Dinamika Keluarga Pelajar Yang Mengikuti Pendidikan Homeschooling

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DINAMIKA KELUARGA PELAJAR YANG MENGIKUTI PENDIDIKAN HOMESCHOOLING

SKRIPSI Diajukan Oleh

Wina Kartika Br. Ginting 060901046

Departemen Sosiologi

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami kesulitan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, namun dengan Rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini juga atas doa restu orangtua penulis dan dorongan dari saudara-saudara serta teman-teman terdekat penulis.

Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan skripsi ini sudah tentu terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam segi bahasa maupun dalam segi pemahamannya. Oleh karena itu penulis akan menerima segala saran dan juga kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang. Namun demikian penulis berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat membawa manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca.

Oleh karena itu penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih yang tak terhingga ,secara teristimewa kepada orangtua yang penulis kasihi, papa Irianto Ginting SH dan mama Reince Elfrida S.SE yang telah memberikan kasih dan dukungan baik secara moril maupun materi selama ini. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

Rasa hormat setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Bapak Dr. Rizabuana, M. Phil, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi dan sekaligus penasehat akademik saya yang selama ini mengevaluasi dalam prestasi belajar selama mengikuti perkuliahan. Pada saat penulisan skrispsi ini Bapak banyak memberikan dukungan, pengetahuan, dan dengan sabar membimbing saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi saya mulai dari awal pemilihan judul sampai skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Kepada seluruh Dosen Sosiologi dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai materi selama penulis menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Kepada seluruh Staf Pendidikan Departemen Sosiologi, Kak Feny, Kak Betty, dan Kak Devi yang telah membantu dalam urusan administrasi selama ini.

Terima kasih kepada Abang dan Kakakku Dheny Harianto Ginting SE, Herry Shan Jaya Ginting SH, Rista Widiyanti Amd, Trinawati, dan Nani atas dukungan, bantuan dan perhatiannya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada ayangku tersayang Muhammad Yusuf Hanafiah yang telah banyak memberikan dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, tetaplah menjadi yang terbaik diantara yang terbaik buat ku. I Love You Forever. Terima kasih kepada Adikku Ardian Ginting, Chandra Setiawan Ginting, M. Rasyid Ridho, Marwin Dewi, Apriza, Yola, yang telah memberikan semangat dan dukungannya. Terima kasih kepada tanteku Rosmawati Magdalena dan Jumiati yang telah membantuku dalam menyelesaikan pekerjaan rumah sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini dengan tenang. Terima kasih kepada om dan tanteku Rapin Purba S.Sos, Rohni Karya, Ismail Tarigan, Riasmi Lewi, atas motivasi dan nasehatnya. Sahabat-sahabatku tercinta: Eka Sosialina, Novica Oriza, Rini Utami, Sri Risnawati,


(4)

Elicia Dwihafida, Miranti Windasari, Uki, Nanta, Fadli Dan Eka Pradita, semoga kita tetap bersahabat selamanya. Teman-temanku, PKL Bandar klippa(indah, ulya, novi,elin, rolas, adza, doso, herbin, bang wendi), Melinda, Magdalena, Vivi, Feni, imay, Afwan, Regar, Ryan dan semua stambuk 2006 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerja samanya selama ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dengan memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. Demikianlah kata pengantar ini saya perbuat. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini saya mohon maaf.

Medan, Juni 2010

Wina Kartika Br.Ginting


(5)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ABSTRAKSI

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Defenisi Konsep BAB II : KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Homeschooling di Amerika Serikat 2.2. Penelitian Homeschooling di Indonesia 2.3. Homeschooling sebagai Pendidikan Alternatif BAB III : METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 3.2. Lokasi Penelitian

3.2.1. Sejarah Homeschooling

3.2.2. Metode Pendidikan Homeschooling 3.2.3. Kurikulum Homeschooling


(6)

3.2.3.2. Kurikulum Internasional

3.2.3.3. Homeschooling dengan Acuan lain 3.2.4. Ujian Kesetaraan Homeschooling

3.2.5. Bahan Ajar 3.2.6. Flash Card

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

3.3.2. Informan

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

3.4.2. Data Sekunder

3.5. Interpretasi Data dan Analisa Data 3.6. Jadwal Kegiatan

3.7. Keterbatasan Penelitian

BAB IV : KELUARGA WAWAN DAN MIRA

BAB V : KELUARGA ARI DAN NISMA

BAB VI : KELUARGA HANDOKO DAN BERLIANA

BAB VII : PENUTUP 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

halaman


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman GAMBAR 1 : Lembar Kerja Keluarga Homeschooling

GAMBAR 2 : Flash Card


(9)

ABSTRAKSI

Homeschooling merupakan salah satu alternatif dan buah dari pencarian sistem pendidikan yang paling sesuai untuk anak-anak. Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah. Sebagai sebuah model pendidikan anak, homeschooling memiliki persamaan dengan sekolah antara lain sama-sama bertujuan untuk mengantarkan anak-anak pada pencapaian terbaiknya. Homeschooling semakin marak dan diminati oleh masyarakat, karena sistem pendidikan ini mudah pelaksanaannya, selain itu orangtua dapat mengawasi anak-anaknya secara langsung, karena orangtualah yang melaksanakan dan memfasilitasi sistem pendidikan ini. Terjadi dinamika pada keluarga yang mengikuti pendidikan homeschooling, karena pemilihan sistem pendidikan dari sekolah formal menjadi sekolah informal atau sering disebut sekolah rumah. Dimana sekolah formal kegiatannya diawasi oleh guru dan staf pengajar lain, sementara orangtua hanya mempasrahkan pendidikan anaknya kesekolah tersebut, sedangkan sekolah rumah diawasi langsung oleh orangtua dan semua kegiatannya dilakukan oleh anak dan orangtuanya. Selain itu orangtua harus berperan penting dalam menjalankan pendidikan tersebut seperti memberikan bahan ajar, materi, kurikulum dalam belajar dan menumbuhkan sikap bertanggung jawab terhadap anak dalam menjalankan tugasnya. Sekolah rumah lebih menekankan peran orangtua dalam mendidik anak. Anak-anak yang mengikuti pendidikan informal ini diakui oleh pemerintah keberadaannya yaitu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat(1) dikatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa hasil pendidikan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) diakui sama dengan pendidika formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh Undang-Undang.


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Wina Kartika Br. Ginting

NIM : 060901046

Departemen : Sosiologi

Judul : DINAMIKA KELUARGA PELAJAR YANG MENGIKUTI

PENDIDIKAN HOMESCHOOLING

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Dr.Rizabuana,M.Phil,Ph.D) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

NIP.196109291986011002 NIP.196805251992031002

a.n. Dekan

Pembantu Dekan I Fisip USU

( Drs.Humaizi, MA ) NIP.195908091986011002


(11)

ABSTRAKSI

Homeschooling merupakan salah satu alternatif dan buah dari pencarian sistem pendidikan yang paling sesuai untuk anak-anak. Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah. Sebagai sebuah model pendidikan anak, homeschooling memiliki persamaan dengan sekolah antara lain sama-sama bertujuan untuk mengantarkan anak-anak pada pencapaian terbaiknya. Homeschooling semakin marak dan diminati oleh masyarakat, karena sistem pendidikan ini mudah pelaksanaannya, selain itu orangtua dapat mengawasi anak-anaknya secara langsung, karena orangtualah yang melaksanakan dan memfasilitasi sistem pendidikan ini. Terjadi dinamika pada keluarga yang mengikuti pendidikan homeschooling, karena pemilihan sistem pendidikan dari sekolah formal menjadi sekolah informal atau sering disebut sekolah rumah. Dimana sekolah formal kegiatannya diawasi oleh guru dan staf pengajar lain, sementara orangtua hanya mempasrahkan pendidikan anaknya kesekolah tersebut, sedangkan sekolah rumah diawasi langsung oleh orangtua dan semua kegiatannya dilakukan oleh anak dan orangtuanya. Selain itu orangtua harus berperan penting dalam menjalankan pendidikan tersebut seperti memberikan bahan ajar, materi, kurikulum dalam belajar dan menumbuhkan sikap bertanggung jawab terhadap anak dalam menjalankan tugasnya. Sekolah rumah lebih menekankan peran orangtua dalam mendidik anak. Anak-anak yang mengikuti pendidikan informal ini diakui oleh pemerintah keberadaannya yaitu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat(1) dikatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa hasil pendidikan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) diakui sama dengan pendidika formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh Undang-Undang.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan di rumah bukanlah sebuah hal yang baru. Sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini, pendidikan dilakukan berbasis rumah. Sistem magang adalah model pendidikan yang sangat dikenal oleh masyarakat. Demikian pula belajar otodidak yang sampai sekarang masih dilakukan. Selain itu, para bangsawan zaman dahulu biasa mengundang guru privat untuk mengajar anak-anaknya. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu.

Homeschooling merupakan salah satu alternatif dan buah dari pencarian sistem pendidikan yang paling sesuai untuk anak-anak. Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah. Sebagai sebuah model pendidikan anak, homeschooling memiliki persamaan dengan sekolah antara lain sama-sama bertujuan untuk mengantarkan anak-anak pada pencapaian terbaiknya.

Homeschooling semakin marak dan diminati oleh masyarakat. Media massa, baik media cetak ataupun media elektronik cukup gencar memberitakan homeschooling. Homeschooling bukanlah lawan pendidikan di sekolah formal dan non formal (kursus-kursus). Homeschooling bukan sebuah cara melarang anak bersekolah di sekolah formal. Homeschooling, sebaliknya dari semua itu, ingin mendukung sekolah formal. Apa yang mungkin kurang diharapkan di sekolah formal, diharapkan dapat ditambah oleh homeschooling. Anak-anak yang tidak diterima di sekolah formal harus dapat memperoleh hak belajarnya di homeschooling.


(13)

Homeschooling adalah model pendidikan alternatif selain di sekolah. Tidak ada sebuah defenisi tunggal mengenai homeschooling karena model pendidikan yang dikembangkan di dalam homeschooling sangat beragam dan bervariasi. Salah satu pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Jadi,orang tualah yang bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya.Yang dimaksud bertanggung jawab secara aktif di sini adalah keterlibatan penuh orang tua pada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai, yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak-anak (Sumardiono,2007:4).

Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling biasanya menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya. Penerapan konsep homeschooling dapat dilakukan pada anak dari berbagai usia, tidak tertutup kemungkinan juga diikuti oleh remaja. Di sisi lain masih terdapat kekhawatiran terhadap kelemahan homeschooling, dimana anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat. Padahal interaksi sosial dengan teman sebaya merupakan bagian penting bagi kehidupan seseorang. Anak-anak yang mengikuti homeschooling (homeschooler) kurang berinteraksi dengan teman sebaya dikarenakan lingkungan belajar mereka yang


(14)

tertutup dengan lingkungan luar dan karena kebiasaan mereka yang lebih senang bergaul dengan orang yang dikenal saja sehingga menyebabkan anak-anak homeschooling sulit berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan teman sebaya mereka yang mengikuti homeschooling. Dipandang dari sisi positif dan negatifnya, homeschooling memiliki beberapa pertimbangan penting. Dilihat dari sisi positifnya yang pertama homeschooling mengakomodasikan potensi kecerdasan anak secara maksimal karena setiap anak memiliki keberagaman dan kekhasan minat, bakat dan keterampilan yang berbeda-beda. Potensi ini akan bisa dikembangkan secara maksimal bila keluarga memfasilitasi suasana belajar yang mendukung di rumahnya sehingga anak didik benar-benar merasa di rumah dalam proses pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang bersifat informal. Dengan metode homeschooling ini anak didik tidak lagi dibatasi oleh empat tembok kelas yang sesak dan mereka bisa memilih tema pembelajaran yang diinginkan mereka.Yang kedua, metode ini mampu menghindari pengaruh lingkungan negatif yang mungkin akan dihadapi oleh anak di sekolah umum. Pergaulan bebas, tawuran, rokok dan obat-obat terlarang yang terus menghantui para orang tua, sementara mereka tidak dapat mengawasi putra-putrinya sepanjang waktu.

Dilihat dari sisi negatifnya, yang pertama, dikhawatirkan anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling akan teralienasi dari lingkungan sosialnya sehingga potensi kecerdasan sosialnya tidak muncul. Kekhawatiran ini disanggah oleh Dhanang Sasongko Sekjen Asah Pena (Asosiasi Sekolah-Rumah dan Pendidikan Alternatif) yang mengatakan bahwa adanya sekolah rumah (homeschooling)bukan berarti steril dari masyarakat. Untuk mengatasi problem ini sering diadakan kegiatan di luar rumah seperti ke pasar dan tempat umum lainya. Metode sekolah rumah bukan berati belajarnya di


(15)

rumah terus tetapi bisa juga di luar rumah yang penting dalam pembelajaran yang diikutinya. Sehingga pembelajaran bisa berjalan alami dan mandiri. Persoalan legalitas, segudang pertanyaan muncul tentang bagaimana sikap dan pengakuan pemerintah tentang sekolah rumah atau sering disebut homeschooling. Secara prinsip tidak ada masalah. Karena sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat(1) dikatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa hasil pendidikan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) diakui sama dengan pendidika formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh Undang-Undang.

Saat ini, jumlah keluarga yang melaksanakan homeschooling terus mengalami peningkatan. Tetapi data pasti jumlah homeschooling sulit untuk didapat karena model pendidikan ini bersifat informal. Menurut laporan Departemen Pendidikan Amerika Serikat ”homeschooling in the United Stated: 2008” terjadi peningkatan jumlah siswa homeschooling dari 850 ribu (1,7% dari total siswa) menjadi 1,1 juta pada tahun 2008 (2,2 % dari total siswa). Sementara itu berdasarkan penelitian Dr. Brian Ray (Presiden the National Home Education Research Institute), pada tahun 2003-2008 ada sekitar 1,7 juta-2,1 juta siswa homeschooling Amerika Serikat. Dia mengatakan bahwa jumlah siswa homeschooling terus bertambah dengan kecepatan 7-15 % per tahun(Sumardiono, 2009:26). Dalam perkembangan homeschooling di Amerika Serikat, menurut penelitian Fraser Institute (2009), kelompok muslim Amerika merupakan golongan yang memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dan diperkirakan jumlah siswa homeschoolingnya akan


(16)

menjadi dua kali lipat dalam kurun waktu delapan tahun. Di luar Amerika Serikat, walaupun tidak banyak tersedia data akurat mengenai jumlah keluarga homeschooling, diperkirakan terus terjadi pertumbuhan dan peningkatan minat terhadap homeschooling. Menurut penelitian Brian Ray ada sekitar 50.000 hingga 95.000 siswa homeschooling di Kanada pada periode tahun 2003-2008. Estimasi untuk England dan Wales bervariasi sekitar 13.000 hingga 50.000.Di Australia, jumlahnya berkisar 35.000 hingga 55.000. dan, sebuah organisasi homeschooling di Jerman melaporkan keberadaan sekitar 500 hingga 600 siswa homeschooling.

Di Indonesia, menurut perkiraan Ella Yulaelawati, direktur pendidikan kesetaraan Depdiknas ada sekitar 1.000-1.500 siswa homeschooling. Di Jakarta ada sekitar 600 siswa, sebagian besar diantaranya sekitar 500 orang adalah siswa homeschooling majemuk. Jumlah yang sebenarnya tidak diketahui pasti, tapi diperkirakan masih lebih besar lagi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya jumlah sekolah formal yang ada di Indonesia bahkan di Medan sudah cukup banyak. Namun semakin banyaknya sekolah formal, sekolah informal seperti homeschooling pun semakin marak dan semakin banyak diminati. Tingkat pendidikan formal di kota medan cukup baik tentunya tidak terlepas dari tersedianya prasarana dan sarana pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak, taman bermain, taman bacaan, play group. Walaupun sudah banyak tersedia sarana dan prasarana formal namun keberadaan homeschooling semakin marak dan berkembang cepat di medan.


(17)

Tabel I

Jumlah Taman Kanak-kanak di Medan Pada Tahun 2009

NO. Tingkat Sekolah Jumlah

1 Taman Kanak-kanak 101

2 Taman Bermain 87

3 Taman Bacaan 50

4 Play Group 86

Jumlah 324

Sumber : Badan Pusat Statistik kota Medan 2009

Kota medan merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat, dengan jumlah penduduk yang padat tersebut, maka tingkat dan mutu pendidikan pun semakin meningkat. Walaupun diketahui bahwa sekolah formal cukup banyak namun masih saja ada beberapa keluarga yang memilih pendidikan informal untuk anak-anak mereka. Hal ini dapat terlihat dengan munculnya sekolah-sekolah informal seperti homeschooling. Walaupun homeschooling di Medan tidak segencar homeschooling di Jakarta namun tetap saja pendidikan informal seperti homeschooling ini mulai sangat di minati oleh keluarga-keluarga. Perkembangan homeschooling yang pesat di berbagai wilayah sebagian besar karena orang tua berpendapat bahwa homeschooling berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan yang mereka rencanakan. Kebutuhan orang tua itu beragam dan homeschooling berusaha memenuhi kebutuhan pendidikan yang spesifik


(18)

dari keluarga karena homeschooling memang memiliki sifat customized sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi setiap keluarga.

Kebutuhan dan alasan keluarga yang memilih homeschooling memiliki rentang variasi yang lebar. Alasan itu ada yang bersifat ideologis, tapi tidak sedikit pula yang bersifat praktis. Biasanya, keluarga homeschooling memiliki satu atau beberapa alasan kuat sekaligus yang melatarbelakangi pemilihan homeschooling. Tiga alasan tetinggi dalam pemilihan homeschooling menurut data dari Asah Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif) pada tahun 2009 adalah:

• Orang tua ingin meningkatkan kualitas pendidikan anaknya. • Alasan agama (religious reasons)

• Buruknya lingkungan belajar sekolah.

Walaupun alasan agama menjadi alasan yang cukup banyak digunakan para keluarga yang memilih homeschooling, tidak berarti homeschooling identik dengan kelompok konservatif. Alasan terbesar yang digunakan orang tua sebagian besar merupakan paduan antara keinginan meningkatkan kualitas pendidikan dan ketidakpuasan terhadap bentuk pendidikan yang tersedia di masyarakat.

Selain itu hal-hal lain yang menjadi alasan keluarga melakukan homeschooling biasanya, adalah

• Orang tua sering berpindah-pindah atau melakukan perjalanan.

• Orang tua merasa keamanan dan pergaulan sekolah tidak tidak kondusif bagi perkembangan anak.


(19)

• Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi di sekolah umum.

• Orang tua memiliki keyakinan bahwa sistem yang ada tidak mendukung nilai-nilai keluarga yang dipegangnya.

• Orang tua merasa terpanggil untuk mendidik sendiri anak-anaknya.

(Sumardiono,2009:30-31)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :

1. Mengapa orang tua homeschooler memilih pendidikan homeschooling untuk anak-anaknya?

2. Bagaimana kehidupan sehari-hari anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan-alasan orang tua memilih pendidikan homeschooling untuk anak-anaknya, dan untuk mendeskripsikan kehidupan sehari-hari para homeschooler ditengah keluarganya.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah dan melatih penulis untuk membiasakan diri untuk membuat dan membaca karya tulis. Melalui penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan penulis tentang masalah yang diteliti.

2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu sosial dalam hal mendeskripsikan dinamika keluarga pelajar yang mengikuti pendidikan homeschooling, dan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi ilmu sosial lainnya secara umum

3. Menambah rujukan bagi mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU mengenai dinamika keluarga pelajar yang mengikuti pendidikan homeschooling.

