Implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak di komunitas belajar Imam An-Nawawi Depok

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Di Susun Oleh:

SUSANTI ARYANI

NIM. 1810011000011

PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK JENJANG S1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Akademik Jenjang S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilaksanakan dengan dilatarbelakangi oleh adanya tingkat

motivasi anak dalam belajar yang masih rendah di sekolah formal. Homeschooling

adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih usia sekolah, dengan memilih model/kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak. Sehingga motivasi belajar pun memegang

peranan penting dalam memberikan gairah dan semangat belajarnya. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi model homeschooling dapat meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam bentuk studi kasus. Data diperoleh dari Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok. Sedangkan Pengumpulan data diperoleh dengan metode wawancara, observasi. dan dokumentasi. Instrumennya yaitu peneliti sendiri dan pedoman pengumpulan data. Keabsahan data dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti, dan ketekunan pengamatan. Analisis data dalam penelitian ini berproses secara induksi-interpretasi-konseptualisasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Komunitas Belajar Imam

An-Nawawi Depok telah mengimplementasikan Model Homeschool Montessori (unit

pembelajaran/unit studies) dipadukan dengan penanaman ajaran-ajaran Islami bagi

anak. Homeschooling komunitas Imam An-Nawawi Depok juga mengimplemantasikan kurikulum nasional, Dimana kurikulum Nasional berfokus pada enam mata pelajaran utama yang diujikan pada Ujian Negara Paket Kesetaraan. Serta merupakan jenis Homeschooling Komunitas tanpa melupakan minat dan kebutuhan anak seusianya, sehingga anak pun dapat termotivasi belajarnya. Adapun faktor penunjang: Fasilitas belajar mengajar yang lebih baik dan ruang gerak sosialisasi anak semakin luas, Adanya kebutuhan yang sama antara orang tua (pengajar) dan anak untuk membuat struktur yang lebih lengkap dalam meyelenggarakan aktivitas pendidikan, Orang tua (pengajar) akan lebih banyak mendapatkan dukungan karena masing-masing dapat mengambil tanggung jawab dalam skala yang lebih besar, Anak bisa belajar dari sumber manapun yang dapat dipelajarinya.

Dari hasil penelitian didapat bahwa setelah mengimplementasikan model homeschooling pada Komunitas Belajar homeschooling An-Nawawi Depok, telah terjadi peningkatan motivasi belajar siswa, dimana para siswa telah mampu mengalami peningkatan-peningkatan dalam kegiatan dan pencapaian hasil belajarnya dan anak tidak merasa jenuh. Kebutuhan dan pola belajar anak disesuaikan dengan keinginan orang tua dan anak dalam belajar, sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan nyaman, menyenangkan,dan fleksibel.


(6)

v

Model Homeschooling dalam meningkatkan Motivasi Belajar Anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Pendidikan Islam Jurusan Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Jenjang S1

Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan

banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Jakarta Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Jakarta Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3. Ibu Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ust. Saiful Lc, selaku Kepala Sekolah Homeschooling sekolah komunitas Imam An-Nawawi Depok, beserta seluruh dewan guru dan stafnya, yang telah banyak membantu dalam perizinan dan pelaksanaan penelitian ini.

5. Suami tercinta, Mufti Hidayat yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta anak-anakku tersayang Reyhan Kamil Hidayat, Muhammad Azmi Ramadhan, Humayra Kamilia Hidayat, dan Surya Jihad Hidayatullah yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini

6. Orang tua tercinta, ayah Santosa dan ibunda Kasminah yang selalu memberikan do’a tulus ikhlas tiada henti kepada anaknya.


(7)

vi

tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu demi terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala jasa dan amal baik kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dengan balasan yang berlipat ganda. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun peneliti berharap dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Jakarta, Juni 2015


(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 10

A. Hakikat Homeschooling ... 10

1. Pengertian Homeschooling ... 10

2. Sejarah Homeschooling di Indonesia ... 14

3. Faktor-Faktor Pemicu Memilih Homeschooling ... 17

4. Tujuan Homeschooling ... 18

5. Kurikulum, Materi, Metode, serta Sistem Evaluasi pada Homeschooling ... 19

6. Jenis Homeschooling ... 21

7. Model Homeschooling ... 22

8. Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling ... 24


(9)

viii

3. Penggolongan Motivasi ... 31

4. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 33

5. Kiat-kiat untuk Meningkatkan Motivasi Belajar... 33

6. Indikator – Indikator Motivasi Belajar Siswa ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Metode Penelitian ... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

C. Variabel Penelitian dan Indikator Variabel ... 38

D. Sumber Data ... 39

E. Teknik Pengumpul Data ... 39

F. Tehnik Pengelolaan dan Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 43

A. Latar Belakang Objek Penelitian ... 43

1. Gambaran Usmum Komunitas Homeschooling Imam An-Nawawi Depok... 43

2. Visi dan Misi serta Tujuan Sekolah ... 44

3. Fasilitas, Sarana dan Prasarana Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok ... 44

4. Struktur Organisasi Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok ... 45

5. Keadaan Guru dan Siswa di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok... 46

B. Paparan Data Hasil Penelitian ... 47

1. Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi ... 47

2. Model dan Jenis Homeschooling yang Diterapkan ... 48


(10)

ix

6. Sistem Evaluasi Implementasi Model Homeschooling ... 57

7. Faktor Penunjang dalam Implementasi Model Homeschooling 62 8. Faktor Penghambat dalam Implementasi Model Homeschooling 65 9. Upaya Mengatasi Hambatan pada Implementasi Model Homeschooling dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak 67

C. Pembahasan ... 69

1. Model dan Jenis Homeschooling yang diterapkan ... 71

2. Tujuan Melaksanakan Model Homeschooling ... 72

3. Kurikulum dan Materi Pembelajaran Homeschooling yang Diterapkan ... 73

4. Metode Pembelajaran Homeschooling ... 74

5. Sistem Evaluasi Implementasi Model Homeschooling ... 74

6. Faktor Penunjang Implementasi Model Homeschooling dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak ... 75

7. Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model Homeschooling 79 8. Upaya Mengatasi Hambatan pada Implementasi Model Homeschooling ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 86 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(11)

x


(12)

xi


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia merupakan realisasi dari salah satu didirikannya Negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya mencerdaskan kehidupan itulah diselenggarakan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Melalui pendidikan akan lahir manusia-manusia yang mampu memberikan sumbangan pada negara dengan potensi dan bakat yang dimiliki.

Penyelenggaraan pendidikan dalam mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan dengan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi dan organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Sebab pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dicantumkan bahwa: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam bangsa yang diatur dengan undang-undang”.2

1

Hasbullah, Dasar-dasar Pendidikan,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 4 2

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, h.1


(14)

Dari ketentuan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional di atas, maka terdapat peran pemerintah dalam membentuk suatu badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar dapat berlangsung secara efektif dan menyenangkan sehingga mewujudkan tujuan pendidikan.

Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan baik faktor dari siswa maupun dari pihak sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari diri siswa yaitu motivasi belajar yang rendah. Dalam belajar motivasi memegang peranan yang penting. Motivasi yang dimiliki siswa akan menentukan hasil yang dicapai dari aktivitas pembelajaran. Motivasi untuk belajar merupakan kondisi psikis yang dapat mendorong seseorang untuk belajar. Besarnya motivasi setiap siswa dalam belajar berbeda-beda. Tinggi-rendahnya motivasi siswa tergantung pada faktor-faktor dari siswa itu sendiri, baik dari faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Motivasi dalam diri anak akan tumbuh apabila anak tahu dan menyadari bahwa yang akan dipelajari bermakna atau bermanfaat.

Menurut M. Dalyono bahwa keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar, kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan disekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata tertib sekolah dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak.3

Oleh karena itu, Untuk dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor motivasi yang berasal dari dalam diri (intern), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar diri

3

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan; Komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. III, h. 59.


(15)

(ekstern) yaitu pemilihan sekolah yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan implementasinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak.

