Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara)

(1)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI DALAM PROSES

PEMERIKSAAN DI KEPOLISIAN SEBELUM DAN SESUDAH

BERLAKUNYA UU NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

( Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara )

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas-tugas

Dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh

:

Muhammad Ayodia Rizaldi

030200099

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt atas segala taufik dan rahmatnya berupa kesehatan, kekuatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perlindungan Terhadap Saksi dalam Proses Pemeriksaan dim Kepolisian Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dalam berbagai hal terutama dalam hal penyajian, tata bahasa, maupun materi muatannya. Oleh karena itu Penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi terciptanya perbaikan di hari mendatang.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan Terima Kasih sebesar-besarnya atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis dalam kesempata ini sangat berterima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan ;

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, MH, selaku Pembantu Dekan I ; 3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II ; 4. Bapak M. Husni SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III ;


(3)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

5. Bapak Abul Khair SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan juga Dosen Pembimbing I ;

6. Ibu Rafiqoh SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi masukan kepada Penulis ;

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution SH, MH, selaku Dosen Wali Penulis ; 8. Kepada AKBP. M. Yakub Harahap, SH, terima kasih telah membantu

penulis selama melakukan kegiatan riset di DitReskrim Poldasu ;

9. Kepada Kompol. Pfh. Tampubolon, SH, terima ksih telah membantu penulis selama melakukan riset di DitReskrim Poldasu ;

10. Kepada AKP. Poerwanto, SH, atas segala ilmu dan keterangan yang diberikan selama penulis melakukan riset di DitReskrim Poldasu ;

11. Kepada AKP. K. Turnip, atas bantuannya selama penulis melakukan riset di DitRekrim Poldasu ;

12. Kepada AIPTU. Helmy, ata segala bantunnya selama penulis melakukan riset di Poldasu ;

13. Kepada seluruh anggota dan staf Kepolisian Daerah Sumatera Utara ; 14. Bapak M. Hayat SH, Abangda Khairun Na’im, SH, dan Kakanda Erwin

Adhanto, SH yang telah banyak memberi masukan dan dorongan semangat kepada Penulis ;

15. Seluruh Dosen dasn Staf Pengajar pada Fakultas Hukum USU Medan yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.


(4)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat disusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini juga Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang sangat berperan dalam kehidupan Penulis.

1. Khususnya kepada kedua orang tua Penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta yang sangat melimpah dan selalu ada setiap saat untuk Penulis yaitu papa Alm. Syamsul Rizal, SmHk di surga, semoga papa bahagia disana, I miss you dad!!, dan juga kepada mama yang selama ini telah berjuang demi anak-anaknya Rosmawar Lubis, dan yang telah tiap saat dan tidak pernah bosan menanyakan perkembangan skripsi ini. Terima kasih ma.

2. Kepada Adik Penulis Aditya Rizaldi Putra, semoga cepat selesai kuliahnya.

3. Kepada Keluarga Dr. Adi Sulisno, SpB dan Ibu Ir. Yusrida beserta anak-anaknya Yoedi, terima kasih sudah menjadi sahabat sejatiku dan kapan kita rally lagi?, Ayu, Ade, Yudha, dan Nanda, kalian sudah seperti saudara kandungku sendiri, I love you all.

4. Kepada Alm.H. Zulkarnain Malik beserta anak-anaknya kak nova, terima kasih kak selama ini sudah membantu yoddi, kak adek, bang bobby, bang Nico, dan bang bonnie di Darwin.

5. Kepada Alm. Bambang Apris dan keluarganya yaitu wak neng, kak ciwit, pocut, rino dan lia.


(5)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

7. Kepada seluruh Keluarga Besar Alm. Nurdin Lubis dan Hj. Bonur Nasution terutama Hj. Nurdiana Lubis, uwak Cahaya Khairani dan Nurlela Hayati beserta seluruh keluarganya dan yang lain yang tidak dapat disebut satu-persatu, terima kasih ya.

8. Kepada om Ricardo Gelael, terima kasih ya om atas baju team Subaru nya, sampai jumpa di rally selanjutnya dan semoga menjadi Juara Nasional lagi, old fox never die.

9. Kepada Rifat Sungkar dan mas Herkusuma, sampai jumpa di rally Sumatera Utara.

10. Kepada seluruh crew dari Chevrolet Phapros Rally Team, saya bangga bisa menjadi manager kalian.

11. Kepada Ariestya Yudi Pribadi dan Christian Hotma Uli Marpaung, semoga persahabatan kita kekal.

12. Kepada Heru, Aun, Rinaldi buaya, desi, fatma, ade, elsa, devi, dan teman-teman terbaik selama di SMU 10.

13. Kepada Femmy, Rolly, Lisa, Beby Sari Azhar, Liely, Icha, Astri, terima ksih pernah menjadi bagian terindah dalam hidupku dan terutama kepada casa, memang kita berbeda tapi Tuhan pasti mengerti.

14. Kepada anak-anak UBBS (upik buyung bawah sawit FH USU) ketuanya mbak Zega, Arie Biring, Anwar Tanjung, TAufik Mustakim, Zuliana Maro, Nora Amelia, Rafida Aflah, Henny Sekartati, memang sepi kampus kalau tidak ada kita.

15. Kepada Arie Azhari, Ayu Andanaly, Rudi Sunardi, Abdul Muluk Lubis, Saleh Mukaddam, Andri Hakim, putrid marlina, atria, wan yusnizar,


(6)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Ferdiansyah, pita senjayu, nita kecil, nita gede, adra, mega, Nia Zahra, Fitri, Diegi, terima kasih ya sudah menemaniku selama ini, kalian yang terbaik.

16. Kepada senioren bang suryadi, bang roykin, bang bembeng, bang jack, bang adi, bang deni, bang eko, bang taufik, bang zulfikar, bang Hakim albana, bang muheri, terima kasih sudah bersedia menjadi temanku.

17. Kepada adik-adik Stambuk yaitu Fitri zakiah, erni, thias, talita, yowa, Taufik, ilmi, sute, Heri, citra, Putri, Puput Syawal, Novan, Dara, Desi, Rini, Zaki, dan lain-lain yang tidak dapat abang sebutkan satu persatu. 18. Kepada seluruh pengurus dan mantan pengurus Badan Ta’mirul Musholla

Alladinsyah FH USU Medan .

19. Kepada seluruh pengurus dan mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU Medan.

20. Kepada seluruh Pengurus dan mantan Pengurus KAM RABBANI yaitu Diki Altrika, semoga terpilih menjadi Presiden Mahasiswa, dan Rahmat Fauzi Salim.

21. Kepada anak-anak ALSA, berman, dudi, tere, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

22. Kepada anak-anak National Human Rights Moot Court Competition di Bandung yaitu putri, tere, Philip, bana, claudya, dodi, lina, witthy, marlina, jan roy, bang hiras, felix, jan piter, doni, rise karmilia, melda maria dan lain-lain.


(7)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi kita semua dan pihak-pihak yang membutuhkan, Terima Kasih.