4. Memberikan kontribusi terhadap pihak Homeschooling dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pendidikan.

1.5 Defenisi Konsep

Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengetian yang nantinya yang menjelaskan suatu gejala (Moleong,1997:67).Pada penelitian ini, beberapa konsep akan menjadi kunci dalam pembahasan masalah, yaitu sebagai berikut:


(21)

1.5.1 Homeschooling

Salah satu konsep kunci dari homeschooling adalah pembelajaran yang tidak berlangsung melalui institusi sekolah formal. Konsep ini membawa kita pada konsep yang lebih umum yaitu konsep belajar otodidak atau belajar mandiri. Homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Jadi orang tua yang bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Homeschooling merupakan salah satu alternatif dan buah dari pencarian sistem pendidikan yang paling sesuai untuk anak-anak. Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah. Homeschooling bukanlah lawan pendidikan di sekolah formal dan non formal (kursus-kursus). Homeschooling bukan sebuah cara melarang anak bersekolah di sekolah formal. Homeschooling, sebaliknya dari semua itu, ingin mendukung sekolah formal. Apa yang mungkin kurang diharapkan di sekolah formal, diharapkan dapat ditambah oleh homeschooling. Anak-anak yang tidak diterima di sekolah formal harus dapat memperoleh hak belajarnya di homeschooling. Ada tiga bentuk homeschooling antara lain:

1. Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain. 2. Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau


(22)

dilaksanakan orang tua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari kegiatan olah raga (misalnya keluarga atlet tenis) kegiatan musik/seni, kegiatan sosial,dan kegiatan keagamaan.

3. Komunitas homeschooling adalah gabungan dari beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus,bahan ajar,kegiatan pokok( olah raga,musik/seni dan bahasa),sarana dan prasarana, dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan orang tua dan komunitasnya 50:50.(Seto Mulyadi,2007: 36-37) Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain: • Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak

mulia dan pencapaian hasil belajar.

• Tersedia fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas olahraga dan kesenian.

• Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan.

• Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing.

• Sesuai untuk anak usia diatas sepuluh tahun.

• Menggabungkan keluarga yang tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi-komunikasi lainnya untuk tolak banding termasuk untuk standarisasi. Sebagai bentuk dari system pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi tidak boleh kaku atau terlalu terstruktur sebagaimana sekolah formal.


(23)

1.5.2 Homeschooler

Homeschooler adalah anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling, dimana anak-anak tersebut memiliki jenjang usia yang berbeda-beda dan kurikulum pelajaran yang diikuti juga berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.

1.5.3 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

1.5.4 Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat tempat di mana seseorang mendapatkan pengalaman hidupnya untuk pertama sekali. Keluarga merupakan agen sosialisasi terhadap anak-anak. Di mana idealnya keluarga terdiri dari suami,istri, dan beberapa orang anak. Keluarga merupakan kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain melalui perannya masing-masing sebagai anggota keluarga (Gunarsa,1993:210).

1.5.5 Dinamika Keluarga

Gerak atau perubahan yang terjadi secara bertahap yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup keluarga tersebut.Dinamika keluarga homeschooling dapat kita lihat


(24)

dari cara keluarga memandang pendidikan anaknya, bagaimana sebuah keluarga tersebut memperlakukan anak-anaknya. Keluarga yang lebih memilih pendidikan informal untuk anaknya dari pada pendidikan formal yang diikuti oleh anak-anak sebaya lainnya. Orang tua terlibat penuh dalam proses penyelenggaraan pendidikan anaknya mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak-anak. Terjadi pergeseran dimana biasanya orang tua zaman sekarang hanya mempercayakan anak-anaknya pada sekolah formal, dan menganggap sekolah formal akan membimbing anak-anak mereka. Selain itu ada beberapa manfaat yang dapat dipetik oleh para pelaku homeschooling antara lain:

• Anak-anak benar-benar dijadikan subjek dalam kegiatan belajar. • Objek yang dipelajari sungguh sangat luas.

• Orang tua dapat berperan penting dalam menanamkan kecintaan belajar kepada anak-anaknya sejak dini.

• Penyelenggaraannya fleksibel.

• Mendukung belajar secara kontekstual yang artinya latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersama.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Homeschooling di Amerika Serikat

Sejarah awal homeschooling yang berkembang di Amerika Serikat pada saat ini dapat dirunut dari perkembangan pemikiran mengenai pendidikan pada tahun 1960-an. Dipicu oleh pemikiran yang dilontarkan oleh Holt(1964). Dari hasil penelitian yang dilakukannya terjadi perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak disebabkan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh eksistensi sekolah itu sendiri.

Walaupun Holt tidak mendorong untuk pembentukan sistem pendidikan alternatif, pemikiranya memicu pemikiran banyak kalangan pendidikan dan keluarga untuk memikirkan ulang mengenai pendidikan dan sekolah. Pemikiran dasarnya adalah bahwa “ manusia pada dasarnya adalah makhluk belajar dan senang belajar , kita tidak perlu menunjukkan bagaimana cara belajar, dan yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Pendidikan menurutnya adalah proses sosialisasi dan pembudayaan melalui interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan pribadi-pribadi utuh yang menempati status tertentu dalam struktur sosial. Pendidikan merupakan proses pelestarian dan perubahan budaya, melalui pendidikan anak-anak diajarkan sesuatu hal yang baru. Sementara sistem sekolah lebih menekankan keteraturan dan kekakuan dalam memberikan materi-materi


(26)

pendidikan terhadap anak-anak, sehingga anak-anak tidak dapat mengembangkan ide-ide kreatif yang ada dalam dirinya. Sistem sekolah lebih mengutamakan keberhasilan kurikulum daripada keberhasilan individu dari anak- anak tersebut. Hal inilah yang menyebabkan anak-anak tidak dapat mengembangkan bakat dan minatnya. Sehingga dibutuhkanlah pendidikan di luar sekolah yang dapat membantu anak-anak dan orang tua dalam menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga mereka, inilah perbandingan yang diutarakan oleh Holt tentang pendidikan dan sistem sekolah jadi sesungguhnya arti dari pendidikan yang dikemukakannya berbanding terbalik dengan sistem sekolah, sehingga pendidikan yang berlangsung dalam sistem sekolah tidak sesuai dengan pengertiannya. Maka berkembanglah pendidikan yang memberikan kebebasan terhadap anak-anak untuk mengembangkan bakat dan kreativitasnya, pendidikan itulah yang disebut dengan homeschooling atau sekolah rumah.

Pada awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moore melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua untuk menyekolahkan anak lebih awal. Penelitian mereka menunjukkan bahwa orangtua yang memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-10 merupakan hal yang tidak efektif, dan sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak laki-laki (karena keterlambatan kedewasaan mereka). Hasil penelitian ini dipublikasikan pertama kali tahun 1975, Moore mempublikasikan temuannya bahwa sekolah formal berakibat buruk pada anak-anak muda, baik secara akademis, sosial, mental, dan bahkan fisiologis. Argumentasi utama mereka adalah bahwa ikatan dan perkembangan emosional yang dibuat bersama orang tua pada usia-usia muda sangat penting dan memiliki akibat jangka panjang. Proses ini tidak dapat digantikan dengan memasukkan anak-anak kesekolah formal. Dalam


(27)

penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa tingkat kejenuhan seorang anak laki-laki lebih tinggi daripada kejenuhan anak perempuan, dan apabila anak-anak dibawah usia 8 tahun sudah dimasukkan ke sekolah formal maka anak tersebut akan kehilangan tahap bermainnya, dan hal inipula yang memicu kejenuhan anak tersebut dalam bersekolah.

Selain Holt dan Moore, pemikiran lain yang memiliki kontribusi dalam kelahiran homeschooling adalah Ivan Illich (1970) dan Harold Bennet (1972). Hasil karyanya mendapat respon dari para orang tua homeschooling yang ada diberbagai penjuru Amerika Serikat, hasil karya mereka yang terkenal adalah mengenai manfaat yang dipancarkan oleh homeschooling. Ada tiga manfaat yang dipancarkan oleh homeschooling. Pertama, homeschooling mengingatkan atau menyadarkan orang tua bahwa pendidikan untuk anak-anak tidak dapat dipasrahkan sepenuhnya kepada sekolah formal. Kedua, homeschooling dapat menampung anak-anak yang karena alasan-alasan tertentu tidak dapat belajar di sekolah formal. Dan ketiga, homeschooling dapat menjadi alternative dari sekolah-sekolah formal dan nonformal dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah. Buku terakhir yang ditulis Holt dan merupakan buku satu-satunya yang membahas tentang homeschooling. Sebelum dia meninggal pada tahun 1985. Buku itulah yang kini banyak dijadikan referensi dalam mempelajari homeschooling

Holt, Ray dan Dorothy Moore pun menjadi konsultan penting homeschooling. Satu tema utama dalam filosofi mereka adalah homeschooling bukanlah sekedar mengalihkan model sekolah ke rumah atau memandang pendidikan sebagai bekal akademis untuk kehidupan. Mereka memandang pendidikan sebagai sebuah aspek


(28)

pengalaman yang alami yang terjadi pada setiap orang di dalam kesehariannya pada saat setiap orang berinteraksi dengan yang lainnya. Setelah itu homeschooling berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan, pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan sosial di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling. Walaupun praktisi homeschooling awalnya dipersepsi sebagai kelompok konservatif dan penyendiri, homeschooling terus tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat dijalankan. Praktisi homeschoolingpun semakin bervariasi dengan berbagai alasan memilih homeschooling dan beragam latar belakang sosial, religius,dan sekuler; kaya, kelas menengah, miskin; kota, pinggiran, pedesaan. Keluarga praktisi homeschooling memiliki beragam profesi mulai dokter, pegawai pemerintahan, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum.

2.2 Penelitian Homeschooling di Indonesia

Di Indonesia, belum ada penelitian secara khusus yang meneliti akar perkembangan homeschooling. Sebagai sebuah istilah, homeschooling atau sekolah rumah adalah sebuah istilah yang relatif baru dalam pendidikan di Indonesia. Tetapi jika dirunut dari filosofi, model dan praktik penyelenggarannya, homeschooling bukanlah sebuah hal yang benar-benar baru. Salah satu konsep kunci dari homeschooling adalah pembelajaran yang tidak berlangsung melalui institusi sekolah formal. Konsep ini membawa kita pada konsep yang lebih umum yaitu konsep belajar otodidak atau belajar mandiri. Dengan mengambil konsep kunci itu, kita mendapati tokoh-tokoh di dalam


(29)

sejarah Indonesia yang menempuh pembelajaran secara mandiri. Salah satu contohnya yang sangat di kenal adalah KH Agus Salim.