Orang tua tentu berupaya semaksimal mungkin memilih sekolah atau tempat belajar formal yang terbaik bagi anak-anaknya. Tidak jarang dari para orang tua memilih memasukkan anak mereka ke sekolah-sekolah favorit dan mewah demi kebutuhan pendidikan mereka. Faktor biaya bukanlah halangan bagi para orang tua, asalkan anak-dapat belajar sesuai dengan keinganan bersama. Mereka menginginkan anak-anak mereka bersemangat dan termotivasi untuk belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh sehingga membuat bangga orangtuanya. Dari segi orang tua-pun tentu akan merasa senang melihat anak mereka belajar dengan penuh semangat dan penuh percaya diri datang dan belajar ke sekolah pilihannya.

Ironisya yang terjadi di lapangan, banyak para orang tua kecewa atau kurang puas akan pelakasanaan pendidikan formal yang terjadi pada masa sekarang ini. Banyak diantara para orang tua siswa merasa pemenuhan kebutuhan pendidikannya di sekolah-sekolah formal dirasa masih kurang sesuai dengan keinginan orang tua dan anak-anaknya. Pendidikan formal yang kaku (seragam dan tidak teratur) tidak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh hal-hal yang disukainya untuk diajarkan lebih mendalam kepada mereka. Padahal seyogyanya pendidikan yang baik adalah yang menjadikan anak sebagai objek belajar sehingga interaksi yang terjadi tidak melulu pada guru tetapi terpusat kepada anak. Dalam sekolah formal hal tersebut belum tentu diterapkan karena banyaknya jumlah murid yang harus diajarkan. Sehingga terlihat anak merasa tidak bersemangat, kurang bergairah yang menyebabkan motivasi belajar mereka menjadi rendah.

Sistem belajar di tanah air menurut sebagian para orangtua justru menambah beban bagi anak mereka. Bukan hanya hal tersebut, namun juga system pendidikan formal yang ada membuat siswa merasa bosan karena ada proses pengulangan (repetisi) mata pelajaran. Sekolah formal juga harus mencakupi target pencapaian yang hanya mementingkan nilai kognitif saja, sehingga para siswa sering berusaha mempertaruhkan apapun demi


(16)

memperoleh nilai yang tinggi dengan cara yang curang, misalnya menyontek. Cara belajar seperti ini justru akan menghambat cara berfikir positif dan cara mengahadapi masa dean kehidupannya. Mereka akan cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan hidup.

Pendidikan formal yang ada tidak dapat dipasrahkan sepenuhnya untuk memenuhi semua keinginan para orang tua agar sekolah formal memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak–anaknya. Ketidaksesuaian kemauan orangtua dengan sekolah akan menimbulkan dilema berkepanjangan baginya. Sekolah yang terlalu mahal, sekolah dan guru yang tidak berkualitas, PR yang terlalu banyak, ketidak sesuaian nilai–nilai yang dianut, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, waktu belajar yang panjang dan hal lain yang mengundang kekhawatiran orangtua sehingga enggan memasukkan anaknya ke sekolah formal.

Di Indonesia terdapat tiga satuan pendidikan yang merupakan kelompok layanan penyelenggara pendidikan yang berada pada jalur formal, non formal, dan informal yang berada pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Satuan (jalur) pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dengan dasar tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa sebuah proses pendidikan tidak hanya didapat di bangku sekolah atau kita sebut dengan sekolah formal saja, akan tetapi ada alternatif lain sebagai jalur pendidikan yang lebih baik dan menarik untuk dilalui oleh seorang anak demi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Salah satu satuan pendidikan pada jalur informal adalah penyelenggaraan pendidikan anak di rumah atau biasa yang disebut dengan homeschooling. Alternatif pendidikan seperti homeschooling perlu dimaknai sebagai solusi atas sulitnya membebaskan sekolah formal dari praktik pengekangan terhadap hak tumbuh kembang anak secara wajar.4

4

Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, PendekatanTaksonomi Konseptual,


(17)

Akhir-akhir ini homeschooling semakin menjadi perhatian oleh para orang tua. Pasalnya sekolah formal selain dianggap kurang memberi perhatian besar kepada peserta didik, juga dianggap kurang efektif dan efisien dalam rangka menjawab pemenuhan kebutuhan kecerdasan siswa didik yakni spiritual, intelektual dan emosional. Homeschooling berkembang dengan banyak alasan, salah satunya pertumbuhan homeschooling banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling. Mereka memilih cara tersebut dengan alasan, dengan keragaman, latar belakang social dan profesi.

Secara prinsip pemerintah juga mendukung adanya homeschooling, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dalam pasal 27 ayat (1) dikatakan: “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.”5

Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa: “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.”6

Jadi secara hukum kegiatan homeschooling dilindungi oleh undang-undang.

Homeschooling merupakan pendidikan berbasis rumah, yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing. Dr. Howard Gardner, seorang peneliti di Harvard University dengan bukunya Frames of Mind, sudah menyampaikan teorinya tentang Mutiple Intelligence atau kecerdasan majemuk. Ada delapan kecerdasan yang kemungkinan akan bertambah kerena beliau terus membuat kajian dan penelitian secara intensif, yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik, kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, seperti yang dilakukan para presenter, aktor, sastrawan, jurnalis dan lain-lain.

5

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003., Op.Cit., h.8

6


(18)

2. Kecerdasan metematis-logis, kemampuan menggunakan angka dan penalaran secara logis, seperti yang dilakukan para akuntan, ahli matematika, ilmuwan, peneliti, programmer dan lain-lain.

3. Kecerdasan Spasial, kemampuan membuat visualisasi secara akurat bentuk bangunan, ruang dan warna, seperti pematung, arsitek, pilot dan lain-lain.

4. Kecerdasan Kinestetis, kemahiran dalam menggunakan anggota tubuh, seperti para penari, para atlet, actor dan lain-lain.

5. Kecerdasan musical, kemampuan yang berhubungan dengan bunyi nada atau suara, seperti para pemusik, penyanyi, pencipta lagu dan lain-lain.

6. Kecerdasan interpersonal, kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain seperti para negosiator, politikus, diplomat, tenaga pemasaran dan lain-lain.

7. Kecerdasan intrapersonal, kemampuan untuk memahami diri sendiri sebagaimana para konsultan, psikolog, rohaniawan, pendidik dan lain-lain.

8. Kecerdasan Naturalis, dan lain-lain.7

Dalam perkembangan dan penelitiannya, Paul Subiyanto juga menambahkan dari ke delapan kecerdasan yang telah dikemukakan di atas, antara lain:

1. Adversity Quotient, Kecerdasan ini menyangkut kemampuan seseorang untuk tetap gigih dan tegar dalam kesulitan dan penderitaan demi cita-cita yang dianggap bernilai.

2. Existential Quontient, Kecerdasan ini menyangkut kemampuan seseorang dalam memaknai hidupnya. Suatu pemahaman diri yang mendasar bahwa keberadaannya di dunia ini ada maknanya. Manusia diciptakan bukan karena kebetulan, melainkan mengandung misi tertentu. Kesadaran ini harus dimulai dari penghargaan terhadap diri sendiri.

3. Spiritual Quotient, Kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan kecerdasan eksistensial, keduanya bertumpu pada kesadaran bahwa kehidupan ini akan maknanya. Suatu pengakuan terhadap adanya daya transendensi yang mengatasi keterbatasan manusia, apa pun namanya.8

Dari penjelasan tentang teori multiple intelligent atau kecerdasan majemuk di atas, maka dapat kita ketahui bersama sebenarnya ada begitu

7

Paul Subiyanto, Mendidik dengan Hati, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), h.39-40

8

www.balipost.com., Mengajari Anak Memaknai Hidup, http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/10/1/k3.html Diakses, 1 Oktober 2006


(19)

banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi pelajaran. Dengan kata lain, bahwa ada berbagai cara bagi anak-anak untuk meningkatkan ilmu pengetahuan mereka yang disesuaikan dengan kebutuhan masing–masing anak. Dari teori multiple intelligent tersebut juga dapat dijelaskan bahwa anak- anak mendapat kesempatan pengembangan diri yang luar biasa, teori ini sejalan dengan kecenderungan dimana masyarakat dan dunia pendidikan yang semakin menghargai keunikan individual seorang manusia.