Medan, 8 Maret 2008 Hormat saya


(8)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

a. Pengertian Saksi ... 7

b. Pengertian Perlindungan Hukum ... 10

c. Pengertian Kepolisian ... 14

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA ... 20

A. Keterangan Saksi sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Pembuktian Perkara Pidana ... 20


(9)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

C. Syarat-syarat Menjadi Saksi ... 27

D. Ketentuan Pidana Terhadap Saksi ... 31

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ... 38

A. Latar Belakang Lahirnya UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ... 38

B. Perlindungan dan Hak-hak Saksi ... 43

C. Syarat-syarat Pemberian Perlindungan dan Bantuan ... 48

D. Tata Cara Pemberian Perlindungan dan Bantuan ... 52

E. Ketentuan Pidana UU No. 13 Tahun 2006 ... 54

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA ... 60

A. Gambaran Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara ... 60

B. Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Sebelum dan Setelah Berlakunya UU No. 13 Tahun 2006 ... 71

C. Faktor Yang Menjadi Penghambat dan Faktor Pendukung Dalam Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Saksi ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL I : Data Kriminalitas yang ditangani Direktorat ReserseKriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara ... 65

TABEL II : Data Kriminalitas Sejajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara ... 68


(11)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

-

Muhammad Ayodia Rizaldi *

-

Abul Khair , SH, M.Hum **

-

Rafiqoh Lubis , SH, M.Hum **

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana akan sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan dalam persidangan, salah satunya adalah keterangan saksi. Saat ini, tidak sedikit kasus yang kandas di tengah jalan karena ketiadaan saksi untuk menopang tugas aparat penegak hukum, yakni polisi dan jaksa. Namun, perhatian terhadap peran saksi sampai saat ini masih jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Maka dengan berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 diharapkan peran serta saksi dalam pengungkapan kasus pidana akan semakin besar. Karena dalam Undang-undang tersebut diatur mengenai hak-hak saksi dan korban dan bentuk-bentuk perlindungan terhadap saksi dan korban dari berbagai intimidasi maupun ancaman dari seseorang. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah kedudukan saksi di dalam pembuktian perkara pidana.Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap saksi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban.Bagaimanakah perlindungan Hukum terhadap saksi sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris dengan data yang digunakan adalah data primer dan di dukung oleh data sekunder dengan metode pengumpulan data menggunakan metode Library Research dan metode field Research.

Bahwa saksi memiliki posisi penting dalam pembuktian perkara pidana sebagaiman terlihat dalam penempatannya pada pasal 184 KUHAP, yang menyatakan bahwa saksi adalah alat bukti utama.

Perlindungan dan hak-hak yang terdapat dalam UU ini sudah cukup memadai, dalam arti prinsip-prinsip dan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang diperlukan saksi dan atau korban yang mendapat ancaman dan atau tekanan tersebut sudah terakomodasi dalam UU ini. Dimana semua hak-hak dan bantuan yang terdapat dalam UU ini akan di akomodir oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Bahwa walaupun sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, pihak Kepolisian sebenarnya telah melakukan perlindungan kepada pada saksi dan korban selama berada dalam pemeriksaan di Kepolisian. Perlindungan diberikan secara otomatis oleh pihak Kepolisian. Setelah diberlakukannya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban pihak Kepolisian khususnya telah menyatakan kesiapannya untuk menjalankan UU tersebut tetapi hal ini harus juga diikuti dengan kontribusi pemerintah dalam hal anggaran karena jika implementasi dari UU Perlindungan Saksi dan Korban ini membutuhkan anggaran yang sangat besar.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan ** Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan


(12)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap penyelidikaan sampai dengan pembuktian di persidangan, keberadaan dan peran saksi sangatlah diharapkan. Bahkan menjadi faktor penentu dan keberhasilan dalam pengungkapan kasus pidana dimaksud.1

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana akan sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan dalam persidangan, salah satunya adalah keterangan saksi. Saat ini, tidak sedikit kasus yang kandas di tengah jalan karena ketiadaan saksi untuk menopang tugas aparat penegak hukum, yakni polisi dan jaksa. Dengan demikian, jelas keberadaan saksi merupakan elemen yang sangat menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Namun, perhatian terhadap

Salah satu elemen penting untuk pembuktian kasus pidana adalah keterangan saksi. Namun, karena tidak adanya peraturan hukum yang memadai seperti Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi, banyak saksi yang enggan memberikan keterangan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan. Akibatnya, tidak jarang kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat negara menguap begitu saja dan bahkan sering pula para pelaku tersebut dibebaskan oleh palu hakim.


(13)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

peran saksi sampai saat ini masih jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Keengganan para saksi memberikan informasi juga telah membuat pemberitaan-pemberitaan di media menguap begitu saja, jauh dari penyelesaian.

Persoalan utama dari kesaksian itu sendiri adalah banyaknya saksi yang tidak bersedia menjadi saksi atau pun tidak berani mengungkapkan kesaksian yang sebenarnya karena tidak adanya jaminan yang memadai atas perlindungan maupun mekanisme tertentu untuk bersaksi. Saksi termasuk pelapor bahkan sering kali mengalami intimidasi atau tuntutan hukum atas kesaksian atau laporan yang diberikannya. Tidak sedikit pula saksi yang akhirnya menjadi tersangka dan bahkan terpidana karena dianggap mencemarkan nama baik pihak-pihak yang dilaporkan yang telah diduga melakukan suatu tindak pidana.2

Tuntutan perlunya Undang-undang Perlindungan Saksi sangat diperlukan saat ini untuk mengungkap kasus-kasus besar yang menarik perhatian publik. Seperti diketahui, pemerintah di masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri telah pernah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran hak sasi manusia berat yang ditetapkan tanggal 13 maret 2002. Namun Peraturan Pemerintah ini tidak berjalan efektif, karena justru dalam praktik persidangan pelanggaran HAM berat Timor-timur dan Tanjung Priok saat

2

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0506/27/nas07.html, Perlindungan Saksi dan

Korban, catatan atas Pelanggaran HAM Berat Timor-timur, ditulis oleh Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu Wagiman dan Zaenal Abidin, diakses tanggal 15 Oktober 2007.


(14)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

itu para saksi dan korban tidak terlindungi keselamatannya, sering kali terjadi intimidasi atau terror. Akibatnya mereka enggan bersaksi di persidangan.3

a. keterangan saksi

Padahal saksi merupakan salah satu alat bukti di dalam pemeriksaan perkara pidana dimana keterangannya dapat emebuktikan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan pidana. Hal ini sejalan dengan Pasal 184 KUHAP dimana alat-alat bukti ialah:

b. keterangan ahli c. surat

d. petunjuk

e. keterangan terdakwa.4

Seperti misalnya pada saksi pelapor, di dalam Undang-undang Perlindungan Saksi harus tegas diatur saksi pelapor mana saja yang harus dilindungi, artinya tidak semua saksi pelapor yang harus dilindungi. Jika dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau persidangan pengadilan ternyata saksi pelapor tersebut terlibat dalam kejahatan yang dilaporkan seperti kasus korupsi, pelanggaran HAM Berat, teroris, narkoba, pejabat terkait dapat memerintahkan pelapor tersebut menjadi tersangka. Jika pemeriksaan tersebut di tingkat pengadilan maka Hakim dapat memerintahkan Jaksa Penuntut Umum agar saksi pelapor tadi dijadikan terdakwa.

