen sebagai anggota majelis. Arbiter yang terpilih, memilih arbitrer ketiga dari anggota BPSK yang berasal unsur pemerintah sebagai ketua majelis.Persidangan pertama dilaksanakan selambat- lambatnya hari kerja ke-7 sejak diterimanya permohonan. 85 b Tahap Persidangan 1 Persidangan dengan cara konsiliasi 85 Susanti Adi Nugroho., Ibid, hlm. 106-118 Universitas Sumatera Utara 87 Konsiliasi suatu proses penyelesaian sengekat diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Dalam praktik istilah mediator dan konsiliator hanyalah sebagai pihak fasilisator untuk melakukan komunikasi diantara pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak itu sendiri. Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan langsung oleh para pihak. Bagaimanapun juga penyelesaian sengketa model konsensus antar pihak netral bereperan secara aktif nautral act maupun tidak aktif.Konsiliator dapat mengusulkan penylesaian sengketa, tetapi tidak berwenang memutus perkaranya.Pihak – pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi majelis BPSK yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Jadi dalam hal ini, majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mngenai bentuk maupun jumlah ganti-kerugiannya. Pada penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini, majelis BPSK sebagai konsiliator memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, dan memanggil saksi serta saksi ahli, dan bila diperlukan, menyediakan forum konsiliasi bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan menjawab pertanyaan konsumen maupun pelaku usaha, perihal peraturan perundang- undangan di bidang konsumen. Hasil musyawah yang merupakan kesepakatan antar konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa selanjtnya dibuat dalam Universitas Sumatera Utara 88 bentuk perjanjian tertulis yang ditanda – tangani oleh para pihak yang bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian tersebut. Apabila diilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi menurut Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut : Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi: Majelis BPSK Pasif Konsumen Kesepakatan Pelaku Usaha Dituangkan dalam Putusan BPSK Sumber :Susanti Adi Nugroho, Ibid hlm. 111 2 Persidangan dengan cara mediasi Mediasi adalah proses negosiasi penylesaian sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak – pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa.Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang diserahkan kepadanya.Dalam sengketa dimana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukan - Panggil pelaku usaha konsumen yang bersengketa. - Panggil saksiahli, bila diperlukan - Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa. - Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha tentang alternatif penyelesaian dan masalah hukum . Universitas Sumatera Utara 89 kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyertakannya.Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkrit dari mediator.Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen. Dibandingkan dengan proses penyelsaian sengketa melalui konsiliasi, dalam proses mediasi ini , mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat, petunjuk, sarana dan upaya – upaya lain dalam menyelesaikan sengketa. Atas persetujuan para pihak atau kuasanya, mediator dapat mengundang seorang atau lebih saksi ahli dalama bidang tertentu untuk memberikan penjelasan mengenai hal – hal yang terkait dengan sengketanya. Jika proses mediasi menhasilkan suatu kesepakatan , para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. Peran majelis BPSK dalam penyelesian sengketa konsumen dengan cara mediasi serta deskripsi , meliputi tugas sebagai berikut : a Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa b Memanggil forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa c Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa d Secara aktif mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa. Universitas Sumatera Utara 90 e Secara aktif memberikan saran dan anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang – undangan dibidang perlindungan konsumen. Hasil musyawarah yang merupakan kesepkatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan diserahkan kepada majelis BPSK untuk dikukuhkan dalam keputusan majelis BPSK untuk menguatkan perjanjian tersebut.Putusan tersebut mengikat kedua belah pihak.Keputusan majelis dalam konsiliasi dan medisi tidak memuat sanksi administratif.Apabila di ilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa kosnumen secara mediasi menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut : Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi : Majelis BPSK Pasif Secara Aktif Mendamaikan Konsumen Kesepakatan Pelaku Usaha Dituangkan dalam Putusan BPSK Sumber :Susanti Adi Nugroho.,Ibid hlm. 112 - Panggil pelaku usaha konsumen yang bersengketa. - Panggil saksiahli, bila diperlukan - Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa. - Secara aktif memberikan sarana atau anjuran tentang alternatif penyelesaian masalah hukum. Universitas Sumatera Utara 91 3 Persidangan dengan cara arbitrase Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Didalam undang – undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian suatu sengketa, pengertian arbitrase adalah penyelesaian perkara perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa, adalah bentuk alternatif yang paling formal untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi. Dalam proses ini pihak yang bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral dan member wewenang untuk memberikan keputusan. Berdasarkan pengertian ini, hanya perkara perdata saja yang dapat diselesaikan dan diputus secara arbitrase.Perjanjian arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang diatas, adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibaut para pihak setelah timbul sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga cenderung lebih informal dan lebih sederhana, dibandingakan proses litigasi , prosedurnya tidak kaku, dan lebih dapat menyesuaikan, serta tidak sering mengalami penundaan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase, para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis.Arbiter yang telah dipilih oleh para Universitas Sumatera Utara 92 pihakkemudian memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua. 86 Acara Persidangan Pertama; Pada Persidangan Pertama ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.Jika terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa, maka majelis wajib membuat keputusan dalam bentuk penetapan perdamaian.Menurut Dr.Susanti Adi Nugroho.,SH.,MH.selaku penulis buku yang berjudulProses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, bahwa bentuk penetapan perdamaian yang diputus oleh majelis BPSK, lebih tepat jika dituangkan dalam bentuk putusan perdamaian, bukan penetapan. Karenaputusan yang telah fiat eksekusinya kepada pengadilan negeri lebih mempunyai daya paksa daripada penetapan.Hal ini adalah untuk menghindari kemungkinan ingkat janji setelah putusan diucapkan. Sebaliknya, jika tercapai perdamaiana maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen, dengan surat jawaban dari pelaku usaha. Ketua majelis BPSK harus memberikan kesempatan yang sama kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk menjelaskan hal – hal yang dipersengketakan. Pada persindangan pertama sebelum pembacaan surat jawaban dari pelaku usaha, konsumen dapat mencabut gugatannya dengana membuat surat pernyataan pencabutan perkara. Dalam hal demikian, maka majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut.Apabila pelaku usaha 86 Pasal 32 Kepmen. Nomor 350MPPKep122001 tentang Tugas dan Wewenag Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Universitas Sumatera Utara 93 dan atau konsumen tidk hadir dalam persidangan pertama, maka majelis memberikan kesempatan terakhir pada persidangan kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Acara Persidangan Kedua; Persidangan kedua diselenggarakan selambat – lambatnya dalam waktu 5 lima hari kerja terhitung sejak persidangan pertama dan diberitahukan kepada konsumen dan pelaku usaha dengan panggilan sekretariat BPSK. Bilamana pada persidangan kedua konsusmen tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa kehadiran pelaku usaha. 