Keadaan memaksa overmacht atau force majeur. Exceptio non adimpleti contractus Pelepasan hak “rechtsverwerking”

32 bunga uang menurut penetapan undang-undang yang berjumlah 6 setahun. Oleh karena bunga adalah merupakan apa yang harus dibayar si berutang karena kelalaiannya, maka bunga itu dinamakan bunga moratoir. Kerugian yang jumlahnya melampaui batas yang dapt diduga tidak boleh ditimpakan kepada debitur.

F. Pembelaan debitur yang dianggap lalai

Seorang debitur yang dituduh lalai dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu : 1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa overmacht atau force majeur; 2. Mengajukan bahwa si berpiutang kreditur sendiri juga telah lalai exceptio non adimpleti contractus; 3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi pelepasan hak : bahasa Belanda ; rechtsverwerking.

1. Keadaan memaksa overmacht atau force majeur.

Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata mengatur pembebasan debitur dari kewajiban mengganti kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Dua pasal tersebut merupakan doublure, yaitu dua pasal yang mengatur satu hal yang sama. Jadi keadaan memaksa adalah suatu kejadian Universitas Sumatera Utara 33 yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tidak menepati janjinya. Ada keadaan tertentu di mana terjadi suatu peristiwa yang tak terduga di luar kesalahan pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan kepadanya karena ia telah menyanggupinya atau karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya perjanjian.

2. Exceptio non adimpleti contractus

Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. Prinsip „menyeberang bersama-sama‟ dalam jual beli ditegaskan dalam pasal 1478 KUHPer : “Si pejual tidak diwajibkan memyerahkan barang-barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran tersebut .” Prinsip exceptio non adimpleti contractus ini tidak disebutkan dalam pasal UU, melainkan merupakan hukum yurisprudensi, yaitu suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim.

3. Pelepasan hak “rechtsverwerking”

Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kualitas, tidak menegur si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi Universitas Sumatera Utara 34 barang itu dipakainya. Atau ia pesan lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim. G.Berakhirnya Perjanjian Berakhirnya perjanjian juga memiliki sinonimlain, seperti berakhirnya kontrak dan hapusnya perikatan KUH Perdata pasal 1381. Secara umum, berakhirnya perjanjian merupakan selesai atau hapusnya suatu perjanjian yang dibuat diantara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur, tentang sesuatu hal. Pihak kreditur dipahami sebagai pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi sesuai dengan isi perjanjian. Pihak debitur adalah pihak yang wajib untuk memenuhi suatu prestasi sesuai dengan saksama maka pemenuhan itu adalah tanda pengakhiran suatu perjanjian secara otomatis. 1. Dasar Hukum Berakhirnya Perjanjian\ Sampai sat ini, pedoman atau dasar hukum yang dipakai sebagai landasan berakhirnya perjanjian masih merujuk pada pasal 1381 KUH Perdata, yang dalan beberapa hal relah ketinggalan zaman. Menurut pasal 1381 KUH Perdata, “ Perikatan-perikatan dapat hapus:  Karena pembayaran;  Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;  Karena pembaruan utang; Universitas Sumatera Utara 35  Kerena perjumpaan utang atau kompensasi;  Karena percampuran utang;  Karena pembebasan utangnya;  Karena musnahnya barang yang terutang;  Karena kebatalan atau pembatalan;  Karena berlakunya suatu syarat batal;  Karena lewartnya waktu.” Namun sebagai pedoman umum, pasal-pasal KUH Perdata tentang berakhirnya perjanjian perikatan relative luas, yang singkatnya dituangkan dalam ketentuan. 2. Berakhir karena undang-undang dan perjanjian Rumusan berakhirnya perjanjian dalam KUH Perdata tidak menjelaskan apakah karena perjanjian atau undang-undang. Namun, secara tersirat KUH Perdata telah mengatakan atau memuat hal itu secara insklusif. Dari praktik, dapat diamati perjanjian yang berakhir karena undang-undang adalah : a. Konsinyasi; b. Musnahnya barang terutang, dan; c. Daluwarsa. Adapun perjanjian yang berkhirnya karena perjanjian adalah : a. Pembayaran; b. Novasi pembaruan utang; c. Kompensasi; d. Percampuran utang; e. Pembebasan utang; f. Kebatalan atau pembatalan; dan g. Berlakunya syarat batal. Universitas Sumatera Utara 36 Dalam praktik, ditentukan juga fakta cara berakhirnya perjanjian yang disebabkan oleh :  Jangka waktunya berakhirnya;  Dilaksanakannya objek perjanian;  Kesepakatan kedua belah pihak;  Pemutusan perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak,  Adanya keputusan pengadilan. Demikian garis besar bagaimana dan kapan berakhirnya suatu perjanjian dengan segala konsekuensi hukumnya. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN