41
mengancam. Toleransi terhadap umat Katolik sebagai kelompok minoritas cukup baik. Tidak pernah terjadi gangguan terhadap peribadatan Katolik.
Secara politis, peran umat Katolik dalam tata pemerintahan sangat minim terkecuali  mereka  yang  bekerja  sebagai  PNS  bila  dibandingkan  dengan  adanya
keterwakilan  orang  Katolik  baik  pada  lembaga  legislatif  maupun  di  lembaga yudikatif.  Faktor  mendasar  yang  melatarbelakangi  hal  tersebut  adalah  faktor
minoritas umat Katolik.
b. Kondisi Ekonomi
Mata  pencaharian  mayoritas  penduduk  kecamatan  ini  adalah  petani sawah  tadah  hujan,  buruh  bangunan,  buruh  tani,  pedagang,  wiraswasta,  dan
sebagainya.  Gambaran  jenis  mata  pencaharian  tersebut  menggambarkan masyarakat  berpenghasilan  rendah  dengan  kondisi  ekonomi  rumah  tangga  yang
miskin. Di  Wonogiri  hampir  sebagian  besar  tanahnya  tidak  terlalu  subur  untuk
pertanian,  tanah  bebatuan  dan  kering  membuat  penduduknya  lebih  banyak merantau, karena mengandalkan hasil pertanian saja masyarakat sekitar Baturetno
tidak  bisa  mencukupi  kebutuhan  rumah  tangganya,  sehingga  mencari  tambahan penghasilan  sebagai  buruh  ke  kota  merupakan  cara  untuk  mencukupi  kebutuhan
tersebut. Beberapa  produk  makanan  khas  Baturetno  adalah  tempe  keripik,  sate
kambing, dan gudeg terik, yang dapat dijumpai di sekitar pasar dan terminal bus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Sementara  memelihara  ternak  sapi,  kambing,  ayam  adalah  usaha  sampingan untuk menambah pendapatan keluarga bagi masyarakat pedesaan.
Tabel 2.2 Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Wonogiri
No Jenis Komoditi
Produksi Lokasi kecamatan
1.
Pertanian
1. Ubi kayu 2. Padi
3. Jagung 798.782 ton
365.083 ton 299.810 ton
25 kecamatan 24 kecamatan
25 kecamatan 2.
Tanaman Buah-buahan
1. Mangga 2. Pisang
72.899 kw 62.975 kw
25 kecamatan 25 kecamatan
3. Peternakan
1. Sapi potong 2. Ayam buras
3. Ayam ras pedaging 183.678 ekor
2.227.550 ekor 1.332.954 ekor
25 kecamatan 25 kecamatan
16 kecamatan 4.
Perkebunan
1. Jambu mete 2. Janggelan
3. Kelapa dalam 18.164 ton
13.614 ton 15.729 ton
25 kecamatan Bulukerto
Paranggupito
5.  Bahan Galian Nonlogam
1. Batu gamping
2. Tanah liat
3. Batu ½ permata 3.599 juta m
3
luas 4.130 ha
275.878.050 m
3
1.800 m
3
Pracimantoro, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo,
Paranggupito, Baturetno, Batuwarno
dan Puhpelem. Tirtomoyo, Puhpelem,
Bulukerto Giriwoyo, Karangtengah
43
6. Industri Pengolahan
1. Anyaman bambu 2. Kerajinan akar wangi
3. Patung kayu antik 4. Batik tulis
5. Genteng
6. Batu bata
7. Terompet 8. Tempe
9. Gerabah 10. Batu split
11. Jamu gendong 12. Tepung mocca
13. Tepung tapioka 4.164.050 buah
1.200 pcs 48.000 buah
13.500 potong 85.362.000 buah
47.145.000 buah
153.840.000 buah 7.069.725 kg
465.000 buah 43.975 m3
959.451.955 liter 108 ton
4.788 ton 25 kecamatan
Bulukerto Purwantoro
Tirtomoyo, Wonogiri Tirtomoyo, Girimarto,
Giriwoyo, Purwantoro, Slogohimo, Kismantoro
Baturetno, Giriwoyo, Purwantoro, Jatiroto,
Selogiri Bulukerto
25 kecamatan Purwantoro
Baturetno, Purwantoro, Ngadirojo, Wonogiri
25 kecamatan Girimarto
Nguntoronadi, Selogiri Sumber:  Wonogiri Dalam Angka 2011,  Disbudparpora tahun  2011.
