Tata Cara Pemberian Perlindungan dan Bantuan

Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 korban akan memiliki perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. Jika hal tersebut membuat kepolisian terlibat dalam perlindungan sebagaimana disyaratkan dalam undang-undang, keselamatan para saksi hampir pasti tidak dapat terjamin, secara khusus dimana kebanyakan pelaku dalam kasus pelanggaran HAM adalah kepolisian. Pendirian kantor cabang, di atas segalanya, tentu diperlukan di daerah- daerah tertentu dimana pelanggaran HAM serius sering terjadi, seperti Aceh, Papua Barat, Maluku, dan Sulawesi. Undang-undang juga tidak merujuk pada hak apapun bagi para korban atau saksi untuk memilih divisi lain di kepolisian untuk melaksanakan langkah- langkah perlindungan, begitu kepolisian ditugaskan untuk melaksanakan tugas perlindungan. Hal ini penting dalam kasus dimana petugas kepolisian di daerah biasanya menjadi pelaku pelanggaran HAM. Perlindungan saksi yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemberantasan Korupsi Hong Kong Independent Commission against Corruption, sebagai contoh pelaksanaannya dilakukan oleh divisi khusus tersendiri. 49 Tata cara memperoleh perlindungan sebagai berikut:

D. Tata Cara Pemberian Perlindungan dan Bantuan

50 49 1. Saksi danatau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga perlindungan saksi dan korban ; 2. Lembaga perlindungan saksi dan korban segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; http:www.fokerlsmpapua.orgfokerberitapartisipanartikel_cetak.php?aid=2594, Indonesia : Sebuah Tinjauan Kritis UU Perlindungan Saksi dan Korban oleh Asian Human Rights Commision., diakses tanggal 22 November 2007. 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 3. Keputusan lembaga perlindungan saksi dan korban diberikan secara tertulis paling lambat 7 tujuh hari sejak permohonan perlindungan diajukan. Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi dan atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Saksi dan atau Korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan Perlindungan Saksi dan Korban. Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan Perlindungan saksi dan Korban memuat : 1. kesediaan Saksi dan atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan ; 2. kesediaan Saksi dan atau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya ; 3. kesediaan Saksi dan atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK ; 4. kewajiban Saksi dan atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK ; 5. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepaad saksi dan korban termasuk keluarganya sejak ditanda tanganinya pernyataan kesediaan. Penghentian perlindungan keamanan seorang saksi dan korban harus dilaksanakan secara tertulis. Bantuan diberikan kepada saksi dan korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK. Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Dalam hal melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat bekerja sama dengan instansi yang terkait dan berwenang. 51 Karena merupakan lembaga yang mandiri maka kemudian UU PSK tidak meletakkan struktur LPSK berada di bawah instansi manapun baik instansi pemerintah eksekutif maupun lembaga negara lainnya. Walaupun dari segi finansial lembaga ini didukung sepenuhnya dari keuangan negara. Pilihan UU terhadap model lembaga seperti ini tentunya menyerupai berbagai lembaga negara yang telah ada seperti: Komnas HAM, KPK, PPATK dan lain sebagainya. Apa yang menjadi pertimbangan dari para perumus UU untuk menetapkan model lembaga seperti ini? Dari berbagai dokumen yang ada, keputusan untuk memilih model lembaga ini terkait dengan beberapa argumentasi. Pertama, keinginan untuk membuat lembaga yang secara khusus mengurusi masalah perlindungan saksi dan korban yang tidak berada di bawah institusi yang sudah ada, yakni kepolisian atau kejaksaan, Komnas HAM atau Departemen Hukum dan HAM. UU PSK menyatakan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri. Apa yang dimaksud mandiri dalam UU ini, lebih tepatnya adalah sebuah lembaga yang independen biasanya disebut sebagai komisi independen, yakni organ negara state organs yang di idealkan independen dan karenanya berada di luar cabang kekuasaan baik Eksekutif, Legislatif maupun Judikatif, namun memiliki fungsi campuran antar ketiga cabang kekuasaan tersebut. 51 http:www.fokerlsmpapua.orgfokerberitapartisipanartikel_cetak.php?aid=2594, dengan judul Indonesia : Sebuah Tinjauan Kritis UU Perlindungan Saksi dan Korban oleh Asian Human Rights Commision. Diakses tanggal 22 November 2007. Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Kedua, karena institusi yang lainnya sudah memiliki beban tanggungjawab yang besar, oleh karena itu jangan sampai program perlindungan membebani lagi lembaga-lembaga tersebut. 52

E. Ketentuan pidana UU No.13 Tahun 2006

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR.13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

0 9 46

Eksistensi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

4 107 95

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 2 11

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 2 12

PENUTUP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

0 3 8

TINJAUAN TENTANG PROBLEMATIK NORMATIF UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SERTA URGENSI KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK ) DI DAERAH

0 5 99

Optimalisasi Perlindungan Saksi dan Korban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( Berdasarkan Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

0 0 6

PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN KEPOLISIAN SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UU NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Barat).

0 2 12

UU 13 2006 perlindungan saksi dan korban

0 1 19

UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

0 0 18