Dalam bentuk umumnya, pembelajaran otodidak ini memiliki beragam variasi, diantaranya pembelajaran dengan cara magang yang banyak dipraktikkan oleh keluarga Indonesia. Pedagang atau pengusaha yang mendidik anak-anak mereka agar menguasai dan meneruskan bisnis keluarganya merupakan salah satu contoh homeschooling. Walaupun, mereka tidak mengenal istilah itu. Bentuk-bentuk semacam itu banyak dipraktikkan di masyarakat dan dianggap sebagai akar perkembangan homeschooling yang tumbuh di masyarakat. Dalam era waktu yang lebih dekat, pendidikan keluarga yang dilakukan oleh Said Kelana terhadap anak-anaknya yang menjadi artis (Lydia dan Imaniar) merupakan salah satu contoh mengenai homeschooling pada masa lalu.

Penelitian yang dilakukan Seto Mulyadi (2000), yang mengisahkan tentang belajar yang mengasyikkan yang dialami seorang anak.” Kita semua dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tidak pernah terpuaskan dan kita semua mempunyai alat-alat yang kita perlukan untuk memuaskannya”. Pernahkan anda memperhatikan seorang bayi yang meneliti secara saksama sebuah mainan baru?

Bayi itu memasukkan mainan baru tersebut ke dalam mulut untuk mengetahui rasanya. Dia juga menggoyang-goyangkan, mengangkat, dan memutarkan mainan baru tersebut secara perlahan-lahan sehingga dia dapat melihat bagaimana setiap sisinya terkena cahaya. Kemudian bayi pun menempelkan mainan baru tersebut di telinga, menjatuhkannnya ke lantai dan mengambilnya kembali, membongkar bagian-bagiannya dan menyelidikinya satu persatu.


(30)

Proses penelitian ini disebut belajar secara menyeluruh ( Global Learning). Global learning merupakan cara efektif dan alamiah bagi seorang manusia untuk mempelajari bahwa otak seorang anak hingga usia enam atau tujuh tahun adalah seperti spons, menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik dan kerumitan bahasa yang kacau dengan cara yang menyenangkan dan bebas stress. Proses ini juga ditambah dengan faktor-faktor umpan balik positif dan rangsangan dari lingkungan, dan anda dapat menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. (Seto Mulyadi,2007: 93-96).

Penelitian yang dilakukan oleh Maria Magdalena mengenai istilah sekolah rumah jika dibandingkan dengan sekolah internasional atau sekolah formal biasa. Sekolah rumah mungkin dipersepsikan sebagai sebuah institusi pendidikan yang menyempit ke dalam, bukan meluas ke luar. Bandingkan istilah rumah dan internasional. Tapi dalam prosesnya sesungguhnya sekolah rumah tidak hanya menyuguhkan pengetahuan yang sempit terbatas di dalam kandang kurikulum. Tetapi penyelenggaraan sekolah rumah meluas hingga mencakup segala aspek pendidikan yang dibutuhkan seseorang untuk bekal hidup. Dengan kerangka pendidikan yang seperti ini sekolah rumah menyejajarkan pendidikan akademis dan pendidikan karakter.sepandai apapun seseorang secara akademis, tapi jika karakter yang dimiliki tidak mendukung pengembangan dirinya, maka akan sulit baginya untuk terjun ke dalam dunia pekerjaan maupun dalam masyarakat. Pendekatan homeschooling yang lebih menekankan pada pencarian bekal untuk menjalani kehidupan memerlukan kriteria karakter yang diharapkan untuk dicapai seorang anak. Beberapa kriteria ini dapat membantu sebagai parameter keberhasilan pembentukan karakter secara keseluruhan: Individu memiliki identitas diri yang positif, Memiliki tujuan yang terarah, Memiliki pandangan yang positif tentang hidup, Memiliki


(31)

inisiatif, Bertanggung jawab, Antusias dan Kreatif dan dapat berpikir jernih. Hal ini merupakan kriteria mendasar yang harus dimiliki seseorang untuk meraih kesuksesan. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, menunjukkan tingkat keberhasilan anak yang mengikuti pendidikan homeschooling lebih maju satu langkah dibandingkan dengan anak yang mengikuti pendidikan di sekolah formal. Hal ini terlihat dari kebebasan yang dimiliki anak-anak homeschooling atau yang sering disebut homeschooler dalam mengembangkan bakat dan kreativitas dalam dirinya, mulai dari penentuan materi ajar, metode yang digunakan, serta mulai dari dini bakat yang terdapat dalam dirinya sudah diasah dan dikembangkan. Contoh: Sisil anak yang berusia 7 tahun dan sangat senang melukis, sejak orangtuanya mengetahui anaknya memiliki bakat dalam melukis, orangtua langsung memfasilitasi anaknya dengan menyediakan alat-alat lukis, guru lukis, dan mengajak anaknya tersebut ke tempat-tempat yang menyenangkan untuk dijadikan objek dalam lukisannya. Dengan pengembangan bakat yang dilakukan orangtuanya tersebut Sisil sekarang telah menjadi pelukis yang berbakat, dan sering mendapatkan penghargaan dalam setiap perlombaan yang diikutinya. Pada dasarnya terbentuknya kriteria di ataslah yang menjadi tolak ukur keberhasilan seorang anak. Untuk menciptakan karakter seperti di atas orang tua harus dapat memotivasi anak-anak mereka untuk selalu berpikiran positif. Secara akademis sangat jarang ditemukan anak homechooling dengan nilai akademis yang buruk, kecuali dalam kondisi kekurangan tertentu. Tapi dalam praktiknya tidak jarang anak homeschooling gagal dalam dunia kerja dan bermasyarakat karena kurangnya pembentukan karakter. Padahal seharusnya dengan intensitas belajar yang serius, homeschooling sangat efektif dan efesien sebagai pembelajaran menyeluruh. Homeschooling dijadikan pendidikan alternatif bagi keluarga adalah karena


(32)

homeschooling dapat membentuk karakter anak kearah yang lebih baik, dan inilah yang menjadi alasan pemilihan homeschooling bagi pendidikan anak dalam sebuah keluarga. (Maria,2009:17-19)

2.3 Homeschooling sebagai pendidikan alternatif

Homeschooling atau sekolah rumah saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya. Ada beberapa alasan mengapa para orangtua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecenderungannya antara lain, dapat menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu. Menurut Ella Yuliawati, pandangan ini memberikan pengertian luas kepada setiap orang untuk lebih mengekspresikan keinginan dan kemampuan dalam menimba ilmu, tidak hanya dilingkungan yang dinamakan sekolah. Bahkan kesempatan mendapatkan ilmu yang lebih juga memilki peluang besar sejalan dengan perkembangan pendidikan. Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah satu alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. (Sumardiono,2007:43)

Artikel yang membahas mengenai homeschooling sebagai salah satu inisiatif dan model pendidikan alternatif bagi masyarakat. Sebagai sebuah gerakan, homeschooling menemukan signifikasinya dalam konteks insiatif kultural yang dilakukan masyarakat sebagai respon terhadap model pendidikan yang tidak memenuhi harapan.


(33)

Homeschooling merupakan wujud keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi keadaan sosial politik dan mendapakan pendidikan yang berkualitas. Proposal utama dari homeschooling adalah memberikan alternatif bagi masyarakat sehingga masyarakat memiliki berbagai alternatif yang dapat di pilihnya. Dalam ekspresi yang lebih positif homeschooling dapat menggerakan keluarga untuk terlibat aktif dalam pendidikan, mengganti kepasrahan pada sistem sekolah. Partisipasi keluarga dengan seluruh kecintaan dan kepentingan masa depan anak-anak dapat menjadi sumber yang kuat untuk menjadi penggerak perubahan wajah pendidikan di Indonesia.

Homeschooling bukanlah sekedar membiarkan anak di rumah, mengundang guru privat yang mahal, dan model belajar artis yang malas pergi ke sekolah. Sebagai sebuah gagasan dan praktik, homeschooling jauh lebih substantif dibandingkan persepsi yang berkembang di masyarakat. Homeschooling adalah gerakan back to basic memasuki kembali esensi-esensi pembelajaran yang tidak di batasi oleh tempat belajar, jam belajar, keharusan administratif dan ritual-ritual (baju seragam, uang gedung, buku baru, ijazah, wisuda, dll) yang semakin menggantikan esensi proses belajar. Dengan motto belajar dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja, homeschooling memberikan kesempatan proses belajar yang kontekstual dan penggunaan kehidupan sehari-sehari sebagai sumber belajar. Sementara model sekolah formal bersifat masal dan mengejar standart-standart eksternal seperti pabrik dan perkantoran, homeschooling memberikan peluang untuk melakukan kustomisasi pendidikan mulai dari aspek penentuan tujuan, pemilihan materi ajar, dan metode-metode yang digunakan dalam proses belajar.

Homeschooling memberikan kesempatan kepada orangtua untuk menghargai keragaman jenis kecerdasan anak (multiple intelligences) yang tidak mungkin di


(34)

kembangkan dalam sistem pendidikan massal. Homeschooling bukanlah mengubah orangtua menjadi guru untuk proses belajar anak-anak karena kemampuan orang tua terbatas. Peran utama orang tua dalam homeschooling adalah menjadi mentor dan fasilitator. Proses utama dalam pembelajaran homeschooling adalah menumbuhkan dan mengerakan kemampuan belajar anak-anak sehingga anak-anak dapat belajar secara mandiri. Homeschooling semakin mudah dilaksanakan pada saat anak semakin dewasa karena anak yang sudah dewasa akan semakin mandiri. Karena homeschooling di bangun oleh keluarga sebagai penggerak kegiatan belajar, tidak ada pusat dan model standar homeschooling karena setiap keluarga bebas merancang model pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan keluarga.