4. Visi dan Misi Paroki
Paroki  Baturetno  merupakan  bagian  dari  KAS  dan  bagian  dari spiritualitas Yesuit, maka dirumuskan Visi dan Misi Paroki sebagai berikut.
a. Visi
Dalam  terang  Roh  Kudus,  menjadi  Umat  Allah  yang  relevan  dan signifikan  dengan  beriman  yang  tangguh  dan  tahan  uji,  mengakar  pada  budaya
setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
b. Misi
1. Membangun pribadi dan hidup kristiani yang tangguh dengan meneladan
Santo Yusup yang rendah hati dan tahan uji. 2.
Membangun  keluarga  beriman  berdasarkan  semangat  Injil  supaya terbuka dan setia pada sabda Kristus.
3. Menumbuhkembangkan  Gereja  yang  dewasa  dan  tangguh  dalam
melayani  sesama  terutama  kaum  KLMTD  demi  mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
4. Menumbuhkembangkan  Gereja  berdasarkan  semangat  Kristus  yang
mengakar pada budaya setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan.
5. Gerakan “Menanam Air” Sebagai Bentuk Kepedulian Gereja
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian gerakan “menanam
air”,  latar  belakang  gerakan,  pelaku  gerakan,  faktor  yang  mendukung  dan menghambat  gerakan  dan  jenis-jenis  pohon  yang  ditanam  dalam  gerakan  ini.
Data- data  mengenai  gerakan  “menanam  air”  diperoleh  dari  wawancara  singkat
dengan Pastor Paroki Baturetno yaitu Romo J. Muji Santara, SJ.
a. Pengertian “Menanam Air”
“Menanam air” merupakan sebuah istilah baru dan terasa asing di telinga banyak  orang.  Namun  bagi  aktivis  gerakan  dan  bagi  sebagian  umat  di  Paroki
Santo Yusup Baturetno Wonogiri, “menanam air” bukanlah istilah yang baru dan
sudah  sering  mereka  dengar  di  dalam  kotbah  Romo  atau  di  dalam  kegiatan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45 kegiatan paroki yang mereka ikuti. “Menanam air” merupakan sebuah istilah yang
muncul  kurang  lebih  pada  tahun  2010  dimana  ada  seorang  teman,  sepulang  dari pertemuan  di  Klaten  membawa  istilah  itu  [Lampiran  1:  1].
Istilah  “menanam air”  digunakan  oleh  umat  di  Paroki  Santo  Yusup  Baturetno  untuk  menamai
gerakan  yang  mereka  lakukan  untuk  melestarikan  dan  memunculkan  sumber  air yang ada di daerah mereka.
Gerakan  “menanam  air”  merupakan  suatu  gerakan  menanam  pohon beringin  dan  pohon  gayam,  khususnya  di  daerah-daerah  yang  tidak  banyak
menjadi  tempat  hunian  manusia.  Istilah  menanam  air  sendiri  dipilih  karena  hasil yang  diperoleh  saat  menanam  pohon  besar  semacam  beringin  tidak  akan  segera
didapatkan, sumber air yang mereka lestarikan juga tidak langsung mereka petik, namun akan berbuah setelah pohon itu besar dan mampu menyerap air tanah yang
agak  sulit  didapatkan  di  daerah  Wonogiri.  Sama  seperti  halnya  menanam  pohon buah,  kita  harus  bersabar  untuk  menikmati  buahnya,  maka  menanam  pohon
beringin  juga  seperti  itu,  kita  harus  bersabar  memetik  buah  air  kehidupan  yang tentunya akan semakin sulit kita dapatkan di masa yang akan datang [Lampiran 1:
2-4]. Program
“menanam  air”  ini  merupakan  suatu  gerakan  bersama  yang dilakukan  oleh  umat  di  Paroki  Baturetno  dalam  memunculkan  sumber  air  bersih
dan dapat dikonsumsi di daerah mereka yang gersang dan merupakan daerah yang berbatu serta sulit untuk menemukan sumber air karena kedalaman sumber air di
sana sangat dalam dan agak sulit untuk dibor sementara kebutuhan akan air bersih terus meningkat setiap tahunnya.