Munculnya homescohooling merupakan bentuk kritik terhadap realita-realita negatif terutama ketidakefektifan sebagian besar proses belajar di sekolah formal, serta merupakan alternatif proses pendidikan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dan memiliki motivasi belajar yang lebih besar.

Walaupun kenyataan di lapangan, masih banyak para orang tua yang menganggap aneh tentang ber-sekolah di rumah. Hal tersebut dikarenakan salah satunya adalah karena kurangnya implementasi model homeschooling yang digunakan dalam meningkatkan motivasi belajar anak, dan kesesuaian kebutuhan pendidikan anak. Pemilihan model homeschooling yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak, tentu menjadikan anak akan semakin termotivasi belajarnya, sehingga tujuan pendidikan dan prestasi belajar anak akan optimal. Salah satu dari banyaknya komunitas belajar homeschooling yang ada yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Komunitas Belajar homeschooling Imam An-Nawawi Depok.

Komunitas Belajar homeschooling Imam An-Nawawi Depok merupakan kominitas belajar homeschooling yang mengimplementasikan model homeschooling yang telah dirancang sesuai dengan kurikulum nasional. Dimana Komunitas tersebut juga mengimplemtasikan model homeschool Montessori dengan metode unit pembelajaran/unit studies) dengan perpaduan pengajaran penanaman nilai-nilai Islami.

Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dengan judul:


(20)

Implementasi Model Homeschooling dalam Meningkatkan Motivasi

Belajar Anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka Identifikasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Kurangnya informasi kepada orangtua tentang homeschooling.

2. Masih banyak orangtua yang belum memahami implementasi model homeschooling.

3. Ketidakpuasan para orang tua dengan sistem pendidikan formal di tanah air, khususnya dalam mengembangkan multiple intelligence anak.

4. Rendahnya motivasi belajar anak.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membatasi masalah dalam lingkup sebagai berikut :

1. Implementasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Sekolah Imam An-Nawawi Depok.

2. Kurikulum, materi, metode, serta sistem evaluasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok. 3. Implementasi homeschooling dalam mengatasi motivasi belajar yang

dilaksanakan oleh Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan difokuskan pada penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi Model Homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok?”


(21)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan, tujuan peneliti yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui secara komprehensif implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak pelaksana pendidikan model homeschooling agar menjadi dasar dalam proses mendidik anak.

2. Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang meneliti tentang Homeschooling di Indonesia

3. Bagi mentor atau pengajar, dapat memberikan masukan alternatif dalam mendidik anak homeschooling. Dan diharapkan dapat menyusun rencana pengajaran sehingga dapat mengembangkan potensi anak.

4. Bagi anak, diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi belajarnya dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun.

5. Bagi penulis, dapat mengetahui implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak dengan baik.


(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Homeschooling

1. Pengertian Homeschooling

Isitilah homeschooling merupakan berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata home dan school. Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk homeschooling adalah “sekolah rumah”. Dalam kamus bahasa Inggris homeschooling merupakan bentuk kata kerja, homeschooling is to instruct (a pupil, for example) in aneducational program outside of established schools, especially in thehome.1

Istilah homeschooling sendiri tidak terdapat definisi secara khusus, hal tersebut dikarenakan model pendidikan yang dikembangkan di dalam homeschooling sangat beragam dan bervariasi. “Karena hukum yang mengatur sekolah di rumah dan karenanya definisi legal dari istilah “siswa sekolah di rumah” sangat berbeda antar negara bagian, perkiraan yang akurat sulit didapatkan”.2

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa homeschooling sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut homeschooling ,tidak berarti anak-anak terus menerus belajar dirumah, tetapi anak-anak bisa belajar dimana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada di rumah.

Menurut Arief Rachman Hakim, mengemukakan tentang homeschooling, yaitu: “Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah, namun secara hakiki ia adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home.”3

1 The Free Online Dictionary, Definition of Homeschooling

http://www.thefreedictionary.com/homeschool , diakses pada tanggal 12 juni 2007. 2

Mary Griffith, Belajar Tanpa Sekolah; Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda, (Bandung: Nuansa, 2008), h. 18

3

Arief Rachman Hakim, Home-Schooling, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), h.18


(23)

Dari pendekatan yang dikemukakan di atas, bahwasanya homeschooling merupakan sekolah yang pada awalnya proses belajar mengajar diadakan di rumah, dengan tujuan agar anak akan merasa nyaman pada saat proses belajar. Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja dan dimana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri.

Kemudian menurut Sumardiono, mengemukakan bahwa:

Homeschooling adalah model pendidikan saat keluarga memilih untuk menyelenggarakan sendiri dan bertanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Homeschooling atau sekolah mandiri adalah ketika anak-anak tidak tergantung pada sistem sekolah formal yang ada sekarang, tetapi memutuskan sendiri (bersama orang tua sebagai mentornya) mengenal apa yang dipelajari, bagaimana cara belajar, waktu belajar dan di mana proses belajarnya.4

Dalam pengertian tersebut dapat diartikan juga bahwa, homeschooling memiliki asumsi dasar bahwa setiap keluarga memiliki hak untuk bersikap kritis terhadap definisi dan system eksternal yang ditawarkan kepada keluarga.

Sementara itu Mary Griffith, mengemukakan pendapatnya bahwa: Homeschooling berarti mempelajari apa yang akan kita inginkan, saat kita menginginkannya, dengan cara yang kita inginkan, untuk alasan kita sendiri. Pembelajaran diarahkan pada sipembelajar, penasihat dan fasilitator dicari sesuai keinginan si pembelajar.5

Dengan kata lain bahwa homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.

Pada homeschooling orang tua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Homeschooling kini layak menjadi salah satu pilihan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama

4

Sumardiono, Apa Itu Homeschooling, 35 Gagasan Pendidikan Berbasis Keluarga, (Jakarta: Panda Media, 2014), h.6

5


(24)

disebabkan oleh adanya pandangan atau penilaian orang tua tentang kesesuaian bagi anak-anaknya.

Bisa juga karena orang tua lebih siap untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.

Secara sederhana homeschooling bisa dijelaskan sebagai “sebuah model pendidikan berbasis rumah, dengan orangtua sebagai penanggung jawab aktif serta focus pada kepentingan dan kebutuhan anak-anaknya”.6

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan homeschooling bukanlah sebuah lembaga. Orang tua sendiri yang menyelenggarakan homeschooling. Dalam perjalanannya, orang tua dapat bekerja sama dengan lembaga lainnya untuk memperlancar proses homeschooling tersebut.

Homeschooling merupakan program pengajaran anak yang diberikan tidak di sekolah tradisional. Kegiatan mengajar dapat dilakukan di rumah atau di suatu tempat pada komunitas tertentu. Siswa homeschooling bisa terdiri dari satu anak, beberapa saudara bahkan beberapa anak di mana orang tua mereka setuju untuk memberikan program homeschooling ini kepada anaknya. Pengajar atau guru dari program homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang ditunjuk sebagai gurunya.

Di dalam benak banyak orang, homeschooling sering kali diartikan sebagai school-at-home, sekolah di rumah. Artinya si ibu akan mengajar anak di salah satu ruangan di rumah, sementara si anak duduk dengan rapih di meja makan mendengarkan intruksi ibunya yang menjadi guru. Homeschooling adalah alternatif pendidikan lain dari organisasi sekolah, anak belajar di bawah pengawasan orang tuanya, anak dan orang tuanya

6

Indah Hanaco, I Love Homeschooling, Segala Sesuatu yang Harus Diketahui tentang Homeschooling, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2012), h.6


(25)

yang akan menentukan isi atau materi pelajaran mereka. Mereka pun memiliki control penuh akan isi pelajarannya.