87 Selama proses penyelesaian sengketa, alat – alat bukti barang atau jasa, surat dan dokumen keterangan para pihak, keterangan saksi dan atau saksi ahli, dan bukti – bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada majelis. Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku usaha, namun pihak konsumen juga harus mengajukan bukti – bukti untuk mendukung gugatannya. Setelah mempertimbangkan pernyataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan putusan. 87 Pasal 36 Ayat 3 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK Universitas Sumatera Utara 94 Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Arbitrase Majelis BPSK Tidak Hadir Sidang I Tidak Hadir Diundur 5 hari Tidak Hadir Sidang II Tidak Hadir Gugatan gugur demi hukum Gugatan dikabulkan Hadir Konsumen Damai Berhasil Gagal Putusan Perdamaian Sidang dilanjutkan; gugatan;jawaban; Pembuktian Putusan BPSK Sumber :Susanti Adi Nugroho., Op.Cit, hlm. 118 c Tahap Putusan; Putusan Majelis BPSK dapat dibedakan atas 2 dua jenis putusan, yaitu : 1 Putusan BSPK dengan cara konsiliasi atau mediasi; Putusan dengan cara konsliasi atau mediasi pada dasarnya hanya mengukuhkan isi perjanjian perdamaian, yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Konsumen Pelaku Usaha Memilih Arbiter dari unsur Konsumen sebagai anggota Arbiter dari unsur Pemerintah sebagai Ketua Majelis Memilih Arbiter dari Unsur Pelaku Usaha sebagai Anggota Universitas Sumatera Utara 95 2 Putusan BPSK dengan cara arbitrase; Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, dengan memuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya. Putusan majelis BPSK sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan sungguh – sungguh ternyata tidak berhasil kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak vooting. 88 Hasil penylesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha, selanjutnya dikuatkan denngan putusan majelis. Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif, sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif. 89 Putusan BPSK dapat berupa : 1 Perdamaian; 2 Gugatan ditolak; atau 3 Gugatan dikabulkan. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat mengkonsumsi barang yang diperdagangkan, danatau kerugian konsumen atas jasa yang dihasilkan. Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh palaku usaha, dapat berupa pemenuhan : 88 Pasal 39 Kepmenperidag Nomor 350MPPKep122001 Tentang Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 89 Pasal 37 ayat 5 kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 Tentang Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Universitas Sumatera Utara 96 1 Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan Bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa: 90 a Pengembalian uang atau pergantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan. b Pemberian satuan sesuai dengan ketenttuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c Ganti kerugian tersebut dapat pula ditunjuk sebagai penggantian kerugian terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila tidak terjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atas penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita, daan sebagainya. 2 Sanksi Administratif berupa ganti kerugian palling banyak Rp.200.000.000 dua ratus juta rupiah; 91 Gugatan ganti kerugian secara perdata, tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan dari pelaku usaha.Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti kerugian yang nyata atau riil yang dialami oleh konsumen. UUPK tidak mengenal gugatan immaterial, yaitu gugatan ganti kerugian atas hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan sebaiknya. Oleh sebab itu, majelis BPSK dilarang mengabulkan gugatan immaterial yang diajukan konsumen.Sebaliknya dalam upaya melindungi konsumen, UUPK member wewenang kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administratif yang dibabankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada konsumen. 90 Pasal 19 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 91 Pasal 40 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 tentang Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Universitas Sumatera Utara 97 Ganti kerugian berupa sanksi administratif adalah berbeda dengan ganti kerugian yang nyata atau riil yang dialami konsumen yang digugat melalui BPSK.Majelis BPSK selain mengabulkan gugatan ganti kerugian yang nyata, yang dialami konsumen juga berwenang menambhakan ganti kerugian tersebut tergantung pada nilai kerugian konsumen akibat memakai, menggunakan, atau memanfaatkan barang danatau jasa produsen atau pelaku usaha. Perlu diperhatikan bahwa sesuai kketentuan Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 , BPSK berwenang enjatuhkan ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif ini, hanya dapat dibebankan kepada pelaku usaha jika penyelesaian sengketanya dilakukan secara administratif saja. Karena putusan BPSK dengan cara konsiliasi, atau mediasi semata – mata dijatuhkan berdasarkan surat perjanjian yang dibaut dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, sehingga ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif tidak perlu dilakukan. 