Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

(1)

      TESIS

Oleh

KHENY EKA PUTRI 117032097/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

      TESIS

DiajukanSebagai Salah SatuSyarat

untukMemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 IlmuKesehatanMasyarakat MinatStudiAdministrasidanKebijakanGiziMasyarakat

padaFakultasKesehatanMasyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHENY EKA PUTRI 11703209/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

N N P M T Nama Mah Nomor Indu Program S Minat Stud

(Dr. Ir. Ev

Tanggal Lu

asiswa uk Mahasis Studi

i

vawani Y Ar Ketua

ulus : 4 Juli

: Khe swa : 1170 : S2 Il : Adm

Kom

ritonang, M

(Dr. Drs

i 2013

eny Eka Put 032097 lmu Keseha ministrasi da Menyetuju misi Pembim M.Si) Dekan

s. Surya Uta tri atan Masyar an Kebijaka ui mbing (Dra.Ju ama, M.S) rakat an Gizi Mas

umirah, Apt Anggota

syarakat


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(5)

PARTISIPASI IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BENER MERIAH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2013

Kheny Eka Putri 117032097/IKM


(6)

kader posyandu dan karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pengetahuan) serta

partisipasi ibu yang kurang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kinerja kader posyandu dengan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita dengan umur 0-59 bulan sebanyak2023 orang yang berada pada Posyandu Purnama dan besar sampel sebesar 110 orang. Data kinerja kader dan karakteristik ibu serta partisipasi ibu diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, status gizi balita diukur secara antropometri, dianalisis dengan chi-square pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah pada kategori gizi kurang sebesar 16,4%, terdapat hubungan kinerja kader posyandu, karakteristik ibu (pengetahuan ibu) dan partisipasi ibu dengan status gizi di Kecamatan Bandar Kabupaten BenerMeriah.

Disarankan kepada tenaga kesehatan diharapkan melaksanakan posyandu setiap bulannya dan memotivasi kader dalam meningkatkan kinerjanya di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, kepada ibu sebaiknya meningkatkan partisipasinya dalam pelaksanaan posyandu yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak dan kepada ibu diharapkan lebih meingkatkan pengetahuan dan memperhatikan pemberian makan yang bergizi untuk meningkatkan status gizi balita.


(7)

performance and characteristics posyandu mother (age, education, and knowledge) as well as the mother’s participation is less.

The aim of the research was to analyze the correlation between posyandu cadres’ performance and nutrition status of children under five years old. The type of the research was an analytic survey with cross sectional design. The population was 2023 mothers who had 0-59 month-old children and visited Purnama Posyandu, and 110 of them were used as the samples.

The data of cadres’ performance and mothers’ participation and knowledge were gathered by conducting interviews, using questionnaires. The nutrition status of the children under five years old was measured by anthropometric scale and analyzed by chi square test at α = 5%.

The result of the research showed that the nutrition status of children under five years old at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District, was in the category of lack of nutrition of 16.4%. The performance of posyandu cadres was in the best category of 58.2% and in the worst category of 41.8%. Mothers’ participation in visiting posyandu was in the average of good category of 70.9% and of bad category of 29.1%. Mothers’ knowledge in good category was 59.1% and in bad category was 40.9% at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District. The performance of cadres and mothers’ participation and knowledge had significant correlation with the nutrition status of children under five years old at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District.

It is recommended that the cadres should increase their performance at posyandu, mothers should increase their participation in visiting posyandu in order to monitor their children’s nutrition status and increase their knowledge about the importance of visiting posyandu in order to increase the nutrition status of children under five years old.

Keywords : Performance, Cadres, Characteristic, Participation and Nutrition Status of Children Under Five Years Old


(8)

Rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM, M. Sc.(CTM), Sp. A(K), Selaku Rektor Universitas Sumatra Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(9)

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan selesai. 5. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes dan Ir. Etti Sudaryati, M.Kes , Ph.D sebagai

komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. H. Binakir, S.K.M, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah. 8. Orang tuaku Khairul Rasyid dan ibunda Cutry Lara Suty (alm), mertuaku bapak

Brigjen. Soewoto Situmorang (alm), mama Suci Marlina dan adik- adikku tercinta.

9. Teristimewa kepada Suamiku Insyaf Mahdi Utomo Situmorang dan buah hati tercinta Muhammad Faqqy Mahdi Alrasyid yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdoa sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan. 10.Rekan-rekan seperjuangan dan teman – teman seanggkatan Mahasiswa Program


(10)

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2013 Penulis

Kheny Eka Putri 117032097/IKM


(11)

Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Anak Pertama dari 6 (enam) bersaudara, dari pasangan ayahanda Khairul Rasyid dan ibunda Cutry Lara Suty (alm). Menikah pada tahun 2004, dengan Insyaf Mahdi Utomo Situmorang dan dikaruniai 1 (satu) anak, yaitu Muhammad Faqqy Mahdi Alrasyid.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1983-1989 di SD N 3 Redelong, tahun 1989-1992 pendidikan SLTP N 1 Bandar, tahun 1993-1995 pendidikan SMA N 1 Bandar, tahun 1996-1999 pendidikan di AKPER PHI- Jakarta dan tahun 2002-2004 Pendidikan di Fakultas Ilmu Keperawatan pada Universitas Indonesia, pada tahun 2011 sampai sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah, sebagai Kasie SDM dan Pengembangan Profesi Kesehatan, sebagai Staf Pengajar di STIKES YPNAD.


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Kader Posyandu ... 13

2.1.1. Pengetian ... 13

2.1.2. Tujuan Pembentukan Karakter ... 14

2.1.3. Tugas Kader Posyandu ... 17

2.1.4. Kegiatan Kader Posyandu ... 19

2.1.5. Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu ... 21

2.1.6. Kinerja Kader Posyandu ... 23

2.1.7. Penilaian Kinerja Kader Posyandu ... 28

2.2. Karakteristik Ibu ... 29

2.3. Partisipasi ... 30

2.3.1. Pengertian ... 30

2.3.2. Tingkat Partisipasi ... 31

2.4. Penilaian Status Gizi Balita ... 33

2.5. Faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 37

2.6. Landasan Teori ... 39

2.7. Kerangka Konsep ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43


(13)

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Penelitian ... 50

3.5.2. Definisi Operasional ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 51

3.7. Metode Analisis Data ... 52

3.7.1. Analisis Univariat ... 52

3.7.2. Analisis Bivariat ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2. Karakteristik Balita ... 55

4.3. Kinerja Kader Posyandu ... 56

4.4. Karakteristik Ibu Balita ... 57

4.5. Partisipasi Ibu ... 58

4.6. Status Gizi Balita ... 58

4.7. Hubungan Kinerja Kader Posyandu dengan Status Gizi Balita .... 59

4.8. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita... 60

4.9. Hubungan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita ... 63

BAB 5. PEMBAHASAN ... 64

5.1. Gambaran Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 64

5.2. Hubungan Kinerja Kader Posyandu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 66

5.3. Hubungan Paritisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 69

5.4. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 70

5.5. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 71

5.6. Hubungan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah ... 74


(14)

(15)

3.1. Pembagian Sampel pada Tiap Desa Berdasarkan Posyandu Purnama di Kecamatan Bandar Kabupaten Bandar Meriah ... 45 3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Kader, Partisipasi Ibu dan

Pengetahuan ... 47 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel-Variabel Kinerja Kader, Partisipasi

Ibu dan Pengetahuan ... 49 3.4. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur ... 52 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Balita di Kecamatan Bandar