Perlu ditekankan, homeschooling bukan memindahkan sekolah ke rumah. Kegiatan belajar mengajar agak berbeda dengan di sekolah. Orang tua pun tidak perlu selalu menjadi guru tetapi orang tua lebih berperan sebagai fasilitator. tujuannya agar membuat anak cinta belajar bukan demi menciptakan anak jenius yang menguasai semua bahan yang diajarkan.

Secara Prinsip, homeschooling atau sekolah rumah adalah pendidikan pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua, proses belajar mengajar diupayakan berlangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.7

Dari pernyataan tersebut di atas, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa homeschooling adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih usia sekolah, dengan memilih model/kurikulum yang sesuai dengan gaya anak belajar. Pembelajaran homeschooling (sekolah rumah) sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional. Standar kompetensi menjadi panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa homeschooling merupakan alternatif pendidikan yang fleksibel, tidak kaku dalam proses belajarnya. Bagaimana cara atau metode belajar yang akan dipakai?, kapan waktu belajar?, dan di mana kegiatan belajar itu dilaksanakan?, semua itu disesuaikan dengan kondisi dan keadaan anak. Sehingga akan muncul perasaan senang dan nyaman dalam belajar. Dengan demikian anak juga dijadikan subjek dalam pembelajarannya, dan

7

Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung: Progressio, 2007), h. 16


(26)

tidak lupa bahwa dalam homeschooling orang tua berperan sebagai penanggung jawab utama.

2. Sejarah Homeschooling di Indonesia

Sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana dikenal pada saat ini, pendidikan dilaksanakan dengan berbasis rumah. Pada zaman Yunani, sekolah (skhole) artinya menggunakan waktu senggang secara khusus untuk belajar (Leisure devoted to learning). Awalnya memang diadakan di rumah, bersama ibu dan bapak, yang disebut dengan schola materna.8 Lalu karena orang tua mulai sibuk mencari nafkah, maka anak-anak dicarikan tempat pengasuhan anak dimana ada orang yang pandai dalam hal tertentu. Sehingga schola materna berubah menjadi schola in loco parentis (lembaga pengasuhan anak di luar rumah sebagai ganti orang tua).

Pada awalnya, manusia belajar dan mengembangkan pendidikan mereka melalui life skill (keterampilan hidup) sebagai bekal dalam memenuhi kebutuhan hidup yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan adat kebiasaan masyarakat sekitar. Proses belajarnya sendiri dilakukan di rumah masing-masing oleh orang tua maupun keluarga besar. Hanya ketika anak-anak dianggap perlu memiliki keterampilan tambahan, orang tua mengirimnya “berguru” kepada orang-orang yang memang ahli di bidangnya.9 Selain itu para bangsawan zaman dahulu biasa mengundang guru privat untuk mengajar anak-anaknya. Itulah jejak homeschooling masa lalu.

Pada tahun 1964, John Caldwell Holt sebagaimana yang dikutip oleh Sumardiono mengemukakan pemikirannya bahwa anak-anak belajar lebih baik jika tanpa instruksi sebagaimana sekolah. Holt menyatakan

8

www.glorianet,org/mau/kliping/klipbers.html, dan http://fuadinotkamal.wordpress.com,

Sekolah Sebagai Rumah Kedua, diakses pada tanggal 31 Desember 2007.

9 Jurnal Madrasah Kelurga,

Melirik Kembali Homeschooling”,

http://my.opera.com/madrasah-keluarga/blog/melirik-kembali-Homeschooling, Diakses pada 20 April 2007


(27)

bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak disebabkan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh eksistensi sekolah itu sendiri. Ini tertuang dalam karya pertamanya “How Children Fail”.10

Istilah yang digunakan Holt pada waktu itu adalah unschooling (pendidikan tanpa sekolah). Pada awalnya Holt menggunakan kata “pendidikan tanpa sekolah” untuk menggambarkan tindakan mengeluarkan anak seseorang dari sekolah, tapi hal ini segera menjadi sinonim untuk “sekolah-di-rumah” (homeschooling). Selama dua dekade terakhir, arti istilah itu telah menyempit, sehingga unschooling mengacu pada gaya khusus sekolah di rumah yang dianjurkan Holt, berdasarkan pembelajaran yang berpusat pada anak.11

Di Indonesia belum diketahui secara persis akar perkembangan homeschooling, karena belum ada penelitian khusus tentang perkembangannya. Namun, jika dilihat dari konsep homeschooling yang merupakan pembelajaran yang tidak berlangsung di pendidikan formal. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pesantren-pesantren dan padepokan-padepokan, dimana para kyai yang mendidik anak-anaknya di rumahnya, ataupun para guru dan bangsawan mengajarkan ilmu kepada murid atau anaknya di rumah atau padepokannya. Hal tersebut berlangsung sebelum pendidikan Belanda diterapkan di Indonesia.

Dalam kaitan praktiknya homeschooling, Abe Saputro mengemukakan bahwa: “Mengenai tempat belajar, homeschooling tidak memiliki batasan tempat karena proses belajar itu dapat terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang maya”.12

Dari pernyataan tersebut di atas dapat diartikan bahwa, proses pembelajaran pada homeschooling tidak terikat dengan ruang belajar ataupun tempat belajar, siswa dapat belajar dimanapun dia berada.

10

Sumardiono, Homeschooling : A Leap for Better Learning, Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: PT Elex Media komputindo, 2010), h.20

11

Mary Griffith, Op.Cit., h. 11 12

Abe Saputro, Rumahku Sekolahku; Panduan Bagi Orang Tua untuk Menciptakan Homesholing (Yogyakarta: Graha Pustaka, 2007), h. 12


(28)

Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak- anaknya.

Banyak keluarga Indonesia yang belajar di luar negeri menyelenggarakan homeschooling untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Selain itu, ketidakpuasan terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan- tujuan pendidikan yang direncanakan oleh keluarga.13

Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa rasa ketidakpuasan orangtua terhadap kualitas pendidikan formal yang ada pada saat sekarang ini menjadi salah satu penyebab mengapa para orang tua memilih mengapa memasukkan anak mereka ke dalam homeschooling.

Orang tua melihat betapa pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. memilih system pendidikan yang bagaimana, akan menentukan masa depan anak-anak mereka. Bersekolah di rumah bukan sekedar ide mengasyikkan tentang kebebasan dalam pendidikan, tetapi juga kesuksesan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Linda Dobson:

Melintasi gerbang abad 21, kebebasan keluarga dalam soal pendidikan memicu imajinasi ratusan ribu orang. Kebebasan itu bernama “bersekolah di rumah”. Ini bukan merupakan hal yang baru. Bersekolah di rumah sudah dikenal sudah beberapa lama dan bertumbuh dengan cukup pesat, sehingga membangunkan kesadaran masyarakat tentang cara kita mendidik.14

Dari keterangan di atas, bahwa adanya homeschooling bukanlah sesuatu yang baru lagi bagi bangsa Indonesia khususnya dunia pendidikan. Meskipun keadaan homeschooling pada masa lalu lebih banyak dikenal dengan sebutan “Pembelajaran Otodidak”, namun pada eksistensinya sama dengan homeschooling yang kita kenal saat ini.

13 Elexmedia, “

Konsep Homeschooling”, dari http://www.elexmedia.co.id, diakses 25 Agustus 2003

14

Linda Dobson, Tamasya Belajar; Panduan Merancang Program di Rumah Untuk Anak Usia Dini, (Bandung: Mizan LC, 2005), h. 15


(29)

Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anaknya. Banyak

keluarga Indonesia belajar ke luar negeri menyelenggarakan homeschooling

untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Selain itu ketidakpuasan terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi

pemicu bagi keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling

yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan oleh keluarga.