92 2. Pelaksanaan Putusan Bagi Para Pihak Yang Bersengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Majelis wajib memutuskan sengketa konsumen selambat – lambatnya dalam waktu 21 hari kerja terhitung sejak gugatan diterima BPSK.Setelah putusan BPSK diberitahukan, dibacakan, dan atau pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK.Apabila konsumen danatau pelaku usaha menolak putusan BPSK, maka mereka dapat mengajukan keberatan kepada pegadilan negeri selambat – lambatnya dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan diberitahukan.Sebaliknya apabila konsumen dan pelaku usaha menerima putusan 92 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit,hlm. 120-122 Universitas Sumatera Utara 98 BPSK, maka pelaku usaha wajib menjalankan putusan tersebut selambat – lambatnya dalam waktu 7 tujuh hari kerja sejak menyatakan menerima putusan tersebut. Putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan oleh pelaku usaha, dimintakan penetapan fiat eksekusinya kepaada pengadilan negeri di tempat tinggal konsumen yang dirugikan.pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak mengajukan keberatan setelah melampaui batas waktu untuk menjalankan putusan, maka dianggap menerima putusan. Dan apabila selambat – lambatnya 5 lima hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui, pelaku usaha tidak menjalankan kewajiban sebagaimana tertuang dalam putusan BPSK, maka BPSK meenyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Pasal 54 ayat 3 UUPK maupun Pasal 42 ayat 1 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001, menyebutkan bahwa putusan BPSK merupakan putusan final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Terhadap putusan BPSK ini, dapat dimintakan eksekusinya oleh BPSK kepada pengadilan negeri ditempat konsumen yang dirugikan. Mengacu pada ketentuan Pasal 54 ayat 3 UUPK maupun Pasal 42 ayat 1 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 tersebut, putusan BPSK adalah final dan mengikat, dan tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan banding atau keberatan. Sebaliknya, dalam pasal 56 ayat 2 UUPK, masih dibuka peluang untuk mengajukan keberatan kepada pengadilaan negeri, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan BPSK diberitahukan. Berarti UUPK tidak konsisten dalam mengonsruksikan putusan BPSK, karena dalam pasal 56 ayat 2 tersebut, justru dikatakan bahwa pihak yang merasa keberatan terhadap putusan BPSK dapat mengajukan upaya keberatan ke pengadilan negeri. Penyelesaian suatu perkara yang diajukan ke pengadilan dapat dibedakan : Universitas Sumatera Utara 99 1. Juridiction Voluntaria: dalam jurisdiction voluntaria tidak ada perselisihan dalam arti tidak ada yang disengketakan. Diajukannya perkara ke pengadilan, bukan untuk diberikan suatu keputusan, melainkan meminta suatu ketetapan dari hakim untuk memperoleh kepastian hukum. Seperti permohonan untuk ditetapkan sebagai ahli waris, permohonan ganti nama, permohonan pengangkatan anak dan lain-lain. 2. Jurisdiction Contentiosa :dalam jurisdiction contentiosa, disini ada sesuatu yang disengketakan. Sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan oleh pihak – pihak sendiri, sehingga dimohonkan kepada hakim untuk diselesaikan sengketanya secara adil dan kemudian diberikan suatu putusan. Memperhatikan adanya perbedaan kewenangan diatas, terdapat 3 bentuk putusan hakim, yaitu : 1. Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata, misalnya penetapan mengenai ahli waris, anak angkat, dan hal-hal lainnya. 2. Putusan comdemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman. 3. Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaaan hukum atau menimbulkan keadaan hukum baru, misalnya putusan perceraian, dan putusan kepailitan. Dengan adanya perbedaan mengenai kewenangan dan bentuk putusan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberatan atas putusan BPSK yang diajukan ke pengadilan negeri adalah termasuk termasuk Juridiction Comdemnatoir, karena ada hal-hal yang disengketakan antara konsumen dan pelaku usaha, yang dimohonkan suatu putusan yang bersifat comdemnatoir yang berisi penghukuman pemberian ganti Universitas Sumatera Utara 100 rugi. Berkenaan dengan adanya peluang untuk mengajukan keberatan atas putusan BPSK kepada pengadilan, maka dianggap bahwa putusan BPSK memiliki hakikat yang sama dengan upaya banding terhadap putusan BPSK. Oleh karena itu, BPSK sendirinya ditempatkan seolah-olah sebagai instansi tingkat pertama sedangkan pengadilan negeri merupakan instansi tingkat banding. Hal lain yang memudahkan penganalogian ini lebih disebabkan BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen menggunakan hukum acara yang kurang lebih sama dengan hukum acara perdata yang berlaku di peradilan umum. Disamping itu, keberatan yang diajukan ke pengadilan masuk ke dalam ranah hukum acara perdata dengan sendirinya berlakulah ketentuan hukum acara perdata. Penggunaan istilah keberatan tidak lazim dalam hukum acara yang berlaku, jika dikaitkan dengan ketentuan bahwa dengan ketentuan bahwa pengadilan negeri yang menerima pengajuan gugatan keberatan wajib memberikan putusannya dalam waktu paling lama 21 hari, sehingga tidaklah mungkin keberatan dianalogikan sebagai upaya gugatan baru atau perlawanan, karena proses perkara gugatan baru atau perlawanan sangatlah formal dan memerlukan waktu yang lama. Dengan demikian upaya keberatan yang diajukan oleh pihak yang menolak putusan BPSK tidak lain haruslah ditafsirkan sebagai upaya hukum banding. Adapun alur pelaksanaan putusan arbitrase BPSK yang diajukan sampai ke pengadilan negeri adalah : Universitas Sumatera Utara 101 Alur Pelaksanaan Putusan Arbitrase di BPSK Yang Diajukan Sampai Ke Pengadilan Negeri Fiat eksekusi Fiat eksekusi 21 hari 14 hari 14 hari Pasal 54 ayat 3 UUPK Final dan Mengikat Sumber :Susanti Adi Nugroho., Ibid,hlm. 125 Cara arbitrase Putusan BPSK Tidak mengajukan keberatan dan tidak melaksanakan putusan Menerimatidak mengajukan keberatan Penetapan PN keberatan ke PN tempat tinggal konsumen Putusan PN Para pihak menerimatidak kasasi Penetapan PN yang memutus perkara keberatan Para pihak menolak Kasasi Ke Mahkamah Agung MA memutuskan dalam waktu 30 hari Putusan diserahkan kepada penyidik, sebagai bukti awal penyidikan lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara 102 B. Faktor penghambat Pelaksanaan Arbitrase Bagi Para Pihak Yang Bersengketa Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan Pengadilan merupakan salah satu institusi untuk mengupayakan supremasi hukum yang merupakan salah satu ciri dari negara hukum.Perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha dapat diselesaikan melalui pengadilan.Negeri, tetapi setidaknya upaya Non-litigasi.Bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan perselisihan antara pihak – pihak yang bersengketa. Penggunaan salah satu jalur penyelesaian sengketa dipengaruhi oleh konsep tujuan, ketajaman cara berfikir, serta budaya sosial masyarakat. Penggunaan model penyelesaian sengketa non-litigasi lebih mengutamakan pendekatan “konsensus” dan berusaha mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa serta bertujuan mendapatkan hasil penyelesaian senngketa kearah win-win solustion, sehingga keadilan yang ingin dicapai melalui mekanisme non-litigasi ini adalah keadilan komutatif. Keberadaan BPSK diharapkan menjadi alternative bagi kejaenuhan dan keprihatinan masyarakat terhadap siatem peradilan di Indonesia.Namun ternyata UUPK tidak secara tuntas memberikan peran kepada BPSK sebagai suatu lembaga alternatif penyelesaian sengketa konsumen.Ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam praktik, yaitu menyangkut eksistensi dari lembaga BPSK.Persoalan lainnya adalah menyangkut tugsa dan wewenang BPSK. Ketentuan Pasal 54 ayat 3 UUPK bahwa putusan bersifat “final dan mengikat” kehilanngan makna dan menjadi tidak berarti bagi konsumen yang mencari keadilan melalui BPSK, ketika dihadapkan dengan ketentuan pasal 56 ayat 2 dimana terbukanya peluang mengajukan kebetaratan ke Pengadilan Negeri, sehingga memungkinkan ketidak efektifan putusan BPSK tersebut yang dianggap sebagai putusan bersifat final dan mengikat. Padahal dalam sistem hukum acara Indonesia, baik hukum acara pidana maupun hukum acara perdata tidak mengenal istilah Universitas Sumatera Utara 103 keberatan. Dalam proses pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK, munculah persoalan mengenai bagaimana pengadilan harus mengajukan keberatan atas pengajuan putusan BPSK tersebut. Hal ini tampak dari beberapa pengajuan keberatan atas putusan BPSK yang didasarkan atas beberapa alasan, antara lain : - BPSK salah menerapkan hukum acara formal, - Konsumen sebagai penggugat telah salah menggugat eror in persona, - BPSK dianggap salah menjatuhkan putusan, - Keberatan ditafsirkan sebagai gugatan oleh Pengadilan Negeri sehingga membawa BPSK sebagai Tergugat. - Atau keberatan ditafsirkan sebagai upaya hukum banding Terhadap permasalahan ini, Makhamah Agung RI mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penggunaan Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK.Mahkamah Agung menetapkan bahwa keberatan merupakan upaya hukum yang hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK, tidak meliputi putusan BPSK yang hanya dimeliputi mediasi atau konsiliasi.Putusan secara mediasi atau konsiliasi dapat disepadankan dengan adanya suatu perdamaian dading di luar pengadilan atau didalam pengadilan sehingga putusannya bersifat final dan mengikat.Namun tetap saj keluarnya PERMA ini belum dapat menyelesaikan persolan upaya keberatan ini. Selain itu, ketentuan Pasal 57 UUPK mengenai permintaan eksekusi putusan BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan membawa persoalan hukum yang sangat luas, misalnya mengenai pengajuan permohonan eksekusi serta tata cara menagujakan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri. Berikut ini dikemukakan beberapa kelemahan dari UUPK berkaitan dengan keberadaan BPSK, yaitu antara lain sebagain berikut : Pertama, peluang untuk mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke Pengadilan Universitas Sumatera Utara 104 Negeri, Kedua, tidak jelas tugas dan wewenang BPSK; ketiga, tidak adanya pengaturan jika pelaku usaha selaku tergugat di BPSK tidak memenuhi panggilan meski telah dipanggil secara patut; keempat, UUPK menugaskan BPSK untuk melakukan pengawasan pencantuman klausula baku; kelima, tidak adanya perlindungan bagi anggota BPSK; keenam, belum adanya seseragaman honor BPSK se-Indonesia yang diatur dalam APBN, sementara biaya operasional dibebankan kepad APBD KabupatenKota. 93 Menurut Dr.Susanti Adi Nugroho.,SH.,MH, berpendapat bahwa ada beberapa kendala kelemahan sehingga BPSK selama ini tidak dapat berjalan secara optimal . kendala – kendala tersebut antara lain: pertama, kendala kelembagaan; kedua, lembaga pendanaan; ketiga, kendala sumber daya manusia; keempat, kendala pengaturan; kelima, kendala pembinaan dan pengawasan dan minimnya koodinasi antara aparat penanggung jawab; keenam, kendala kurangnya sosialisasi dan rendahnya kesadaran hukum konsumen; ketujuh, kendala kurangnya respond dan pehaman dari badan peradilan terhadap kebijakan perlindungan konsumen; dan kedelapan, kurangnya respon masyarakat terhadap terhadap UU Perlindungan Konsumen dan Lembaga BPSK. Faktor penghambat pelaksanaan penyelesaian sengketa bagi para pihak yang bersengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen telah disebutkan diatas dan faktor penghambat pelasanaan putusan sabagaimana disebutkan diatas, ialah pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diselesaikan secara arbitrase. Sebagai kesimpulan menurut penulis, terjadinya hambatan dari pelaksaaan penyelesaian sengketa konsumen tersebut ialah sengkketa yang 93 http;fh.unsoed.ac.idfilesfilekudokumenpermasalahan dan kendala penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSKhtml=1 diakses tanggal 18 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara 105 diselesaikan secara arbitrase. Disebutkan bahwa terhadap permasalahan ini, Makhamah Agung RI mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penggunaan Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK. Mahkamah Agung menetapkan bahwa keberatan merupakan upaya hukum yang hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK, tidak meliputi putusan BPSK yang hanya dimeliputi mediasi atau konsiliasi.Putusan secara mediasi atau konsiliasi dapat disepadankan dengan adanya suatu perdamaian dading di luar pengadilan atau didalam pengadilan sehingga putusannya bersifat final dan mengikat. Sehingga jika terjadi penghambat dari pelaksanaan putusan arbitrase maka upaya yang dilakukan ialah keberatan yang diajukan terhadap putusan arbitrase tersebut. Dalam proses pelaksanaan putusannya, BPSK menemui hambatan yang berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan putusannya. Dalam hal ini yang dimaksud ialah putusan yang diselesaikan secara arbitrase, ada 2 kemungkinan yang terjadi, yakni putusan dilaksanakan secara sukarela atau putusan tersebut dimintakan fiat eksekusi ke pengadilan. Pasal 42 Kepmenperindg Nomor 350MPPKep122001 menyebutkan bahwa putusan BPSK yang telah final dan mengikat dimintakan penetapan eksekusinya oleh BPSK kepada pengadilan negeri tempat konsumen yang dirugikan. ketentuan pasal ini bertentangan dengan ketentuan hukum acara pada umumnya yang mengatur bahwa pihak yang dimenangkan dalam putusan hakim, yang memohon kepada pengadilan negeri untuk dilakukan eksekusinya baik secara tertulis maupun secara lisan. Disamping itu, ketentuan Pasal 42 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 tidak sesuai dengan pasal 7 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan kepada pengadilan negeri ditempat kedudukan yang bersangkutan atau dalam wilayah hukum BPSK yang Universitas Sumatera Utara 106 mengeluarkan putusan. Meskipun tujuan utama pendirian BPSK adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadaap konsumen, tetapi ini tidak berarti bahwa dalam upaya pelaksanaan ganti kerugian, BPSK yang harus mengajukan permohonan eksekesinya ke pengadilan.Oleh karena ganti kerugian diberikan untuk kepentingan konsumen, maka yang dapat mengajukan eksekusi terhadap putusan BPSK hanyalah konsumen sendiri, bukan lembaga BPSK.Apabila BPSK dikenakan kewajiban untuk mengajukan eksekusi seperti yang ditentukan dalam Pasal 42 Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001, maka kedudukan BPSK sebagai badan yang netral dan imparsial menjadi diragukan. Selain itu apabila BPSK melakukan pengajuan permohonan eksekusi, maka akan menambah beban kerja dari BPSK itu sendiri. Untuk itulah demi mendorong kinerja BPSK yang baik hendaknya BPSK itu dikenakan kewajiban mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Dan dikaitkan dengan Pasal 52 UUPK, maka sudah seharusnya kewajiban untuk mengajukan permohonan eksekusi permohonan eksekusi ke pengadilan tidak menjadi tugas dan wewenang dari BPSK karena UUPK sendiri tidak mengatur demikian. Adapun prosedur eksekusi yang dilaksanakan oleh pengadilan negeri berdasarkan permohonan BPSK Kota Medan dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain : 1. Permohonan pelaksanaan eksekusi atas putusan BPSK Kota Medan. 2. Pengadilan Negeri Medan melaksanakan pemanggilan para pihak aanmaning. 3. Kemudian setelah 8 hari maka diadakan pertemuan antara para pihak untuk perdamaian. 