46
Kurang  tersedianya  sumber  air  bersih  bagi  warga  sekitar  paroki Baturetno,  membuat  Pastor  dan  umat  di  Paroki  Baturetno  memikirkan  suatu
gerakan  yang  mampu  memunculkan  air  bersih  di  lingkungan  sekitar,  sehingga muncullah gagasan untuk menanam  pohon beringin  dan sejenisnya  yang  mampu
mengikat air di dalam tanah. Jenis pohon beringin sengaja dipilih karena mampu hidup di daerah yang gersang, mampu bertahan lama dan dapat mengikat air tanah
yang cukup dalam. Hal tersebut ditegaskan oleh Pastor Paroki sebagai berikut: Prioritas yang dibidik adalah tanah yang tidak bisa ditanami. Berdasarkan
kontur  tanah,  beringin  cocok  ditanam  karena  bisa  hidup  di  daerah  yang tidak produktif dan bisa hidup dimana saja. Namun tantangan yang terjadi
adalah  menanam  beringin  sama  dengan  menanam  demit  dan  sekarang tantangannya daun beringin untuk pakan ternak [Lampiran 1: 4].
Melihat  dari  pemilihan  pohon  yang  kurang  bermanfaat  secara  ekonomi namun  memiliki  manfaat  yang  baik  dalam  memunculkan  air  dan  oksigen,  maka
gerakan ini dinamakan gerakan menanam air.
b. Latar Belakang “Menanam Air”
Gerakan ini awalnya bermula dari keprihatinan Romo Muji selaku Pastor Paroki  Santo  Yusup  Baturetno  Wonogiri  yang  melihat  hiasan  altar  yang
digunakan  oleh  umat  di  paroki  menggunakan  hiasan  dari  bunga  plastik.  Melihat keprihatinan  tersebut  Romo  mulai  memunculkan  suatu  keindahan  dari  rumput
yang ada di pinggir jalan, kemudian beliau mengajak umat untuk menanam bunga di  sekitar  gereja  dan  di  sekitar  rumah  mereka  masing-masing.  Bunga  yang
ditanam  beragam  dan  termasuk  ke  dalam  bunga  yang  sederhana  yang  sering ditemui di pinggir jalan atau yang sering ditanam di rumah-rumah warga. Gerakan
47
ini  berjalan  dengan  baik  dan  membuat  umat  bisa  menghias  altar  dengan  bunga hidup dan tidak menggunakan bunga plastik.
Kegiatan ini bertahan sampai saat ini dimana umat tidak lagi bergantung untuk  membeli  bunga  potong  yang  dijual  dengan  harga  yang  cukup  mahal  dan
memerlukan biaya untuk membelinya di kota Wonogiri. Umat bisa menghias altar dengan  indah  menggunakan  bunga-bunga  dari  sekitar  gereja  dan  dari  sekitar
rumah mereka. Pada  suatu  kesempatan  ada  seorang  umat  yang  mengikuti  pertemuan  di
Kla ten dan sepulang dari sana beliau mulai memunculkan istilah “menanam air”,
“menanam  oksigen”  atau  “menghirup  udara  segar”  [Lampiran  1:  2].  Umat tersebut  mulai  memunculkan  gagas
an  mengenai  gerakan  “menanam  air”  yaitu gerakan menanam pohon besar  yang mampu menahan air dan memunculkannya,
mengingat  keadaan  di  daerah  mereka  yang  cukup  gersang  dan  agak  sulit mendapatkan air.