Homeschooling adalah model awal pendidikan, sebelum pendidikan distrukturkan dan di lembagakan dalam institusi-institusi sekolah sebagai mana yang berkembang sekarang ini. Ide-ide homeschooling dapat kita lihat akarnya dari proses belajar otodidak, magang bisnis di kalangan perusahaan, belajar dari orang tua dan kolega dikalangan pesantren. Tokoh-tokoh seperti KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka adalah contoh diantara anggota masyarakat yang pernah menjalani pendidikan dengan model belajar otodidak atau yang dikenal dengan nama homeschooling. Saat ini di Indonesia ada sekitar 1400 orang yang melakukan homeschooling. Walaupun jumlah siswa homeschooling masih relatif kecil dibandingkan total seluruh siswa sekolah, namun siswa homeschooling terus bertambah dan tumbuh. Di Amerika Serikat saat ini ada sekitar tiga juta siswa homeschooling dengan lajur pertumbuhan 15 % per tahun. Di Kanada, pada periode 2007-2008 ada sekitar 95.000 siswa homeschooling di New Zealand sekitar 7000 siswa, Australia 55.000 dan masih banyak lagi kegiatan


(35)

homeschooling yang tidak terdata secara resmi diberbagai belahan dunia. Peluang dan tantangan bersama sebagai sebuah model pendidikan alternatif di masyarakat, homeschooling memberikan peluang untuk berkontribusi pada perbaikan wajah pendidikan Indonesia. Tentu saja harapan itu membutuhkan kerja keras agar gagasan-gagasan di homeschooling dapat dicerna masyarakat dengan baik. Gagasan menjadikan keluarga sebagai sentral perubahan pendidikan, gagasan homeschooling layak untuk didorong karena memberikan kesempatan pada setiap keluarga untuk menentukan apa yang terbaik buat anak dan keluarganya.

Homeschooling merupakan salah satu wujud demokratisasi pendidikan. Spirit otonom ini dapat menjadi energi yang kuat untuk memelihara kelangsungan gerakan ini. Untuk dapat berkembang dengan baik, homeschooling perlu menghadapi tantangan-tantangan yang ada dihadapannya, antara lain dukungan legalitas secara prinsip, eksistensi homeschooling yang dijamin melalui UU Sisdiknas no. 20/2003 pasal 27 yang mengatur pengakuan pendidikan jalur informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan. Negara juga menjamin praktisi pendidikan informal untuk mengikuti pendidikan kesetaraan jika praktisi homeschooling menginginkan kesetaraan dengan pendidikan formal (sekolah). Tantangan legalitas homeschooling adalah mengembangkan aturan-aturan teknis yang lebih pasti dan sederhana. Kesederhanaan menjadi kata kunci penyusunan aturan teknis yang mencerminkan keberpihakan Negara untuk memfasilitasi inisiatif yang tumbuh di masyarakat. Untuk mendukung perkembangan homeschooling diperlukan inisiatif-inisiatif untuk merekatkan kegiatan-kegiatan pembelajaran di setiap keluarga. Pembentukan komunitas belajar, interaksi antara keluarga dan antara komunitas diperlukan untuk menciptakan proses yang teratur sekaligus pencarian model-model yang


(36)

beragam dalam penyelenggaraan homeschooling. Jaringan pembelajaran menjadi salah satu alat untuk menggerakkan proses belajar dalam homeschooling. Di masa depan, sarana fisik yang dibutuhkan dalam pengembangan homeschooling adalah pembentukan pusat belajar, perpustakaan, laboratorium, dan bengkel belajar. Lembaga-lembaga ini tidak menempel di sekolah, tetapi menjadi institusi mandiri yang dapat dimanfaatkan oleh siswa homeschooling atau siapapun yang membutuhkan. Karena kekuatan dari homeschooling terletak pada keluarga, kunci keberhasilan homeschooling terletak pada penumbuhan budaya keluarga yang sehat, yang harus dilakukan sebuah keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya adalah terletak pada komitmennya untuk mendukung anak secara akademis dan intelektual, tetapi juga komitmen untuk mengembangkan nilai-nilai moral tertinggi dan penghargaan terhadap keragaman pendidikan, agar anak-anak dapat menjadi bagian integral yang dapat menyatu sekaligus menjadi agen perubahan untuk perbaikan masyarakat. Untuk mengembangkan aspek sosial dari proses belajar, tantangan homeschooling adalah mengembangkan model belajar komunitas yang memungkinkan pengembangan aspek sosial dari anak homeschooling, berbeda dengan model sekolah yang terstruktur ketat, komunitas bersifat longgar dan cair yang berfungsi untuk mengintegrasikan proses-proses belajar individual yang diselenggarakan di rumah menjadi sebuah kerangka pandang holistik pada anak (Sumardiono, 2007: 55-58).

Salah satu mitos besar dibidang pendidikan adalah anggapan bahwa hanya sekolah yang berhak menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan homeschooling tidak memiliki kualifikasi mengejar kualitas pendidikan sebagaimana sekolah,baik karena kualifikasi pengajar, laboratorium,maupun sistem institusional yang telah terbentuk. Sebagai sebuah institusi modern, tak dapat dipungkiri bahwa sekolah memang telah


(37)

berperan penting dan memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. Walaupun begitu, sekolah tak dapat mengklaim sebagai institusi sempurna dan satu-satunya lembaga pendidikan yang berhak hidup di masyarakat. Banyak masalah baik dalam konsepsi maupun implementasi sekolah yang membuat pengembangan pendidikan alternatif senantiasa layak dipertimbangkan dalam pencarian sistem yang terbaik dalam kemanusiaan (Sumardiono,2007:44-47). Pada siswa-siswa kelas awal, pendidikan homeschooling sangat efektif karena kedekatan orang tua sebagai tutor membuat mereka dapat menyesuaikan dan mencari metoda yang paling efektif untuk proses belajar anak-anaknya. Selain itu faktor perhatian dan cinta orang tua menjadi sebuah hal yang berpengaruh positif dalam perkembangan psikolog anak dan tak tergantikan oleh sosok apapun.

Di bawah ini ada beberapa hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan homeschooling yang dijadikan alternatif pendidikan pada sebuah keluarga, antara lain sebagai berikut:

Hasil penelitian Haniar (2006) homeschooling adalah suatu sistem pendidikan alternatif yang sedang berkembang dalam masyarakat. Tumbuhnya homeschooling di Jakarta dan sekitarnya harus dimaknai sebagai kepedulian masyarakat untuk ikut dalam memperluas akses pendidikan. Penelitian ini akan mendeskripsikan informasi seputar penyelenggaraan homeschooling yang ada di Jabotabek. Subjek penelitian adalah 43 keluarga yang memiliki 70 anak yang sedang melakukan homeschooling.teknik pengambilan dan pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner, wawancara dan observasi langsung ke komunitas-komunitas homeschooling. Hasil dari penelitian ini berupa rangkaian informasi tentang profil keluarga dan homeschooling mulai dari usia,


(38)

status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan orangtua, serta usia anak, lama melakukan homeschooling, kurikulum yang dipakai hingga biaya untuk homeschooling.

Kesan dan persepsi salah paling umum mengenai homeschooling adalah penilaian bahwa siswa homeschooling tidak memiliki sosialisasi. Penilaian ini lahir dari persepsi bahwa siswa homeschooling hanya belajar dan tinggal di rumah bersama keluarganya saja (Sumardiono,2007:42). Pada kenyataannya, belajar di rumah hanyalah salah satu aktivitas siswa homeschooling. Selain belajar di rumah, siswa homeschooling tetap bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya di tetangga, klub hobi,kursus dan sebagainya. Selain itu siswa homeschooling biasanya juga terlibat dalam kegiatan bersama komunitas homeschooling. Riset mengenai homeschooling justru menunjukkan bahwa paparan para siswa homeschooling terhadap kegiatan sosialisasi justru lebih besar dibandingkan siswa sekolah formal. Berbeda dengan siswa sekolah yang bersosialisasi dengan teman sebaya, siswa homeschooling lebih bersosialisasi dengan pergaulan lintas usia. Komunitas ragam usia adalah kondisi yang ada di dunia nyata, seperti keluarga, organisasi,kantor dan masyarakat (Sumardiono,2007:43).

Berdasarkan hasil riset tentang profil keluarga dan homeschooling yang ada di jabotabek, berikut ini adalah hasil yang signifikan dari penelitian ini adalah homeschooler dapat menggunakan satu atau lebih kurikulum sesuai dengan kebutuhan mereka. Homeschooler harus menentukan satu kurikulum inti dan kemudian mencari perlengkapan dari kurikulum itu jika perlu. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden menggunakan murni kurikulum luar negeri sebagai kurikulum inti atau menambah kurikulum nasional pada kurikulum intinya. Faktor ketidakpuasan terhadap kurikulum yang dipakai di sekolah membuat responden memilih kurikulum lain yang


(39)

menurut mereka lebih baik daripada kurikulum nasional. 84% responden melakukan homeschooling di bawah 5 tahun. Hanya 16% yang telah melakukan lebih dari 5 tahun. Ada 11 alasan mengapa orang tua memilih homeschooling, dan hampir semua alasan ini ada dalam riset yang telah dilakukan di Amerika, alasan yang berbeda adalah adanya faktor melihat kesuksesan keluarga lain sebagai inspirasi untuk melakukan homeschooling, serta ingin menyekolahkan anak ke luar negeri. Tiga alasan yang terbanyak dijawab orangtua dari 11 alasan tersebut adalah orang tua merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan ingin agar hubungan dengan anak lebih dekat. Pada dasarnya orang tua menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Keinginan untuk bertanggung jawab dalam kehidupan anak inilah yang membuat orang tua ingin berkorban lebih, terutama dalam hal ini adalah pendidikan. Lewat homeschooling orang tua mengharapkan dapat mempererat hubungan orangtua dan anak, karena waktu dengan anak bertambah banyak. Penekanan kepada pendidikan iman, pembentukan karakter dan nilai-nilai agama yang sesuai. Hal ini didorong oleh kurangnya pendidikan agama, nilai-nilai moral dan karakter di sekolah formal. Ada pula sekolah formal yang hanya mengajarkan pelajaran agama yang tidak sesuai dengan agama mereka. Hal ini mendorong orang tua melakukan homeschooling karena tidak ada pilihan sekolah lain yang sesuai dengan keyakinan mereka. Beban pelajaran dan sistem kurikulum yang dianggap terlalu membebani anak serta tekanan yang diciptakan guru pada anak dalam mengejar target kurikulum, hal ini membuat banyak orang tua mengeluarkan anak dari sekolah formal. Hasil penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan pengamatan empiris (Babbie, 1995:16 ). Penelitian pendidikan sebenarnya suatu proses untuk mengetahui ada tidaknya hubungan


(40)

antara konsep yang dijadikan bahan kajian dalanm penelitian. Setiap konsep yang dikembangkan sebagai variable penelitian harus dapat menunujukkan beberapa indikator empirik yang ada di lapangan.

