Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
1. Manfaat Teoritis
Karya tulis ini diharapkan akan bermanfaat menambah dan memperkaya literatur-literatur yang telah ada sebelumnya khususnya mengenai perlindungan
saksi dan korban. Karya tulis ini diharapkan juga dapat menjadfi bahan acuan untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi.
2. Manfaat Praktis
Disamping itu diharapkan dengan adanya karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka menyempurnakan peraturan-peraturan di
bidang hukum pidana terutama di bidang perlindungan saksi dan korban. Semoga karya tulis ini dapat memeberikan gambaran yang cukup jelas mengenai
perlindungan terhadap saksi sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penegakan hak asasi manusia khususnya kepada saksi dan korban
yang telah ada.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang penulis tulis ini adalah merupakan hasil buah pikiran penulis sendiri ditambah literatur-literatur lain baik buku-buku milik penulis sendiri
maupun buku-buku dai perpustakaan serta sumber-sumber lain yang menunjang skripsi ini.
Penulisan skripsi ini murni dikerjakan oleh penulis sendiri dengan topik yang penuklis bahas dalam skripsi ini yang belum pernah dibahas oleh orang lain
yang dapat dibuktikan berdasarkan data yang ada di sekretaris. Bila ternyata
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
terdapat judul yang sama sebelum skripsi ini dibuat penulis bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Saksi
Saksi memiliki pengertian sebagai orang yang melihat atau mengetahui, seperti :
1. orang yang diminta hadir pada suatu sesuatu peristiwa untuk
mengetahuinya supaya bilaman perlu dapat memberi keterangan juga membenarkan peristiwa tadi sungguh-sungguh terjadi.
2. orang yang mengetahui sendiri suatu kejadian.
3. orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan
pendakwa atau terdakwa.
9
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP pada Pasal 1 Nomor 26 pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
10
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
9
Wjs Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta; 1961. halaman 794.
10
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri danatau ia alami sendiri.
11
Perbedaan dengan rumusan KUHAP adalah bahwa rumusan saksi dalam UU ini mulai dari tahap penyelidikan sudah dianggap sebagai saksi sedangkan
KUHAP mulai dari tahap penyidikan. Definisi saksi yang demikian ini dapat dikatakan mencoba menjangkau pada saksi pelapor yang sering terdapat dalam
kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus narkoba psikotropika.
12
Bahwa saksi dalam memberikan keterangannya hanya boleh mengenai keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap
persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyebabkan seorang saksi mengetahui hal sesuatu. Bahwa suatu pendapat atau suatu persangkaan yang
disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi.
13
Keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditum, maksudnya agar hakim lebih cermat dan
memperhatikan keterangan yang diberikan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur dan objektif.
14
Asas dalam pemeriksaan saksi adalah asas unus testis nullus testis artinya satu saksi bukan merupakan saksi yang diatur dalam Pasal 185 ayat 2 KUHAP
11
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.
12
http:www.prakarsarakyat.orgdownloadHAMKampanye20ELSAM20RUU20Perlin dungan20Saksi203.pdf , Analisis Terhadap RUU Perlindungan Saksi dan Korban versi Badan
Legislatif DPR, oleh Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu Wagiman dan Zaenal Abidin, diakses tanggal 17 Oktober 2007.
13
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung; 1983. hal 118.
14
H. R. Abdussalam, Sik, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat Jilid 2, Restu Agung, Jakarta; 2006 hal 142.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
tetapi asas tersebut dapat disimpangi berdasarkan Pasal 185 ayat 3 KUHAP bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan satu alat bukti lain
yang sah. Berdasarkan tafsir acontrario keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan kesalahan apabila disertai alat bukti lain.
15
Suatu hal yang sangat perlu dikemukakan dalam pembicaraan saksi adalah yang berhubungan dengan keterangan saksi itu sendiri yaitu seberapa jauh luas
dan mutu saksi yang harus diperoleh atau digali oleh penyidik dalam pemeriksaan. Kemudian seberapa banyak saksi yang diperlukan ditinjau dari daya guna
kesaksian tersebut.
16
Oleh karena itu, para penyidik harus benar-benar selektip memilih untuk memeriksa saksi-saksi yang berbobot sesuai dengan patokan landasan hukum
yang ditentukan, yang dianggap memenuhi syarat keterangan saksi secara yustisial.
17
15
Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung,;2003 hal 42
16
M. Yahya Harahap, SH, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 1993; halaman 145.
17
Ibid, halaman 146.