Gerakan  baru  ini  didukung  oleh  Pastor  Paroki  dan  Dewan  Paroki sehingga para aktivis berusaha untuk mencari jenis pohon yang sesuai untuk tanah
di  daerah  Wonogiri  yang  berbatu  dan  memiliki  sumber  mata  air  yang  sangat dalam.  Setelah  berunding  mereka  memutuskan  untuk  menanam  beringin  dan
beberapa  jenis  kerabat  beringin  yang  mampu  bertahan  di  daerah  yang  cukup ekstrim  seperti  di  daerah  Wonogiri  yang  berbatu  dan  memiliki  sumber  air  yang
dalam  [Lampiran  1:  4].  Kemudian  umat  menamai  gerakan  ini  sebagai  gerakan “menanam  air”  karena  hasil  yang  mereka  petik  dalam  gerakan  ini  tidak  bisa
langsung  mereka  nikmati,  atau  mungkin  malah  tidak  bisa  mereka  nikmati  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
harapan mereka anak cucu mereka  yang dapat menikmati apa  yang telah mereka tanam.
c. Pelaku Gerakan “Menanam Air”
Banyak  orang  yang  telibat  di  dalam  gerakan  “menanam  air”.  Orang- orang yang terlibat atau pelaku dari gerakan “menanam air” ini sebenarnya ialah
umat  di  Paroki  Santo  Yusup  Baturetno,  Wonogiri.  Mereka  adalah  yang mencanangkan  gerakan  ini  dan  menamai  gerakan  ini.  Umat  di  paroki  Baturetno
diajak untuk  bergabung  dalam gerakan ini dan  menjadi  pelaku  gerakan  ini tanpa terkecuali,  namun  tidak  semua  orang  mampu  menjadi  pelaku  gerakan  ini  secara
langsung karena ketiadaan lahan yang digunakan untuk menanam pohon beringin di  pekarangan  mereka,  namun  setiap  orang  tetap  diajak  untuk  ikut  ambil  bagian
dalam gerakan ini. Orang-orang  yang  terlibat  langsung  dalam  gerakan  ini  dan  melibatkan
diri    untuk  menanam  dan  membawa  bibit  beringin  diberi  julukan  sebagai  orang tua asuh. Mereka diberi nama orang tua asuh karena mereka  yang nantinya akan
bertanggungjawab atas pohon-pohon beringin yang mereka bawa pulang dan yang bertanggungjawab  memberikan  laporan  serta  merawat  pohon-pohon  tersebut.
Namun keberadaan orang tua asuh masih jauh dari harapan karena pohon beringin yang mereka tanam ada yang kurang terawat dengan baik. Hal tersebut dapat kita
simak dalam kutipan di bawah ini. Orang  yang  merawat  tidak  asal  disebut  begitu  saja,  namun  diberi  nama
orang  tua  asuh.  Ada  orang  tua  asuh  yang  kurang  sadar  dan  kurang memahami  karena  saat  saya  kunjungan  ke  salah  satu  orang  tua  asuh,
daun  dan  cabang-cabangnya  dipotong  dengan  alasan  biar  bagus  padahal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
itu  mengganggu  pertumbuhan.  Prioritas  yang  dibidik  adalah  tanah  yang tidak  bisa  ditanami.  Berdasarkan  kontur  tanah,  beringin  cocok  ditanam
karena bisa hidup di daerah yang tidak produktif dan bisa hidup dimana saja.  Namun  tantangan  yang  terjadi  adalah  menanam  beringin  sama
dengan menanam demit dan sekarang tantangannya  daun beringin untuk pakan ternak [Lampiran 1: 4].
Selain orang katolik yang terlibat dalam gerakan ini, ada juga warga non
katolik  yang  ikut  terlibat  dan  ikut  ambil  bagian  dalam  gerakan  ini.  Gerakan  ini juga  didukung  oleh  perangkat  desa  setempat  yang  ikut  ambil  bagian  sebagai
corong  Gereja  atau  perpanjangan  tangan  Gereja  untuk  mengajak  masyarakat  di luar Gereja untuk terlibat aktif mengikuti gerakan ini.
Umat  katolik  dan  masyarakat  tidak  hanya  berperan  sebagai  orang  tua asuh  saja,  namun  mereka  juga  berperan  dalam  menyediakan  bibit  tanaman  atau
membantu  mencarikan  bibit  pohon  beringin  dan  gayam  yang  dapat  ditemukan dengan mudah di pinggir jalan atau dengan melakukan pembibitan sendiri.