Hasil riset yang dilakukan oleh Aar Sumardion(2000), beda zaman beda profesi, zaman dahulu orang tua menasehatkan kepada anak-anaknya untuk menjadi pegawai negeri. Sebab pekerjaan itu aman dan nanti dapat dinikmati pensiunnya.Kadang-kandang nasehat itu di imbuhi dengan ungkapan ”pekerjaannya ringan dan santai”. Saat dunia swasta (Korporasi dan BUMN) berkembang, sebagian orang tua menasehatkan anak-anaknya untuk bekerja di sektor swasta yang lebih memberikan kepuasan professional dan material. Uang pensiun tidak lagi menjadi daya tarik yang kuat karena pensiun dapat dirancang dengan tabungan, asuransi dan sebagainya. Tantangan hidup yang semakin keras membutuhkan sikap hidup yang berbeda agar dapat survive di dunia nyata. Bekerja santai bukan lagi sikap hidup yang tepat untuk menjalani kehidupan, tetapi kerja keras dan kemampuan berkarya menjadi tantangan hidup yang harus di hadapi. Menurut penelitian ini pondasi dasar dalam mengenyam pendidikan haruslah kokoh, sehingga berakhir dengan baik.

Seto Mulyadi (2007) bukan hanya ingin menciptakan pendidikan yang ramah terhadap anak-anak. Lebih dari itu, Seto Mulyadi ingin agar hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan benar-benar dilindungi. Dalam kehidupan kesehariannya,baik ketika berada di depan publik maupun tidak. Menurut Seto (2007:6-7) sebagai berikut: Homeschooling tidak hanya sekedar menjalankan kegiatan bersekolah di rumah. Tujuan pokok homeschooling adalah Memenuhi hak anak dalam memperoleh pendidikan, dan keluarga yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Sebagai


(41)

bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi tidak boleh kaku atau terlalu terstruktur sebagaimana sekolah formal. Kalau terlalu disusun dalam kurikulum yang baku maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya. Itulah sebabnya maka bagi seorang peserta homeschooling yang semula berasal dari siswa sekolah formal diperlukan adanya penyesuaian diri yang bertahap. Apabila mula-mula anak bosan dan merasa seperti tidak ada yang bisa dilakukan, maka anak bisa diajak untuk pergi keluar mengunjungi berbagai tempat yang menarik seperti pameran lukisan, pertunjukan musik, pagelaran wayang atau teater, perpustakaan, taman hiburan, dan sebagainya. Banyak orangtua yang sering bingung dan bertanya-tanya untuk bisa menjadi guru yang baik bagi anaknya di rumah yang melakukan kegiatan belajar dengan melakukan pendidikan homeschooling. Seharusnya hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena pada dasarnya setiap orang tua didunia memiliki bakat dan kemampuan alami sebagai guru yang professional bagi anak-anaknya. Lihat saja bagaimana para orang tua mengajarkan anak-anaknya berbagai hal dan kemampuan sejak anak-anaknya masih bayi. Jadi menurutnya orang tua adalah guru yang paling baik dan paling hebat dalam mendidik anak-anaknya.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun bentuk dari penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang di dapat dari apa yang dapat diamati (Nawawi,1994:203). Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian.

3.2. Lokasi Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah I Homeschooling Jl. Sei Batang Serangan Medan. Lokasi ini dipilih karena peneliti dapat memperoleh data dari apa yang akan ditelitinya yaitu ingin melihat dinamika keluarga pelajar yang mengikuti pendidikan homeschooling. Selain itu i Homeschooling memiliki murid-murid yang memilih metode pedidikan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

3.2.1 Sejarah Singkat I Homeschooling Medan

Selama ini, sekolah menjadi satu-satunya sarana untuk mengenyam pendidikan dan mendapatkan legalisasi pendidikan. Namun sejak disahkan Undang-undang Sisdiknas tahun 2003, tidak lagi demikian. Undang-undang ini mendukung pengembangan pendidikan lewat jalur informal dalam mengenyam pendidikan, seperti homeschooling atau yang biasa disebut dengan sekolah rumah.


(43)

Setidaknya sejak tiga tahun terahir ini, homeschooling semakin menarik perhatian. Ini tampak dengan banyaknya orangtua yang merasakan suasana pembelajaran di banyak sekolah formal sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anaknya. Sehingga menjatuhkan pilihan bagi pendidikan anaknya pada sekolah rumah seperti ini. Homeschooling merupakan pendidikan informal yang juga bisa mendapatkan sertifikat atau ijazah sama seperti sekolah formal lainnya lewat ujian nasional pendidikan kesetaraan paket A, B, C, sesuai dengan jenjangnya. Sekolah rumah bukan berarti si anak tidak belajar dan hanya bersantai saja di rumah. Namun anak tidak pergi ke sekolah dalam artian institusi. Mereka tetap sama seperti anak lainnya yang mengejar pendidikan lewat jalur formal. Jika di Jakarta, sekolah seperti ini sudah menjadi tren seiring dengan perkembangan pendidikan. Kini, di Medan homeschooling juga mulai tumbuh. Setidaknya sekolah ini bisa dijumpai di Jalan Sunggal Kelurahan Sei Sikambing B dan Jalan Sei Batang Serangan. Meski tidak segencar di Jakarta. Meski demikian, mungkin masih banyak pihak yang belum mengetahui bahkan mengenal homeschooling ini.Bila ditelisik, keberadaan homeschooling di Medan masih tergolong baru, ya sekitar dua tahunan.I homeschooling berdiri pada tanggal 24 juni 2008, homeschooling ini muncul karena banyaknya orang tua yang meresahkan pendidikan anak-anaknya di sekolah formal. Bahkan mayoritas anak didiknya adalah mereka anak yang berkebutuhan khusus (ABK), terutama di i-Homeschooling Jalan Sei Batang Serangan ini. Pendidikan informal ini menjadi alternatif bagi anak yang belum terfasilitasi oleh sekolah. Menurut Prof DR Irmawati Psi dari komunitas homeschooling Anak Tangguh yang terletak di Jalan Sei Batang Serangan Medan, pendidikan informal ini menjadi salah satu alternatif.


(44)

Di Indonesia, menurut perkiraan Ella Yulaelawati, Direktur pendidikan Kesetaraan Depdiknas, ada sekitar 1.000-1.500 siswa homeschooling. Di Jakarta ada sekitar 600 siswa, sebagian besar diantaranya (sekitar 500 orang) adalah siswa homeschooling majemuk, jumlah yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan masih lebih besar lagi.

3.2.2 Metode Pendidikan Homeschooling

Pendekatan homeschooling memiliki rentan yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur, seperti belajar di sekolah (school at- home).

a. School at-home adalah model pendidikan yang serupa dengan yang

diselenggarakan di sekolah. Hanya saja, tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah.metode ini juga sering disebut textbook approach.

b. Unit studies Approach adalah model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendekatan ini banyak dipakai oleh orang tua homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, IPA, IPS ), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi, bukan terpecah-pecah. Misalnya, dengan tema tentang rumah, anak-anak dapat belajar bentuk geometri ( matematika), jenis-jenis rumah (sejarah), fungsi rumah (IPA), profesi pembanguna rumah (IPS), dan sebagainya.


(45)

c. The Living Books approach adalah model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh Charlotte Mason pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik, keterampilan dasar ( membaca, menulis, matematika) serta mengekspos anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran, dan sebagainya.

d. The Classical approach adalah model pendidikan yang dikembangkan sejak abad pertengahan. Pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut trivium. Penekanan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatannya berbasis teks/literatur (bukan gambar).

e. The Montessori approach adalah model pendidikan yang menggunakan

pendekatan yang mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya secara fisik, mental, maupu n spiritual.

f. Unschooling approach berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar. Jika keinginan itu di fasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, mereka akan belajar lebih banyak dari pada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari text book, tetapi minat anak yang difasilitasi.


(46)

g. The Eclectic approach memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesai sendiri program homeschooling yang sesuai dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.

3.2.3 Kurikulum Homeschooling

Selain pendekatan dan metode yang digunakan dalam belajar, setiap keluarga homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum yang diacu dan bahan ajar yang digunakan. Kurikulum berisi sasaran-sasaran pengajaran yang ingin dicapai di dalam rentang waktu tertentu, sedangkan bahan ajar adalah materi praktis yang digunakan untuk pengajaran sehari-hari.

Untuk memilih kurikulum dan bahan ajar, keluarga homeschooling dapat memilih apakah mereka menggunakan bahan paket atau bahan-bahan terpisah. Pada bahan terpaket, keluarga homeschooling menggunakan kurikulum dan bahan-bahan pelajaran yang sudah disediakan oleh lembaga yang menyediakan layanan tersebut.

Bahan yang diberikan mulai kurikulum, teori, kegiatan, lembar kerja, tes, dan sebagainya.pemilihan bahan terpaket memberikan kemudahan dan kepraktisan karena keluarga homeschooling tidak perlu mencari-cari bahan yang diperlukan lagi di tempat lain. Jika mereka merasa cocok dengan paket yang tersedia, mereka tinggal menggunakannya sesuai petunjuk yang ada. Sebagai konsekuansi sistem paket yang lengkap, biasanya layanan ini tidak murah. Layanan ini memiliki resiko kerugian besar jika ditengah jalan terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan keluarga homeschooling dan produk yang tersedia di dalam paket. Pilihan kedua yang dapat dilakukan oleh keluarga homeschooling adalah membeli secara terpisah, baik kurikulum maupun bahan ajar. Dengan resiko menambah kompleksitas, keluarga homeschooling dapat memilih


(47)

materi-materi yang benar-benar dibutuhkannya dan membelinya secara terpisah. Selain kedua pilihan tersebut, keluarga homeschooling mengembangkan kreativitasnya untuk menentukan kurikulum dan materi-materi yang digunakannya.

Keluarga homeschooling dapat menggabungkan antara membeli bahan pengajaran dan penggunaan materi yang ada di rumah, atau membuat sendiri materi pengajaran yang dibutuhkan. Untuk memilih bahan belajar atau materi belajar yang ingin digunakan dalam homeschooling, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali model homeschooling yang dijalankan di keluarga anda. Sebab,setiap keluarga menjalankan homeschooling dengan model yang beragam, oleh karena itu, acuan dan bahan belajarpun bisa sangat bervariasi.

3.2.3.1 Homeschooling Mengacu Kurikulum Nasional

Kurikulum nasional ini disediakan oleh Depdiknas, dengan kata lain model homeschooling yang diambil mengacu pada model sekolah. Jika homeschooling semacam ini diambil, yang pertama dilakukan adalah anda harus memiliki kurikulum acuan yang dikembangkan oleh diknas. Setelah itu anda dapat menggunakan buku-buku pelajaran seperti yang banyak dijual di toko-toko buku untuk anak sekolah. Jika anda tidak puas dengan materi buku-buku yang ada, anda dapat menggunakan materi-materi lain yang sesuai dengan anda dan anak-anak anda. Mau memakai buku bekas tak jadi masalah yang penting materinya relevan dan dapat mengantarkan anak-anak pada target kurikulum yang hendak diraih yang penting dia lulus pada saat mengikuti ujian.


(48)

3.2.3.2 Homeschooling Mengacu Kurikulum Internasional.

Banyak penyedia kurikulum yang menyediakan produk-produk kurikulum berstandar internasional. Kurikulum internasional itu mengacu pada sistem pendidikan di sebuah Negara tertentu, misalnya Amerika Serikat atau Inggris, tetapi hasilnya diakui di Negara-negara lainnya. Jika anda menyelenggarakan homeschooling berdasarkan kurikulum internasional, materi belajar yang anda pergunakan pun tentu saja harus menyesuaikan dengan target-target kurikulum yang ditetapkan. Biasanya penyedia kurikulum menyediakan daftar refrensi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sebuah sasaran pengajaran tertentu.

Sebagai contoh, jika anda menggunakan acuan kurikulum yang disediakan oleh CIE University of Cambridge, proses homeschooling anda harus mengacu pada kurikulum yang disediakan oleh mereka. Di dalam panduan silabus untuk setiap mata pelajaran yang ingin diambil, selalu ada sasaran-sasaran pengajaran yang dicapai dan daftara buku pelajaran yang disetujui serta bahan lain yang bermanfaat. Anda dapat menggunakan buku refrensi yang ada di dalam daftar tersebut, atau anda dapat menggunakan materi lain yang menurut anda sejalan dengan silabus yang ditetapkan. 3.2.3.3 Homeschooling dengan Acuan Lain

Sebagaimana homeschooling adalah sebuah proses pendidikan yang terkustomisasi sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga, model homeschooling yang diselenggarakan juga sangat beragam. Dua model yang disebut diatas hanya sebagai acuan sederhana untuk memudahkan proses penyelenggaraan homeschooling.


(49)

Di luar dua model besar itu, banyak sekali model-model lain yang dikembangkan oleh keluarga homeschooling itu sendiri. Ada keluarga-keluarga homeschooling yang menyelenggarakan homeschooling berdasarkan orientasi religius mereka, misalnya berdasarkan islam, Kristen, hindu,budha dan kepercayaan lainnya. Tentu saja banyak nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi acuaan dan pemilihan materi-materi yang dipergunakan dalam proses homeschooling.

Demikianpun ada keluarga-keluarga yang memiliki kekhasan positif yang kuat dan ingin mengembangkan homeschooling berdasarkan kekhasan itu, maka bahan yang digunakan untuk proses homeschooling pun sangat dipengaruhi oleh tujuan homeschooling yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, homeschooling yang ingin mengembangkan tradisi bisnis keluarga, olah raga, seniman, ahli komputer, dan sebagainya.

3.2.4 Ujian Kesetaraan Homeschooling

Ujian kesetaraan paket A,B,C dimaksudkan untuk menyetarakan lulusan peserta pendidikan non formal dengan pendidikan formal. Ujian nasional diselenggarakan selama 2 kali setahun, yaitu periode pertama pada bulan april dan mei, kemudian periode kedua pada bulan oktober. Penyesuaian jadwal ujian dapat dilakukan bila pada bulan tersebut bertepatan dengan bulan ramadhan.Untuk pelaksanaan ujian kesetaraan. Depdiknas membuat petunjuk pelaksanaan ujian kesetaraan tersebut.

Mata pelajaran yang diujikan pada setiap jenjang ujian kesetaraan adalah:

a. Materi ujian paket A (5 jenis) meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika,IPS,Bahasa Indonesia, dan IPA.


(50)

b. Materi ujian paket B (6 jenis) meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA.

c. Materi ujian paket C (6 jenis) IPS meliputi mata pelajaran: PPKn, Bahasa Inggris, Sosiologi, Tatanegara, Bahasa Indonesia, Ekonomi.

d. Materi ujian paket C (7 jenis) IPA meliputi mata pelajaran: PPKn, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, Fisika, Matematika.

e. Materi ujian paket C (5 jenis) Bahasa meliputi mata pelajaran: PPKn, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Sejarah, Bahasa asing pilihan.

3.2.5 Bahan Ajar

Belajar tentang burung memang mengasikkan. Tapi sebagian besar pengamatan pelajaran mengenai burung masih di dapat dari buku-buku dan internet. Anak-anak juga senang mendengarkan suara burung. Rencananya akhir dari pelajaran tentang burung ini akan ditutup dengan jalan-jalan ke kebun binatang.


(51)

Gambar 1

Ini beberapa lembar kerja yang dibuat oleh keluarga homeschooling.

3.2.6 Flash Card

Berikut ini adalah flash card yang dibuat untuk proses belajar anak-anak homeschooling. Mereka mulai memakainya menjelang umur dua tahun. Flash card ini dapat diprint dalam satu kertas kecil bolak-balik. Halaman depan berisi gambar dan tulisan. Metode yang dipakai adalah bermain tebak-tebakan. Ternyata anak-anak sangat menyukai flash card ini. Sampai-sampai, kami kewalahan karena mereka lebih bersemangat dan lebih ingin "belajar" daripada kami.


(52)

Gambar 2

Melalui flash card ini, dengan cepat anak-anak belajar mengenai nama-nama benda, warna, huruf, dan sebagainya. Selain digunakan sebagai bahan untuk pengenalan benda, flash card ini juga dapat digunakan untuk bahan bercerita. Cerita bisa berasal dari kita (orang tua) atau anak-anak yang menceritakan tentang gambar yang dilihatnya. Walaupun tidak memasang target kemampuan pada anak, flash card ini ternyata sangat bermanfaat. Disamping anak-anak sangat menikmati, dalam tempo yang sangat singkat pengetahuan mereka berkembang cepat. Setelah beberapa bulan bermain dengan flash cardnya, mengejutkan mereka kemudian mengenali nama benda (halaman belakang, tanpa gambar) seluruh flash card miliknya. Semua yang kami lakukan dengan flash card ini adalah bermain, bermain, dan bermain. Kegembiraan anak lebih penting daripada target-target kemampuan apapun. Kebahagiaan anak jauh lebih berharga daripada kebanggaan kita.


(53)

Gambar 3

Flash card ini biasanya di gunakan oleh keluarga homeschooling untuk mengenalkan benda-benda terhadap mereka.


(54)

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah orang tua yang memilih homeschooling untuk pendidikan anaknya dan anak-anak yang mengikuti pendidikan Homeschooling ( homeschooler).

3.3.2 Informan

Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang anaknya mengikuti pendidikan homeschooling dan anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling (homeschooler) tersebut.

1. Informan kunci

Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah :

 Orang tua yang anaknya mengikuti pendidikan homeschooling, yakni ayah atau ibu yang memilih homeschooling untuk pendidikan anaknya.

2. Informan Biasa

 Anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling. 3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini, maka alat-alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut:


(55)

3.4.1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber utamanya/objeknya yang akan diteliti (Ronny Kountur,2007:182) untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:

 Observasi Partisipasif

Observasi merupakan salah satu bentuk atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Melalui observasi maka peneliti dapat melihat perilaku dalam keadaan (setting) alamiah,melihat dinamika,melihat gambaran perilaku berdasarkan situasi yang ada di lapangan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif, yaitu peneliti adalah bagian dari keadaan alamiah, tempat dilakukannya observasi.seorang peneliti dapat menjadi anggota dari sebuah kelompok khusus atau organisasi dan menetapkan untuk mengamati kelompok itu dengan menggunakan asatu atau beberapa cara. Atau dapat pula peneliti melakukan kerjasama dengan sebuah kelompok dalam tujuannya mengamati kelompok dengan beberapa cara. Tanpa melihat bagaimana peneliti bisa menjadi bagian dari lingkungannya, maka yang penting partisipan aktif sebagai bagian yang menyeluruh yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini ( James A Black dan Dean J Champion 1992:289).

 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan Tanya jawab dengan pedoman pertanyaan yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.


(56)

Dalam penelitian ini, informasi yang digali oleh peneliti adalah hal-hal apa saja yang menyebabkan orang tua memilih pendidikan homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Dan gambaran kehidupan anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling tersebut.

3.4.2. Data Sekunder yakni data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda. Data tersebut dapat berupa fakta,tabel,gambar dan lain-lain. Walaupun data tersebut diperoleh dari hasil penelitian orang lain, namun data tersebut dapat dimanfaatkan (Kountur,2007:178-179 ). Ada beberapa manfaat menggunakan data sekunder antara lain:

- data sekunder dapat diperoleh dengan cepat,

- dalam banyak situasi tidak membutuhkan dana yang besar, dan

- tidak ada cara lain yang dapat dilakukan kecuali dengan data sekunder (Kountur,2007:179)

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan peneliti melalui:

Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu cara memperoleh data yang bersifat sekunder melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan terhadap sumber primer, sekunder ataupun media massa (Faisal,2005:53). Dalam penelitian ini, si peneliti menggunakan studi kepustakaan dengan menghimpun berbagai informasi dari buku-buku refrensi,jurnal yang diperoleh si peneliti dari perpustakaan ataupun dari internet dan lain-lainnya yang dianggap sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini. Dan juga si peneliti menggunakan dokumentasi dalam


(57)

penelitian ini yang digunakan untuk menelusuri data historis, di mana sebagian data yang tersedia berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, memorial, dokumen,dan foto yang berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin di kaji dalam penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data dan Analisa Data

Analisis data kualitatif menyangkut identifikasi apa yang menjadi perhatian dan apa yang merupakan persoalan. Kountur,2007:192. Dengan melalukan identifikasi ini ada beberapa proses yang perlu dilakukan, yaitu:

• Proses kategorisasi adalah proses menyusun kembali catatan dari hasil observasi atau wawancara yang menjadi bentuk yang lebih sistematis. Laporan dibuat dalam beberapa kategori yang sistematis.