Sebaliknya jika saksi pelapor tadi tidak terlibat dengan kasus yang dia laporkan tetapi terlibat dalam kasus yang lain seperti pada kasus Khairiansyah Salman, tidak terlibat dengan laporannya kasus Komisi Pemilihan Umum (KPU),

3

Binsar Gultom, Pandangan seorang Hakim terhadap Penegakan Hukum di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan; 2006. halaman 114.

4


(15)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

tetapi terlibat kasus Dana Abadi Umat (DAU), jelas UU Perlindungan Saksi untuk kasus KPU dapat diterapkan kepadanya tetapi untuk kasus DAU tidak berlaku UU Perlindungan Saksi terhadap dirinya karena ia telah menjadi Terdakwa dalam kasus Dana Abadi Umat (DAU).

Hal ini berbeda dengan laporan suap konglomerat Probosutedjo yang melibatkan 5 oknum pegawai Mahkamah Agung, pengacara Harini Wiyoso yang mencatutkan nama Majelis Hakim Agung Bagir Manan, Parman Suparman, Usman Karim yang memeriksa perkara itu. Probosutedjo jelas melakukan suap terhadap pihak-pihak terkait, dia tidak mungkin dilindungi Undang-undang Perlindungan Saksi.5

Kelahiran Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat bagi perlindungan terhadap saksi maupun korban termasuk pelapor agar berani dalam memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dalam proses pemeriksaan perkara pidana tanpa mengalami ancaman atau tuntutan hukum. Karena selama ini dapat dilihat bahwa para saksi, korban khususnya pelapor seperti mendapat tekanan yang sangat berat selama proses pemeriksaan sehingga terkesan mereka takut untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya, hal seperti inilah yang nantinya akan sangat menghambat proses pemeriksaan yang terjadi.6

Para saksi yang murni tidak terkait dengan apa yang dilaporkan tidak perlu takut. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah semudah itu para saksi melaporkan kesalahan orang lain kepada pihak yang berwenang?. Untuk

5

Binsar Gultom, Op.cit. halaman 115-116.

6


(16)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

mengungkap kasus-kasus besar tidaklah mudah karena selain saksi yang bersangkutan dijamin keamanannya, saksi pelapor tersebut juga haruslah mempunyai kepedulian menegakkan hukum dan keadilan tanpa ada keterlibatannya dalam kasus tersebut. Jika para saksi murni melaporkan kejahatan si pelaku maka dalam Undang-undang Perlindungan Saksi tersebut selain diberikan jaminan perlindungan keamanan kepada saksi yang bersangkutan. Pemerintah harus pula memeberikan suatu penghargaan atau hadiah berharga kepada saksi tersebut. Sehingga para saksi berikutnya akan lebih banyak berani mengungkapkan kasus-kasus besar yang selama ini terkubur dalam.7

Banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak terungkap, umumnya disebabkan saksi dan korban takut memberikan kesaksian, karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. Padahal, suksesnya proses peradilan pidana ditentukan keberadaan saksi dan korban.8

7

Binsar Gultom, Op.cit, hlamaan 116-117.

8

http//:fpks-dpr.or.id/main.php?op=isi&id=1899, UU Perlindungan Saksi dan Korban Jamin Penegakan Hukum, oleh Abdul Azis Arbi, anggota DPR Fraksi PKS, diakses tanggal 15 Oktober 2007.

Berangkat dari hal-hal tersebut di atas maka penulis merasa sangat tertarik bahkan merasa bahwa ini adalah suatu kewajiban untuk mengangkat masalah mengenai perlindungan hukum terhadap saksi ini kedalam skripsi penulis dengan judul Perlindungan Terhadap Saksi dalam Proses Pemeriksaan di Kepolisian sebelum dan sesudah berlakunya UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hal ini mengingat bahwa saksi adalah salah satu faktor penting dalam pembuktian suatu tindak pidana, keterangan saksi akan dapat menentukan apakah benar telah terjadi tindak pidana, dan keterangan saksi jugalah yang nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan bagi seorang Hakim dalam mengambil Putusan.


(17)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009 B. Permasalahan

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah kedudukan saksi di dalam pembuktian perkara pidana. 2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap saksi menurut

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban.

3. Bagaimanakah perlindungan Hukum terhadap saksi sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum terhada saksi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006

2. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan terhadap saksi selama ini sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap saksi setelah berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.


(18)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

1. Manfaat Teoritis

Karya tulis ini diharapkan akan bermanfaat menambah dan memperkaya literatur-literatur yang telah ada sebelumnya khususnya mengenai perlindungan saksi dan korban. Karya tulis ini diharapkan juga dapat menjadfi bahan acuan untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi.

2. Manfaat Praktis

Disamping itu diharapkan dengan adanya karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka menyempurnakan peraturan-peraturan di bidang hukum pidana terutama di bidang perlindungan saksi dan korban. Semoga karya tulis ini dapat memeberikan gambaran yang cukup jelas mengenai perlindungan terhadap saksi sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penegakan hak asasi manusia khususnya kepada saksi dan korban yang telah ada.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang penulis tulis ini adalah merupakan hasil buah pikiran penulis sendiri ditambah literatur-literatur lain baik buku-buku milik penulis sendiri maupun buku-buku dai perpustakaan serta sumber-sumber lain yang menunjang skripsi ini.

Penulisan skripsi ini murni dikerjakan oleh penulis sendiri dengan topik yang penuklis bahas dalam skripsi ini yang belum pernah dibahas oleh orang lain yang dapat dibuktikan berdasarkan data yang ada di sekretaris. Bila ternyata


(19)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

terdapat judul yang sama sebelum skripsi ini dibuat penulis bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Saksi

Saksi memiliki pengertian sebagai orang yang melihat atau mengetahui, seperti :

1. orang yang diminta hadir pada suatu sesuatu peristiwa untuk mengetahuinya supaya bilaman perlu dapat memberi keterangan juga membenarkan peristiwa tadi sungguh-sungguh terjadi.

2. orang yang mengetahui sendiri suatu kejadian.

3. orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa.9

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 1 Nomor 26 pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.10

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

9

Wjs Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta; 1961. halaman 794.

10


(20)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri.11

Perbedaan dengan rumusan KUHAP adalah bahwa rumusan saksi dalam UU ini mulai dari tahap penyelidikan sudah dianggap sebagai saksi sedangkan KUHAP mulai dari tahap penyidikan. Definisi saksi yang demikian ini dapat dikatakan mencoba menjangkau pada saksi pelapor yang sering terdapat dalam kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus narkoba psikotropika.12

Bahwa saksi dalam memberikan keterangannya hanya boleh mengenai keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyebabkan seorang saksi mengetahui hal sesuatu. Bahwa suatu pendapat atau suatu persangkaan yang disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi.13

Keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditum, maksudnya agar hakim lebih cermat dan memperhatikan keterangan yang diberikan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur dan objektif.14

Asas dalam pemeriksaan saksi adalah asas unus testis nullus testis artinya satu saksi bukan merupakan saksi yang diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP

11

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

12

http://www.prakarsarakyat.org/download/HAM/Kampanye%20ELSAM%20RUU%20Perlin dungan%20Saksi%203.pdf , Analisis Terhadap RUU Perlindungan Saksi dan Korban versi Badan Legislatif DPR, oleh Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu Wagiman dan Zaenal Abidin, diakses tanggal 17 Oktober 2007.