4. Apabila perdamaian dinyatakan gagal oleh pengadilan negeri, maka dilaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut sebagai konsekuensi hukum. Universitas Sumatera Utara 107 Dalam hal mengenai putusan BPSK yang dimintakan penetepan eksekusinya ke pengadilan negeri, peringatan dilakukan untuk menghadirkan para pihak dan kemudian dipertanyakan apakah para pihak ingin melakukan perdamaian, dan jika tidak, maka dilaksanakanlah eksekusi. Sebagai lanjutan proses peringatan adalah pengeluaran surat penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang dimana isi dari surat penetapan ini ialah perintah menjalankan eksekusi dan perintah ditunjukan kepada panitera atau jurusita ketentuan ini diatur dalam Pasal 197 ayat 1 HIR atau Pasal 208 ayat 1 RBg. Disamping surat penetapan ini berisi perintah menjalankan eksekusi, surat penetapan itu berisi “penunjukan” nama pejabat yang diperintahkan, dimana penunjukan tersebut harus memperhatikan pasal 197 ayat 3 HiR dan pasal 208 ayat 3 RBg yang merupakan syarat bagi pejabat yang ditunjuk menjalankan perintah eksekusi. Kesemua tata cara eksekusi ini harus dimuat dalam berita acara sseperti yang tercantum dalam pasal 197 ayat 5 HiR dan pasal 209 ayat 4 RBg, dalam pasal tersebut secara tegas memerintahkan pejabat yang menjalankan eksekusi memuat berita acara eksekusi, oleh karena itu tanpa berita acara, eksekusi dianggap tidak sah. Keabsahan formal eksekusi hanya dapat dibuktikan dengan berita acara. BPSK tidak mempunyai lembaga juru sita sebagaimana yang dimiliki oleh pengadilan negeri sehingga putusan BPSK harus ditindak lanjuti oleh BPSK untuk dilaksanakan eksekusinya oleh pengadilan negeri.Hal ini yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan eksekusi putusan BPSK menjadikan BPSK tidak dapat secara mandiri melaksanakan eksekusi putusannya, sehingga putusan BPSK yang tidak terlaksana secara sukarela oleh pelaku usaha harus dimintakan penetapan eksekusinya kepada pengadilan negeri. Namun dalam UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001 menyatakan bahwa BPSK yang wajib mengajukan ke Universitas Sumatera Utara 108 pengadilan negeri. Dan menurut beliau bahwa hal ttersebut keliru, karena seharusnya konsumenlah yang mengajukan permohonanan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri. BPSK memang tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan putusannya, oleh karena itu seharusnya BPSK diberikan amunisi tambahhan untuk dapat menjadikan putusannya menjadi putusan yang executable dengan merevisi pasal-pasal yang mengatur mengenai BPSK dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga putusan BPSK tidak lagi harus dimintakan penetapan eksekusinya ke pengadilan negeri. 94 Adapun faktor-faktor pembahambat pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa di BPSK Kota Medan adalah : 1. Hasil putusan BPSK yang diputus oleh Majelis tidaklah sesuai dengan keinginan salah satu pihak yang bersengketa. Meskipun putusan tersebut dianggap adalah putusan yang diputus oleh Majelis dengan seadil-adilnya sesuai dengan alat bukti – bukti yang ada dan pertimbangan hukum pula. Namun putusannya dianggaplah tidak sesuai sehingga mengajukan kembali perkara ke Pengadilan Negeri setempat tidak mencapai kepuasan atas putusan BPSK. 95 2. Adanya upaya banding dalam bentuk fiat eksekusi yang diajukan ke pengadilan negeri, dalam hal ini adanya kembali peran BPSK dalam mengajukan surat sebagai bentuk permohonan pelakasanaan eksekusi ke pengadilan setempat untuk dapat terlaksananya putusan BPSK tersebut. Perkiraan masyarakat bahwa untuk dapat tercapai nya keberhasilan haruslah ada upaya lagi. Dengan demikian bagi pihak yang telah dirugikan dan jika pihak yang dirugikan tersebut yang 94 httprepository.usu.ac.idbistreamhtml=123456hlm.11-15 diakses pada tanggal 20 maret 2016 95 Wawancara dilakukan dengan salah satu Pelaku Usaha dalam hal ini ialah PT. PLN persero Wil.SUMUT an. Putri Kuasa Hukum di BPSK Kota Medan , melalui via-telephone di rumah kediaman penulis. Universitas Sumatera Utara 109 memenangkan putusan maka ia haruslah kembali mengajukan haknya ke Pengadilan Negeri . Sehingga putusan BPSK dianggap ialah putusan yang kurang efektif karena disaat permohonan eksekusi pun masih banyak memerlukan waktu yang cukup lama dan proses dari Pengadilan Negeri yang berbelit – belit. 96 3. Faktor penghambat pelaksanaan putusan arbitrase di BPSK Kota Medan, disebakan karena pihak pelaku usaha. Pihak pelaku usaha dalam hal ini tidak memahami hukum materiil UU. Nomor 8 Tahun 1999 dan hukum Formil Kepmen 350MPPKep122001. Di BPSK pembuktian ada pada Pelaku Usaha, bukan pada Konsumen yang merupakan lex spesialis dari Pasal 1865 BW, atau dengan kata lain adanya pembuktian terbalik. Sehingga menyebabkan terhambatnya pelaksanaan putusan secara arbitrase di BPSK Kota Medan. dan kemudian adanya faktor moral gengsi, yakni faktor dimana pihak yang kalah tidak menerima kekalahannya, dan Karena adanya upaya keberatan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri, sehingga pihak tersebut mengambil jalan untuk kembali melakukan upaya hukum semata- mata untuk membela haknya. 97 4. Faktor penghambat pelaksanaan putusan BPSK secara arbirase disebakan karena, bahwa berdasarkan perjanjian para pihak yang bersengketa telah melakukan kesepakatan jika terjadi perselisihan maka penyelesaian sengketa diselesaikan di Pengadilan Negeri, BANI, dsb. Bukan di BPSK Kota Medan. sebagai perjanjian yang dibuat sebelumnya. Akan tetapi bagaimanapun BPSK tidak boleh menolak pengaduan konsumen dan tetap menerima pengaduan tersebut. Sehingga BPSK tetap memutuskan sengketa. Meskipun demikian, diluar dari ketentuan yang ada 96 Wawancara dilakukan dengan salah satu Konsumen di BPSK Kota Medan an.Yusuf melawan Adira Finance Pelaku Usaha melalui vi-telephone di rumah kediaman penulis. 97 Wawancara dilakukan dengan H.M.Dharma Bhakti, SE.,SH.,MsI.,Ketua BPSK Kota Medan, di BSPK Kota Medan. Universitas Sumatera Utara 110 upaya penyelesain sengketa diluar pengadilan dengan cara mediasi pastilah tetap dihargai. Namun pihak Pelaku Usaha tidak menerima hal tersebut, dan tetap mengajukan keberatan dalam bentuk gugatan kembali ke Pengadilan Negeri. Dan putusan BPSK dianggap lah sebagai pertimbangan hukum di Pengadilan Negeri. 98 5. Lewatnya jangka waktu. 99 maksud dari lewatnya jangka waktu ialah dalam pengajuan permohonan fiat eksekusi ke pengadilan negeri setempat setelah putusan tersebut diketahui dan diterima oleh konsumen maupun pelaku usaha yang bersengketa, jika putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka harus dilakukan eksekusi dalam bentuk permohonan yang dikeluarkan oleh BPSK ke Pengadailan Negeri yang setempat berwenang dalam jangka waktu 14 terhitung sejak diketahui daan diterimanya putusan. Namun masih banyak pihak yang dirugikan tidaklah mengetahui adanya jangka waktu pengajuan eksekusi tersebut. Sehingga putusan yang telah diputus dan tidak terlaksana dengan baik tersebut yang telah lewat jangka waktu fiat eksekusinya, dianggaplah tidak mempunyai kekuatan hukum lagi untuk mengajukan eksekusi. Maka pihak tersebut mengajukan kembali perkaranya dalam bentuk gugatan ke pengadilan negeri, dan putusan BPSK hanyalah dijadikan sebagai pertimbangan hukum bagi hakim di pengadilan negeri saja. C. Keberhasilan Dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Secara Arbirase Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam menyelesaiakan sengketa Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Khususnya di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan, terdapat beberapa Kasus ataupun Sengketa yang diketahui dan diperoleh dari 98 Wawancara dilakukan dengan Majelis BPSK Kota Medan An. Siti Aisyah Dana, SH Majelis dari Unsur Konsumen di BPSK Kota Medan. 