Kabupaten Bener Meriah ... 55 4.2. Distribusi Balita Berdasarkan Umur dengan Status Gizi Balita

(Indeks BB/U) di Kecamatan Bandar Kabupaten Benar Meriah ... 56 4.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Kader dalam Pelaksanaan Posyandu di

Kecamatan Bandar Kabupaten Benar Meriah ... 57 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Balita di Kecamatan Bandar

Kabupaten Benar Meriah ... 57 4.5. Distribusi Frekuensi Partisipasi Ibu dalam Pelaksanaan Posyandu di

Kecamatan Bandar Kabupaten Benar Meriah ... 58 4.6. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar

Kabupaten Benar Meriah ... 59 4.7. Hubungan Kinerja Kader Posyandu dengan Status Gizi Balita di

Kecamatan Bandar Kabupaten Benar Meriah ... 59 4.8. Hubungan Umur Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar

Kabupaten Benar Meriah ... 60 4.9. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan


(16)

(17)

2.1. Kerangka Teori Faktor Masalah Gizi Menurut UNICEF 1998... 40 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 42


(18)

1. Kuesioner Penelitian ... 85

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

3. Hasil Uji Frekuensi ... 93

4. Master Data ... 97

5. Frequecies ... 103

6. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 109


(19)

kader posyandu dan karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pengetahuan) serta

partisipasi ibu yang kurang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kinerja kader posyandu dengan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita dengan umur 0-59 bulan sebanyak2023 orang yang berada pada Posyandu Purnama dan besar sampel sebesar 110 orang. Data kinerja kader dan karakteristik ibu serta partisipasi ibu diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, status gizi balita diukur secara antropometri, dianalisis dengan chi-square pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah pada kategori gizi kurang sebesar 16,4%, terdapat hubungan kinerja kader posyandu, karakteristik ibu (pengetahuan ibu) dan partisipasi ibu dengan status gizi di Kecamatan Bandar Kabupaten BenerMeriah.

Disarankan kepada tenaga kesehatan diharapkan melaksanakan posyandu setiap bulannya dan memotivasi kader dalam meningkatkan kinerjanya di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, kepada ibu sebaiknya meningkatkan partisipasinya dalam pelaksanaan posyandu yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak dan kepada ibu diharapkan lebih meingkatkan pengetahuan dan memperhatikan pemberian makan yang bergizi untuk meningkatkan status gizi balita.


(20)

performance and characteristics posyandu mother (age, education, and knowledge) as well as the mother’s participation is less.

The aim of the research was to analyze the correlation between posyandu cadres’ performance and nutrition status of children under five years old. The type of the research was an analytic survey with cross sectional design. The population was 2023 mothers who had 0-59 month-old children and visited Purnama Posyandu, and 110 of them were used as the samples.

The data of cadres’ performance and mothers’ participation and knowledge were gathered by conducting interviews, using questionnaires. The nutrition status of the children under five years old was measured by anthropometric scale and analyzed by chi square test at α = 5%.

The result of the research showed that the nutrition status of children under five years old at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District, was in the category of lack of nutrition of 16.4%. The performance of posyandu cadres was in the best category of 58.2% and in the worst category of 41.8%. Mothers’ participation in visiting posyandu was in the average of good category of 70.9% and of bad category of 29.1%. Mothers’ knowledge in good category was 59.1% and in bad category was 40.9% at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District. The performance of cadres and mothers’ participation and knowledge had significant correlation with the nutrition status of children under five years old at Bandar Subdistrict, Bener Meriah District.

It is recommended that the cadres should increase their performance at posyandu, mothers should increase their participation in visiting posyandu in order to monitor their children’s nutrition status and increase their knowledge about the importance of visiting posyandu in order to increase the nutrition status of children under five years old.

Keywords : Performance, Cadres, Characteristic, Participation and Nutrition Status of Children Under Five Years Old


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2010) menunjukkan bahwa status gizi balita Indonesia masih memprihatinkan dimana status gizi buruk terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk pada balita sebesar 5,4%, ditemukan di 21 provinsi dan 216 Kabupaten/ Kota dan yang mengalami status gizi kurang pada balita 13%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang secara nasional mengalami peningkatan sebesar 17,9%, diantaranya gizi buruk sebesar 4,9%. Provinsi Aceh urutan ke-10 yang mengalami gizi kurang (16,6%) dan gizi buruk (7,1%).

Menurut Soekirman (2000) masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan yaitu konsumsi makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi yang dialami seseorang. Disamping itu secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yaitu tidak cukup persediaan pangan, faktor sosial-ekonomi yaitu daya beli kelurga yang kurang, budaya atau kebiasaan yang salah dari masyarakat terhadap makanan dan pola asuh balita yang kurang memadai dari orang tua.

Menurut Krisnatuti (2007) pada umumnya, balita yang tidak memperoleh makanan bergizi dalam jumlah yang memadai sangat rentan terhadap penyakit terutama diare. Partisipasi ataupun peranan seorang ibu sangat dibutuhkan dalam


(22)

pemberian masukan gizi pada anaknya dengan memberikan makanan kepada balita dengan memenuhi kebutuhan gizi maupun asupan makanan yang akan dibutuhkan balita, selain itu kemiskinan merupakan masalah dalam penyediaan makanan yang dibutuhkan karena dengan tingkat ekonomi yang kurang sangat memengaruhi daya beli terhadap bahan pokok makanan.

Masalah kurang gizi pada balita bila tidak ditangani secara serius akan mengalami masalah gizi buruk. Waktu balita masih kekurangan gizi, sebaiknya segera diatasi dengan memberikan asupan gizi yang cukup. Tetapi kalau sudah gizi buruk harus ditangani secara medis. Keterlibatan keluarga selama 24 jam mendampingi balita yang menderita kekurangan gizi, perhatian cukup dan pola asuh balita yang tepat (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya, karena masa balita usia 1-5 tahun (balita) merupakan masa dimana balita sangat membutuhkan makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya.

Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Santoso, 2004). Penilaian terhadap status gizi seorang


(23)

anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan anak. Salah satu contoh penilaian dapat dilihat melalui KMS (Kartu Menuju Sehat) yang membandingkan berat badan dan tinggi badan terhadap umur (Sekartini, 2008). Pencatatan KMS ini dilakukan pada saat kegiatan Posyandu setiap bulan.

Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di desa yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama ibu hamil dan anak balita. Keaktifan keluarga pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya, karena salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil (Meilani, 2009). Posyandu menjadi pelayanan kesehatan penting untuk bayi dan balita yang paling awal. Namun pada kenyataannya di posyandu warga masyarakat sendiri banyak yang tidak memanfaatkan posyandu untuk memantau tumbuh kembang anaknya dengan alasan sibuk kerja atau tidak sempat membawa anak balitanya ke posyandu dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemantauan tumbuh dan kembang pada anak balita (Yulifah & Johan, 2009).

Pos pelayanan terpadu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi. Posyandu merupakan wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih di bidang


(24)

kesehatan dan KB, anggotanya berasal dari PKK, tokoh masyarakat dan pemuda. Petugas posyandu merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diprioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya (INN, 2010).

Dalam pelaksanaannya, pelayanan posyandu memiliki lima programprioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB),imunisasi, gizi dan Penanggulangan diare (Ambarwati, 2009). Kegiatanposyandu penting untuk bayi dan balita, karena tidak terbatas hanyapemberian imunisasi saja, tetapi juga memonitor tumbuh kembang bayi dan balita melalui kegiatan penimbangan dan pemberian makanan tambahan. Pencegahan dan penanganan gizi buruk juga dapat segera ditangani sedini mungkin, karena pada dasaranya anak balita bergizi buruk tidak semua lahirdalam keadaan berat badan tidak normal (Suhardjo, 2003).

Posyandu memberikan konstribusi yang besar terhadap keberhasilan penurunan prevalensi masalah gizi kurang atau peningkatan status gizi masyarakat (Khairunisa, 2011). Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi diantaranya masalah kurang energi protein (KEP). Sehingga masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian yang serius. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.


(25)

Status gizi balita dapat diukur secara antropometri. Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan karena mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur status gizi akut dan kronik, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan (over weight).

Pentingnya keberadaan Posyandu di tengah-tengah masyarakat yang merupakan pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan serta keluarga berencana, selain itu wahana ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman serta bermusyawarah untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi baik masalah keluarga atau masalah masyarakat itu sendiri (Meilani, 2009).

Orang tua merupakan orang terbaik untuk memantau status gizi anaknya. Mereka adalah orang yang paling mengetahui tentang anaknya. Ahli kesehatan berperan sebagai orang tua dalam proses ini. Penting untuk memantau perkembangan anak supaya segala masalah yang mungkin dapat ditentukan dan dirawat secepat mungkin. Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan cepat sekali, terutama pada tahun-tahun pertama. Jika masalah tertentu tidak diketahui dan dirawat secara dini, dapat mengakibatkan masalah lain kelak (Siagian, 2012).


(26)

Tenaga utama pelaksana posyandu adalah kader posyandu, yang kualitasnya dapat menentukan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan yang dilaksanakan. Kader posyandu memiliki peranan yang penting terhadap status gizi anak balita. Tugas-tugas kader yang dapat membantu perbaikan gizi sehingga mempengaruhi status gizi balita yaitu penimbangan balita, pencatatan dan interpretasi ke KMS, penyuluhan gizi dan pemberian makanan tambahan (Depkes, 2006). Menurut Airin (2010), bahwa pemantauan status gizi anak merupakan kegiatan utama posyandu dan KMS anak balita merupakan salah satu alat yang dipakai untuk memantau status gizi anak balita.

Berdasarkan hasil penelitian didapat pelaksanaan penyuluhan ada hubungan yang nyata (p<0,05), dengan presentasi anak balita berstatus gizi baik. Nilai peubah yang bertanda positif, berarti bahwa semakin baik pelaksanaan penyuluhan semakin banyak anak dengan status gizi baik. (Kasmita dkk, 2000). Semakin tinggi pengetahuan kader maka semakin baik pula tingkat keaktifan kinerja kader dalam proses pelaksanaan kegiatan posyandu yang berdampak terhadap status gizi balita (Vinella, 2011).

Kinerja kader dapat dilihat dari strata Posyandu yang telah dicapai, untuk meningkatkan kinerja kader maka kemampuan kader harus terus dikembangkan yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan yang disesuaikan dengan tugas yang diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2005). Hasil penelitian Khoirunisa (2011), di


(27)

wilayah kerja puskesmas Cinere Depok menunjukkan bahwa pada umumnya kinerja kader masih rendah (56,5%) dan faktor yang dominan berhubungan dengan kinerja kader adalah pengetahuan kader.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Menurut Sulistiyani dan Rosidah, menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan usaha dan kesempatan yang didapat dinilai dari hasil kerjanya. Secara defenitif Bernandin dan Russell dalam Sulistiyani mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang ingin dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas atau beban kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Indikator kinerja merupakan metrik finansial ataupun non finansial yang digunakan untuk membantu strategi yang dapat diukur untuk menilai suatu kegiatan target dalam kurun waktu untuk mencapai tujuan (David, 2007). Lohman (2007). mengatakan indikator kinerja merupakan suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif baik efektivitas dan efisiensi proses berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa ukuran indikator merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan, sasaran dan strategi.

Berdasarkan Profil Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2012, dari 47 posyandu di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah,


(28)

terdapat 20 posyandu berada pada strata posyandu pratama (42,6%), 9 posyandu Madya (19,1%) dan 18 posyandu purnama (38,3%). Hal ini menunjukkan bahwa posyandu yang ada di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah masih lebih banyak dengan posyandu tingkat pratama yaitu posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.

Kemudian disusul dengan posyandu pada tingkat madya yaitu sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun, dengan rata rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%, kemudian yang paling sedikit dengan posyandu purnama yaitu posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali pertahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya ( KB, KIA, Gizi dan Imunisasi ) lebih 50%, sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat tetapi masih sederhana, namun belum ditemukan posyandu mandiri yaitu posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja kader masih rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa kader tidak hadir setiap bulannya, sebelum pelaksanaan posyandu kader tidak menyiapkan peralatan posyandu sebelum hari pelaksanaan buka posyandu, sehingga ibu yang mempunyai anak balita terlalu lama menunggu, Kader tidak memberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai anak


(29)

balita, hanya mencatat dibuku register dan KMS. Kader tidak menjelaskan tentang kenaikan atau keadaan BB dan TB anak kepada ibu, tidak melaporkan kepada petugas kesehatan jika ada masalah dengan balita misalnya: BB anak yang tidak naik atau turun (tidak membuat laporan tindak lanjut), kader tidak melakukan kunjungan rumah meskipun balita tidak datang keposyandu. Masih banyak kader yang kurang baik dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai kader dan tidak mandiri dalam melakukan posyandu. Sampai saat ini tugas-tugas kader posyandu belum dilaksanakan dengan baik. Disadari atau tidak, peran aktif kader dalam kegiatan posyandu sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Balita gizi kurang yang ditemukan pada saat penimbangan dapat segera diantisipasi dengan memberikan konseling kepada ibu balita dan memberikan makanan tambahan (PMT Pemulihan) pada balita tersebut.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah dengan menggunakan data dari Dinas Kesehatan diperoleh bahwa pada tahun 2009 persentase balita dengan gizi kurang sebanyak 5%, pada tahun 2011 dilaporkan sebesar 4,3% balita dengan gizi kurang dan pada tahun 2012 dilaporkan sebesar 5,5% (Dinkes Bener Meriah, 2012). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kejadian balita gizi kurang di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2012 masih banyak yang kurang baik.


(30)

Selain itu di wilayah Kecamatan Bandar, saat musin panen kopi, kader tidak memberikan penyuluhan kepada ibu, mereka lebih memilih ke kebun untuk memetik kopi sehingga ibu yang mempunyai anak balita tidak membawa anaknya datang keposyandu. Kader juga tidak pernah memotivasi keluarga untuk memanfaatkan pekarangan dan ikut kegiatan perbaikan gizi keluarga

Survei pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Simpang Utama di Kecamatan Bandar, gambaran kader yang ada di posyandu purnama adalah bahwa kader posyandu kebanyakan berasal dari tokoh masyarakat setempat, kader datang secara bergiliran saat posyandu, kader banyak mendapat pelatihan dan kader biasanya berganti setelah perangkat desa berganti dan diangkat kader yang baru. Kinerja kader yang ada disana bahwa kader melakukan pendaftaran sesuai dengan panduan, penimbangan berat badan balita belum sesuai dengan pedoman yang ada, masih terdapat penimbangan balita dengan memakai pampers, memakai baju yang tebal, memakai sepatu, pengukuran tinggi badan masih salah seperti anak lagi menangis dan berontak kader langsung mengukur tinggi badan dalam keadaan tubuh tidak lurus, sehingga pengukuran tinggi badan tidak sesuai dengan standar dan hasil pengukuran tidak akurat. Ternyata pengukuran tinggi badan ini baru dilakukan 2 bulan terakhir ini. Kader yang hadir hanya satu orang, tidak melaporkan kepada bidan desa hasil penimbangan dan penggukuran tinggi badan.