13

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung; 1983. hal 118.

14

H. R. Abdussalam, Sik, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa


(21)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

tetapi asas tersebut dapat disimpangi berdasarkan Pasal 185 ayat (3) KUHAP bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan satu alat bukti lain yang sah. Berdasarkan tafsir acontrario keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan kesalahan apabila disertai alat bukti lain.15

Suatu hal yang sangat perlu dikemukakan dalam pembicaraan saksi adalah yang berhubungan dengan keterangan saksi itu sendiri yaitu seberapa jauh luas dan mutu saksi yang harus diperoleh atau digali oleh penyidik dalam pemeriksaan. Kemudian seberapa banyak saksi yang diperlukan ditinjau dari daya guna kesaksian tersebut.16

Oleh karena itu, para penyidik harus benar-benar selektip memilih untuk memeriksa saksi-saksi yang berbobot sesuai dengan patokan landasan hukum yang ditentukan, yang dianggap memenuhi syarat keterangan saksi secara yustisial.17

15

Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung,;2003 hal 42

16

M. Yahya Harahap, SH, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 1993; halaman 145.

17

Ibid, halaman 146.

Selain diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2006, peraturan tentang perlindungan saksi, pelapor, dan korban tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Di bidang tindak pidana korupsi, perlindungan terhadap saksi dan pelapor diatur pula dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(22)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Disamping itu Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Pencucian Uang. Peraturan ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005, yang berlaku sejak 30 Desember 2005.

Berdasarkan peraturan-peraturan itu, perlindungan yang diberikan kebanyakan sebatas perlindungan terhadap ancaman fisik atau psikis. Baru dalam UU Pencucian Uang dan UU 13/2006 diatur perlindungan terhadap ancaman yuridis, seperti ancaman gugatan perdata dan pidana terhadap saksi atau pelapor, yang dibuat sebagai "serangan balik" dari terlapor, seperti yang dialami Endin Wahyuddin.

Perlu ditegaskan kembali bahwa perlindungan terhadap saksi harus diberikan atas dua hal: perlindungan hukum dan perlindungan khusus terhadap ancaman. Perlindungan hukum dapat berupa kekebalan yang diberikan kepada pelapor dan saksi agar tidak dapat digugat atau dituntut secara perdata. Tentu dengan catatan, sepanjang yang bersangkutan memberikan kesaksian atau laporan dengan itikad baik atau yang bersangkutan bukan pelaku tindak pidana itu sendiri. Perlindungan hukum lain berupa larangan bagi siapa pun untuk membocorkan nama pelapor atau kewajiban merahasiakan nama pelapor disertai dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya.

Semua saksi, pelapor, dan korban memerlukan perlindungan hukum ini. Perlindungan khusus kepada saksi, pelapor, dan korban diberikan oleh negara


(23)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan harta bendanya, termasuk keluarganya.18

Selain Undang-undang dan Peraturan Pemerintah diatas, mengenai perlindungan saksi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat. Tetapi pada kenyataannya selama dalam Peradilan HAM Ad hoc perlindungan terhadap saksi dan korban sangat tidak memadai bahkan hak-hak saksi dan korban yang telah secara tegas diatur dalam Undang-undang ini tidak dapat diberikan.19

2. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan berasal dari kata lindung yang artinya menempatkan diri dibawah sesuatu, supaya tersembunyi. Sedangkan perlindungan memiliki pengertian suatu perbuatan, maksudnya melindungi, memberi pertolongan.20

Recht berasal dari kata rechtum yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan.

Kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah Alkas yang selanjutnya diambil alih kedalam bahasa Indonesia menjadi hukum. Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan.

18

http://rullysyumanda.org/content/view/456/

Berat Timor-timur, oleh Supriyadi Widodo Eddyono dkk, diakses tanggal 17 Oktober 2007.

20


(24)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Kata ius berasal dari kata iubere yang artinya mengatur atau memerintah. Perkataan mengatur atatu memerintah itu mengandung dan berpangkal pokok pada kewibawaan.21

Bellefroid mengatakan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat yang mengatur tata tertib masyarakat itu, didasarkan atas kekuasaan yang ada dalam masyarakat.

22

Sebagai kesimpulan dari rumusan para sarjana tentang hukum, hukum adalah himpunan dari semua peraturan-peraturan yang hidup bersifat memaksa , berisikan petunjuk baik merupakan perintah maupun larangan berbuat sesuatu Utrecht memberikan rumusan bahwa hukum itu adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.

Selanjutnya Prof. MR. Paul Scholten dalam bukunya Algemene deel, 1934, hal 16, hukum itu adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dikerjakan apa yang tidak, jadi hukum itu suatu perintah.

Van Vollenhoven dalam bukunya het adapt recht van Nederland Indie, hukum itu adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan bentur-membentur tanpa hentinya dengan gejala-gejala lainnya.

21

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta; 2005. hal 24-25.

22

K. Kueteh Sembiring, Sumber-sumber Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;1987. hal 9.


(25)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

atau tidak berbuat dengan maksud mengatur tata tertib dalam pergaulan/kehidupan masyarakat.

Peraturan-peraturan yang hidup maksudnya meliputi peraturan-peraturan tidak tertulis yang terdapat dalam kebiasaan dan adapt istiadat. Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa berarti melanggar perintah dan larangan berakibat akan mendapat sanksi/reaksi dari organ pemerintah seperti juru sita, jaksa, polisi dan sebagainya juga dari masyarakat.23

3. Pengertian Kepolisian

Istilah Polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani “Politeia“ yang berarti Pemerintahan Negara. Seperti yang diketahui bahwa dahulu sebelum masehi Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “Polis”. Pada waktu itu pengertian polisi adalah menyangkut segala urusan pemerintah atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahan.24

Di Indonesia dapat kita ketahui pengertian polisi terdapat dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa :25

23

Ibid. halaman 11-12

24

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIK, Jakarta; 1972, hal 13.

25

Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.


(26)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo sebagai berikut :26

a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.

b. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.

c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban-kewajiban publiknya dilaksanakan.

d. Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan Peradilan.

e. Mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.

Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok itu polisi memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu :27

a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketatanan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan yang dapat

26

R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri. Pol, Sukabumi; 1975, hal 12.

27


(27)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

dihukum dan perbuatan-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. b. Fungsi Represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi

berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman. Menurut Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan Hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.28

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris.

Metode penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap pantas.29

2. Jenis Data dan Sumber Data

28

Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002.

29

Amiruddin, Zainal Asikin SH, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja grafindo Persada, Jakarta; 2004 . halaman 118.


(28)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang di dukung oleh data primer.

Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen dan peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan sebagainya. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan

informasi atau hasil kajian tentang Perlindungan Saksi dan Korban seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedi, dan lain-lain.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan yakni dengan melakukan wawancara dengan anggota Kepolisian Daerah Sumatera Utara khususnya Direktorat Reserse Kriminal Poldasu.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)


(29)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan, yang berasal dari buku-buku maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke Kepolisian daerah Sumatera Utara dengan teknik wawancara dengan AKBP. M. Yakub Harahap, SH, Kompol. Pfh. Tampubolon, SH, AKP. Poerwanto, SH, AKP. K. Turnip, AIPTU Helmy.