Kesadaran umat untuk terlibat aktif dalam gerakan “menanam air” dapat dilihat dari usaha mereka untuk mengusahakan bibit yang nantinya akan diberkati
dan  dibawa  pulang  oleh  orang  tua  asuh.  Berusaha  untuk  menjadi  orang  tua  asuh dengan  menanam  dan  menjaga  bibit  yang  telah  mereka  bawa.  Selain  itu  mereka
juga mengajak warga sekitar untuk terlibat dalam gerakan ini dan membuat tema- tema  kegiatan  yang  berhubungan  dengan  lingkungan  hidup.  Tidak  lupa  mereka
juga  mulai  memunculkan  di  dalam  pendalaman  iman  dan  dalam  doa-doa  Gereja mengenai  harapan  dan  keinginan  mereka  dalam  melanjutkan  dan  melestarikan
gerakan ini [Lampiran 1: 3-5]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
d. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Gerakan
Dalam melaksanakan  gerakan  “menanam  air”  banyak  terdapat  faktor
pendukung  dan  penghambat  gerakan.  Semuanya  itu  dialami  sejak  awal  gagasan ini  dimunculkan.  Faktor-faktor  yang  mendukung  gerakan  ini  bisa  dilihat  dari
tanggapan  awal  beberapa  umat  dan  Dewan  Paroki  yang  mulai  ikut  menggagas gerakan, ada yang membuatkan video tentang keadaan air di daerah Baturetno dan
ada  pula  yang  bersedia  menjadi  orang  tua  asuh  bagi  bibit  beringin  dan  gayam yang rencananya akan ditanam. Umat di  Gereja  yang menjadi pengurus RT, RT,
pegawai Kelurahan juga mulai menjadi corong Gereja untuk mengajak pihak luar terlibat di dalam gerakan ini [Lampiran 1: 3-4].
Selain faktor pendukung, muncul pula faktor yang menghambat gerakan di antaranya: masih kuatnya budaya lokal yang mengakar pada kepercayaan umat
akan  adanya  danyangan  di  sekitar  pohon  besar,  sehingga  mereka  menganggap bahwa  bila  menanam  pohon  beringin  pasti  menanam  setan.  Kurangnya  lahan
untuk  menanam,  karena  untuk  menanam  pohon beringin  diperlukan tempat  yang luas  dan  sebisa  mungkin  yang  kurang  produktif,  karena  akar  beringin  yang  kuat
bisa merusak apa  yang ada di  dekatnya [Lampiran 1:  2]. Kesadaran umat  yang kurang  tentang  keberadaan  pohon,  sehingga  ada  pohon  yang  tidak  terawat,
tercabut, terbakar dan ada yang menjadi pakan ternak [Lampiran 1: 3-4]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
e. Jenis-jenis Pohon yang Ditanam dan Manfaatnya
1 Beringin
Pohon  beringin  atau  dalam  bahasa  latin  bernama Ficus  sp. merupakan tanaman  dari  famili Moraceae.  Tanaman  jenis  ini  banyak  dijumpai  di  Indonesia,
baik  di  dataran  tinggi  maupun  di  dataran  rendah,  serta  bisa  mencapai  tinggi  35 meter.  Beringin  memiliki  batang  tegak,  bulat,  dengan  permukaan  kasar.  Pada
bagian  batang  ini  keluar  akar  gantung  akar  udara.  Pohon  yang  disebut  juga waringin  oleh  masyarakat  Jawa  dan  Sumatera,  memiliki  bentuk  daun  tunggal,
bertangkai pendek, dengan letak bersilang berhadapan. Bunganya tunggal, keluar dari  ketiak  daun,  sementara  buahnya  bewarna  hijau  saat  masih  muda  dan  merah
setelah tua Setijati, 1984: 30-31. Beringin  merupakan  tanaman  yang  memiliki  kemampuan  hidup  dan
beradaptasi  dengan  bagus  pada  berbagai  kondisi  lingkungan.  Selain  itu keberadaan tanaman beringin pada kawasan hutan bisa dijadikan sebagai indikator
proses terjadinya suksesi hutan. Beringin juga merupakan tanaman yang memiliki umur sangat tua, tanaman tersebut dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun.