3. Faktor-Faktor Pemicu Memilih Homeschooling

Ada beberpa penyebab yang menjadi factor pemicu orang tua dalam memilih homeschooling bagi anaknya. Factor-faktor berikut ini berhubungan erat dengan gagalnya sekolah mengkomodasi keinginan orang tua, berikut antara lain factor-faktor pemicunya adalah:

a. Sekolah terlalu mahal.

b. Sekolah dan guru dianggap tidak berkualitas. c. Pekerjaan Rumah terlalu banyak.

d. Ketidaksesuaian nilai-nilai yang dianut. e. Lingkungan sekolah tidak kondusif. f. Waktu belajar yang panjang.15

Selain masalah yang berhubungan dengan pihak sekolah, ada alasan-alasan lain yang menjadi factor pemicu lainnya yang masih bersinggungan dengan pendidikan anak dan kebutuhannya, antara lain:

a. Keluarga sering berpindah tempat. b. Keluarga sering bepergian.

c. Anak memiliki kebutuhan khusus. d. Anak memiliki bakat khusus. e. Mempererat ikatan dalam keluarga f. Ingin pendidikan yang lebih baik16

Dari beberapa factor-faktor pemicu orang tua memilih homeschooling sebagai alternative pendidikan untuk anaknya, dari banyaknya factor pemicu apapun alasannya semuanya mempunyai dasar

15

Indah Hanaco., Op.Cit., h..41-49 16


(30)

masing-masing yang harus dihargai. Karena setiap keluarga paling tahu yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

4. Tujuan Homeschooling

Menurut pakar pendidikan anak Seto Mulyadi, mengemukakan tujuan dari homeschooling yaitu:

a. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menyenangkan dan menantang bagi anak didik sesuai dengan kepribadian, gaya belajar, kekuatan, dan keterbatasan yang dimilikinya. b. Mempelajari materi pelajaran secara langsung dalam setting

kehidupan nyata sehingga lebih bermakna dan berguna dalam kehidupan anak didik.

c. Meningkatkan kreativitas, kemampuan berpikir, dan sikap serta mengembangkan kepribadian peserta didik.

d. Membina dan meningkatkan hubungan baik antara orangtua dan anak didik sehingga tercipta keluarga yang harmonis. e. Mengembangkan bakat, potensi, dan kebiasaan-kebiasaan

belajar anak didik secara alamiah.

f. Mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional anak didik sehingga anak didik tersebut dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

g. Mempersiapkan kemampuan peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi.

h. Membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah lingkungan sesuai dengan tingkat perkembangannya demi kehidupannya di masa depan.17

Sedangkan menurut Jamal Ma’mur A. homeschooling memiliki beberapa tujuan, yaitu:

a. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur homeschooling.

b. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

c. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu pendidikannya.18

17

Kak Seto, Homeschooling Keluarga Kak Seto, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2007), h. 38-40

18

Jamal Ma‟ mur Asmani, Buku Pintar Homeschooling, (Jogjakarta: Flashbooks, 2012), h.67


(31)

Dari beberapa tujuan homeschooling di atas, dapat dikatakan bahwa homeschooling merupakan pendidikan alternatif yang disesuaikan pada kebutuhan pribadi dan kebutuhan lingkungan, serta tantangan perkembangan zaman. Walaupun belajar dengan beberapa orang anak seperti sekolah formal, namun esensinya tetap homeschooling. Hal tersebut dikarenakan mereka tetap belajar dengan tidak ada ketentuan waktu, fleksibel, bebas, menyenangkan dan sesuai dengan minat mereka.

5. Kurikulum, Materi, Metode, serta Sistem Evaluasi pada

Homeschooling

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa penerapan kurikulum pada homeschooling sangat beragam. Standar dan model penyelenggaraan homeschooling tergantung pada keluarga yangg menjalaninya. Para Orang tua yang ingin memulai homeschooling secara berproses akan menemukan sendiri pola dan model homeschooling yang cocok dengan visi dan karakter keluarganya serta jalur apa yg mereka pilih dan itu pun bersifat dinamis. Tidak ada standar yang baku bagaimana semestinya homeschooling itu dijalankan.

Kurikulum yang digunakan pada komunitas sekolah homeschooling An Nawawi Depok adalah Kurikulum Nasional dan Montessori yang telah dikembangkan. Dimana pada kurikulum nasional berfokus hanya pada enam mata pelajaran utama yang diujikan pada Ujian Negara Paket Kesetaraan. Sedangkan kurikulum Montessori digunakan lebih kepada mementingkan aspek empirik, segala sesuatu diatur ukurannya sesuai dengan anak, alat kerja, alat pembelajaran, diatur dengan ukuran anak anak. Misal meja belajar dan kursi serta alat pertanian cangkul dan lain-lain sebagai alat belajar disesuai kan ukurannya dengan ukuran anak anak. Model ini juga cocok bagi mereka yang senang dengan keteraturan dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut.

Dalam menentukan materi/bahan pelajaran berdasarkan kebutuhan belajar dan juga disertakan bahan pelajaran yang sesuai dengan ideologi


(32)

Indonesia, seperti mempelajari pancasila, kewarganegaraan, dan lain-lain. Untuk komunitas homeschooling bahan belajar untuk pendidikan akademik lebih terstruktur. Komunitas homeschooling tertentu juga menyediakan paket belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar anak. Untuk belajar, siswa homeschooling dapat menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, keluarga homeschooling dapat membeli kurikulum dan materi-materi ajar secara online melalui internet dan juga dapat menggunakan kurikulum Diknas sebagai acuan yang dapat diambil gratis via internet.

Menurut Sumardionno untuk materi ajar, keluarga homeschooling dapat menggunakan buku-buku yang ada tanpa tergantung keharusan memilih buku dari penerbit tertentu bahkan tidak harus membeli buku baru karena buku-buku lama ma sih dapat digunakan sepanjang materinya relevan.19

Sedangkan untuk metode pembelajaran pada homeschooling merumuskan metode-metode yang tepat (misal metode motessori) untuk dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, contohnya: ceramah, diskusi, kerja kelompok, demonstrasi, dan sebagainya.

Pada komunitas homeschooling Imam An Nawawi Depok bisa diserahkan kepada orangtua atau menyewa guru-guru berkualitas dalam mendidik anaknya sesuai dengan potensinya. Pengajaran antara teori dengan praktek seimbang. Para orangtua membentuk network untuk membagi pengalamannya kepada orangtua lain yang mendidik anaknya di homeschooling. Bahkan, jika minat anak-anak sama, beberapa orangtua membentuk kelompok pendidikan dan mengajak anak belajar bersama dengan anak-anak lain yang memiliki minat sama. Jadi, homeschooling memberikan kebebasan untuk belajar secara fleksibel, menyenangkan dan sesuai dengan minatnya.20

19

Sumardiono, Homeschooling Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: PT. Elex Media Kompatindo, 2007), hal.16

20

Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung: Progressio, 2007), h. 11


(33)

Kemudian untuk sistem evaluasi, pihak komunitas homeschooling merumuskan cara-cara dan alat evaluasi, baik formatif maupun sumatif, dihubungkan dengan tujuan khusus yang ingin dicapai. Hasil belajar siswa homeschooling dapat diakui dari rapor, portofolio (dokumentasi proses dan karya-karya selama proses pembelajaran), CV (curriculum vitae), sertifikasi, dan berbagai bentuk prestasi lain dan atau tes penempatan. Evaluasi kegiatan belajar dapat dilaksanakan dengan acara berdiskusi antara orangtua dan anak juga dapat digunakan untuk mengetahui apa yang berhasil dan gagal untuk diperbaiki di waktu yang berikutnya.

6. Jenis Homeschooling

Dalam penerapannya homeschooling dibagi menjadi 3 jenis, yaitu homeschooling tunggal, homeschooling majemuk dan homeschooling komunitas.

a. Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam suatu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lainnya. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain.21 b. Homeschooling Majemuk, adalah homeschooling yang dilaksanakan

oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilakukan oleh orang tua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olah raga (misalnya keluarga atlit tenis), keahlian musik/ seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.22

21

Seto Mulyadi. Homeschooling Keluarga Kak Seto: mudah, meriah, dan direstui Pemerintah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), Hlm.34

22


(34)

c. Homeschooling Komunitas, merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran.23 Peserta didik yang mengikuti homeschooling komunitas memiliki ruang gerak sosialisasi yang lebih luas dibandingkan dengan homeschooling lainnya.