4. Analisis Data

Dalam penulisan ini analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, yakni menganalisis data sekunder dan data primer tanpa menggunakan statistik untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini di bagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan BAB, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulisan ini menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang di dalamnya di uraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keslian


(30)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II : merupakan BAB yang membahas tentang kedudukan saksi dalam pembuktian perkara pidana dimana di dalamnya dibahas mengenai keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah dalam pembuktian perkara pidana , syarat-syarat keterangan saksi, syarat-syarat menjadi saksi, dan ketentuan pidana terhadap saksi, yang mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

BAB III : merupakan bab yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap saksi menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang didalamnya akan dibahas mengenai latar belakang lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, perlindungan dan hak-hak saksi, syarat-syarat pemberian perlindungan dan bantuan, tata cara pemberian perlindungan dan bantuan dan diakhiri dengan ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

BAB IV : merupakan bab yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses pemeriksan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, dimana akan dibahas mengenai gambaran umum Kepolian Daerah Sumatera Utara, perlindungan hukum terhadap saksi sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang Nomor 13


(31)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

tahun 2006, dan faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam pemberian perlindungan hukum terhadap saksi. BAB V : Bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah

di bahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi saya khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

BAB II

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA

PIDANA

A. Keterangan Saksi sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Pembuktian Perkara Pidana

Bahwa saksi memiliki posisi penting dalam pembuktian perkara pidana sebagaiman terlihat dalam penempatannya pada Pasal 184 KUHAP, yang


(32)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

menyatakan bahwa saksi adalah alat bukti utama. Pentingnya kedudukan saksi telah dimulai pada saat proses awal pemeriksaan, begitu pula dalam proses selanjutnya di Kejaksaan maupun di Pengadilan, keterangan saksi menjadi acuan bagi Hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya penegakkan hukum di Indonesia.

Hanya ada satu pasal yang secara normatif khusus memeberikan hak pada saksi yaitu Pasal 229 KUHAP. Akan tetapi dalam prakteknya sangat mengecewakan yaitu dimana hak saksi untuk memperoleh penggantian biaya setelah hadir memenuhi panggilan di semua tingkat pemeriksaan ini tidak dapat dilaksanakan dengan alasan klasik yaitu ketiadaan dana.30

1. Keterangan Saksi

Pentingnya kedudukan saksi dapat dilihat dari Pasal 184 ayat (1) KUHAP bahwa alat bukti yang sah ialah :

2. Keterangan Ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan Terdakwa.31 Jenis-jenis saksi adalah :32 1. Saksi a charge

Saksi a charge, adalah saksi-saksi yang memberikan keterangan yang menguatkan pihak Jaksa ( melemahkan pihak Terdakwa).

30

Proses Peradilan Pidana yang Jujur dan Adil, oleh Surastini Fitriasih, SH, MH. Diakses tanggal

20 Januari 2008.

31

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

32


(33)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

2. Saksi a de charge

Saksi a de charge, adalah saksi-saksi yang memberikan keterangan yang menguatkan pihak Terdakwa ( melemahkan pihak Jaksa ).

3. Saksi Mahkota

Saksi Mahkota (kroon Getuige) atau saksi utama adalah saksi korban yaitu yang melapor atau saksi yang mengadu (Pasal 160 ayat 1 a, b KUHAP).

4. Saksi relatief onbevoegd

Saksi relatief onbevoegd (mereka yang tidak mampu secara nisbi atau relatief), mereka ini boleh didengar, tetapi tidak sebagai saksi. Termasuk mereka yang boleh didengar, tetapi tidak sebagai saksi ialah :

a) anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun (Pasal 145 ayat1 sub 3 jo ayat 4 HIR).

b) orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat (Pasal 145 ayat 1 sub 4 HIR). Mereka yang diletakkan dibawah pengampuan (curatele, pengawasan) karena boros.

5. Saksi absolut onbevoegd

Saksi absolut onbevoegd (mereka yang tidak mampu secara mutlak atau absolut), hakim dilarang untuk mendengar mereka ini sebagai saksi.

Mereka itu adalah :

a) keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak (Pasal 145 ayat 1 sub 1 HIR)


(34)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

(1). Bahwa mereka ini umumnya dianggap tidak cukup obyektif apabila didengar sebagai saksi;

(2). Untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang baik, yang Mungkin akan retak apabila mereka ini memberi kesaksian;

(3). Untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah memberi keterangan.

b) suami atau istri dari salah satu pihak, meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat1 sub 2 HIR).

6. Saksi ahli

Saksi ahli (deskundigenbericht; espertise) atau keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang obyektif dan bertujuan untuk membantu Hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim sendiri.

Saksi ahli atau keterangan ahli diatur dalam Pasal 154 HIR, yang menentukan bahwa apabila pengadilan berpendapat bahwa perkaranya dapat dijelaskan oleh seorang ahli, maka atas permintaan salah satu pihak karena jabatannya pengadilan dapat mengangkat seorang ahli.

Sedangkan saksi menurut sifatnya dapat dibagi atas :33 a) Saksi a charge (memberatkan terdakwa):

Saksi a charge adalah saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh penuntut umum, dikarenakan kesaksiannya yang memberatkan terdakwa. Dalam hal saksi yang memberatkan terdakwa,

33

Darwan Prints, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta:1989. halaman 111-112


(35)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hokum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau belum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut

b) Saksi a de charge (menguntungkan terdakwa):

Saksi a de charge adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum yang sifatnya menguntungkan terdakwa.

Menurut Pasal 160 (1) c KUHAP, bahwa Hakim Ketua sidang wajib mendengar saksi yang demikian baik tercantum dalam surat pelimpahan perkara atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan.

Saksi a de charge yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara pemanggilannya dilakukan oleh penuntut umum. Akan tetsapi saksi a de charge yang dimintakan oleh terdakwa atau penasehat hukum pemanggilannya dilakukan oleh terdakwa atau penasehat hukum itu sendiri, karena terdakwa atau penasehat hukum dapat saling menghadapkan saksi. Hal ini sering membawa kesulitan, dalam hal saksi a de charge tersebut berada dalam tahanan yang berwajib. Atau apabila saksi a de charge tersebut telah dipanggil atau diundang oleh terdakwa atau penasehat hukum dua kali berturut-turut secara patut, tetapi tidak mengindahkannya. Apakah ada sanksi hukum yang dapat dikenakan terhadap


(36)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

saksi ? pada hal menjadi saksi dalam perkara pidana adalah kewajiban dari setiap orang, yang artinya apabila saksi tersebut tidak mau hadir dimuka persidangan , maka ia dapat dihadirkan dimuka persidangan secara paksa.(Pasal 159 (2) KUHAP).

B. Syarat-syarat Keterangan Saksi

Keterangan saksi supaya dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah harus memenuhi dua syarat, yaitu :34

1. Syarat Formil

Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah, apabila diberikan dibawah sumpah. Keterangan saksi yang tidak dibawah sumpah hanya boleh dipergunakan sebagai penambah penyaksian yang sah.