(31)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Hubungan Kinerja Kader Posyandu dan Karakteristik Serta Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada Hubungan Kinerja Kader Posyandu dan Karakteristik Serta Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara kinerja kader posyandu dengan status gizi anak balita

2. Ada hubungan antara karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pengetahuan) dengan status gizi anak balita


(32)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah khususnya Puskesmas Bandar di Kecamatan Bandar sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi balita guna mewujudkan sumber daya manusia yang sehat.

2. Bagi kader posyandu di Kecamatan Bandar sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi balita dengan meningkatkan kinerjanya.

3. Bagi masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita suatu informasi mengenai status gizi anak balita.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Kader Posyandu 2.1.1. Kader Posyandu

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya, diangkat dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI, 1993). Sebagian besar kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar (Depkes RI, 1995).

Syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI, (1996) adalah; dapat membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa, sanggup membina paling sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan.

Menurut Bagus yang dikutip dari pendapat Zulkifli (2003) bahwa pendapat lain mengenai persaratan bagi seorang kader antara lain; berasal dari masyarakat setempat, tinggal di desa tersebut, tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu


(34)

yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, dan masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain. Persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masayrakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di posyandu.

2.1.2. Tujuan Pembentukan Kader

Pada hakekatnya pelayanan kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan dana didalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian dilibat- aktifkannya masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada dimasyarakat seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan (Zulkifli, 2003).


(35)

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif, untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan. Disamping itu pula diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat tersebut, maka dilakukan latihan dalam upaya memberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan disesuaikan dengan tugas yang diembannya. Para menggerakkan masyarakat perlu di bentuk wakilnya dalam bidang kesehatan yang nantinya akan membantu program pelayanan guna mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Haryuni, dkk,1997). Pola pikir pembentukan kader kesehatan berdasarkan prinsip:

Pertama, dari segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti itu diaplikasikan dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah dikenal dengan nama Posyandu. Adapun kegiatan berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pelayanan yang murah dapat dijangkau oleh setiap penduduk.

Kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku kesehatan tidak terlepas daripada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat ahli mengemukakan bahwa untuk menimbulkan partisipasi dan harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan instruktif. Akan


(36)

tetapi lebih berhasil bila proses pendekatan dengan edukatif yaitu berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.

Dengan terbentuk kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader maka pesan-pesan yang diterima tidak akan terjadi penyimpangan. Sehinga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 2000).

Menurut Santoso Karo-Karo (1979) bahwa, kader yang dinamis teryata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi: pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatanterhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhan dan lain-lain, penimbangan dan penyuluhan gizi, pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya menanamkan NKKBS, peyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya menamakan NKKBS. penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan jamban keluarga da sarana air sederhana dan penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.


(37)

2.1.3. Tugas Kader Posyandu

Mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan untuk itu pula perlu adanya pembatasan tugas yang diemban baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Adapun yang menjadi tugas kader pada kegiatan Posyandu adalah; Pertama, sebelum hari pelaksanaan Posyandu meliputi kegiatan pencatatan sasaran yaitu pada bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS, pemberitahuan sasaran kegiatan Posyandu pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS.

Kedua, kegiatan pada hari Posyandu meliputi kegiatan pendaftaran pada pengunjung, penimbangan terhadap bayi dan balita, pencatatan KMS bayi dan balita, penyuluhan pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui dan PUS, pemberian alat kontrasepsi, pemberian vitamin. Ketiga, kegiatan sesudah hari Posyandu meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan, mendatangi sasaran yang tidak hadir, mendatangi sasaran yang mempunyai masalah untuk diberikan penyuluhan, menentukan tidak lanjut kasus (rujukan) yang mempunyai masalah setelah diperiksa dan tidak bisa ditangani oleh kader (Depkes,2001).

Tugas-tugas kader pada hari buka Posyandu disebut juga dengan tugas pelayanan 5 langkah kegiatan meliputi : Kegiatan 1, tugas-tugas kader sebagai berikut : mendaftar bayi / Balita, yaitu menuliskan nama bayi / Balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS dan mendaftar ibu hamil, yaitu menuliskan nama


(38)

ibu hamil pada Formulir atau Register Ibu Hamil. Kegiatan 2, tugas-tugas kader sebagai berikut : menimbang bayi/balita dan mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS. Kegiatan 3, tugas-tugas kader sebagai berikut: mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik kertas kedalam KMS anak tersebut. Kegiatan 4, tugas-tugas kader sebagai berikut : menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan, memberikan nasehat kepada setiap ibu dengan mengacu pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran memberikan rujukan ke Puskesmas apabila diperlukan. Kegiatan 5, merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan antara lain : pelayanan Imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana (KB), pengobatan, pemberian tablet tambah darah (tablet besi), vitamin A dan obat-obatan lainnya dan pemeriksaan kehamilan bagi Posyandu yang memiliki sarana yang memadai dan lain-lain sektor yang terkait (Azwar, 2006).

Menurut Zulkifli (2003), bahwa tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.


(39)

2.1.4. Kegiatan Kader Posyandu

Kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara lain yaitu: Pertama, kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah; melaksanakan pendaftaran, melaksanakan penimbangan bayi dan balita, melaksanakan pencatatan hasil penimbangan, memberikan penyuluhan, memberi dan membantu pelayanan dan merujuk. Kedua, kegiatan yang dapat dilakukan kader diluar Posyandu KB-kesehatan adalah; bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare. Ketiga, Mengajak ibu-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu. Keempat, Kegiatan yang menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada yaitu ; pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah, pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pembuatan sarana pembuangan air limbah, pemberian pertolongan pertama pada penyakit dan P3K, dana sehat dan kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

Selain itu peranan kader diluar posyandu KB-kesehatan; yaitu Pertama, merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan survei mawas


(40)

diri, membahas hasil survei, menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja. Kedua, melakukan komunikasi, informasi dan motivasi tatap muka (kunjungan), alat peraga dan percontohan. Tiga, menggerakkan masyarakat dengan mendorong masyarakat untuk gotong royong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain. Keempat, memberikan pelayanan yaitu; membagi obat, membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor, memberikan pertolongan pemantauan penyakit, memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya, melakukan pencatatan, yaitu; KB atau jumlah PUS, jumlah peserta aktif dsb, KIA :jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan, Imunisasi untuk mengetahui jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita yang diimunisasikan, gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang ditimbang dan yang naik timbangan, diare: jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan dan upanya kesehatan lainnya.

Selain itu adanya keluarga binaan yang untuk masing-masing untuk berjumlah 10-20KK atau diserahkan dengan kader setempat hal ini dilakukan dengan memberikan informasi tentang upanya kesehatan dilaksanakan, melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan, melakukan pertemuan kelompok.


(41)

2.1.5. Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu

Menurut Terry (2006) bahwa partisipasi didasarkan atas prinsip psikologis yang menyatakan bahwa orang lebih dimotivasi kearah tujuan-tujuan untuk membantu dan menetapkannya serta adanya perhatian dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Selain itu menurut pendapat Winardi (2006) bahwa partisipasi secara formal dapat didefenisikan sebagai turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbagsih pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan terdapat dan yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut.