Pada homeschooling majemuk dan komunitas homeschooling, para orang tua bisa membentuk suatu jaringan untuk berbagi pengalaman dengan orang tua lain yang juga mendidik anaknya secara homeschooling. Orang tua memiliki peranan penting dalam menentukan jenis-jenis homeschooling apa yang cocok dengan karakter atau kepribadian anaknya, sehingga terwujudnya suasana belajar yang diinginkan anak, bebas, fleksibel, menyenangkan dan sesuai dengan minat anak.

7. Model Homeschooling

Pada dasarnya homeschooling bersifat unique. Karena setiap keluarga mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, setiap keluarga akan melahirkan pilihan-pilihan model Homeschooling yang beragam.24 Pendekatan Homeschooling memiliki rentang yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur seperti belajar di sekolah (school at-home)25. Ada beberapa model homeschooling yang dapat diaplikasikan dalam penyelenggaraannya, antara lain:

a. School At-home Approach, adalah model pendidikan yang serupa dengan yang diselenggarakan di sekolah. Hanya saja, tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah. Metode ini juga sering disebut textbook approach, traditional approach, atau school approach.

b. Unit Study Approach adalah model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendakatan ini banyak dipakai oleh orang tua homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, IPA, IPS), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari.

23

Maulia D. Kembara, Op.Cit., h.30-33 24

Sumardiono, Homeschooling A Leap for Better Learning, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007), h. 33

25


(35)

Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi (integrated), bukan terpecah-pecah (segmented)

c. The Living Books Approach, adalah model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh Charlotte Mason. Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik (good habit ), keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika), serta mengekspose anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran, dan sebagainya.

d. The Classical Approach, adalah model pendidikan yang dikembangkan sejak abad pertengahan. Pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut Trivium. Penekanan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatannya berbasis teks/ literatur (bukan gambar/ image). e. The Waldorf Approach, adalah model pendidikan yang dikembangkan

oleh Rudolph Steiner, banyak ditetapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Karena Steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, metodenya mudah diadaptasi untuk homeschool.

f. The Montessori Approach, adalah model pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori. Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

g. Unschooling Approach, berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar dan jika keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, maka mereka akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari textbook, tetapi dari minat anak yang difasilitasi.

h. The eclectic Approach, memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.26

Dari banyaknya model homeschooling yang dapat dipilih dan dilaksanakan, maka para orang tua dapat menentukan model homeschooling yang seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Konsep homeschooling dengan model dan kurikulum disusun secara bersama-sama, sehingga motivasi belajar akan muncul dari dalam diri anak. Belajar sambil bermain, membuat anak merasa nyaman, meskipun

26


(36)

belajar sepanjang hari. Penyesuain model homeschooling diarahkan agar anak-anak lebih menyenangkan dalam proses belajar dan lebih termotivasi dalam kegiatan belajarnya.

8. Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling

Ada beberapa hal yang harus kita tahu tentang beberapa kelebihan atau manfaat dari pelaksanaan homeschooling. Berikut beberapa kelebihan dari pelaksanaan homeschooling, antara lain:

a. Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual. b. Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual

semaksimal mungkin.

c. Terlindungi dari pergaulan yang menyimpang, seperti “NAPZA, tawuran, kenakalan. Yang berdampak buruk bagi anak. Bahkan dari hal-hal yang terkecil seperti “jajan makanan yang malnutrisi”, dll.

d. Menumbuhkan kemandirian dan percaya diri pada anak. Tanpa membanding-bandingkan dengan kelebihan anak yang lain ketika berada disekolah.

e. Orang tua bisa lebih focus dan belajarpun lebih efektif karena waktu yang fleksibel.

f. Bisa menjadikan orang tuanya langsung sebagai panutan. g. Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata.

h. Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga.

i. Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang.

j. Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan social keluarga.27

Selain memiliki manfaat dari homeschooling di atas, homeshooling memiliki keunggulan, Indah Hanaco mengemukakan akan kelebihan dari homeshooling, antara lain:

a. Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak. b. Disesuaikan dengan minat anak.

c. Disesuaikan dengan kondisi keluarga.

27

Kompasiana, Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling, http://edukasi.kompasiana.com, diakses pada 29 Desember 2013


(37)

d. Membuka kesempatan luas untuk mandiri dan kreatif. e. Terhindar dari aneka pola akibat salah pergaulan. f. Lebih siap untuk terjun ke dunia nyata.

g. Menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang singkat. h. Disesuaikan dengan kantong.

i. Waktu belajar yang dapat disesuaikan. j. Lebih berkonsentrasi belajar

k. Menjaga kualitas pendidikan

l. Terhindar dari praktik kekerasan di sekolah atau premanisme m. Belajar menjadi menyenangkan.

n. Kemampuan bergaul lintas umur.28

Dengan homeschooling orang tua dapat memaksimalkan diri dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Homeschooling mendorong adanya interaksi antara oang tua dengan anak lebih intensif. Orang tua memainkan fungsi sentral mendidik anak-anak mereka sehingga tahu perkembangan otak, emosi,dan sosial anak secara langsung. Pengawasan orang tua lebih intensif kepada anak-anaknya. Orang tua tidak khawatir anaknya jauh dari rumah.

Homeschooling memungkinkan orangtua untuk terus menerus mendampingi sekaligus memonitor perkembangan mental, pembelajaran, kontak sosial, dan penguasaan intelekual mereka. Dalam homeschooling, tugas “guru” yang diambil orang tua lebih berfungsi untuk menanamkan sikap mental mandiri.

Setiap hal di dunia ini pastilah berpasangan, tidak ada yang berdiri sendiri saja. Di luar kelebihan, tentu homeschooling pun memiliki kekurangan. Hal ini sanngat dimaklumi, mengingat tidak ada yang bisa menciptakan kesempurnaan di dunia, homeschooling pun demikian. Berikut ini beberapa kekurangan atau kelemahan dari homeschooling yang banyak ditemukan:

a. Membutuhkan disiplin dan komitmen yang tinggi. b. Sulit mengukur kemampuan anak.

c. Tanggung jawab tergolong komplekspada orang tua. d. Kurangnya kemampuan untuk bekerja didalam tim. e. Anak kurang berinteraksi dengan teman sebaya.

28


(38)

f. Kesulitan mengikuti ujian persamaan.

g. Sulitnya anak menghadapi situasi-situasi social yang kompleks.29

Dari beberapa kelemahan dari homeschooling di atas, penulis berkeyakinan bahwa selalu ada cara untuk mengubah kekurangan menjadi kelebihan, bahkan dari beberapa kelemahan di atas, ada berbagai alternatif yang telah ditemukan solusinya dalam berbagai kasus. Pikiran positif memberi kekuatan jauh lebih besar daripada yang diduga.

9. Kiat-kiat Melaksanakan Homeschooling

Saat Anda sudah memutuskan untuk melakukan homeschooling, berikut ini beberapa kiat-kiat atau cara praktis dan sederhana dalam memulai melaksanakan homeschooling menurut Linda Dobson, penulis buku “Tamasya Belajar”:

a. Gunakan waktu sebanyak mungkin untuk mengamati anak Anda saat bekerja dan bermain.

Perhatikan metode belajar dan cara bermain yang paling mereka senangi. Kemudian pikirkan kegiatan yang dapat Anda lakukan bersama yang menggunakan metode itu. Bicaralah mengenai topik yang menarik baginya untuk mendapatkan petunjuk tambahan. b. Beri anak kesempatan untuk membuat keputusan dan pilihan kegiatan

yang ingin dilakukan.

Dia akan tertarik pada kegiatan yang menyenangkan baginya dan itu memberi Anda petunjuk tentang potensi kekuatannya. Perhatikan pula apa yang tidak disenanginya dan pikirkan cara untuk mengubah cara pendekatan Anda.

c. Cari jalan untuk melibatkan keluarga besar atau teman dekat dalam kegiatan belajar di rumah.

