15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
”
13
Hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu istilah verbintennis dan overeenkomst diatur dalam Buku III
KUHPerdata. Pengertian perjanjian itu sendiri dimuat di dalam pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih. Dalam membuat perjanjian, kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian sama dan sederajat pasal
1313 KUHPerdata. Selain itu, dalam menerjemahkan istilah verbintennis dan overeenkomst dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti yang luas, sehingga
menimbulkan perbedaan dan beragam pendapat dari para sarjana hukum. Untuk memahami dan istilah mengenai perikatan dan perjanjian terdapat
beberapa pendapat para sarjana tersebut adalah : a
R. Subekti memberikan pengertian perikatan sebagai suatu
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut, kemudian menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
13
R.Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 2000, hal 1.
Universitas Sumatera Utara
16
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
14
b Abdul Kadir Muhammad memberikan pengertian bahwa perikatan
adalah suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan peristiwa atas keadaan. Lebih
lanjut beliau menjelaskan bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan; dalam bidang hukum keluarga; dalam bidang
hukum pribadi. Perikatan yang meliputi beberapa bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.
15
c “R. M, Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
”
16
Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua pihak,
dimana kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku Ketiga Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata adalah suatu hubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut “kreditur” atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut
“debitur” atau si berutang. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan dengan “prestasi”, yang menurut undang – undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang
2. Melakukan suatu perbuatan
3. Tidak melakukan suatu perbuatan
14
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermassa, Jakarta, 1985, hal 1.
15
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1982, hal 6.
16
RM. Sudikno MertoKusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal 97.
Universitas Sumatera Utara
17
Pengertian perjanjian tersebut ternyata mempunyai arti yang luas dan umum sekali, tanpa menyebutkan untuk tujuan apa suatu perjanjian dibuat. Hanya
menyebutkan tentang pihak yang itu, suatu perjanjian akan lebih tegas artinya, jika pengertian perjanjian diartikan sebagai suatu persetujuan dimana dua orang
atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam bidang harta kekayaan.
Dalam membuat suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak dan menganut sistem terbuka. Maksud asas tersebut, setiap orang pada dasarnya
boleh membuat perjanjian mengenai apa saja. Peraturan mengenai hukum perjanjian pada umumnya juga bersifat menambah atau pelengkap, dimana pihak
– pihak dalam membuat perjanjian, bebas untuk menyimpang dari ketentuan yang ada. Kebebasan itu, menurut undang
– undang dibatasi, sepanjang tidak bertentangan dengan undang
– undang kesusilaan dan ketertiban umum.
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan atau tertulis. Andaikata dibuat secara tertulis, perjanjian tertulis
dimaksud bersifat sebagai pembuktian apabila terjadi perselisihan. Walaupun untuk beberapa perjanjian tertentu, apabila bentuk tertulis itu tidak dilakukan,
perjanjian tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis itu tidak semata – mata
hanya merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan pula syarat untuk sahnya perjanjian. Misalnya perjanjian kerja waktu tertentu wajib dibuat tertulis.
Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu :
Pihak – pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak
sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum.
Universitas Sumatera Utara
18
Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum.
Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau
dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar
– menawar diantara mereka.
Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai
tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang
– undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian
mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi
suatu prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, begitu juga sebaliknya.
Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun
tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada.
Syarat
– syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat – syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang
– undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah
memenuhi syarat – syarat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
19
Pengertian perjanjian terdapat batasannya diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih
.” “Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya
berpendapat bahwa definisi atau batasan atau juga dapat disebut rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata kurang
lengkapdan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan –
kelemahan. Adapun kelemahan tersebut dapat diperinci sebagai berikut : ”
17
1. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja
Disini dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan”
merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian itu
mengikatkan diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana setidak
– tidaknya perlu adanya rumusan “saling mengikatkan diri”. Jadi jelas nampak adanya konsensuskesepakatan antara kedua belah
pihak yang membuat perjanjian. 2.
Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus atau kesepakatan. Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan :
a. Melaksanakan tugas tanpa kuasa
b. Perbuatan melawan hukum.
17
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal 78.
Universitas Sumatera Utara
20
Dari kedua hal tersebut di atas merupakan tindakanperbuatan yang tidak mengandung adanya konsensus. Pengertian perbuatan itu sendiri juga
sangat luas, karena sebetulnya maksud perbuatan yang ada dalam rumusan tersebut adalah hukum
.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas.
Untuk pengertian perjanjian disini dapat diartikan juga pengertian perjanjian yang mencakup melangsungkan perkawinan. Padahal
perkawinan sendiri sudah diatur tersendiri dalam hukum keluarga, yang menyangkut hubungan lahir batin. Sedangkan perjanjian yang dimaksud
dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah hubungan antara debitur dan kreditur. Dimana hubungan antara kreditur dan debitur terletak dalam
lapangan harta kekayaan saja selebihnya tidak. Jadi yang dimaksud perjanjian kebendaan saja bukan perjanjian personal.
4. Tanpa menyebut tujuan.
Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan apa tujuan untuk mengadakan perjanjian sehingga pihak
– pihak mengikatkan dirinya itu tidaklah jelas maksudnya untuk apa.
B. Subjek dan Objek Perjanjian