Menurut Depkes RI (2000) bahwa partisipasi kader adalah keikut sertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok, masyarakat atau Pemerintah. Peran kader secara umum yaitu melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan bersama dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sedangkan peran kader secara khusus terdapat beberapa tahap yang meliputi: Pertama, tahap persiapan, yaitu memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan bersama-sama masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan ditingkat desa. Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu melaksanakan penyuluhan kesehatan secara terpadu, mengelola kegiatan UKBM 3).Tahap pembinaan, yaitu menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan dasawisma untuk membahas perkembangan program dan masalah yang


(42)

dihadapi keluarga, melakukan kunjungan ke rumah pada keluarga binaannya, membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader.

Partisipasi kader didalam suatu kegiatan posyandu dapat dibagi dalam beberapa tingkat yaitu; Pertama, adanya kesempatan untuk berperan serta kesediaan berpartisipasi juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berpartisipasi dan kader melihat bahwa memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan itu. Kedua, memiliki keterampilan tertentu yang bisa disumbangkan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan membuktikan orang-orang dengan memiliki ketrampilan tertentu untuk ikut berpartisipasi. Ketiga, rasa memiliki yaitu suatu kegiatan akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikutsertakan. Jika rasa memiliki bisa ditumbuhkan dengan baik, maka partisipasi kader dalam kegiatan di desa akan dapat dilestarikan. Keempat, faktor tokoh masyarakat dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi. Kelima, faktor petugas, yaitu memiliki sikap yang baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat untuk berpartisipasi.

Menurut Penelitian Septiani (2012), bahwa adanya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu disebabkan tingkat pengetahuan kader tentang posyandu. Dengan adanya kader-kader yang mempunyai kemampuan memadai dan berpartisipasi aktif dari masyarakat maka hal itu akan sangat mendukung bagi terwujudnya efektivitas


(43)

dalam program posyandu sehingga mencapai efektivitas yang memuaskan. Masyarakat cukup antusias dalam menyambut dan mengikuti berbagai kegiatan yang dilakukan di Posyandu, seperti immunisasi, perbaikan gizi, penimbangan balita, dan sebagainya. Kondisi yang telah dicapai tidak lepas dari kemampuan Kader Posyandu dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

2.1.6. Kinerja Kader Posyandu

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawira, 1999). Dengan demikian kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertntu untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi.

Menurut Timple (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan, ketrampilan, sikap, perilaku, tanggung jawab. misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak berusaha untuk memperbaiki kemampuan. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari


(44)

lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Jadi kinerja yang optimal didorong oleh kuatnya motivasi seseorang.

Menurut Salim (1989) faktor yang mempengaruhi penampilan kerja sumber daya manusia yang salah satunya kualitas kekaryaan yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pribadi seperti kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sikap kerja. Faktor lingkungan dalam organisasi yaitu situasi kerja, kepemimpinan dan tehnologi serta faktor di luar lingkungan organisasi yaitu seperti nilai sosial ekonomi, sosial budaya.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Notoatmodjo (1992) bahwa penampilan kerja (performance) itu dipengaruhi oleh faktor fisik dan non fisik. dikemukannya yaitu: “ACHIVE” , dengan pengertian : Ability (kemampuan, pembawa), Capacity (kemampuan yang bisa dikembangkan), Help (dukungan/bantuan untuk mewujudkan perfomance), Incentive (insentif material dan non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian kerja), Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).

Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan kader dengan cara mengikuti kursus, pelatihan dan refreezing secara berkala dari segi pengetahuan, teknis dari beberapa sektor sesuai dengan bidangnya. Pengetahuan yang dimiliki oleh kader untuk usaha melanjarkan proses pelayanan di posyandu. Proses kelancaran pelayanan posyandu di dukung oleh keaktifan kader. Aktif tidaknya kader posyandu dipengaruhi


(45)

oleh fasilitas (mengirim kader ke pelatihan kesehatan, pemberian buku panduan, mengikutkan kader dalam memberikan pelayanan mempengaruhi aktif/tidaknya seorang kader posyandu. Penghargaan bagi kader dengan mengikutkan seminar dan pelatihan serta pemberian modul-modul panduan kegiatan pelayanan kesehatan dengan beberapa kegiatan tersebut diharapkan kader merasa mampu dalam memberikan pelayanan dan aktif datang di setiap kegiatan posyandu (Koto dkk, 2007).

Penurunan kinerja kader disebabkan karena posyandu tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, tidak semua kader mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan (Mastuti, 2003).Untuk itu diperlukan strategi yang berkaitan dengan partisipasi kader antara lain; Pertama, strategi pemberian insentif akan cukup termotivasikan oleh gaji atau upah yang memadai dan oleh rasa puas atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik, karena rata-rata pendapatan masyarakat sangat rendah dan penting memberikan arti kehidupan baginya.

Perkembangan posyandu secara umum dibedakan 4 tingkat sebagai berikut: 1, Posyandu pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari lima orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan posyandu, disamping karena jumlah kader yang terbatas dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader. 2, Posyandu madya


(46)

adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan posyandu. 3, Posyandu purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain : sosialisasi program dana sehat dan pelatihan dana sehat. 4, Posyandu mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun, dengan rat-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, seperti telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan program dan nasehat sehingga terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi


(47)

memperbanyak macam program tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-masing. (Kemenkes RI, 2011)

Selain ganjaran-ganjaran financial, perlu juga mencari bentuk penghargaan lain atas usaha dan prestasi untuk memperkuat sikap-sikap dan perilaku yang diberdayakan (Winardi, 2004). Kedua, sarana pendukung merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan, karena merupakan alat yang membuat penting dalam melaksanakan pekerjaan sehingga dapat memudahkan untuk bekerja dan pekerjaan lebih cepat serta meningkatkan efektifitas pekerjaan. Dengan memenuhi segala hal yang mereka perlukan dan keadaaan lingkungan yang memadai untuk menjamin keberhasilan dalam kegiatan (Dwiantara, 2005). Ketiga, pelatihan untuk membentuk seseorang menjadi mandiri tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Pelatihan dilakukan berdasarkan kebutuhan yang akan dicapai berdasarkan identifikasi kebutuhan yang sesungguhnya. Keempat, faktor budaya, sosial, ekonomi dan masalah-masalah praktis mempengaruhi kualitas posyandu dan partisipasi masyarakat.

Para pimpinan masyarakat ini aktif pula dalam mengajak warga masyarakat untuk mengelola kegiatan Posyandu. Apabila masyarakat melihat bahwa tokoh mereka yang disegani ikut serta dalam kegiatan tersebut, maka masyarakat pun akan tertarik untuk ikut serta.

Penelitian Subagyo (2010), bahwa kemampuan kader mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dengan efektivitas program posyandu. Hal ini berarti


(48)

semakin tinggi atau baiknya kemampuan kader maka efektivitas program posyandu akan semakin tinggi. Secara teoritis hal ini sejalan dengan pendapat Swastho (1996) bahwa mencapai hasil kerja yang memuaskan bergantung kepada kemampuan kerjanya. Kinerja kader-kader posyandu tersebut mampu memotivasi dan mengajak masyarakat, khususnya kaum ibu, untuk giat mengikuti program posyandu sehingga program-program yang diselenggarakan di posyandu dapat terealisir dengan baik sesuai dengan yang diharapkan bersama.

2.1.7. Penilaian Kinerja Kader Posyandu

Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu evaluasi proses terhadap penentuan dari berbagai nilai dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Winardi, 2004). Untuk kinerja kader posyandu, indikator penilaian kinerja kader telah disusun berdasarkan telah kemandirian posyandu (TKP) dalam buku Pedoman ARRIF dikatakan bahwa frekuensi penyelenggaran posyandu ada 12 kali setiap tahun dan sedikitnya dikatakan posyandu cukup baik bila frekuensi 8 kali setiap tahun. Jika kurang dari angka tersebut dianggap posyandu tersebut masih rawan. Demikian juga keberadaan kader di posyandu, bila kader kurang aktif dinyatakan jika tidak hadir untuk bekerja di posyandu kurang dari 8 kali dalam satu tahun.