Ini akan memberi anak banyak waktu untuk bersama dengan orang-orang yang berarti dalam hidupnya. Selain itu, Anda akan

29


(39)

mendapat banyak dukungan dari orang-orang yang Anda cintai untuk kegiatan belajar di rumah yang Anda lakukan ini.

d. Perhatikan atau ciptakan kesempatan bagi Anda dan anak Anda untuk menerapkan nilai-nilai keluarga.

Anak-anak pada usia dini dapat membantu Anda membuat kue, membuat kartu, melukis, atau memetik bunga dan menyerahkannya kepada orang yang membutuhkannya.

e. Jika Anda mengeluarkan anak dari sekolah, Anda harus peka terhadap kebutuhannya ketika melakukan penyesuaian.30

Jika perlu, tetaplah berhubungan dengan beberapa kawan baik. Jalani masa transisi metode pendidikan yang berbeda ini dengan perlahan. Rencanakan beberapa kegiatan menyenangkan yang tidak mungkin dilaksanakan di sekolah.

Dari beberapa kiat atau strategi dalam melaksanakan homeschooling kita dapat mengetahui, bahawa dalam pelaksanaan program pendidikan homeschooling cukup banyak perbedaannya, mulai dari pengaturan materi, jadwal belajar, pengajar dan kegiatan kegiatan yang lainnya. Sehingga orang tua yang sekaligus menjadi guru bagi anaknya harus betul-betul memahami bagaimana strategi dan kiat-kiat untuk melaksanakan pendidikan homeschooling bagi anaknya. Agar pelaksanaan program bersekolah di rumah bisa berjalan dengan optimal dan menghasilkan output yang diharapkan.

B. Hakikat Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Belajar dan motivasi tidak dapat saling dipisahkan artinya seseorang melakukan aktifitas belajar tertentu tentu didukung oleh suatu keinginan yang ada pada dirinya untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini karena motivasi sangat menentukan keberhasilan belajar.

30

Linda Dobson, Tamasya Belajar: Panduan Merancang Program Sekolah di Rumah untuk Anak Usia Dini, (Bandung. Mizan Learning Center (MLC), 2005)


(40)

Menurut Filmore Sanford dalam Effendi, motivasi akar katanya adalah “motif”. Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu.31

Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Hal tersebut senada apa yang dikemukakan oleh Slameto yang mengartikan motivasi sebagai berikut:

Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.32

Hal tersebut senada dengan Ngalim Purwanto, yang mengatakan bahwa:

Motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar dia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga agar dia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.33

Kata “Motif” juga diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan aktifitas – aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi itu dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat – saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.34

Sedangkan Mc. Donald (dalam Sardiman) berpendapat bahwa “motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai

31

Effendi, Motivasi Dalam Pembelajaran. (Jakarta: PT. Angkasa, 2003), h.60 32

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Bina Aksara, 2003), h.54.

33

Ngalim Purwanto, “Pengertian Motivasi”, dalam Mudjiono Dimyat, .Belajar dan

Pembelajaran, (Jakarta: PT Asdi M ahasatya, 2006), h.71 34


(41)

dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”.35

Dari pengertian yang dikemukakan Mc.Donald ada tiga elemen penting yaitu:

a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.36

W.S Winkel, mengatakan bahwa “motivasi adalah daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu”. 37

Ada dua pendapat yang dapat digunakan untuk meninjau dan memahami motivasi yaitu:

a. Motivasi dipandang sebagai suatu proses, pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah laku yang diamati meramalkan tingkah laku orang lain.

b. Menentukan karakteristik, proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-petunjuk-petunjuk tersebut dapat dipercaya apabila tampak kegunaannya untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.38

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah dorongan atau kekuatan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu tujuan tertentu

Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam

35

Ibid., h.71 36

Ibid., h.73 37

W.S. Winkel, Psikologi Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta : Grasindo, 2000), h.151

38


(42)

diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa tercapai.

Hal tersebut senada dengan pendapat Sardiman bahwa: “motivasi belajar keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat tercapai”. 39

Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing – masing namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi adalah daya penggerak atau pendorong yang ada di dalam diri individu untuk melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan. Dalam kegiatan belajar, motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.

2. Teori – teori tentang Motivasi

Adapun teori tentang motivasi yang merupakan hasil pengamatan para ahli diantaranya adalah: Teori Hedonistis. Martin Handoko mengemukakan arti tentang motivasi sebagai berikut:

Bahwa segala perbuatan manusia entah itu disadari ataupun tidak disadari, entah itu timbul dari kekuatan luar maupun kekuatan dalam, pada dasarnya mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal–hal yang menyenangkan dan menghindari hal–hal yang menyakitkan.40

Berdasarkan dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa manusia dalam bertingkah laku, baik disadari atau tidak, timbul dari

39

Sardiman, Op.Cit., h.75 40

Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku,( Yogyakarta: Kanisius, 2008), h.11


(43)

kekuatan dalam diri atau luar, pada dasarnya adalah untuk mencapai satu tujuan yaitu mencari hal – hal yang menyenangkan dan menghindari hal – hal yang menyakitkan.

Jadi dapat dikatakan bahwa selama tingkah laku itu menyenangkan maka orang akan cenderung melakukan perbuatan itu. Sebagai contoh, setiap orang dalam melakukan kegiatan belajar, cara yang dilakukan antara satu dengan yang lainnya tentu berbeda, ada pula yang lebih suka belajar sambil makan makanan kecil. Kebiasaan – kebiasaan dalam belajar diatas tidak ada yang salah ataupun benar, karena mereka dalam melakukan kebiasaan tersebut sesuai dengan kesenangan masing – amsing yang tentunya menguntungkan bagi mereka.

Meskipun demikian, teori ini tidak berlaku bagi orang yang menyukai tantangan. Sebagai contoh, perilaku minum minuman keras. Bagi si A, perilaku minum minuman keras adalah perilaku yang menyakitkan karena melukai diri sendiri tetapi berbeda menurut si B. si B berpendapat bahwa perilaku minum minuman keras adalah perilaku yang menyenangkan karena dapat membuat dirinya kuat dan hebat, dan dapat membuktikan kehebatan dirinya.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya dorongan di dalam dirinya. Sebagai contoh, orang melakukan kegiatan belajar karena adanya dorongan atau motivasi di dalam dirinya yaitu dorongan rasa ingin tahu.

3. Penggolongan Motivasi

Berkaitan dengan penelitian ini maka penggolongan motivasi dapat dibagi dua yaitu: 1) Motif Primer dan Sekunder Penggolongan motif ini berdasarkan pada latar belakang perkembangan motif. Motif primer dilatar belakangi oleh proses fisio-kemis di dalam tubuh. Sedangkan motif sekunder di latarbelakangi oleh semua motif yang tidak langsung pada keadaan organisme individu.

Motivasi primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak dia terlahir di dunia, seperti


(44)

kebutuhan menghilangkan rasa haus, rasa lapar, serta kebutuhan udaa bersih. Kebutuhan – kebutuhan itu secara mendasar harus terpenuhi sebab kalau tidak tantangannya adalah maut.

Motivasi sekunder, motivasi ini tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motivasi sekunder ini berkembang berkat adanya usaha “belajar”. Karena belajar, individu terdorong melakuakn berbagai hal seperti membaca, mmenulis, melukis dan sebagainya. 2) Motif Intrinsik dan Ekstrinsik Penggolongan motif ini berdasarkan pada sifatnya.

Sardiman mengemukakan bahwa:

Motivasi intrinsic adalah motif – motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangssang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu,” sedangkan “Motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.41

Berdasarkan dari pengertian tersebut maka motivasi intrinsic adalah motif – motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar, karena motif atau dorongan tersebut sudah ada dalam diri individu dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya. Jadi tingkah laku yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri, bukan dorongan dari luar. Misalnya seorang anak belajar didorong oleh keinginan mengetahui sesuatu yang sedang dipelajarinya. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar dari anak tersebut adalah benar – benar ingin tahu tentang sesuatu yang terkandung di dalam materi yang sedang dipelajarinya bukan karena takut pada orang tuanya.

Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang berfungsinya karena adanya factor dari luar. Misalnya seorang anak belaajr bukan didorong oleh keinginan untuk benar – benar mengetahui apa yang dipelajarinya, ettapi supaya orang tuanya senang atau supaya mendapatkan nilai yang baik. Dalam penelitian ini motivasi belajar siswa bersifat keduanya yaitu intrinsik dan ekstrinsik karena selain faktor dari

41


(45)

dalam diri individu sendiri juga faktor dari luar individu yang keduanya saling mempengaruhi.

4. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing – masing pihak sebenarnya telah dilatar belakangi oleh motivasi, dan motivasi telah bertalian dengan tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada empat fungsi motivasi antara lain:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan–perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan–perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

d. Sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi.42

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah mendorong manusia untuk melakukan suatu tugas atau perbuatan yang serasi guna mencapai tujuan yang dikehendaki dengan menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

5. Kiat-kiat untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Untuk menanamkan motivasi belajar pada diri anak, diperlukan kiat-kiat agar anak dapat meningkatkan motivasi belajarnya, antara lain: a. Memberi nilai. Angka dimaksud adalah sebagai symbol atau nilai dari

hasil aktivitas belajar anak didik yang diberikan sesuai hasil ulangan yang telah mereka peroleh dari hasil penilaian guru yang biasanya terdapat di dalam buku rapor sesuai jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

42


(46)

b. Hadiah. Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada anak didik yang berprestasi yang berupa uang beasiswa, buku tulis, alat tulis atau buku bacaan lainnya yang dikumpulkan dalam sebuah kotak terbungkus dengan rapi, untuk memotivasi anak didik agar senantiasa mempertahankan prestasi belajar selama berstudi.

c. Kompetisi Kompetisi adalah persaingan yang digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar, baik dalam bentuk individu maupun kelompok untuk menjadikan proses belajar mengajar yang kondusif

d. Pujian. Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Dengan pujian yang diberikan akan membesarkan jiwa anak didik dan akan lebih bergairah belajar bila hasil pekerjaannya dipuji dan diperhatikan, tetepi pujian harus diberikan secara merata kepada anak didik sebagai individu bukan kepada yang cantik atau yang pintar. Dengan begitu anak didik tidak antipati terhadap guru, tetapi merupakan figure yang disenangi dan dikagumi

e. Hukuman. Meskipun hukuman sebagai reinforcement yang negative, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efektif. Hukuman mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap dan perbuatan anak didik yang dianggap salah dapat berupa sanksi yang diberikan kepada anak didik sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan sehingga anak didik tidak akan mengulangi kesalahan atau pelanggaran di hari mendatang.43

Berdasarkan dari beberapa pendapat pendidikan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi seseorang atau peserta didik yang menimbulkan upaya keras untuk melakukan aktivitas mereka sehingga dapat mencapai tujuan belajar.

43

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 2003), h.54.


(47)

6. Indikator – Indikator Motivasi Belajar Siswa

Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang berbeda – beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif –motif lainnya. Motif yang paling kuat adalah motif yang menjadi sebab utama tingkah laku individu pada saat tertentu. Motif yang lemah hamper tidak mempunyai pengaruh pada tingkah laku individu. Motif yang kuat pada suatu saat akan menjadi sangat lemah karena ada motif lain yang lebih kuat pada saat itu.

Menurut Martin Handoko, untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar siswa, dapat dilihat dari beberapa indicator sebagai berikut:

a. Kuatnya kemauan untuk berbuat

b. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar

c. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain d. Ketekunan dalam mengerjakan tugas.44

Sedangkan menurut Sardiman indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang dewasa.

d. Lebih senang bekerja mandiri. e. Cepat bosan pada tugas – tugas rutin f. Dapat mempertahankan pendapatnya.45

Apabila seseorang memiliki ciri–ciri diatas berarti seseorang itu memiliki motivasi yang tinggi. Ciri–ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar akan berhasil baik kalau siswa tekun mngerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri, siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang rutinitas.

Dari indikator – indikator perilaku motivasi belajar yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, motivasi belajar

44

Martin Handoko, Op.Cit., h.59 45


(48)

memiliki indikator antara lain: kuatnya kemauan untuk berbuat, jumlah waktu yang disediakan untuk belajar, kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain, ketekunan dalam mengerjakan tugas, ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang dewasa, lebih senang bekerja mandiri, dapat mempertahankan pendapatnya.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Metode Kualitatif. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari kebutuhan.1

Karakteristik penelitian kualitatif antara lain berlangsung pada latar yang alamiah, peneliti merupakan instrumen atau alat pengumpulan data utama, dan analisis data yang dilakukan dengan mendeskripsikan segala sesuatu yang terjadi pada latar penelitian dengan selengkapnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang datanya berupa kata-kata (bukan angka) yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dan lain-lain, atau penelitian yang didalamnya mengutamakan untuk mendiskripsikan secara analisis suatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang dalam, dari hakekat proses tersebut.

Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengeani fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan realitas empiris sesuai dengan fenomena yang terjadi secara rinci dan tuntas serta untuk mengungkapkan

1

J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 4


(50)

gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data dari latar yang alami dengan peneliti sebagai instrumen kunci.

Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian studi kasus. Menurut Suharsimi Arikunto penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu.2

Studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Peneliti ingin memepelajari secara spesifik mengenai latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subyek dari fokus penelitian. Lebih lanjut penelitian ini bermaksud untuk melukiskan secara lengkap dan akurat tentang fenomena sosial, sehingga peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, dan sebagai tempat penelitiannya adalah Komunitas Homeschooling Imam An-Nawawi Depok yang belamat Jl. H. Mustafa VI RT04/05 No.12 Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok.

.

C. Variabel Penelitian dan Indikator Variabel

Variabel penelitian adalah segala sesuatau yang akan menjadi obyek penelitian, dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu Implementasi Model Homeschooling dan motivasi belajar anak.

Adapun Indikator variabel implementasi model homeschooling dalam penelitian ini meliputi:

1. Model dan jenis Homeschooling yang diterapkan, 2. Tujuan Melaksanakan Model Homeschooling

3. Kurikulum dan Materi Pembelajaran Homeschooling yang diterapkan

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.46


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Muhammad Soleh Pendidikan terakhir : S1

Jabatan : Guru Kelas IV di Komunitas Belajar homeschooling Imam An Nawawi Depok

1. Bagaimakah proses belajar mengajar di Komunitas Belajar homeschooling di Imam An-Nawawi Depok?

Untuk proses belajar mengajar saya tanamkan ke anak, bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Untuk materi mengkombinasikan antara kurikulum Diknas dan kurikulum sendiri. Jadi kita sesuaikan juga dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh anak didik di sini. Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai lokasi dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana-sarana yang dimiliki pondok pesantren dan yang lainnya seperti masjid. Termasuk belajar di atas pohon dan di lapangan.

2. Trik apakah yang anda lakukan dalam hal meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar homeschooling Imam An-Nawawi Depok?

Saya senangnya mengajar sambil memberikan gurauan dan hiburan. Tentunya mengajar yang benar. Yang pasti dengan sepenuh hati saya mengajar dan kasih sayang. Seperti kita berikan pujian kepada anak didik. Baik yang berprestasi maupun yang tidak. Apapun karya mereka, kami guru selalu memberikan pujian dengan memberikan perbaikan yang memotivasi belajar mereka.

3. Faktor penghambat apa yang menjadikan anda kesulitan dalam pelaksanaan homeschooling?

Faktor penghambat dari pelaksanaan homescholing, antara lain yaitu tidak semua sekolah formal bisa memfasilitasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka faktor penunjang kami yaitu adanya fasilitas cukup lengkap. Seperti komputer, buku-buku, materi yang sudah disesuaikan, modul, dan lain-lain. Dan kami yakin dapat memenuhi kebutuhan anak. Serta punya program yang jelas.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)