Tanaman  beringin memiliki  kemampuan  sebagai  tanaman  konservasi mata air dan penguat lereng alami. Hal tersebut dapat dilihat dari struktur akarnya
yang  dalam  dan  akar  lateralnya  yang  mampu  mencengkeram  tanah  dengan  baik. Beringin   juga  memiliki  kemampuan  yang  tinggi  untuk  menyerap  polusi  dalam
hal  ini  CO2  dan  timbal  hitam  di  udara.  Beringin  juga  memiliki  peranan  yang cukup  penting  dalam  proses  pembangunan  kawasan  hutan  lindung,  karena
52
beringin  memiliki  nilai  hidrologis,  ekologis,  budaya,  religi  dan  keamanan kawasan hutan.
Sebelum  maraknya  pembangunan,  pohon  beringin  banyak  tumbuh  di sekitar aliran sungai dan sumber mata air. Keberadaaan pohon beringin di kedua
tempat  tersebut  mampu  mencegah  erosi  serta  dapat  memunculkan  mata  air  dan menjernihkannya.  Tidak  jarang  pula  tempat-tempat  yang  ditumbuhi  pohon
beringin  yang  berusia  hingga  ratusan  tahun  diberi  sesajen,  karena  dipercaya  ada penunggunya.  Namun  saat  kebiasaan  memberi  sesajen  mulai  luntur  dan  banyak
orang yang melakukan pembangunan, maka pohon beringin banyak yang ditebang dan menyebabkan hilangnya sumber mata air di sekitarnya.
2 Gayam
Gayam  Inocarpus  fagifer  adalah pohon yang  mampu  tumbuh  setinggi 20 meter dengan garis  tengah  batang  bisa  mencapai  65  cm.  Gayam  biasanya
tumbuh liar di daerah rawa-rawa atau tepi sungai. Tanaman ini tumbuh di daerah dataran rendah tropis yang lembab hingga ketinggian 500 meter dpl, serta mampu
tumbuh di tanah yang miskin zat hara. Batang pohon Gayam beralur tidak teratur, kadang-kadang  berakar  banir,  dengan  percabangan  merunduk.  Pada  kulit  batang
bagian dalamnya mengandung cairan berwarna merah. Sistem akarnya yang kuat dan batang yang beralur sangat cocok digunakan sebagai tanaman pencegah erosi.
Daun Gayam  berseling,  tunggal,  dan kaku menyerupai  kulit.  Bentuknya lonjong, dan  berwarna  pink  ketika  muda.  Buah  Gayam  berjenis  polong  berbentuk  ginjal
dengan  kulit  buah  yang  keras.  Buah  Gayam  mempunyai  biji  berbentuk  gepeng. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kulit biji keras dengan endosperm putih. Ketika mentah buah berwarna hijau dan menjadi kuning atau kecoklatan ketika masak.
Pohon  gayam  biasanya  ditanam  sebagai  peneduh  pekarangan  dan kuburan,  selain  itu  pohon  ini  seringkali  tumbuh  berdekatan  dengan kolam
atau mata  air sehingga  diduga  memiliki  kemampuan  menyerap  dan  menyimpan air  sehingga  mudah  menemukan  mata  air  di  sekitar  pohon  gayam.  Kemampuan
pohon  gayam  dalam  menyerap  air  membuat  pohon  gayam  menjadi  salah  satu pilihan sebagai tumbuhan yang digunakan untuk penghijauan.
Pohon  gayam  juga  dipercaya  membawa  ketentraman  karena  pohonnya yang  rindang  dan  mampu  membawa  kesejukan.  Tidak  jarang  masyarakat  di
pedesaan juga memberikan sesajen di bawah pohon gayam karena dipercaya ada penunggunya. Saat ini pohon gayam sudah agak sulit ditemui, karena di samping
sisi  ekonominya  kurang  memuaskan,  penampilan  angker  dari  pohon  ini  juga banyak ditakuti oleh orang, sehingga tidak banyak orang yang menanam tanaman
ini.