Selain kehadiran kader penilaian kinerja kader juga dapat dilihat dari peran dan fungsi kader posyandu yang dijabarkan dalam kegiatan pelaksanaan posyandu seperti melaksanakan pencatatan dan pelaporan, membuat absensi kehadiran,


(49)

melaksanakan penyuluhan kesehatan, melakukan penimbangan balita, merujuk bila ada masalah kesehatan pada balita dan ibu hamil dan lain sebagainya.

Menurut penelitian Mukhadiono (2010), kinerja kader yang baik atau kemampuan kader merupakan bagian dari determinan keberhasilan suatu program pembangunan, khususnya pembangunan bidang kesehatan melalui program posyandu. Selain itu, dibutuhkan pula partisipasi aktif masyarakat sehingga kegiatan Posyandu dapat berjalan lancar dan mampu mencapai efektivitas yang tinggi.

2.2. Karakteristik Ibu 1. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pelaksanaan posyandu. Ibu yang berumur tua mempunyai peluang lebih besar untuk melaksanakan posyandu jika dibandingkan dengan yang muda. Umur yang semakin meningkat lebih menjadi alasan utama responden untuk ikut membawa anaknya untuk melaksanakan posyandu..

2. Pendidikan

Pendidikan memegang peranan penting menambah ilmu pengetahuan. Pendidikan miliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan dianggap akan memperoleh pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka hidup manusia semakin berkualitas. (Hurlock 1997). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan


(50)

seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional tentang pelaksanaan posyandu.

3. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003). Kurangnya pengetahuan pada ibu sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan posyandu. Beberapa temuan fakta memberikan implikasi program, yaitu manakala pengetahuan dari ibu kurang maka pelaksanaan posyandu juga menurun.

2.3. Partisipasi 2.3.1. Pengertian

Partisipasi adalah keterlibatan diri yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan diri, berarti keterlibatan pikiran dan perasaan”.

Upaya peningkatan partisipasi ibu dalam membina pertumbuhan dan perkembangan anak balita dilakukan antara lain melalui kegiatan posyandu. Di samping itu, kegiatan posyandu terus ditingkatkan melalui kegiatan imunisasi bagi ibu hamil, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), dan penyuluhan tentang


(51)

pentingnya imunisasi bagi anak balita dan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita.

Upaya peningkatan peran serta ibu balita dalam masyarakat dilakukan melalui berbagai aktivitas wanita untuk mendukung pembangunan di daerahnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain melalui wadah PKK, KB, dan posyandu. Melalui gerakan PKK, wanita berperan aktif dalam membina kesejahteraan keluarganya, sedangkan dalam kegiatan posyandu, wanita terlibat secara aktif dalam pemberian pelayanan kesehatan, imunisasi, dan perbaikan gizi keluarga. Di bidang keluarga berencana (KB), peran wanita adalah sebagai peserta dan motivator KB.

2.3.2. Tingkat Partisipasi

Setiap pemimpin yang berusaha menerapkan peran serta atau partisipasi akan mengalami, bahwa tentang kegiatan ini terdapat berbagai tingkatan, demikian pula bahwa jenjangnya itu bisa bergerak dari nol sampai dengan yang tidak terbatas. Dalam kaitan itu, maka partisipasi yang paling rendahlah yang tentunya paling mudah dicapai.

Untuk menumbuhkan kegiatan partisipasi masyarakat diperlukan suatu keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai tingkatannya, dan untuk itu selalu dapat ditemukan titik tolaknya untuk mengawalinya.


(52)

Dengan memperhatikan perbedaan tingkatan yang ada, R.A.Santoso Sastropoetro (1988) mengemukakan pada dasarnya ada tiga tingkatan partisipasi masyarakat, yaitu:

1. Tingkat saling mengerti

Tujuannya adalah untuk membantu para anggota kelompok agar memahami masing-masing fungsi dan sikap, sehingga dapat mengembangkan kerja sama yang lebih baik. Dengan demikian secara pribadi mereka akan menjadi lebih banyak terlibat, bersikap kreatif dan juga menjadi lebih bertanggung jawab.

2. Tingkat penasihatan/sugesti yang dibangun atas dasar saling mengerti

Para anggota kelompok pada hakikatnya sudah cenderung siap untuk memberikan suatu usul/saran kalau telah memahami masalah dan ataupun situasi yang dihadapkan kepada mereka. Dalam partisipasi bentuk penasihatan, seseorang dapat membantu untuk mengambil keputusan dan memberikan saran-saran yang bersifat kreatif, namun ia sendiri tidak dapat menentukan suatu keputusan. Oleh karena demikian, si pemimpinlah yang menentukan para pesertanya. Banyaklah keputusan teknis yang dilakukan sedemikian atas dasar kompetensi teknik, dalam mana si pemimpin mengesahkan keputusan-keputusan tersebut. Cara demikian nampak meningkatkan inisiatif, kreativitas, disiplin, dan semangat, selain mengurangi sesuatu sifat yang ketat dan kaku maupun mengurangi pengarahan atau petunjuk dari atasan.


(53)

3. Tingkat otoritas

Otoritas pada dasarnya memberikan kepada kelompok suatu wewenang untuk memantapkan keputusannya. Kewenangan sedemikian dapat bersifat resmi kalau kelompok hanya memberikan kepada pimpinan konsep keputusan yang kemudian dapat diresmikan menjadi keputusan oleh si pemimpin.

2.4. Penilaian Status Gizi Balita

Status gizi diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih (Almatsier, 2002). Kehandalan balita dari dimensi pertumbuhan dapat ditunjukkan diantaranya adalah status gizi dan kesehatannya. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).

Status gizi yaitu keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Himawan, 2006). Untuk mengetahui status gizi balita dapat dilakukan dengan penilaian status gizi secara langsung dan penilaian tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung adalah dengan pemeriksaan secara antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah dengan pemeriksaan survey makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Waryana, 2010).


(54)

Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh. Pengukuran antropometri bertujuan mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur (BB dan TB/U) berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U), lingkar lengan atas menurut tinggi badan (LLA/TB) (Sibagariang, 2010).

Dari beberapa cara pengukuran status gizi, pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu. Penilaian berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) adalah untuk mengetahui status gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih yaitu dengan pengukuran berat dan tinggi badan (Arisman, 2007).

Penilaian status gizi menurut WHO (2005) adalah : 1. Antropometri

a. BB/U (Berat Badan menurut Umur)

Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan BB/U dapat dilihat di bawah ini.


(55)

1. Gizi Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < +1 2. Gizi Kurang : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 3. Gizi Sangat Kurang : jika nilai Z-Skor < -3,0

b. TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)

Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Keuntungan indeks TB/U diantaranya adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan TB/U dapat dilihat di bawah ini.

1. Tinggi : jika skor simpangan baku > 3,0 SD 2. Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z ≤ 3,0 3. Pendek : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 4. Sangat pendek : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD

c. BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)

Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu, keuntungan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus). Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan BB/TB dapat dilihat di bawah ini.


(56)

Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku > 3,0 SD Gemuk : jika skor simpangan baku 2,0 < Z ≤ 3,0 Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 ≤ Z < 2,0 Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < 1,0 Kurus : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 Sangat Kurus : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang didasarkan atas perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Depkes RI, 2005).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Depkes RI, 2005).