99 Wawancara dilakukan dengan salah satu bagian administratif BPSK Kota Medan An. Vivi Afriani di BPSK Kota Medan Universitas Sumatera Utara 111 Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota BPSK Medan, ada yang dapat diselesaikan secara efektif. Atau dengan kata lain putusan arbitrase yang di putus oleh Majelis BPSK dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai denngan putusan oleh para pihak yang bersengketa. Namun adapula yang tidak efektiv, atau dengan kata lain putusannya tidak dilaksanakan dengan baik, bahkan tidak terlaksana oleh para pihak yang bersengketa meski sengketa telah diputus oleh majelis dan dianggap adalah putusan yang seadil-adilnya. Sehingga sebagaimana telah disebutkan di pembahasan sebelumnya, pihak – pihak yang bersengketa tersebut mengajukan keberatan dalam bentuk Fiat eksekusi ke Pengadilan Negeri sebagai bentuk upaya pelaksanaan dari putusan BPSK yang juga telah disebutkan dipembahasan sebelumnya.Apabila putusan BPSK dapat dijalankan dengan baik oleh para pihak yang bersengketa maka putusan BPSK dianggaplah berhasil dan begitu pula sebaliknya. Maka dari data yang diperoleh penulis dari sekretariat BPSK Kota Medan, penyelesaian sengketa secara arbitrase dari tahun 2014 sampai dengan 2015, adalah : Tahun2014 Sumber : Diperoleh penulis dari laporan tahunan Sekretariat BPSK Kota Medan 1 2 3 4 5 6 asuransi leasing BPKB pelayanan Universitas Sumatera Utara 112 1. Garis berwarna biru yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa asuransi, di bulan Januari sampai bulan april sengketa asuransi yang di selesaikan di BPSK Kota Medan secara Arbitrase mengalami penurunan jumlah sengketa, yakni hanya 2 sengketa ditiap bulannya. Di bulan mei sampai dengan bulan desember hanya ada 1 sengketa yang diselesaikan mengenai asuransi yaitu di bulan juli. Adapun sengketa asuransi yang dimaksud dalam hal ini ialah tidak keluarnya pembayaran asuransi disebabkan karena sakitnya konsumen, terbakarnya kendaraan konsumen mobil, kereta, rumah atau perusahaan sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya oleh para pihak. 2. Garis berwarna merah yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa leasing dibulan januari sampai bulan desember mengalami penurunan dan peningkatan.Mengenaipenyelesaian sengketa leasing secara arbitrase. Tepatnya pada bulan februari, april, september dan november terdapat 2-3 kasus yang diselesaikan. Sengketa leasing yang dimaksud ialah penarikan kereta ataupun mobil oleh pelaku usaha baik dengan cara baik maupun paksa ditengah jalan. 3. Garis berwarna hijau yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa BPKB, pada bulan januari sampai desember juga mengalami penurunan. Namun disetiap bulannya selama setahun yaitu dibulan april sampai desember, rata-rata menyelesaikan 1 sengketa mengenai BPKB ini. Adapun yang dimaksud mengenai BPKB ini ialah, iuran atau pembayaran tagihan telah dibayar namun BPKB belum diserahkan oleh pelaku usaha. 4. Garis berwarna ungu yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa pelayanan yang diselesaikan di BPSK Kota Medan secara arbitrase, merupakan sengketa yang paling banyak diselesaikan dari pada sengketa lainnya, khususnya dibulan maret sampai dengan juni, yakni berjumlah 8 sengketamengenai pelayanan. Universitas Sumatera Utara 113 Tahun2015 Sumber : Diperoleh Penulis dari Laporan Tahunan sekretariat BPSK Kota Medan 1. Garis berwarna biru yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa asuransi, di bulan Januari sampai bulan desember sengketa asuransi yang di selesaikan di BPSK Kota Medan secara Arbitrase mengalami penurunan jumlah sengketa. Namun pada bulan agustus sampai desember terdapat peningkatan yakni ada 8 sengketa. Adapun sengketa asuransi yang dimaksud dalam hal ini ialah tidak keluarnya pembayaran asuransi disebabkan karena sakitnya konsumen, terbakarnya kendaraan konsumen mobil, sepeda motor, rumah atau perusahaan sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya oleh para pihak. 2. Garis berwarna merah yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa leasing dibulan januari sampai bulan desember mengalami penurunan dan peningkatan. Terutama dibulan januari sampai maret. Dan mengalami penurunan yang signifikan dibulan april hingga mei. Namun pada bulan Juni sampai dengan desember mengenai sengketa leasing terjadi peningkatan sampai menyelesaikan 23 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelayanan BPKB leasing asuransi Universitas Sumatera Utara 114 sengketa arbitrase. Sengketa leasing yang dimaksud ialah penarikan sepeda motor ataupun mobil oleh pelaku usaha baik dengan cara baik maupun paksa ditengah jalan. 3. Garis berwarna hijau yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa BPKB, pada bulan januari sampai desember juga mengalami penurunan dan peningkatan. Tepatnya pada bulan januari sampai bulan maret. Namun pada bulan april sampai dengan bulan mei mengalami penurunan. Dan kemudian pada bulan juni sampai desember sengketa mengenai BPKB yang diselesaikan secara arbitrase di BPSK Kota Medan mengalami penurunan dan peningkatan yang meningkat di bulan desember. Adapun yang dimaksud mengenai BPKB ini ialah, iuran atau pembayaran tagihan telah dibayar namun BPKB belum diserahkan oleh pelaku usaha. 4. Garis berwarna ungu yang terdapat pada tabel menjelaskan mengenai sengketa pelayanan yang diselesaikan di BPSK Kota Medan secara arbitrase, merupakan sengketa yang paling banyak diselesaikan dari pada sengketa lainnya, khususnya dibulan agustus sampai oktober. Dan mengalami penurunan yang signifikan di bulan desember. Nb: Ditahun 2014 dan 2015 , penyelesaian sengketa secara arbitrase mengalami penurunan dan peningkatan jenis sengketa baik itu asuransi, leasing, BPKB, dan mengenai pelayanan. Sebagaimana dapat dilihat dari grafik diatas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 1. Mengenai sengketa leasing adalah sengketa yang peling banyak diselesaikan secara arbitrase di BPSK Kota Medan. 2. Mengenai sengketa pelayanan, adalah sengketa kedua yang paling banyak diselesaikan secara arbitrase di BPSK Kota Medan setelah sengketa Leasing. Sengketa Pelayanan adalah sengketa berupa, pelayanan Bank mengenai penarikan uang tanpa diketahui konsumen, produk barang yang dibeli konsumen tidak sesuai Universitas Sumatera Utara 115 dengan iklan, pelayanan mengenai hilangnya kendaraan konsumen saat parker diarea pelaku usaha. 3. Yang ketiga ialah sengketa mengenai BPKB. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sengketa mengenai BPKB adalah konsumen telah membayar lunas iuran pembayaran, namun pelaku usaha tidak memberikan BPKB nya kepada Konsumen. 