2. Syarat Materiel

Bahwa keterangan seorang saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pembuktian (unus testis nullus testis). Akan tetapi keterangan seorang saksi adalah cukup untuk alat pembuktian salah satu unsur kejahatan yang dituduhkan.

Pengaturan lebih lanjut dari keterangan saksi sebagai pembuktian dapat dilihat seperti apa yang tercantum dalam Pasal 185 KUHAP, sebagai berikut : a). Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang

pengadilan ;

34


(37)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

b). Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya ;

c). Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya ;

d). Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu ;

e). Baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi ;

f). Dalam menilai kebenaran keterangan saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :

1. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain ; 2. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain ;

3. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu ;

4. Cara hidup dan kesusilaan saksi atau segala sesuatu yang umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya ;

g). Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan saksi yang disumpah dapat dipergunakan seagai tambahan alat bukti yang sah lainnya.


(38)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam memeriksa saksi, Hakim, Penuntut Umum, Penasehat Hukum atau Terdakwa tidak boleh mengajukan pertanyaan yang menjerat atau yang bersifat yang mengarahkan saksi untuk memberikan jawaban tertentu. Pada prinsipnya saksi harus memberikan keterangan secara bebas di muka Hakim.(Pasal 166 KUHAP).

Penjelasan dari pasal tersebut menyatakan, bahwa jika dalam salah satu pertanyaan disebutkan suatu tindak pidana yang diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui dan dinyatakan, maka pernyataan yang sedemikian itu dianggap sebagai pertanyaanyang bersifat menjerat. Ini sesuai dengan prinsip, bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan itu misalnya ancaman dan sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pikirannya yang bebas.

Menjadi saksi dalam perkara pidana adalah menjadi kewajiban dari setiap orang. Oleh karena itu orang yang menolak memberikan keterangannya sebagai saksi dalam suatuperkara pidana dapat dihadapkan ke sidang pengadilan. Pasal 159 (2) KUHAP menyatakan, bahwa dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan Hakim Ketua Sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.


(39)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

C. Syarat-syarat menjadi saksi

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168 KUHAP berikut:

1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang sama-sama sebagai terdakwa.

Dalam penjelasan Pasal 168 KUHAP dikatakan “cukup jelas”, padahal masih banyak masalah yang timbul berhubungan dengan ketentuan tersebut. Misalnya apa yang dimaksud dengan derajat ketiga? Apa yang dimaksud dengan “atau sama menjadi terdakwa”? apakah suami atau istri yang bersama-sama menjadi terdakwa, ataukah “orang lain” yang berbersama-sama-bersama-sama menjadi terdakwa?

Disamping karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau semenda) ditentukan oleh Pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi.

Menurut penjelasan pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.


(40)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Selanjutnya dijelaskan bahwa jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti ditentukan oleh ayat ini , hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.

Orang yang harus menyimpan rahasia jabatan misalnya dokter yang harus merahasiakan penyakit yang diderita pasiennya. Sedangkan yang dimaksud karena marbatnya dapat mengundurkan diri adalah pastor agama Katolik Roma. Ini berhubungan dengan kerahasiaan orang-orang yang melakukan pengakuan dosa kepada pastor tersebut.

Karena Pasal 170 KUHAP yang mengatur tentang hal tersebut diatas mengatakan “ dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi...” maka berarti jika mereka bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim. Oleh karena itulah maka kekecualian menjadi saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan kekecualian relatif.

Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan kekecualian untuk memberikan keterangan dibawah sumpah ialah:

a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun kadang-kadang saja yang dalam ilmu pengakit jiwa disebut


(41)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggung jawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.

Dalam hal kewajiban saksi mengucapkan sumpah atau janji KUHAP masih mengikuti peraturan yang lama (HIR), dimana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak dalam suatu kesaksian sebagai alat bukti.

Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP dikatakan bahwa sebelum memberi keterangan saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

Pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak, dapat dibaca dalam Pasal 161 ayat (1) dan (2) KUHAP sebagai berikut:

“ dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan ayat\(4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari” (ayat (1)). “ dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tersebut tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim” (ayat (2)).

Penjelasan Pasal 161 ayat (2) tersebut menunjukkan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak.


(42)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

“keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim”.

Ini berarti tidak merupakan kesaksian menurut undang-undang, bahkan juga tidak merupakan petunjuk karena hanya memperkuat keyakinan hakim. Sedangkan kesaksian atau alat bukti yang lain merupakan dasar atau sumber keyakinan hakim. Ketentuan tersebut dapat dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 17 dan 18 yang mengatakan apabila terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul harta bendanya, maka itu akan memperkuat keterangan saksi lain bahwa ia telah korupsi.

Agak lain bunyi Pasal 165 ayat (7) KUHAP yang menyatakan:

“keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.”

Keterangan tentang pengambilan sumpah terhadap saksi menurut KUHAP, berbeda dengan Ned. Sv. yang baru, dimana keterangan saksi yang disumpah dan tidak, tidak ada perbedaannya sebagai alat bukti yang sah. Ketentuan mereka dalam Pasal 284 hanya mengatakan saksi disumpah oleh ketua. Tetapi kalau tidak disumpah sama dengan yang disumpah.35

35

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta:2002. halaman 256-260

Menurut Pasal 168 KUHAP, bahwa yang tidak dapat di dengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi adalah:


(43)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga adari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c) Suami atau istri terdakwa, meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Menurut Pasal 169 KUHAP, bahwa mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 KUHAP, apabila menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberikan keterangan tanpa disumpah.

Sedangkan menurut Pasal 170 KUHAP, yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi, adalah mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Dan orang-orang yang boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tanpa disumpah menurut Pasal 171 KUHAP, adalah: anak yang umurnya belum cukup lima belas (15) tahun dan belum pernah kawin,serta orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.36

D. Ketentuan Pidana terhadap Saksi

36


(44)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Mengenai ketentuan pidana terhadap saksi di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana diatur di dalam beberapa pasal yaitu:

1. Pasal 186

(1) Saksi dan tabib yang menghadiri perkelahian satu lawan satu, tidak dapat dihukum

(2) Saksi dihukum :

a. penjara selama-lamanya tiga tahun, jika syarat-syarat tidak diatur terlebih dahulu, atau kalau ia mengasut-asut kedua belah pihak supaya meneruskan perkelahian;

b. penjara selama-lamanya empat tahun, jika ia dengan sengaja dan untuk merugikan satu atau kedua belah pihak, memakai tipu muslihat atau membiarkan sesuatu tipu muslihat yang dipakai oleh kedua belah pihak atau membiarkan orang itu menyimpang dari syarat-syarat.

(3) ketentuan tentang pembunuhan, makar mati atau penganiayaan dikenakan pada saksi dalam perkelahian satu lawan satu, jika salah seorang yang berkelahi itu matiatau mendapat sesuatu luka, kalau saksi itu dengan sengaja merugikan pihak itu, memakai tipu muslihat atau membiarkan sesuatu tipu muslihat, atau telah membiarkan orang menyimpang dari syarat perkelahian, yang merugikan kepada orang yang terluka.