(57)

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Depkes RI, 2005).

Menurut Gibson (2005) bahwa penilaian status gizi dibagi atas lima metode, dimulai dengan penilaian pola makan (dietary methods), pemeriksaan laboratorium (laboratory methods), pemeriksaan antropometri (anthropometric methods), pemeriksaan klinis (clinical methods) dan penilaian faktor-faktor ekologi (ecological factors). Status gizi pada balita dan anak dapat diukur dengan menggunakan indeks antropometri. Antropometri adalah pengukuran dari dimensi fisik tubuh manusia. Antropometri adalah teknik yang sangat berguna untuk mengestimasi komposisi tubuh sehingga membutuhkan ketelitian dalam pengukuran serta keahlian dan alat-alat yang sudah distandarisasi (Mitchell, 2003).

2.5. Faktor yang Memengaruhi Status Gizi

Pada saat ini masalah gizi utama di Indonesia masih adalah kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Kurang Vitamin A (KVA) dan juga Gizi Lebih. Analisis masalah gizi kurang yang dilakukan oleh Atmarita dan Falah (2004) pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 37,5% menurun menjadi 27,5% pada tahun 2003, ini berarti terjadi penurunan gizi kurang sebesar 10%. Sementara itu terjadi penurunan gizi


(58)

buruk sampai tahun 2003 yaitu 8,3%. Pada tahun 2005 ini dilaporkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk atau yang lebih dikenal dengan busung lapar.

Menurut Rimbawan dan Baliwati (2004), KEP terjadi akibat konsumsi pangan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta gangguan kesehatan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi antara lain makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi (Soekirman, 1999).

Penyebab masalah gizi kurang dapat dibagi dua bagian yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung adalah makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi, dan diantara keduanya saling berhubungan. Pada balita yang konsumsi makanannya tidak cukup, maka daya tahan tubuhnya lemah. Pada keadaan tersebut mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Azwar, 2004). Sedangkan penyebab tidak langsung berupa ketersediaan makanan, pola asuh serta sanitasi dan pelayanan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.

Hasil penelitian Melisa Sevtiyana (2010), menunjukkan bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita usia 1-5 tahun di Kelurahan Bina Harapan Wilayah Cakupan UPT Puskesmas Arcamanik Bandung adalah pengetahuan ibu, pola makan, pengasuhan, pemberian ASI eksklusif, dan lamanya pemberian ASI, terdapat dua faktor yang mempengaruhi status gizi balita dengan p value < 0,5.


(59)

Penelitian lain menurut Patodo, Shally (2012) bahwa hasil analisis bivariat terdapat korelasi yang signifikan (p=0,026) antara pengetahuan ibu dan status gizi, terdapat korelasi yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan status gizi (p=0,024) dan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan kunjungan posyandu dengan status gizi dan analisis multivariat didapatkan pendapatan keluarga adalah faktor yang paling berhubungan dengan status gizi balita (OR=2,713).

2.6. Landasan Teori

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan antara pengeluaran energi lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi dan begitu juga sebaliknya akan terjadi kelebihan, jika berlangsung lama akan timbul masalah gizi (Waspadji, 2010).

Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001).

Menurut UNICEF (1998) gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah seperti dibawah ini :


(60)

Dampak Penyebab Langsung Penyebab tidak Langsung

Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Pokok Masalah

di Masyarakat

Pengangguran, Inflasi, Kurang Pangan dan Kemiskinan Akar Masalah

(Nasional)

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor Masalah Gizi Menurut UNICEF 1998 Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa akar permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya di masyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan,

Kurang Gizi

Makan tidak Infeksi Seimbang Tidak Cukup Persediaan Pangan Pola Asuh Balita tidak Memadai

Sanitasi dan Air Bersih/Pelayanan

Kesehatan Dasar tidak Memadai

Kurang Pemberdayaan Wanita dan Keluarga, Kurang Pemanfaatan

Sumberdaya Masyarakat

Krisi Ekonomi, Politik dan Sosial


(61)

pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak langsung menyebabkan kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh balita yang tidak memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya sanitasi lingkungan dan akses kepelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga berdampak terhadap pola konsumsi dan terjadi penyakit infeksi yang secara langsung menyebabkan gizi kurang.

Selain itu tidak kalah pentingnya status gizi balita dipengaruhi oleh kurangnya pemantauan status gizi balita melalui kegiatan posyandu, dalam hal ini adalah kurangnya kinerja posyandu dalam memantau status gizi balita.

Menurut Timple (1992) bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, sasaran/kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik individu atau SDM (Sumber Daya Manusia) dan ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim dan situasional.

Menurut Timple terdapat dua kategori dasar atribusi yang bersifat internal atau disposisional dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat mempengaruhi kinerja. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena


(62)

kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras., sedangkan faktor eksternal (situasional) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan.

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

s

s

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Ibu Balita :

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengetahuan

Status Gizi Kinerja Kader Posyandu


(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain penelitian cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013. Alasan memilih lokasi ini karena pada tahun 2012 dilaporkan anak balita mengalami gizi kurang 5,5% dan kurangnya kinerja kader posyandu yang dilihat dari tingginya persentase posyandu pratama di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai Juli 2013 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita dengan umur 0-59 bulan sebanyak 2023 orang yang berada pada Posyandu Purnama


(64)

di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Bandar Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus : (Lemeshow, Janelle & Stephen, 1977) :

 

dimana :

n = Jumlah sampel minimum yang diperlukan N = besar populasi

Z = derajat kepercayaan (untuk α = 0.05 adalah 1.96) P = proporsi di populasi 0.5

d = derajat ketepatan yang diinginkan sebesar 0.1

sehingga :

Sampel Ibu Balita

 

Untuk menghindari besar sampel yang drop out maka dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung dengan menambahkan sejumlah sampel agar sampel tetap terpenuhi dengan rumus (Sastroasmoro & Ismael, 2002)


(65)

n = 92 / (1- 10%) n = 103 ~110

Besar sampel setiap posyandu di hitung berdasarkan proporsional, dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling, dengan menggunakan tabel angka acak.

Kriteria sampel adalah dengan kriteria inklusi yaitu ibu yang memiliki KMS dan pernah ke Posyandu dan responden bersedia diwawancarai, sedangkan kriteria eksklusi adalah responden tidak bersedia diwawancarai dan responden yang tidak memiliki KMS dan tidak pernah ke Posyandu.

