f. Jenis Kelamin Morrison dalam Novliadi, 2007 menyatakan bahwa pria dan wanita
akan berbeda dalam mempersepsikan OCB. Wanita akan lebih mempersepsikan bahwa OCB merupakan bagian dari perilaku in-role
dibanding pria.
B. PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN
1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange LMX Sandjaja Handoyo, 2012. Teori LMX pertama kali
diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX adalah teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang
diantara atasan dan bawahan Graen, dalam Ping Yue, 2010. LMX merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara
berkesinambungan akan mengalami perkembangan Yukl, 2010. Landy 1989 menyatakan bahwa teori LMX merupakan model hubungan
Vertical-Dyad. Dyad merupakan hubungan dalam suatu kelompok yang terdiri dari dua orang yang berada pada tingkat yang berbeda dalam suatu organisasi.
Dyad terdiri dari atas 2 bagian yaitu horizontal dyad dan vertical dyad. Horizontal dyad adalah hubungan antara sesama rekan kerja sedangkan vertical dyad adalah
hubungan antara atasan dengan bawahan. Menurut Tosi, et..al 1990 hubungan atasan dan bawahan adalah
hubungan yang terjadi melalui proses pembentukan peran seorang bawahan ketika
berinteraksi dengan atasannya. Liden dan Maslyn 1998 mendefiniskan LMX sebagai dinamika hubungan antara atasan dan bawahan, bersifat multidimensional
dalam suatu dyad yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi.
Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah penilaian
anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan dengan bawahan
yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad. 2.
Dimensi – Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Liden dan Maslyn 1998 menyatakan bahwa LMX memiliki empat dimensi, yaitu :
a. Kontribusi Kontribusi berkaitan dengan kegiatan yang mengarah pada tugas
ditingkat tertentu diantara anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang mengarah pada tugas
adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja, demikian halnya pada
atasan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
b. Loyalitas Loyalitas adalah ungkapan untuk mendukung tujuan dalam hubungan
timbal balik antara atasan dan bawahan. Loyalitas mengacu pada
keinginan bawahan untuk melakukan hal lebih kepada organisasi tanpa mengharapkan imbalan dan konsisten pada setiap keadaan.
c. Afeksi Afeksi adalah perasaan, kepedulian di antara atasan dan bawahannya
bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam
suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat satu sama lain.
d. Respek terhadap profesi Respek terhadap profesi adalah persepsi mengenai sejauh mana pada
setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun citra di dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di
dalam pekerjaan. C.
PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN- BAWAHAN
TERHADAP ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR OCB
Konsep OCB pada dasarnya merujuk kepada perilaku kerja yang melebihi persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi Richard, 2003.
Setiap organisasi sangat membutuhkan anggota yang memiliki OCB guna meningkatkan efektifitas organisasi. Hal ini dikarenakan OCB merupakan bagian
penting dalam suatu organisasi karena perilaku tersebut akan mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya. OCB mencerminkan nilai lebih yang
dimiliki seorang karyawan yang mengarahkan organisasi dalam produktivitas
yang lebih baik Rayner, Lawton, Williams, 2012.
OCB sangat bermanfaat bagi organisasi seperti mempertahankan stabilitas organisasi, menghemat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dan
meningkatkan produktivitas
karyawan. Sweeney
McFarlin 2002
mengungkapkan bahwa perilaku OCB jika dilakukan oleh banyak karyawan secara terus menerus dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktivitasnya
serta melampaui kinerja para kompetitornya. Berdasarkan dampak positif tersebut, OCB pada masing-masing anggota dalam organisasi harus ditingkatkan guna
mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi terbentuknya OCB pada anggota organisasi, salah satunya adalah
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange LMX Sandjaja Handoyo, 2012. LMX merupakan teori
yang menjelaskan hubungan pertukaran sosial yang terjadi antara atasan dan bawahan Cotterell, 2003. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terdiri dari
empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi , dan respek terhadap profesi Liden Maslyn, 1998. Hubungan antara persepsi kualitas interaksi atasan-
bawahan dengan OCB dapat ditinjau dari masing-masing dimensi dari kedua konstruk ini.
Konovsky dan Pugh 1994 menyatakan bahwa hubungan pertukaran sosial yang dikembangkan antara bawahan dan atasan berjalan dengan baik, maka
akan dapat mendorong OCB seorang bawahan. Bawahan yang memiliki kualitas
interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat mengerjakan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka lakukan, begitu pula sebaliknya Murphy, et..al, 2003. Hal ini
sesuai dengan dimensi kontribusi yang menyatakan bahwa anggota dalam organisasi akan bersedia untuk melakukan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka
lakukan dan secara tidak langsung dapat menumbuhkan OCB pada anggota organisasi.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Miner dalam Novliadi, 2007 yang mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan berhubungan dengan OCB.
Hal ini terlihat bahwa bila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi akan memberikan dampak baik seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan
kinerja karyawan. Dimensi loyalitas dalam persepsi kualitas interaksi atasan- bawahan menyatakan bahwa anggota yang memiliki loyalitas akan lebih bersedia
untuk bekerja secara sukarela pada organisasinya dibandingkan anggota yang tidak memiliki loyalitas. Bekerja secara sukarela termasuk ke dalam OCB,
sehingga anggota yang memiliki loyalitas tentu memiliki OCB. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim Salleh 2014
menyatakan bahwa LMX merupakan salah satu faktor yang mampu mengarahkan bawahan memiliki OCB, artinya atasan mampu memberikan motivasi kepada
bawahan dan bawahan menjadi bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, bahkan melebihi harapan dari atasannya. Hal ini sesuai dengan dimensi
afeksi yang berhubungan dengan rasa dekat, saling memiliki, saling memberikan motivasi sehingga diyakini dapat menimbulkan OCB pada anggota organisasi.
D. HIPOTESA PENELITIAN