Pasal 184 dan Pasal 185 mengancam hukuman kepada orang yang melakukan perkelahian satu lawan satu, sedangkan Pasal 186 ini mengancam hukuman kepada para saksi-saksinya yang berbuat kecurangan-kecurangan seperti dalam pasal tersebut.37

2. Pasal 224

Barang siapa yang dipanggil menurut Undang-undang akan menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu kewajiban yang sepanjang undang-undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut, dihukum:

a. dalam perkara pidana, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan;

b. dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selam-lamanya enam bulan

37

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta


(45)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

1. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini orang itu harus :

a. dipanggil menurut undang-undang ( oleh hakim ) untuk menjadi saksi, ahli, juru bahasa baik dalam perkara pidana maupun dalam perkara perdata b. dengan sengaja tidak mau memenuhi ( menolak ) suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus ia penuhi, misalnya kewajiban untuk datang pada sidang dan memberikan kesaksian, keterangan keahlian, menterjemahkan dan sebagainya,

2. Orang itu harus benar-benar dengan sengaja menolak memenuhi kewajibannya tersebut, jika ia hanya lupa atau segan untuk datang saja, maka ia dikenakan Pasal 522 KUHP.

3. Orang yang dipanggil oleh Polisi untuk datang dikantor polisi guan didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara pidana itu tidak mau datang, menurut yurisprudensi tidak dapat dikenakan Pasal ini atau Pasal 522.

Menurut Pasal 80 HIR jika ada orang yang dipanggil oleh pembantu jaksa ( polisi ) juntuk didengar menjadi saksitidak datang, maka ia dapat disuruh panggilnya sekali lagi dalam hal ini dapat disertakannya perintah untuk dibawanya. Apabila waktu akan dibawa ia melawan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan kepada polisi, ia dapat dikenakan Pasal 212, lihat pula Pasal 216.

4. Jika orang itu menjadi saksi dalam tindak pidana subversi, ia tidak dikenakan Pasal 224 ini tetapi dikenakan Penpres No.11/1963 yang ancamannya lebih berat.38

3. Pasal 242

38


(46)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

(1) Barangsiapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang-undang menuntut suatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengakja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah baik lisan maupun tulisan maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu dihukum penjara selam-lamanya tujuh tahun.

(2) Jika keterangna palsu yang ditanggung dengan sumpah itu diberikan dalam perkara pidana dengamn merugikan siterdakwa atau sitersangka maka sitersalah itu dihukum penjara selam-lamanya sembilan tahun.

(3) Yang disamakan dengan sumpah yaitu perjanjian attau pengakuan yang menurut undnag-undang umum menjadi pengganti sumpah.

(4) Dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35 no.1-4.

Supaya dapat dihukum unsur-unsur ini harus terpenuhi : a. keterangan itu harus atas sumpah;

b. keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau pertauran yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu;

c. keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan itu diketahui oleh pemberi keterangan.

Memberi keterangan palsu itu sejak zaman dahulu kala dianggap sebagai kesalahan yang amat buruk, pada sekarang ini dianggap sebagai merusak kewajiban terhadap kesetiaan umum atau sebagai kejustaan dalam masyarakat, lain klai sebagai kejustaan terhadap Tuhan demikian pula terhadap hakim ysang menjalankan peradilan atas nama Tuhan.

Supaya dapat dihukum pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatru keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini diatas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran akan tetapi bahwa keterangan itu


(47)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

akhirnya tidak benar dengan lain perkataan jika ternyata bahwa ia sebenarnya tidak mengenal mana sesungguhnya mana yang benar maka ia tidak dapat dihukum. Mendiamkan (menyembunyikan kebenaran) itu belum berarti keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menunjukan suatu keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (tanpa sengaja).

Keterangan itu dapat diberikan dengan lisan maupun dengan tulisan dan dapat diberikan oleh orang itu sendiri atau orang lain yang khusus diberi kuasa untuk itu.

Keterangan yang diberikan itu tidak perlu mengenai pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan, akan tetapi meliputi pula keterangan mengenai misalnya ongkos perjalanan, banyaknya keluarga yang mendapat tunjangan dsb, yang perlu ialah bahwa keterangan itu diberikan dengan atas sumpah dan diwajibkan oleh undang-undang yang memiliki akibat hukum.

Sumpah itu dapat diucapkan sebelum dan sesudah memberi keterangan. Menurut LN 1920 No.69 sumpah itu dilakukan menurut agama atau keyakinan orang yang bersumpah. Suatu perjanjian disamakan pula dengan sumpah.

Membuat proses verbal palsu atas sumpah dapat dikenakan pasal ini (lihat pula Pasal 305 HIR). Atas sumpah berarti perbalisan itu harus sudah melakukan sumpah, lazimnya sumpah jabatan, jika ia belum disumpah jabatan dan ia menutup proses perbalnya dengan kata-kata berani mengangkat sumpah dikemudian hari atau ketrangan semacam itu maka ia belum dapat dikenakan sumpah palsu kecuali apabila ia dikemudian hari dimuka hakim setelah disumpah


(48)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

sebgai saksi masih juga tetap pada keterangan dalam proses perbal yang tidak benar itu.39

4. Pasal 522

Barangsiapa dengan melawan hak tidak datang sesudah dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-

Dipanggil menjadi saksi menurut undang-undang sama dengan dipanggil menjadi saksi dimuka pengadilan oleh hakim, jadi bukan dimuka jaksa atau polisi. Tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap mereka yang dipanggil untuk didengar keterangannya dimuka jaksa atau polisi tidak datang terdapat dalam Pasal 80 HIR.

Untuk pemeriksaan ini tertuduh jika ia tidak ditahan, saksi-saksi disuruh panggilnya, orang-orang yang dipanggil itu wajib datang kepadanya, dan selain itu saksi-saksi wajib memberikan keterangan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kalau orang-orang itu tidak datang mkaa mereka itu dapat disuruh panggilnya sekali lagi dan dalam hal itu dapat pula disertakannya perintah untuk membawanya atau kemudian dari pada itu diperintahkannya untuk menjemput dan memebawanya.

Berhubung dengan ketentuan ini maka bila yang dijemput dan akan dibawanya itu segan dan melawan dengan tenaga kepada polisi yang akan

39


(49)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

membawanya maka orang itu dapat dituntu berdasarkan pasal 212. orang itu dapat pula dikenakan pasal 216 KUHP.

Melawan hak tidak datang, disini perbuatan itu tidak perlu dilakukan dengan sengaja, sudah cukup misalnya kareena lalai, lupa, kurang perhatian, dsb. Jika dengan sengaja dpaat dikenakan pasal 224, sebaliknya apabila saksi itu tidak bisa datang karena ada alasan yang memaksa misalnya sakit, maka berdasar pasal 48 ia tidak dapat dihukum.40

40


(50)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI MENURUT

UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

A. Latar Belakang Lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan Korbanmerupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan

Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu.


(51)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.

Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu.

Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah saatnya perlindungan Saksi dan Korban diatur dengan undang-undang tersendiri.

Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban meliputi:


(1)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

kalau tidak di dukung dengan anggaran yang memadai maka Undang-undang tersebut akan menjadi percuma karena tidak dapat dijalankan.80

Yang selama ini menjadi kendala bagi pihak Kepolisian baik sebelum maupun setelah berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 ini adalah mengenai biaya, seharusnya Pemerintah menyiapkan dana operasional khusus dalam program ini karena hal ini membutuhkan dana yang sangat besar dan tidak sedikit.81

Dalam kasus tindak pidana narkoba yang terjadi selama ini, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 bahwa setiap orang yang melaporkan tindak pidana narkoba ke Kepolisian akan diberikan penghargaan oleh Pemerintah tetapi kenyataan selama ini tidak pernah sekalipun Pemerintah memberikannya, kalaupun ada yang diberikan oleh Kepolisian maka itu bersifat pribadi. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian oleh pemerintah, pemerintah seharusnya lebih menunjukkan kepeduliannya terhadap hal-hal seperti ini.82

Yang menjadi faktor pendukung selama ini dalam pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban adalah kerjasama yang sangat baik dari berbagai pihak khususnya pihak pemerintah setempat seperti Kepala Lingkungan maupun aparatur lingkungan setempat. Koordinasi dengan instansi tersebut perlu 2. Faktor Pendukung

80

Wawancara dengan AKP. Poerwanto, SH. Anggota DitReskrim Poldasu.

81

Wawancara dengan AKP. K. Turnip, SH. Anggota DitReskrim Poldasu.

82


(2)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

dilakukan karena mereka yang lebih mengenal lingkungan tersebut dan sejauh ini kerjasama tersebut mampu berjalan dengan lancar.83

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006, hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah menunjukkan perhatian yang sangat besar pada penegakkan hukum di Indonesia, hal ini akan memiliki dampak positif kepada masyarakat sehingga diharapkan akan lebih banyak kasus-kasus pidana yang terungkap khususnya kasus-kasus besar seperti korupsi, terorisme maupun kejahatan-kejahatan lainnya.

84

Banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak terungkap, umumnya disebabkan saksi dan korban takut memberikan kesaksian, karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. Padahal, suksesnya proses peradilan pidana ditentukan keberadaan saksi dan korban. Dibutuhkan sebuah Undang-Undang dan lembaga yang memberi perlindungan terhadap saksi dan korban.

Bahwa tingginya apresiasi masyarakat pada saat ini terhadap upaya penegakan hukum merupakan salah satu faktor pendukung dalam perlindungan saksi karena berdasarkan fakta pada sekarang ini para anggota masyarakat terkesan tidak takut lagi untuk datang menghadap ke Kepolisian maupun Pengadilan untuk memberikan kesaksiannya.

85

83

Wawancara dengan AKP. K. Turnip, SH. Anggota DitReskrim Poldasu.

84

Wawancara dengan AKP. Poerwanto, SH, Anggota DitReskrim Poldasu.

85

http//fpks-DPR.or.id/new/main.php?op=isi&id=1899. UU Perlindungan Saksi dan Korban Jamin Penegakan Hukum di Indonesia. diakses tanggal 20 Januari 2008.


(3)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

- Bahwa saksi memiliki posisi penting dalam pembuktian perkara pidana sebagaiman terlihat dalam penempatannya pada pasal 184 KUHAP, yang menyatakan bahwa saksi adalah alat bukti utama. Pentingnya kedudukan saksi telah dimulai pada saat proses awal pemeriksaan, begitu pula dalam proses selanjutnya di Kejaksaan maupun di Pengadilan, keterangan saksi menjadi acuan bagi Hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa.

- Perlindungan dan hak-hak yang terdapat dalam UU ini sudah cukup memadai, dalam arti prinsip-prinsip dan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang diperlukan saksi dan atau korban yang mendapat ancaman dan atau tekanan tersebut sudah terakomodasi dalam UU ini. Disamping itu, saksi korban juga mendapatkan


(4)

hak-Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

hak tertentu lainnya sebagai bagian dari keadilan bagi korban yang telah mengalami tindak pidana dan menimbulkan kerugian bagi korban. Saksi korban secara prosedural diberikan hak untuk memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di persidangan dan memberikan keterangan secara tertulis ataupun melalui sarana elektronik. Dimana semua hak-hak dan bantuan yang terdapat dalam UU ini akan di akomodir oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

- Bahwa walaupun sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, pihak Kepolisian sebenarnya telah melakukan perlindungan kepada pada saksi dan korban selama berada dalam pemeriksaan di Kepolisian. Perlindungan diberikan secara otomatis oleh pihak Kepolisian walaupun pihak saksi dan korban tidak ada meminta secara langsung karena dalam hal ini pihak saksi khususnya pelapor dan korban memberi laporan kepada pihak Kepolisian terdapat 2 hal penting yaitu agar perkara tersebut diperiksa oleh pihak Kepolisian dan agar mendapatkan perlindungan dari pihak Kepolisian. Setelah diberlakukannya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban pihak Kepolisian khususnya telah menyatakan kesiapannya untuk menjalankan UU tersebut tetapi hal ini harus juga diikuti dengan kontribusi pemerintah dalam hal anggaran


(5)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

karena jika implementasi dari UU Perlindungan Saksi dan Korban ini membutuhkan anggaran yang sangat besar.

B. Saran

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis dengan ini dapat mengajukan beberapa saran dan masukan yaitu :

1. pihak Pemerintah dalam hal ini harus lebih mencurahkan perhatiannya kepada penegakan hukum di Indonesia, pemberlakuan Undang-undang ini memang menjadi satu titik tolak penegakn hukum di Indonesia tetapi serasa percuma dikarenakan Peraturan Pemerintah yang merupakan Peraturan Pelaksana dari Undang-undang ini hingga sekarang belum juga diterbitkan. Sehingga Undang-undang ini seperti menjadi percuma. Untuk itu seharusnya Pemerintah harus lebih serius lagi karena tanpa adanya peraturan pelaksana Undang-undang ini tidak akan memiliki arti bagi penegakan hukum di Indonesia.

2. bahwa dalam menjalankan Undang-undang ini Pemerintah harus mampu menyediakan suatu anggaran khusus dan tersendiri mengingat bahwa dalam memberikan hak-hak terhadap saksi dan korban tidaklah sedikit, dibutuhkan dana yang sangat besar. Kalau kita bercermin kepada Amerika Serikat, Pemerintah Amerika Serikat dalam menjalankan program perlindungan saksi menyediakan dana yang tidak terbatas.

3. bahwa selain didukung oleh anggaran tersendiri, seharusnya Pemerintah juga membenahi kesiapan mental para penegak hukum di Indonesia. sudah


(6)

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara), 2008.

USU Repository © 2009

menjadi rahasia umum bagaimana Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan di Indonesia. Jadi selama hal itu belum dapat diperbaiki, maka terciptanya kepastian hukum dan terjadinya penegakkan hukum di Indonesia hanya sekedar wacana saja.


Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR.13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

0 9 46

Eksistensi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

4 107 95

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 2 11

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 2 12

PENUTUP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 3 8

TINJAUAN TENTANG PROBLEMATIK NORMATIF UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SERTA URGENSI KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK ) DI DAERAH

0 5 99

Optimalisasi Perlindungan Saksi dan Korban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( Berdasarkan Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

0 0 6

PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN KEPOLISIAN SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UU NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Barat).

0 2 12

UU 13 2006 perlindungan saksi dan korban

0 1 19

UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

0 0 18