Asam stearat dapat mengentalkan lotion. Penggunaan asam stearat berkisar antara 3 – 5 Serbuk asam stearat bersifat iritatif, namun sifat tersebut
akan hilang bila terjadi netralisasi Boyland, 1986.
L. Trietanolamin
N HO
OH
HO
Gambar 5. St r ukt ur t r iet anolamin
Trietanolamin adalah cairan kental jernih, berwarna kekuningan, dan berbau seprti amonia. Trietanolamin bersifat higroskopis. Trietanolamin dapat
bereaksi dengan asam membentuk garam dan ester. Reaksi yang terjadi antara trieetanolamin dan asam lemak bebas membentuk sabun yang dapat berfungsi
sebagai detergen ataupun emulsifying agent. Garam yang dihasilkan dari reaksi trietanolamin dengan asam lemak bebas mempunyai pH netral dan tidak
mengiritasi kulit Boyland, 1986. Secara umum, trietanolamin merupakan senyawa basa yang aman bila digunakan dalam kosmetik Jellinek, 1970.
M. Gliserin
OH HO
OH
Gambar 6. St r ukt ur gliser in
Gliserin merupakan nama lain dari gliserol, propane-1,2,3-triol, 1,2,3- propanetriol, 1,2,3-trihydroxypropane, glyceritol, dan glycyl alcohol. Gliserin
bersifat tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasanya manis, dan berupa cairan viscous. Gliserin merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus –OH
yang bertanggungjawab terhadap kelarutannya di air Anonim, 2006f. Gliserin
digunakan sebagai
humektan, dan lubricant pada produk –
produk perawatan tubuh seperti pasta gigi, mouthwash, produk perawatan kulit, krim cukur, produk untuk rambut, dan sabun Anonim, 2006f. Gliserin
digunakan sebagai humektan pada jumlah 3 – 8 Anonim, 2006c.
N. Nipagin
O
HO O
Gambar 7. St r ukt ur nipagin
Nipagin disebut
juga metil
paraben CH
3
C
6
H
4
OHCOO merupakan penghambat pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan
dalam makanan dan kosmetik Kim, 2005. Metil paraben telah terbukti aman untuk digunakan sebagai pengawet kosmetik Anger, 1996.
O. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.
Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor akan menyebabkan perubahan besar pada responnya Bolton, 1990.
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor misal A dan B yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan
level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu
respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan pertanyaan sebagai berikut :
a. apakah faktor A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu respon?
b. apakah faktor B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu respon?
c. apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu respon? Bolton, 1990
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian yaitu faktor, level, efek dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon
Voigt, 1994. Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level
rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada
level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dikuantitatifkan
Bolton, 1990. Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut :
Y = b + b
1
X
A
+ b
2
X
B
+ b
12
X
A
X
B
dimana : Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X
A,
X
B
= level bagian A dan B b
= rata-rata dari semua percobaan b
1
, b
2
, b
12
= koefisien dapat dihitung dari hasil percobaan Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan yaitu 1 A dan B masing-masing pada level rendah, a A pada level tinggi dan B pada level rendah, b A pada level rendah dan B pada level tinggi,
dan ab A dan B masing-masing pada level tinggi. Selain faktor dominan yang berpengaruh yang dapat diketahui dari metode ini, dapat juga diketahui komposisi
optimum melalui contour plot super imposed pada level yang diteliti Bolton, 1990.
P. Landasan Teori