Selain diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2006, peraturan tentang perlindungan saksi, pelapor, dan korban tersebar di berbagai peraturan perundang-
undangan. Di bidang tindak pidana korupsi, perlindungan terhadap saksi dan pelapor diatur pula dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Disamping itu Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi, yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU Pencucian Uang. Peraturan ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2005, yang berlaku sejak 30 Desember 2005. Berdasarkan peraturan-peraturan itu, perlindungan yang diberikan
kebanyakan sebatas perlindungan terhadap ancaman fisik atau psikis. Baru dalam UU Pencucian Uang dan UU 132006 diatur perlindungan terhadap ancaman
yuridis, seperti ancaman gugatan perdata dan pidana terhadap saksi atau pelapor, yang dibuat sebagai serangan balik dari terlapor, seperti yang dialami Endin
Wahyuddin. Perlu ditegaskan kembali bahwa perlindungan terhadap saksi harus
diberikan atas dua hal: perlindungan hukum dan perlindungan khusus terhadap ancaman. Perlindungan hukum dapat berupa kekebalan yang diberikan kepada
pelapor dan saksi agar tidak dapat digugat atau dituntut secara perdata. Tentu dengan catatan, sepanjang yang bersangkutan memberikan kesaksian atau laporan
dengan itikad baik atau yang bersangkutan bukan pelaku tindak pidana itu sendiri. Perlindungan hukum lain berupa larangan bagi siapa pun untuk membocorkan
nama pelapor atau kewajiban merahasiakan nama pelapor disertai dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya.
Semua saksi, pelapor, dan korban memerlukan perlindungan hukum ini. Perlindungan khusus kepada saksi, pelapor, dan korban diberikan oleh negara
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan harta bendanya, termasuk keluarganya.
18
Selain Undang-undang dan Peraturan Pemerintah diatas, mengenai perlindungan saksi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 dan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat. Tetapi pada kenyataannya selama dalam Peradilan HAM Ad hoc
perlindungan terhadap saksi dan korban sangat tidak memadai bahkan hak-hak saksi dan korban yang telah secara tegas diatur dalam Undang-undang ini tidak
dapat diberikan.
19
2. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan berasal dari kata lindung yang artinya menempatkan diri dibawah sesuatu, supaya tersembunyi. Sedangkan perlindungan memiliki
pengertian suatu perbuatan, maksudnya melindungi, memberi pertolongan.
20
Recht berasal dari kata rechtum yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan.
Kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah Alkas yang selanjutnya diambil alih kedalam bahasa Indonesia
menjadi hukum. Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan.
18
http:rullysyumanda.orgcontentview456
19
http:www.prakarsarakyat.orgdownloadHAMKampanye20ELSAM20RUU20P erlindungan20Saksi201.pdf, Perlindungan Saksi dan Korban, Catatan atas Pelanggaran HAM
Berat Timor-timur, oleh Supriyadi Widodo Eddyono dkk, diakses tanggal 17 Oktober 2007.
20
Wjs Poerwadarminta. Op.cit , halaman 540.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Kata ius berasal dari kata iubere yang artinya mengatur atau memerintah. Perkataan mengatur atatu memerintah itu mengandung dan berpangkal pokok
pada kewibawaan.
21
Bellefroid mengatakan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat yang mengatur tata tertib masyarakat itu, didasarkan atas kekuasaan yang ada dalam
masyarakat.
22
Sebagai kesimpulan dari rumusan para sarjana tentang hukum, hukum adalah himpunan dari semua peraturan-peraturan yang hidup bersifat memaksa ,
berisikan petunjuk baik merupakan perintah maupun larangan berbuat sesuatu Utrecht memberikan rumusan bahwa hukum itu adalah himpunan petunjuk
hidup perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Selanjutnya Prof. MR. Paul Scholten dalam bukunya Algemene deel, 1934, hal 16, hukum itu adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dikerjakan apa
yang tidak, jadi hukum itu suatu perintah. Van Vollenhoven dalam bukunya het adapt recht van Nederland Indie,
hukum itu adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan bentur-membentur tanpa hentinya dengan gejala-gejala
lainnya.
21
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta; 2005. hal 24-25.
22
K. Kueteh Sembiring, Sumber-sumber Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;1987. hal 9.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
atau tidak berbuat dengan maksud mengatur tata tertib dalam pergaulankehidupan masyarakat.
Peraturan-peraturan yang hidup maksudnya meliputi peraturan-peraturan tidak tertulis yang terdapat dalam kebiasaan dan adapt istiadat. Peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa berarti melanggar perintah dan larangan berakibat akan mendapat sanksireaksi dari organ pemerintah seperti juru sita,
jaksa, polisi dan sebagainya juga dari masyarakat.
23
3. Pengertian Kepolisian
Istilah Polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani “Politeia“ yang berarti Pemerintahan Negara. Seperti yang diketahui bahwa dahulu sebelum
masehi Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “Polis”. Pada waktu itu pengertian polisi adalah menyangkut segala urusan pemerintah atau dengan kata
lain arti polisi adalah urusan pemerintahan.
24
Di Indonesia dapat kita ketahui pengertian polisi terdapat dalam Undang- undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang
terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa :
25
23
Ibid. halaman 11-12
24
Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIK, Jakarta; 1972, hal 13.
25
Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo
sebagai berikut :
26
a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik
warga negara. b.
Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.
c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban-
kewajiban publiknya dilaksanakan. d.
Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan Peradilan.
e. Mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan
atau tidak dilakukannya. Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok itu polisi
memiliki 2 dua fungsi utama yaitu :
27
a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu
berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketatanan umum, orang-orang dan harta bendanya,
dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan yang dapat
26
R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri. Pol, Sukabumi; 1975, hal 12.
27
Ibid, hal 19.
Muhammad Ayodia Rizaldi : Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Studi di
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
dihukum dan perbuatan-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.
b. Fungsi Represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi
berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman.
Menurut Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan Hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
28
F. Metode Penelitian