4. Dan yang terahir adalah mengenai klaim asuransi. Klaim asuransi yang dimaksud dalam hal ini ialah dimana konsumen telah mengalami kerugian misalnya klaim asuransi yang tidak dikeluarkan atas penyakit yang diderita konsumen, kendaraan konsumen hilang atau rusak dan klaim asuransi tidak dikeluarkan. Adapun terdapat beberapa contoh sengketa yang diselsaikan secara arbitrase di BPSK Kota Medan , Ditinjau dari putusannya ; 1. Analisis mengenai sengketa antara Eunice Primsa G munthe yang diwakili oleh kuasanya S. Makmur Hasibuan, SH melawan PT. Bank Mandiri sengketa nomor 723ArbitraseBPSK-Mdn2015. Antara konsumen dan pelaku usaha adalah pihak yang mempunyai hubungan sesuai dengan dengan Undang – undang Perlindungan Konsumen, yakni antara Konsumen dan Pelaku Usaha, dimana konsumen telah melakukan setor tunai sebanyak Rp. 15.000.000,- di Bank Mandiri. Yang jadi permasalahan adalah, ketika konsumen melakukan penyetoran uang tersebut, tidak lama kemudian konsumen ingin menggunakan kembali uang tersebut tenyata uangnya sudah tidak ada lagi didalam rekening bank mandiri atas nama konsumen dan sudah beralih ke rekening atas nama orang lain. Menurut pelaku usaha Bank Mendiri bahwa konsumen telah mengakses situs Mandiri Internet yang sudah terinfeksi suatu firus yang bernama malware program berbahaya atau sering dikenal dengan virus untuk melakukan transfer uang ke rekening orang lain pembajak internet yang tidak dikenal. Bahwa kejadian tersebut disebkan karena keridak telitian konsumen dalam Universitas Sumatera Utara 116 melakukan akses Mandiri Internet, dan menurut Pelaku Usaha bahwa merupakan tanggung jawab konsumen mengenai keamanan perangkat yang digunakannya, dengan memastikan laptopPC yang digunakan bebas dari virus. Pelaku Usaha hanya bertangggung jawab terhadap keamanan saluran distribusi Mandiri Internet. Dan uang yang berpindah tangan tersebut pun telah ditarik tunai oleh si pembajak internet. Menurut pertimbangan majelis BPSK pada bahagian Fakta dan Hukumnya; - Bahwa dalam sengketa ini berdaasarkan informasi yang disampaiakn oleh konsumen dan hasil investigasi yang dilakukan oleh Pelaku Usaha diketahui bahwa konsumen mengalami phisingpenipuan dengan modus malware, maka hal tersebut bukan kewenangan BPSK Kota Medan untuk menyelesaikannya. - Bahwa phising merupakan suatu bentuk penipuan atau kejahatan melalui cyber crime dimana pelaku berusaha mencuri data melalui malwaredengan mencuri informasidata maupun PIN Mandiri Internet yang digunakan oleh Konsumen. - Bahwa pelaku usaha telah melakukan sosialisasi mengenai kejahatan penipuan bermodus phising melalui internet banking, dan upaya pencegahannya melalui situs. Dan konsumen telah mendapatkan informasi mengenai penggunaan Internet Banking, telah membaca dan menggunakan layanan transfer melalui internet banking, maka hal ini sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai konsumen. - Bahwa konsumen telah dirugikan atas hilangnya uang yang ditransfer oleh konsumen ke rekening milik orang lain si pembajak tanpa dikenal, dan pelaku usaha telah berupaya menyelesaikan permasalah tersebut dan menyimpulkan bahwa konsumen mengalami phisingpenipuan dengan modus malware. - Sehingga putusannya adalah, “ Menolak pengaduan konsumen yang bukan merupakan kewenangan BPSK”. Universitas Sumatera Utara 117 Kemudian sebagaimana informasi yang diperoleh penulis dari hasil wawancara dengan bagian sekretariat BPSK, bahwa konsumen yang dalam hal ini adalah pihak yang kalah, melakukan upaya banding dengan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dengan BPSK adalah pihak yang ikut digugat oleh pengugat sebagai Tergugat- I. dan saat ini di pengadilan negeri sedang dalam proses penyelesaian. Dan penulis juga melakukan wawancara dengan konsumen An. S.Makmur Hasugian, SH melalui via telephone, ia mengatakan bahwa putusan BPSK adalah putusan yang tidak efektif, disebabkan karena dalam hal ini BPSK tidak teliti melakukan investigasi dengan pelaku usaha mengenai program pelayanan internet banking tersebut, untuk apa ada program pelayanan internet kalau tidak ada pelindung dan keamanan dari penggunaan programsitus tersebut. Sehingga konsumen menganggap putusan BPSK tidak seperti yang diharapkan, ialah putusan yang mepertimbangkan argumentasi sebagai fakta dan hukumnya dalam putusan.Argumentasi yang tidak sesuai fakta tidaklah dapat dijadikan sebagai pertimbangan hukum. Dari peninjauan terhadap putusan diatas, dapat diketahui bahwa pihak yang dirugikan dalah hal ini ialah Konsumen, mengajukan keberatan dalam bentuk Gugatan ke Pengadilan Negeri disebabkan ketidak puasan atas putusan BPSK yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang di-inginkannya. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian faktor penghambat pelaksanaan putusan BPSK Kota Medan yang telah disebutkan sebelumnya adalah, Hasil putusan BPSK yang diputus oleh Majelis tidaklah sesuai dengan keinginan salah satu pihak yang bersengketa. Meskipun putusan tersebut dianggap adalah putusan yang diputus oleh Majelis dengan seadil- adilnya sesuai dengan alat bukti – bukti yang ada dan pertimbangan hukum pula.Namun putusannya dianggaplah tidak sesuai sehingga mengajukan kembali Universitas Sumatera Utara 118 perkara ke Pengadilan Negeri setempat tidak mencapai kepuasan atas putusan BPSK, maka putusan yang diselesaikan secara arbitrase di BPSK ini, dianggaplah gagal mecapai efektif tidak efektif. 2. Analisis mengenai sengketa antara Delima Nainggolan, sebagai Konsumen melawan PT. Mandiri Tunas sebagai Pelaku Usaha sengketa Nomor 114ArbitraseBPSK- MDN 2014. Konsumen mempunyai tanggungjawab mengenai kredit mobil kepada pelaku usaha sebesar Rp. 87.714.524,- yang sebelumnya telah melakukan pembayan kredit selama 30 bulan, dan setiap bulannya dibayar denngan harga Rp. 5.188.500 bulan. Sisa pembayaran wajib konsumen adalah 18 lagi. Kemudian konsumen mengalami kerugian atau bangkrut pada usahanya, sehingga konsumen tidak mampu membayar kredit dan tanggung jawabnya, sampai hutang konsumen mencapai Rp. 87.714.524,- dengan hal tersebut konsumen merasa keberatan dan mengajukan pengaduan ke BPSK dengan gugatan : - Memohon bunga dan denda ditiadakan - Dan konsumen tetap mau membayar kewajibannya, namun bunga dan denda ditiadakan , sehingga konsumen mampu membayar sebesar Rp.80.000.000,- Kemudian yang menjadi pertimbangan hukum oleh majelis BPSK adalah ; - Bahwa pada pokoknya sengketa ini adalah tentang pembelian mobil seara kredit selama 48 bulan 4 tahun yang pembiayaannya adalah melalui PT.Mandiri Tunas Finance, dan konsumen telah membayar selama 30 bulan, sisanya adalah 18 bulan lagi kewajiban pembayaran oleh konsumen. - Bahwa konsumen telah membayar kepada pelaku usaha 30 bulan x Rp. 5.188.500bulan = Rp.155.655.000. dan jika dijumlahkan Rp.155.655.000 + 80.000.000 = Rp. 2325.655.000,- , sedangkan jika dibayar selama 48 bulan x Rp. Universitas Sumatera Utara 119 5.188.500bulan = Rp. 249.048.000,- dan kalau dipaksa konsumen membayar Rp. 93.393.000 18 bulan sesuai dengan kontrak perjanjian , konsumen tidak mampu, sementara jika mobil dijual konsumen merasa keberatan karena harga mobil terlalu rendah. - Bahwa konsumen tidak mampu membayar sisa cicilan kepada pelaku usaha sesuai dengan surat permohonan kepada pelaku usaha, dan konsumen mau melaksanakan kewajibannya yaitu pembayaran sisa kredit selama 18 bulan dengan total, Rp. 80.000.000,- tanpa bunga dan denda, bukan Rp.87.714.524 diikuti dengan bunga dan denda. Sehingga keputusan Majelis BPSK Kota Medan adalah : - Mengabulkan gugatan konsumen sebahagian, - Menghukum pelaku usaha PT. Mandiri Tunas Finance untuk menerima sisa cicilan sebesar Rp. 80.000.000,- tanpa diikuti pembayaran bunga dan denda. Serta pelaku usaha wajib menyerahkan BPKB kendaraan kepada konsumen. Dari informasi yang diterima oleh penulis dari hasil wawancara yang dilakukan di BPSK dengan Majelis dan sekretariat BPSK, bahwa Konsumen dan Pelaku Usaha telah melaksanakan putusan BPSK secara arbitrase tersebut, tanpa ada upaya banding dalam bentuk pengajuan gugatan pelaku usaha ke pengadilan negeri, maupun permohonan upaya fiat kasasi oleh konsumen ke pengadilan negeri. Sehingga putusan BPSK yang diselesaikan secara arbitrase, dianggaplah putusan yang efektif. Karena para pihak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban masing – masing tanpa ada kendala apapun. Dengan kata lain, putusan tersebut adalah keputusan yang memuaskan konsumen terutama, dan pula tidak merugikan pelaku usaha. Maka Universitas Sumatera Utara 120 putusan BPSK yang diselesaikan secara arbitrase, berdasarkan kasus dan sengketa ini dianggap efektif. 