6. Tata Penggembalaan Paroki
Tata penggembalaan paroki meliputi: 1 Bidang Liturgi dan Peribadatan, 2  Bidang  Pewartaan  dan  Evangelisasi,  3  Bidang  Pelayanan  Kemasyarakatan,
4 Bidang Paguyuban,  5 Kepengurusan PGPM,  6 Kepemimpinan Komunitas Pastoran.  Dari  data  yang  terkait  dengan  keenam  bidang  tata  penggembalaan
tersebut  dapat  diimplementasikan  dalam  bentuk  rekomendasi  pastoral  guna PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
menciptakan  pembaruan,  pemberdayaan,  dan  peningkatan  mutu  pelayanan sehingga membuahkan kesaksian hidup kristiani kepada masyarakat.
Dalam  melaksanakan  tata  penggembalaan  paroki  sudah  cukup  banyak kegiatan  yang  dilakukan  baik  sosial  kemasyarakan,  pewartaan,  liturgi  dan  lain-
lain. Namun hal tersebut masih perlu banyak diperbaiki dan semakin ditingkatkan karena banyak terdapat catatan-catatan yang sekiranya harus diperbaiki.
B. Penelitian tentang Pastoral Lingkungan Hidup dan Keterlibatan Umat di
Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri
Melihat keprihatinan yang terjadi berkaitan dengan masalah air di daerah Baturetno  Wonogiri  yang  memiliki  sumber  air  yang  dalam  dan  penduduk  hanya
mengandalkan air hujan untuk mengaliri sawahnya maka peneliti berusaha untuk mencari  tahu  mengenai  kepedulian  Gereja  akan  adanya  permasalahan  tersebut.
Maka  untuk  lebih  mengetahui  mengenai  kepedulian  Gereja  terhadap  masalah tersebut serta kegiatan pastoral lingkungan hidup semacam apa yang ada di Paroki
Santo  Yusup  Baturetno  maka  peneliti  akan  mengadakan  penelitian.  Adapun metodologi penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan Penelitian
a. Bagaimana  kondisi  alam  di  Wonogiri  khusunya  di  Baturetno  yang
berkaitan dengan masalah air? b.
Apa yang dimaksud sebagai gerakan “Menanam Air” sebagai tanggapan Gereja atas krisis air yang terjadi di daerah Baturetno?
55
c. Apa  saja  faktor-faktor  yang  mendukung  dan  menghambat  gerakan
“Menanam Air” yang sudah berjalan? d.
Arah  pastoral  semacam  apa  yang  ingin  dicapai  oleh  Gereja  untuk menanggapi
gerakan “Menanam Air” yang sudah mereka lakukan?
2. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui  kondisi  alam  di  Wonogiri  khususnya  di  Baturetno  yang
berkaitan dengan masalah air b.
Mengetahui mengenai gerakan “Menanam Air” sebagai tanggapan Gereja atas krisis air yang terjadi di Baturetno
c. Menemukan  faktor-faktor  yang  mendukung  dan  menghambat  gerakan
“Menanam Air” d.
Mengetahui  arah  pastoal  yang  ingin  dicapai  oleh  Gereja  untuk menanggapi
gerakan “Menanam Air”
3. Jenis Penelitian
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah masalah sosial yang  dinamis  serta  mengangkat  suatu  fenomena.  Oleh  karena  itu,  peneliti
menggunakan  penelitian  kualitatif.  Penelitian  kualitatif  merupakan  penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian secara
holistik dengan cara mendeskripsikannya melalui kata-kata dan bahasa pada suatu konteks  khusus  yang  alami  dan  memanfaatkan  metode  alamiah  Moleong,  2008:
6. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Metode  penelitian  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  ialah  metode analisis deskriptif, berdasarkan penelitian  yang dilakukan, dengan didukung data
berupa  kata-kata  yang  berisi  kutipan-kutipan  data  untuk  memberi  gambaran penyajian laporan Moleong, 2008: 11. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
digunakan untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Proses  pengumpulan  data  dilakukan  melalui  observasi,  wawancara,  studi
dokumen  dan  dokumentasi  yang  dilaksanakan  di  Paroki  Santo  Yusup  Baturetno Wonogiri.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian  mengenai  gerakan  “Menanam  Air”  dilaksanakan  di  Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Penelitian dilaksanakan pada 11-14 Juli 2016.
