Faktor penyebab stres orangtua dari anak autis
karena keterbatasan anaknya. Mereka kuatir dengan kondisi anaknya tersebut ketika mereka tidak dapat lagi disamping anaknya. Perasaan negatif ini dapat
menggerogoti kesehatan fisik dan psikologis orangtua. Orangtua menjadi mudah marah, sedih, sensitif, rendah diri, dan tak jarang mereka mengalami
penurunan kesehatan. Mereka mengalami depresi dan stres Puspita, 2005. 4. Persepsi yang salah tentang autis
Banyak orangtua anak autis tidak mendapat informasi yang benar tentang gangguan autis, sehingga mereka salah langkah dan tidak jarang
mereka menyalahkan diri mereka. Kurangnya informasi dapat membuat orangtua memiliki persepsi yang negatif dengan keadaan anaknya. Pesepsi
orangtua yang negatif memperburuk kondisi psikisnya, karena persepsi negatif akan menyebabkan orangtua merasa cemas, depresi, frustasi, dan stres
Safaria, 2005. Persepsi masyarakat terhadap anaknya juga memberi kontribusi
memicu stres orangtua anak autis. Persepsi yang berkembang dalam masyarakat adalah autis disebabkan oleh kurang hangatnya orangtua dan
kesalahan pola asuh orangtua Handojo, 2001. Persepsi ini semakin memojokkan posisi orangtua. Masyarakat beranggapan anak autis adalah anak
nakal, kurang diajar, dan bersikap sinis terhadap anak autis. Perilaku ini dapat membuat orangtua terpukul dan tertekan, karena orangtua merasa kurang
mendapat dukungan dari orang disekitarnya. Meskipun orangtua mengetahui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa penyebab sikap masyarakat seperti itu karena kurangnya informasi tentang autis.
5. Harapan orangtua terhadap anak Setiap orangtua memiliki harapan besar kepada buah hatinya. Harapan
orangtua dapat berupa harapan untuk memiliki anak berjenis kelamin tertentu, sehingga orangtua akan berusaha keras dan tak jarang mereka menambah
jumlah anak demi memenuhi harapan mereka. Harapan yang tidak dapat terpenuhi sering membuat orangtua merasa frustasi dan tertekan Mappiare,
1983. Harapan orangtua tentang kondisi anak ideal memberi pengaruh besar
pada kondisi orangtua. Konsep ideal terkait dengan penampilan fisik, sikap dan budi perkerti, kecakapan, bakat, minat, dan segala hal yang dinilai baik
Mappiare, 1983. Namun, pada kenyataan anak mereka didiagnosa autis. Anak mereka mengalami keterbatasan dalam emosi, kognitif, dan sosial
membuat orangtua mengalami reaksi emosinal negatif dan berkembang menjadi stres Safaria, 2005.
6. Masalah keuangan Kondisi keuangan merupakan salah satu sumber ketahanan terhadap
stres. Kondisi keuangan sangat mempengaruhi orang dalam menghadapi stres, karena uang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka,
seperti pangan, sandang, papan, pemelihara kesehatan, hiburan, dan lain-lain Sheridan dan Radmacher, 1992.
Forman 1993 mengemukakan bahwa beban biaya hidup yang besar ini memberi tekanan yang besar. Sekarang ini biaya hidup semakin
meningkat. Orangtua dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan masih harus mencari biaya tambahan untuk membiayai terapi anaknya. Terapi
yang ada saat ini relatif mahal, sehingga orangtua merasa tertekan. 7. Perasaan-perasaan tidak layak
Perasaan tidak layak mejadi orangtua muncul ketika orangtua mulai menyalahkan diri mereka. Mereka berpikir bahwa merekalah yang
menyebabkan gangguan autis. Dalam benak mereka dipenuhi pertanyaan- pertanyaan seperti, mengapa saya?, salah siapa?, apa dosa saya?, dan lain-lain.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat orangtua anak autis semakin merasa bersalah dan tidak layak menjadi orangtua. Perasaan-perasaan akan memberi
efek negatif dengan kondisi emosional orangtua, sehingga mereka sering merasa depresi dan stres Puspita, 2005.
8. Proses penerimaan diri Orangtua masih dalam proses menuju penerimaan diri. Fase ini
diawali dengan perasaan syok. Perasaan syok muncul ketika orangtua mengetahui anaknya didiagnosa autis. Perasaan ini menimbulkan dampak
fisik, seperti lemas, dingin, dada sesak, mual, dan pingsan. Orang diliputi perasaan negatif yang campur aduk Safaria, 2005.
Sesudah perasaan syok mulai teratasi, berganti muncul berbagai rasa di bawah ini.
a. Limbung, tidak tahu harus berbuat apa, merasa tidak berdaya. b. Merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri.
c. Marah pada diri sendiri, pasangan, anak autis tersebut, bahkan kepada Tuhan.
d. Sedih, putus asa yang berkembang menjadi depresi dan stres berkepanjangan.
e. Merasa diperlakukan tidak adil. f. Tidak percaya pada fakta dan pindah dari dokter satu ke dokter lain untuk
menegaskan bahwa dokter itu salah dan terjadi tawar-menawar diagnosa. g. Menolak fakta atau kenyataan dan bersikukuh bahwa anaknya tidak
bermasalah. h. Menerima kenyataan.
Sebelum sampai fase penerimaan, pada umumnya orangtua mengalami perasaan tak berdaya, depresi dan sering berkembang menjadi stres
berkepanjangan Puspita, 2005. Proses orangtua dalam menyesuaikan diri dengan kehadiran anak yang
sangat istimewa ini menuntut energi yang ekstra besar. Proses ini sering diwarnai dengan reaksi emosional negatif seperti takut, sedih, marah, cemas,
gelisah, kuatir, putus asa, dan kecewa. Reaksi emosional ini harus dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dikenali dan diatasi. Orangtua yang tidak mampu mengatasinya akan mengalami depresi dan stres Sarafia, 2005.
Orangtua anak autis memiliki kemungkinan besar terkena stres. Sedang, faktor penyebab stres orangtua anak autis antara lain gangguan fungsi pada
anaknya, perilaku liar anak, masa depan anaknya, persepsi yang salah tentang anaknya, harapan yang besar kepada buah hatinya, masalah keuangan, munculnya
perasaan tidak layak menjadi orangtua, dan orangtua masih dalam proses penerimaan diri. Tingkat stres yang dimiliki tiap orangtua pasti berbeda
tergantung dengan potensi diri mereka dan dukungan sosial yang mereka terima.