Tabel 3.1. Pembagian Sampel pada Tiap Desa Berdasarkan Posyandu Purnama di Kecamatan Bandar Kabupaten Bandar Meriah

No Lama Posyandu Jumlah

Populasi Perhitungan

Besarnya Sampel 1 Bahgie Bertona 154 154 / 2023 x 110 = 8 8 2 BKS 65 65/ 2023 x 110 = 3 3 3 Blang Pulo 133 133/ 2023 x 110 = 7 7 4 Hakim Wih Ilang 38 38/ 2023 x 110 = 2 2 5 Jadi Sepakat 118 118/ 2023 x 110 = 6 6 6 Janarata 47 47/ 2023 x 110 = 3 3 7 Lot Bener Kelipah 70 70/ 2023 x 110 = 4 4 8 Muyang Kute Mangku 148 148/ 2023 x 110 = 8 8 9 Petukel Blang Jorong 182 182/ 2023 x 110 = 10 10 10 Pondok Baru 149 148/ 2023 x 110 = 8 8 11 Pondok Ulung 178 178/ 2023 x 110 = 10 10 12 Puja Mulia 133 133/ 2023 x 110 = 7 7 13 Purwosari 46 46/ 2023 x 110 = 3 3 14 Sidodadi 141 141/ 2023 x 110 = 8 8 15 Simpang Utama 32 32/ 2023 x 110 = 2 2 16 Tansaran Bidin 172 172/ 2023 x 110 = 9 9 17 Tawar Sedenge 142 142/ 2023 x 110 = 8 8 18 Wonosari 75 75/ 2023 x 110 = 4 4


(66)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer meliputi, kinerja kader posyandu (partisipasi atau kehadiran dan pelaksanaan tugas kader baik pada hari pelaksanaan posyandu dan dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada ibu yang mempunyai anak balita dengan umur 0-59 bulan pada Posyandu Purnama di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Bandar Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah dengan menggunakan kuesioner. Karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pengetahuan) dan partisipasi ibu balita diperoleh dengan wawancara. Status gizi yang meliputi BB/U dengan cara pemeriksaan antropometri pada balita dengan mengukur BB.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Puskesmas Perawatan Bandar Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah berupa data kader dan jumlah balita.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment dan dilihat penafsiran dan indeks korelasinya. Uji validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mengenai kinerja kader posyandu.


(1)

Frequencies

Umur Ibu

99 90,0 90,0 90,0

11 10,0 10,0 100,0

110 100,0 100,0

20-35 tahun > 35 tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pendidikan Ibu

9 8,2 8,2 8,2

75 68,2 68,2 76,4

26 23,6 23,6 100,0

110 100,0 100,0

SD SMP SMA Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Umur

48 43,6 43,6 43,6

46 41,8 41,8 85,5

16 14,5 14,5 100,0

110 100,0 100,0

0-11 bulan 12-24 bulan 25-59 bulan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jenis Kelamin

52 47,3 47,3 47,3

58 52,7 52,7 100,0

110 100,0 100,0

Laki-laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Status Gizi Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk

Umur 0-11 bulan Count 45 1 2 48

Expected Count 40,1 6,1 1,7 48,0

% within Umur 93,8% 2,1% 4,2% 100,0%

12-24 bulan Count 35 9 2 46

Expected Count 38,5 5,9 1,7 46,0

% within Umur 76,1% 19,6% 4,3% 100,0%

25-59 bulan Count 12 4 0 16

Expected Count 13,4 2,0 ,6 16,0

% within Umur 75,0% 25,0% ,0% 100,0%

Total Count 92 14 4 110

Expected Count 92,0 14,0 4,0 110,0


(2)

Kinerja

64 58,2 58,2 58,2

46 41,8 41,8 100,0

110 100,0 100,0

Baik Kurang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Partisipasi Ibu

78 70,9 70,9 70,9

32 29,1 29,1 100,0

110 100,0 100,0

Baik Tidak Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pengetahuan

65 59,1 59,1 59,1

45 40,9 40,9 100,0

110 100,0 100,0

Baik Kurang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Status Gizi

92 83,6 83,6 83,6

14 12,7 12,7 96,4

4 3,6 3,6 100,0

110 100,0 100,0

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Kinerja * Status Gizi

Crosstab

62 1 1 64

53,5 8,1 2,3 64,0

96,9% 1,6% 1,6% 100,0%

30 13 3 46

38,5 5,9 1,7 46,0

65,2% 28,3% 6,5% 100,0%

92 14 4 110

92,0 14,0 4,0 110,0

83,6% 12,7% 3,6% 100,0%

Count

Expected Count % within Kinerja Count

Expected Count % within Kinerja Count

Expected Count % within Kinerja Baik

Cukup Kinerja

Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Status Gizi

Total

Chi-Square Tests

20,006a 2 ,000

21,657 2 ,000

15,279 1 ,000

110 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,67.

a.

Umur Ibu * Status Gizi

Crosstab

82 14 3 99

82,8 12,6 3,6 99,0

82,8% 14,1% 3,0% 100,0%

10 0 1 11

9,2 1,4 ,4 11,0

90,9% ,0% 9,1% 100,0%

92 14 4 110

92,0 14,0 4,0 110,0

83,6% 12,7% 3,6% 100,0%

Count

Expected Count % within Umur Ibu Count

Expected Count % within Umur Ibu Count

Expected Count % within Umur Ibu 20-35 tahun

> 35 tahun Umur

Ibu

Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Status Gizi


(4)

Chi-Square Tests

2,633a 2 ,268

3,764 2 ,152

,017 1 ,896

110 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.

a.

Pendidikan Ibu * Status Gizi

Crosstab

8 0 1 9

7,5 1,1 ,3 9,0

88,9% ,0% 11,1% 100,0%

63 10 2 75

62,7 9,5 2,7 75,0

84,0% 13,3% 2,7% 100,0%

21 4 1 26

21,7 3,3 ,9 26,0

80,8% 15,4% 3,8% 100,0%

92 14 4 110

92,0 14,0 4,0 110,0

83,6% 12,7% 3,6% 100,0%

Count

Expected Count % within Pendidikan Ibu Count

Expected Count % within Pendidikan Ibu Count

Expected Count % within Pendidikan Ibu Count

Expected Count % within Pendidikan Ibu SD

SMP

SMA Pendidikan

Ibu

Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Status Gizi

Total

Chi-Square Tests

2,948a 4 ,567

3,609 4 ,462

,047 1 ,828

110 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,33.


(5)

Pengetahuan * Status Gizi

Crosstab

60 4 1 65

54,4 8,3 2,4 65,0

92,3% 6,2% 1,5% 100,0%

32 10 3 45

37,6 5,7 1,6 45,0

71,1% 22,2% 6,7% 100,0%

92 14 4 110

92,0 14,0 4,0 110,0

83,6% 12,7% 3,6% 100,0%

Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Baik

Sedang Pengetahuan

Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Status Gizi

Total

Chi-Square Tests

8,746a 2 ,013

8,705 2 ,013

7,846 1 ,005

110 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,64.


(6)

Partisipasi Ibu * Status Gizi

Crosstab

71 5 2 78

65,2 9,9 2,8 78,0

91,0% 6,4% 2,6% 100,0%

21 9 2 32

26,8 4,1 1,2 32,0

65,6% 28,1% 6,3% 100,0%

92 14 4 110

92,0 14,0 4,0 110,0

83,6% 12,7% 3,6% 100,0%

Count

Expected Count % within Partisipasi Ibu Count

Expected Count % within Partisipasi Ibu Count

Expected Count % within Partisipasi Ibu Baik

Kurang Partisipasi

Ibu

Total

Gizi Normal Gizi Kurang Gizi Buruk Status Gizi

Total

Chi-Square Tests

11,005a 2 ,004

10,019 2 ,007

8,174 1 ,004

110 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,16.

a.

 

 

 

 

 

 

 


Dokumen yang terkait

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

Tingkat Partisipasi Ibu di Posyandu dan Implementasi Program Gizi dalam Meningkatkan Status Gizi Balita

0 7 6

Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

0 16 183

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DAN TINGKAT KEHADIRAN ANAK BALITA DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dan Tingkat Kehadiran Anak Balita di Posyandu Dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu

0 3 17

SKRIPSI HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Yang Memiliki Jamkesmas Di Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

0 3 16

Hubungan Antara Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Posyandu Desa Duet Kecamatan Wates Kabupaten Kediri.

0 0 13

B. Data Balita - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Kader Posyandu 2.1.1. Kader Posyandu - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 2 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 0 12

HUBUNGAN KINERJA KADER POSYANDU, KARAKTERISTIK DAN PARTISIPASI IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BENER MERIAH

0 0 18