3. Analisis terhadap putusan BPSK yang diselesaikan secara arbitrase, antara Delima Nainggolan sebagai Konsumen, melawan PT.Cimb Niaga Auto Finance sebagai pelaku Usaha sengketa Nomor 689ArbitraseBPSK-MDN2015. Konsumen mempunyai hubunga terikat dengan Pelaku Usaha mengenai pembayaran dan pembiayaan mobil secara kredit. Konsumen mngkredit 1 unit mobil melalui Pelaku Usaha , dengan DP Rp.30.000.000., dan angsuran Rp.3.442.000,-bulan, untuk masa pembayaran 48 bulan. Angsuran telah dibayar selama 24 bulan, dan sisa pembayaran adalah 24 bulan lagi, kemudian konsumen mengalami kerugian dan bangkrut dimana tempat usaha konsumen terbakar, sehingga konsumen mengalami kerugian dan jatuh sakit secara beruntun. Kemudian pelaku usaha mengambil mobil tersebut dalam keadaan mobil dihentikan ditengah jalan, dan konsumen melakukan upaya dengan mendatangi pelaku usaha dengan menerima printoutdari pelaku usaha mengenai sisa hutang hutang yang harus dibayar dan konsumen mengajukan surat permohonan pengurangan hutang kepada pelaku usaha namun tidak ada balasan dari pelaku usaha. Dengan demikian adapun yang menjadi pertimbangan Fakta dan Hukumnya oleh Majelis BPSK adalah : - Bahwa yang menjadi permasalahan adalah konsumen membeli 1 unit mobil, dengan cicilan perbulan sebesar Rp.3.442.000,- selama 48 bulan dengan DP Rp.37.000.000,- kemudian konsumen telah membayar selama 24 bulan, kemudian macet atau tertunggak pada maret 2015, dan kemdian mobil ditarik ditengah jalan, untuk itu konsumen ingin melunasinya sebesar Rp. 60.000.000,- lagi tanpa dibebankan bunga dan denda. Universitas Sumatera Utara 121 - Bahwa berdasarkan perhitungan pelaku usaha bahwa tunggakan konsumen secara riil adalah tertunggak Rp. 81.601,212,50, dan kemudian pelaku usaha menghitung hutang konsumen yang diikuti dengan bunga dan denda, sehigga hutang konsumen adalah sebesar Rp. 114.867.712,50,- dimana bunga dan denda yang harus dibayar adalah Rp.33.266.500,50,-, jumlah demikian adalah sangat merugikan konsumen secra lahir dan bathin. - Bahwa, konsumen adalah pihak yang beritikad baik, yang mau melunasi seluruh tunggakannya sebesara Rp. 60.000.000,- adalah beralasan untuk dikabulkan, karena dengan membayar sebesar Rp. 60.000.000,- lagi, maka hutang pembelian mobil tersebut sebesar Rp. 165.216.000,- telah terlunasi bahkan melebihi dimana sebelumnya konsumen telah membayar kepada pelaku usaha sebesar Rp. 119.608.000, maka jumlah seluruhnya adalah sebesar Rp. 179.608.000,- telah melebihi sebesar lebih kurang Rp. 15.000.000 dari perjanjian pembiayaan konsumen, yakni beban yang harus ditanggung konsumen menurut perhitungan dari pelaku usaha adalah Rp. 234.475.712,50 yang sudah dibayar konsumen Rp.119.608.000 + tunggakan yang harus dibayar konsumen Rp.114.867.7112. maka selisih dari perjanjian pembiayaan konsumen sebesar Rp. 69.259.712,50. Sehingga pelaku usaha adalah pelaku usaha yang tidak beritikad baik, seyogyanya tidak logis satu unit mobil picanto seharga Rp. 234.475.712,50 secara kredit harus membelit bunga dan denda kepada konsumen adalah perhitungan yang tidak normal; - Pelaku usaha mengambil secara paksa mobil konsumen adalah perbuatan semena – mena dan melanggar hak – hak konsumen sebagaimana diatur dalam pasal 5 UUPK dan sangat merugikan konsumen, untuk itu beralasan hukum kendaraan tersebut dikembalikan kepada konsumen karena konsumen akan melaksanakan Universitas Sumatera Utara 122 seluruh kreditnya, konsumen berdasarkan perhitungannya sanggup membayar sebesar Rp.60.000.000,- adalah tindakan yang patut dihargai apabila pelaku usaha tidak mengindahkannya, maka hak – hak kosumen telah terlanggar, tegasnya pelaku usaha telah melanggar asas undang – undang perlindungan konsumen yaitu asas keadilan, keseimbangan, keamanan serta kepastian hukum pasal 2 UUPK. Sehingga putusan majelis BPSK adalah; - Menerima pengaduan konsumen untuk sebahagian - Menghukum pelaku usaha untuk mengembalikan satu unit mobil tersebut kepada konsumen secara utuh. - Menghukum pelaku usaha untuk menerima pelunasan mobil tersebut diatas sebesar Rp. 60.000.000,- - Mengabulkan permohonan konsumen untuk membebaskan denda dan bunga sebelum dan berjalan; - Menghukum pelaku usaha untuk memberikan BPKB kendaraan tersebut kepada konsumen setelah putusan point 3btersebut diats diselesaikan. Dari hasil penelitian yang diperoleh penulis, putusan yang diselesaikan secara arbitrase di BPSK kota medan tersebut, tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, yaitu Pelaku Usaha .dalam hal ini pihak pelaku usaha adalah pihak yang kalah. sehingga jelaslah iia yang tidak melaksanakan putusan tersebut. Menurut majelis yang memutus kan perkara tersebut, pihak pelaku usaha tidak menerima hasil putusan BPSK dan tidak menghiraukannya sama sekali. Padahal Majelis menganggap putusan tersebut adalah putusan yang seadil –adilnya. Atas hal demikian konsumen melakukan upaya permohonan fiat eksekusi dari putusan BPSK tersebut ke pengadilan negeri, dan saat ini sedang dalam proses. Dan konsumen juga melaporkan Pelaku Usaha kepolisian atas Universitas Sumatera Utara 123 ketidaksediaan pelaku usaha melaksanakan putusan BPSK.Sehingga dapat disimpulkan bahwa putusan BPSK yang diselesaikan secara arbitrase ini, tidaklah efektif.karena pelaku usaha tidak mau menjalankan apa – apa yang menjadi kewajibannya padahal sengketa sudah diputus, dan pihak konsumen kembali melakukan permohonan upaya fiat eksekusi atas putusan tersebut. Padahal dalam hal ini konsumen adalah pihak yang dirugikan dan mempunyai i’tikad baik, tetapi ia harus kembali memperjuangkan haknya. Dari beberapa putusan yang diselesaikan secara arbitrase di BPSK Kota Medan, 3 putusan yang diselesaikan secara arbitrase diantaranya, ditahun 2014 ada 1 kasus 2015 ada 2 kasus, sebagaimana telah disebutkan dan dianalisis diatas. Maka diperoleh kesimpulan bahwa putusan BPSK yang diselesaikan secara arbitrase, tidaklah efektif.Disebabkan oleh beberapa faktor dan pengendala pelaksanaan putusan BPSK Kota Medan yang diselesaikan secara arbitrase tersebut.Adapun faktor dan pengendala pelaksanaan putusan BPSK Kota Medan telah disebutkan di pembahasan sebelumnya. Dan dapat disimpulkan pula bahwa, mengapa tidak terlaksananya putusan tersebut dengan baik, karena tidak adanya pihak yang berwenang untuk mengeksekusi langsung putusan BPSK atau dikenal dengan Juru SitaPihak eksekutorial. Adapun yang berhak melakukan eksekusi selama ini ialah Pengadilan Negeri .di Pengadilan Negeri, memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya kembali untuk melakukan permohonan eksekusi. Sehingga putusan BPSK secara arbitrase tersebut dianggap tidak efektif. Universitas Sumatera Utara 124

BAB V PENUTUP