• Proses prioritas dilakukan apabila terdapat banyak sekali kategori, untuk itulah perlu adanya prioritas mana yang kategori yang dapat ditampilkan dan mana yang tidak perlu ditampilkan karena terlalu banyak kategori akan menyulitkan dalam interpretasi , dan

• Proses penentuan kelengkapan dilakukan apabila jumlah atau jenis kategori dianggap layak apabila secara logika rangkaian kategori dapat diterima. Dengan kata lain, permasalahan yang muncul dapat diperjelas dengan kategori yang dihasilkan. Namun jika kategori yang dihasilkan tidak dapat menjawab permasalahan yang menjadi perhatian, berarti kategori yang dikumpulkan belum cukup kountur,2007:192-194.


(58)

Adapun tahapan dalam menganalisa data dalam penelitian ini adalah:

o Seluruh data yang tertuang dalam catatan hasil wawancara dengan bantuan buku catatan atau tape recorder, hasil pengamatan langsung observasi langsung, hasil kajian pustaka akan dibaca dan ditelaah kembali.

o Memberi kode dan nomor pada setiap data sesuai dengan sifat data yang terkumpul. Sesudah pemberian kode ini selesai kemudian dipelajari untuk disaring kembali.

o Data yang sudah diberi kode serta dipelajari, kemudian disusun kedalam kerangka klasifikasi data.

o Mengkaji kembali data yang telah disusun sesuai dengan tipenya dan

membandingkannya dengan uraian kepustakaan yang relevan terhadap data tersebut sehingga dapat menghasilkan keterangan yang dapat memberi arti sehubungan dengan masalah yang ingin diteliti.


(59)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

No Kegiatan

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian ke Lapangan √ √

7 Pengumpulan Data dan Analisa Data √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √


(60)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa kendala-kendala antara lain:

1. Peneliti tidak mendapatkan surat pengantar dari I homecshooling untuk dapat melakukan wawancara dengan orang tua dan anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling dengan alasan peneliti harus dapat menyakinkan orangtua yang anak-anaknya mengikuti pendidikan homeschooling itu sendiri. 2. Pada saat melalukan sesi wawancara dengan informan kunci yaitu orangtua yang

anak-anaknya mengikuti pendidikan homeschooling dan anak-anak yang mengikuti pendidikan homeschooling, peneliti harus mengikuti kegiatan informan kunci dan harus menunggu lama karena keberadaan orangtua homeschooling dan anak-anaknya berpindah-pindah tempat. Selain itu para informan kunci memberikan beberapa syarat diantaranya peneliti harus membuat nama samaran dari informan kunci dan informan biasa untuk dapat menjaga identitas diri informan.

3. Kendala lainnya adalah si peneliti hanya memperoleh 3 tiga orang informan kunci saja karena jumlah anak-anak yang mengikuti homeschooling murni hanya 5 orang dan sisanya mengikuti homeschooling khusus sementara dari 5 inforaman kunci hanya 3 yang sesuai dengan kriteria peneliti.


(61)

BAB IV

Profil Informan dan Temuan Data

Keluarga Wawan dan Mira

Informan adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga. Umurnya sekarang sekitar 37 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah lulusan dari universitas Indonesia fakultas Psikologi. Ibu Mira biasa di sapa, dia adalah seorang ibu rumah tangga yang memilih homeschooling bagi putra-putrinya. Ia mempunyai anak berjumlah dua orang , satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Anak pertamanya bernama radit dan sekarang berusia 7 tahun, anak keduanya bernama bella dan berusia 4 tahun. Pekerjaan ibu Mira adalah seorang ibu rumahtangga, dia berhenti bekerja sebagai pegawai BUMN setelah dia menikah dengan ayah radit dan bella. Suaminya bernama Husnie Wirawan dan biasa di sapa pak Wawan. Dia bekerja sebagai kontraktor di salah satu perusahaan luar negeri yang bekerja sama dengan Indonesia. Pak Wawan berusia 39 tahun, karena pekerjaannya yang berpindah-pindah tempat dari daerah ke daerah membuat Bu Mira harus berhenti dari pekerjaannya, karena dia harus menemani suaminya apabila bertugas di luar kota. Pak Wawan mendapatkan gelar sarjananya dari salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Setelah tamat dia diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta di Medan. Pertemuannya dengan Ibu Mira berawal dari rekan kerja mereka. Pertemuan yang singkat, namun berakhir dengan pernikahan. Dari hasil pernikahan mereka ibu Mira dan pak Wawan dikaruniai dua orang anak. Anak-anak mereka tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang berada dan berpendidikan, pendidikan merupakan hal yang sangat di utamakan dalam keluarga mereka. Ibu Mira pada usia 4 tahun sudah dapat membaca


(62)

dengan fasih dan lancar,begitu juga dengan saudara-saudaranya. Kemahiran ibu Mira dan saudara-saudaranya dalam membaca dan mengenali warna tidak terlepas dari peran orang tuanya yang sangat memperhatikan pertumbuhan anak-anaknya. Hal ini juga tidak terlepas dari asupan gizi dan makanan yang dikonsumsi anak-anaknya. Selain itu kedua orangtua Bu Mira selalu memberikan multivitamin kepada putra dan putrinya untuk mendukung perkembangan otak anak-anaknya.

”...Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam keluarga kami, kedua orang tua kami sangat mengutamakan pendidikan buat anak-anaknya, begitu juga dengan saya dan suami terhadap anak-anak kami, sejak saya kecil orang tua saya memberikan pendidikan kepada kami anak-anaknya mulai dari pemaham pengetahuan umum, hingga pengembangan bakat dan minat kami. Sejak kecil saya paling senang menyanyi jadi kedua orang tua saya memberikan kebebasan kepada kami dalam berkarya, semua fasilitas yang kami butuhkan selalu disediakan. Orang tua kami sering berkata kepada kami anak-anaknya bahwa ilmu pengetahuan tidak akan pernah mati, dan kemanapun kita pergi akan tetap dapat bertahan hidup apabila kita mempunyai keahlian dan kemampuan. Jadi ilmu pengetahuan tidak akan pernah mati...” (Wawancara di rumah ibu Mira,7 januari 2010)

Dengan pandangan dan arahan yang diberikan kepada orang tuanya, ibu Mira menjadikan nasihat orang tuanya sebagai pedoman dalam mendidik kedua anak-anaknya. Mulai dari dia duduk di sekolah dasar, kedua orang tuanya sangat memperhatikan pendidikan dia dan saudara-saudaranya. Dia duduk di bangku SD hanya sampai kelas 5 saja di Indonesia, selanjutnya dia menyambung sekolah dasarnya di luar negeri. Namun hal itu hanya berlangsung 1 tahun, karena Ibu mira tidak merasa nyaman dan tidak mendapatkan pendidikan sesuai dengan yang diharapkannya. Teman-teman sekolahnya tidak menerima kehadirannya di sekolah tersebut, dan selalu memandang


(63)

aneh kepadanya. Hal itu terjadi karena dia warga negara Indonesia, padahal pengetahuan yang dimilikinya tidak kalah dengan anak-anak lain di Sekolah tersebut. Dari kejadian itu dia melanjutkan pendidikannya di rumah saja. Kedua orangtuanya memilih sekolah rumah untuk anak-anaknya termasuk Ibu Mira sendiri, sekolah rumah atau yang dikenal homeschooling itu memberikan banyak pengetahuan dan masukan dalam perkembangan anak-anaknya. Mereka sekeluarga menetap di luar negeri hanya 4 tahun setelah itu mereka pindah kembali ke Indonesia, hal ini yang membuat kedua orang tuanya berpikir kembali tentang pendidikan yang harus di jalani anak-anaknya.

”...Sebenarnya setelah saya pindah ke Indonesia saya sudah malas sekolah karena saya memulai dari awal lagi, saya masuk sekolah menengah atas kelas 1 di Jakarta tepatnya di sekolah menengah pertama muhamadiah, kedua orang tua saya sangat memperhatikan pendidikan agama kami, padahal saya ingin sekali masuk di sekolah negeri di Jakarta. Karena mengingat kami berada di luar negeri selama 4 tahun orang tua saya takut apabila saya dan saudara-saudari saya kehilangan pengetahuan agama apalagi pengetahuan agama yang diberikan orang tua di rumah tidak terlalu cukup untuk bekal kami di masa mendatang. Tidak ada satupun orang tua yang ingin anaknya terjerumus ke dalam lembah nista yang dapat menyesatkan anaknya. Itulah yang menjadi pola pikir orang tua terhadap pendidikan agama kami anak-anaknya, sehingga pada saat saya menginjak kelas 1 Sekolah Menengah Atas saya di masukkan ke sekolah agama ...”(Wawancara Januari 2010)

Setelah saya tamat dari sekolah menengah atas saya melanjut ke bangku perkuliahan di jakata. Saya kuliah di Universitas Indonesia (UI) fakultas psikologi. Di perguruan tinggi pun saya sudah merasa bahwa pendidikan bukan hanya bisa didapati dari sekolah-sekolah umum, namun juga bisa didapat dari sekolah rumah atau pada saat ini di kenal dengan nama Homeschooling. Kemudian setelah saya tamat dari bangku perkuliahan saya bekerja di salah satu perusahaan BUMN di Indonesia, sampai akhirnya


(1)

114

LAMPIRAN

GAMBAR 1


(2)

115

GAMBAR 2

Informan ke tiga, Ulianti Darma Kirana putri dari ibu Berliana


(3)

116

GAMBAR 3

Informan pertama yang bernama Radit dengan ibunya, sedang mengikuti kegiatan komunitas Homeschooling.


(4)

117

GAMBAR 4

Penulis berada di kantor pusat i-Homeschooling yang berada di Jalan Abdullah Lubis Medan


(5)

118

GAMBAR 5

Lokasi penelitian yang bertempat di Jalan Sei batang Serangan Medan. Lokasi ini di pilih, karena letaknya yang strategis.


(6)

119

GAMBAR 6

Ruangan tempat Radit belajar musik.