5. Subjek Penelitian
Subjek  penelitian  merupakan  sumber  data  yang  dimintai  informasinya sesuai  dengan  masalah  penelitian.  Adapun  yang  dimaksud  sumber  data  dalam
penelitian  adalah  subjek  dari  mana  data  diperoleh  Suharsini,  Arikunto,  2002: 107.  Pengambilan  sampel  dalam  penelitian  ini  menggunakan  teknik  purposiv
sampling  karena  peneliti  ingin  mencari  responden  yang  pas  yang  dianggap mengenal  dan  mengerti  betul  mengenai  gerakan  menanam  air.  Kriteria  memilih
subjek penelitian karena narasumber atau subjek penelitian dianggap mengetahui apa  yang  diharapkan  peneliti  sehingga  memudahkan  peneliti  menjelajahi
objeksituasi sosial yang diteliti Sugiyono, 2014: 54. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Dalam  penelitian  ini  subjek  penelitian  yang  akan  diteliti  adalah  orang- orang  yang  menjadi  pionir  gerakan  menanam  air  dan  umat  yang  ada  di  Paroki
Santo  Yusup  Baturetno  Wonogiri.  Secara  khusus  responden  yang  akan diwawancarai ialah:
1. Pastor Paroki
2. Penggagas gerakan
3. Orang tua asuh penanggungjawab penanaman dan perawatan pohon
beringin 4.
Tokoh masyarakat yang terlibat dalam gerakan ini
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik  pengumpulan  data  merupakan  strategi  atau  cara  yang  digunakan oleh  peneliti  untuk  mengumpulkan  data  yang  diperlukan  dalam  penelitiannya,
yang  digunakan  untuk  memperoleh  bahan-bahan,  keterangan,  kenyataan- kenyataan dan informasi yang dapat dipercaya. Eko Putro 2015: 33 menjelaskan
bahwa  pengumpulan  data  dapat  diperoleh  dari  penyebaran  angket,  observasi, wawancara, tes dan analisis dokumen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik  pengumpulan  data  dengan  cara  observasi,  wawancara,  analisis  dokumen dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi  merupakan  pengamatan  dan  pencatatan  secara  sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian Eko
58
Putro,  2015:  46.  Dengan  menggunakan  metode  observasi  maka  kita  dapat mengamati secara visual gejala  yang ada dan dapat mengimplementasikannya ke
dalam  catatan.  Maka  sebelum  melakukan  wawancara,  peneliti  akan  melakukan observasi  terlebih  dahulu,  selain  itu  peneliti  akan  melakukan  observasi  lanjutan
selama wawancara dan setelah wawancara dilakukan.
b. Wawancara
Wawancara  adalah  percakapan  dengan  maksud  tertentu  yang  dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara dan yang diwawancarai Moleong, 2007: 186.
Peneliti  menggunakan  teknik  wawancara  karena  wawancara  memiliki  beberapa kelebihan  diantaranya  pewawancara  dapat  melakukan  kontak  langsung  dengan
yang  diwawancarai  dan  data  yang  diperoleh  bisa  lebih  mendalam.  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam yang bertujuan untuk
mengumpulkan  informasi  yang  kompleks,  yang  sebagian  besar  berisi  pendapat, sikap dan pengalaman pribadi.
c. Analisis Dokumen Studi Dokumen
Analisis  dokumen  merupakan  cara  pengumpulan  data  yang  dilakukan dengan menganalisis isi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
Eko Putro, 2015: 49-50. Dokumen yang diteliti bisa berupa buku-buku, majalah, peraturan-peraturan,  catatan  harian,  video  dan  catatan  kegiatan.  Dokumen-
dokumen yang dipelajari dalam penelitian ini berupa data-data orang yang terlibat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI