Gambaran Umum Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri

41 mengancam. Toleransi terhadap umat Katolik sebagai kelompok minoritas cukup baik. Tidak pernah terjadi gangguan terhadap peribadatan Katolik. Secara politis, peran umat Katolik dalam tata pemerintahan sangat minim terkecuali mereka yang bekerja sebagai PNS bila dibandingkan dengan adanya keterwakilan orang Katolik baik pada lembaga legislatif maupun di lembaga yudikatif. Faktor mendasar yang melatarbelakangi hal tersebut adalah faktor minoritas umat Katolik.

b. Kondisi Ekonomi

Mata pencaharian mayoritas penduduk kecamatan ini adalah petani sawah tadah hujan, buruh bangunan, buruh tani, pedagang, wiraswasta, dan sebagainya. Gambaran jenis mata pencaharian tersebut menggambarkan masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi ekonomi rumah tangga yang miskin. Di Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, tanah bebatuan dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau, karena mengandalkan hasil pertanian saja masyarakat sekitar Baturetno tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga mencari tambahan penghasilan sebagai buruh ke kota merupakan cara untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Beberapa produk makanan khas Baturetno adalah tempe keripik, sate kambing, dan gudeg terik, yang dapat dijumpai di sekitar pasar dan terminal bus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 Sementara memelihara ternak sapi, kambing, ayam adalah usaha sampingan untuk menambah pendapatan keluarga bagi masyarakat pedesaan. Tabel 2.2 Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Wonogiri No Jenis Komoditi Produksi Lokasi kecamatan 1. Pertanian 1. Ubi kayu 2. Padi 3. Jagung 798.782 ton 365.083 ton 299.810 ton 25 kecamatan 24 kecamatan 25 kecamatan 2. Tanaman Buah-buahan 1. Mangga 2. Pisang 72.899 kw 62.975 kw 25 kecamatan 25 kecamatan 3. Peternakan 1. Sapi potong 2. Ayam buras 3. Ayam ras pedaging 183.678 ekor 2.227.550 ekor 1.332.954 ekor 25 kecamatan 25 kecamatan 16 kecamatan 4. Perkebunan 1. Jambu mete 2. Janggelan 3. Kelapa dalam 18.164 ton 13.614 ton 15.729 ton 25 kecamatan Bulukerto Paranggupito

5. Bahan Galian Nonlogam

1. Batu gamping 2. Tanah liat 3. Batu ½ permata 3.599 juta m 3 luas 4.130 ha 275.878.050 m 3 1.800 m 3 Pracimantoro, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo, Paranggupito, Baturetno, Batuwarno dan Puhpelem. Tirtomoyo, Puhpelem, Bulukerto Giriwoyo, Karangtengah 43 6. Industri Pengolahan 1. Anyaman bambu 2. Kerajinan akar wangi 3. Patung kayu antik 4. Batik tulis 5. Genteng 6. Batu bata 7. Terompet 8. Tempe 9. Gerabah 10. Batu split 11. Jamu gendong 12. Tepung mocca 13. Tepung tapioka 4.164.050 buah 1.200 pcs 48.000 buah 13.500 potong 85.362.000 buah 47.145.000 buah 153.840.000 buah 7.069.725 kg 465.000 buah 43.975 m3 959.451.955 liter 108 ton 4.788 ton 25 kecamatan Bulukerto Purwantoro Tirtomoyo, Wonogiri Tirtomoyo, Girimarto, Giriwoyo, Purwantoro, Slogohimo, Kismantoro Baturetno, Giriwoyo, Purwantoro, Jatiroto, Selogiri Bulukerto 25 kecamatan Purwantoro Baturetno, Purwantoro, Ngadirojo, Wonogiri 25 kecamatan Girimarto Nguntoronadi, Selogiri Sumber: Wonogiri Dalam Angka 2011, Disbudparpora tahun 2011.

4. Visi dan Misi Paroki

Paroki Baturetno merupakan bagian dari KAS dan bagian dari spiritualitas Yesuit, maka dirumuskan Visi dan Misi Paroki sebagai berikut.

a. Visi

Dalam terang Roh Kudus, menjadi Umat Allah yang relevan dan signifikan dengan beriman yang tangguh dan tahan uji, mengakar pada budaya setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44

b. Misi

1. Membangun pribadi dan hidup kristiani yang tangguh dengan meneladan Santo Yusup yang rendah hati dan tahan uji. 2. Membangun keluarga beriman berdasarkan semangat Injil supaya terbuka dan setia pada sabda Kristus. 3. Menumbuhkembangkan Gereja yang dewasa dan tangguh dalam melayani sesama terutama kaum KLMTD demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 4. Menumbuhkembangkan Gereja berdasarkan semangat Kristus yang mengakar pada budaya setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan.

5. Gerakan “Menanam Air” Sebagai Bentuk Kepedulian Gereja

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian gerakan “menanam air”, latar belakang gerakan, pelaku gerakan, faktor yang mendukung dan menghambat gerakan dan jenis-jenis pohon yang ditanam dalam gerakan ini. Data- data mengenai gerakan “menanam air” diperoleh dari wawancara singkat dengan Pastor Paroki Baturetno yaitu Romo J. Muji Santara, SJ.

a. Pengertian “Menanam Air”

“Menanam air” merupakan sebuah istilah baru dan terasa asing di telinga banyak orang. Namun bagi aktivis gerakan dan bagi sebagian umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri, “menanam air” bukanlah istilah yang baru dan sudah sering mereka dengar di dalam kotbah Romo atau di dalam kegiatan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 kegiatan paroki yang mereka ikuti. “Menanam air” merupakan sebuah istilah yang muncul kurang lebih pada tahun 2010 dimana ada seorang teman, sepulang dari pertemuan di Klaten membawa istilah itu [Lampiran 1: 1]. Istilah “menanam air” digunakan oleh umat di Paroki Santo Yusup Baturetno untuk menamai gerakan yang mereka lakukan untuk melestarikan dan memunculkan sumber air yang ada di daerah mereka. Gerakan “menanam air” merupakan suatu gerakan menanam pohon beringin dan pohon gayam, khususnya di daerah-daerah yang tidak banyak menjadi tempat hunian manusia. Istilah menanam air sendiri dipilih karena hasil yang diperoleh saat menanam pohon besar semacam beringin tidak akan segera didapatkan, sumber air yang mereka lestarikan juga tidak langsung mereka petik, namun akan berbuah setelah pohon itu besar dan mampu menyerap air tanah yang agak sulit didapatkan di daerah Wonogiri. Sama seperti halnya menanam pohon buah, kita harus bersabar untuk menikmati buahnya, maka menanam pohon beringin juga seperti itu, kita harus bersabar memetik buah air kehidupan yang tentunya akan semakin sulit kita dapatkan di masa yang akan datang [Lampiran 1: 2-4]. Program “menanam air” ini merupakan suatu gerakan bersama yang dilakukan oleh umat di Paroki Baturetno dalam memunculkan sumber air bersih dan dapat dikonsumsi di daerah mereka yang gersang dan merupakan daerah yang berbatu serta sulit untuk menemukan sumber air karena kedalaman sumber air di sana sangat dalam dan agak sulit untuk dibor sementara kebutuhan akan air bersih terus meningkat setiap tahunnya. 46 Kurang tersedianya sumber air bersih bagi warga sekitar paroki Baturetno, membuat Pastor dan umat di Paroki Baturetno memikirkan suatu gerakan yang mampu memunculkan air bersih di lingkungan sekitar, sehingga muncullah gagasan untuk menanam pohon beringin dan sejenisnya yang mampu mengikat air di dalam tanah. Jenis pohon beringin sengaja dipilih karena mampu hidup di daerah yang gersang, mampu bertahan lama dan dapat mengikat air tanah yang cukup dalam. Hal tersebut ditegaskan oleh Pastor Paroki sebagai berikut: Prioritas yang dibidik adalah tanah yang tidak bisa ditanami. Berdasarkan kontur tanah, beringin cocok ditanam karena bisa hidup di daerah yang tidak produktif dan bisa hidup dimana saja. Namun tantangan yang terjadi adalah menanam beringin sama dengan menanam demit dan sekarang tantangannya daun beringin untuk pakan ternak [Lampiran 1: 4]. Melihat dari pemilihan pohon yang kurang bermanfaat secara ekonomi namun memiliki manfaat yang baik dalam memunculkan air dan oksigen, maka gerakan ini dinamakan gerakan menanam air.

b. Latar Belakang “Menanam Air”

Gerakan ini awalnya bermula dari keprihatinan Romo Muji selaku Pastor Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri yang melihat hiasan altar yang digunakan oleh umat di paroki menggunakan hiasan dari bunga plastik. Melihat keprihatinan tersebut Romo mulai memunculkan suatu keindahan dari rumput yang ada di pinggir jalan, kemudian beliau mengajak umat untuk menanam bunga di sekitar gereja dan di sekitar rumah mereka masing-masing. Bunga yang ditanam beragam dan termasuk ke dalam bunga yang sederhana yang sering ditemui di pinggir jalan atau yang sering ditanam di rumah-rumah warga. Gerakan 47 ini berjalan dengan baik dan membuat umat bisa menghias altar dengan bunga hidup dan tidak menggunakan bunga plastik. Kegiatan ini bertahan sampai saat ini dimana umat tidak lagi bergantung untuk membeli bunga potong yang dijual dengan harga yang cukup mahal dan memerlukan biaya untuk membelinya di kota Wonogiri. Umat bisa menghias altar dengan indah menggunakan bunga-bunga dari sekitar gereja dan dari sekitar rumah mereka. Pada suatu kesempatan ada seorang umat yang mengikuti pertemuan di Kla ten dan sepulang dari sana beliau mulai memunculkan istilah “menanam air”, “menanam oksigen” atau “menghirup udara segar” [Lampiran 1: 2]. Umat tersebut mulai memunculkan gagas an mengenai gerakan “menanam air” yaitu gerakan menanam pohon besar yang mampu menahan air dan memunculkannya, mengingat keadaan di daerah mereka yang cukup gersang dan agak sulit mendapatkan air. Gerakan baru ini didukung oleh Pastor Paroki dan Dewan Paroki sehingga para aktivis berusaha untuk mencari jenis pohon yang sesuai untuk tanah di daerah Wonogiri yang berbatu dan memiliki sumber mata air yang sangat dalam. Setelah berunding mereka memutuskan untuk menanam beringin dan beberapa jenis kerabat beringin yang mampu bertahan di daerah yang cukup ekstrim seperti di daerah Wonogiri yang berbatu dan memiliki sumber air yang dalam [Lampiran 1: 4]. Kemudian umat menamai gerakan ini sebagai gerakan “menanam air” karena hasil yang mereka petik dalam gerakan ini tidak bisa langsung mereka nikmati, atau mungkin malah tidak bisa mereka nikmati dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 harapan mereka anak cucu mereka yang dapat menikmati apa yang telah mereka tanam.

c. Pelaku Gerakan “Menanam Air”

Banyak orang yang telibat di dalam gerakan “menanam air”. Orang- orang yang terlibat atau pelaku dari gerakan “menanam air” ini sebenarnya ialah umat di Paroki Santo Yusup Baturetno, Wonogiri. Mereka adalah yang mencanangkan gerakan ini dan menamai gerakan ini. Umat di paroki Baturetno diajak untuk bergabung dalam gerakan ini dan menjadi pelaku gerakan ini tanpa terkecuali, namun tidak semua orang mampu menjadi pelaku gerakan ini secara langsung karena ketiadaan lahan yang digunakan untuk menanam pohon beringin di pekarangan mereka, namun setiap orang tetap diajak untuk ikut ambil bagian dalam gerakan ini. Orang-orang yang terlibat langsung dalam gerakan ini dan melibatkan diri untuk menanam dan membawa bibit beringin diberi julukan sebagai orang tua asuh. Mereka diberi nama orang tua asuh karena mereka yang nantinya akan bertanggungjawab atas pohon-pohon beringin yang mereka bawa pulang dan yang bertanggungjawab memberikan laporan serta merawat pohon-pohon tersebut. Namun keberadaan orang tua asuh masih jauh dari harapan karena pohon beringin yang mereka tanam ada yang kurang terawat dengan baik. Hal tersebut dapat kita simak dalam kutipan di bawah ini. Orang yang merawat tidak asal disebut begitu saja, namun diberi nama orang tua asuh. Ada orang tua asuh yang kurang sadar dan kurang memahami karena saat saya kunjungan ke salah satu orang tua asuh, daun dan cabang-cabangnya dipotong dengan alasan biar bagus padahal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 itu mengganggu pertumbuhan. Prioritas yang dibidik adalah tanah yang tidak bisa ditanami. Berdasarkan kontur tanah, beringin cocok ditanam karena bisa hidup di daerah yang tidak produktif dan bisa hidup dimana saja. Namun tantangan yang terjadi adalah menanam beringin sama dengan menanam demit dan sekarang tantangannya daun beringin untuk pakan ternak [Lampiran 1: 4]. Selain orang katolik yang terlibat dalam gerakan ini, ada juga warga non katolik yang ikut terlibat dan ikut ambil bagian dalam gerakan ini. Gerakan ini juga didukung oleh perangkat desa setempat yang ikut ambil bagian sebagai corong Gereja atau perpanjangan tangan Gereja untuk mengajak masyarakat di luar Gereja untuk terlibat aktif mengikuti gerakan ini. Umat katolik dan masyarakat tidak hanya berperan sebagai orang tua asuh saja, namun mereka juga berperan dalam menyediakan bibit tanaman atau membantu mencarikan bibit pohon beringin dan gayam yang dapat ditemukan dengan mudah di pinggir jalan atau dengan melakukan pembibitan sendiri. Kesadaran umat untuk terlibat aktif dalam gerakan “menanam air” dapat dilihat dari usaha mereka untuk mengusahakan bibit yang nantinya akan diberkati dan dibawa pulang oleh orang tua asuh. Berusaha untuk menjadi orang tua asuh dengan menanam dan menjaga bibit yang telah mereka bawa. Selain itu mereka juga mengajak warga sekitar untuk terlibat dalam gerakan ini dan membuat tema- tema kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Tidak lupa mereka juga mulai memunculkan di dalam pendalaman iman dan dalam doa-doa Gereja mengenai harapan dan keinginan mereka dalam melanjutkan dan melestarikan gerakan ini [Lampiran 1: 3-5]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50

d. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Gerakan

Dalam melaksanakan gerakan “menanam air” banyak terdapat faktor pendukung dan penghambat gerakan. Semuanya itu dialami sejak awal gagasan ini dimunculkan. Faktor-faktor yang mendukung gerakan ini bisa dilihat dari tanggapan awal beberapa umat dan Dewan Paroki yang mulai ikut menggagas gerakan, ada yang membuatkan video tentang keadaan air di daerah Baturetno dan ada pula yang bersedia menjadi orang tua asuh bagi bibit beringin dan gayam yang rencananya akan ditanam. Umat di Gereja yang menjadi pengurus RT, RT, pegawai Kelurahan juga mulai menjadi corong Gereja untuk mengajak pihak luar terlibat di dalam gerakan ini [Lampiran 1: 3-4]. Selain faktor pendukung, muncul pula faktor yang menghambat gerakan di antaranya: masih kuatnya budaya lokal yang mengakar pada kepercayaan umat akan adanya danyangan di sekitar pohon besar, sehingga mereka menganggap bahwa bila menanam pohon beringin pasti menanam setan. Kurangnya lahan untuk menanam, karena untuk menanam pohon beringin diperlukan tempat yang luas dan sebisa mungkin yang kurang produktif, karena akar beringin yang kuat bisa merusak apa yang ada di dekatnya [Lampiran 1: 2]. Kesadaran umat yang kurang tentang keberadaan pohon, sehingga ada pohon yang tidak terawat, tercabut, terbakar dan ada yang menjadi pakan ternak [Lampiran 1: 3-4]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51

e. Jenis-jenis Pohon yang Ditanam dan Manfaatnya

1 Beringin Pohon beringin atau dalam bahasa latin bernama Ficus sp. merupakan tanaman dari famili Moraceae. Tanaman jenis ini banyak dijumpai di Indonesia, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, serta bisa mencapai tinggi 35 meter. Beringin memiliki batang tegak, bulat, dengan permukaan kasar. Pada bagian batang ini keluar akar gantung akar udara. Pohon yang disebut juga waringin oleh masyarakat Jawa dan Sumatera, memiliki bentuk daun tunggal, bertangkai pendek, dengan letak bersilang berhadapan. Bunganya tunggal, keluar dari ketiak daun, sementara buahnya bewarna hijau saat masih muda dan merah setelah tua Setijati, 1984: 30-31. Beringin merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan. Selain itu keberadaan tanaman beringin pada kawasan hutan bisa dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi hutan. Beringin juga merupakan tanaman yang memiliki umur sangat tua, tanaman tersebut dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun. Tanaman beringin memiliki kemampuan sebagai tanaman konservasi mata air dan penguat lereng alami. Hal tersebut dapat dilihat dari struktur akarnya yang dalam dan akar lateralnya yang mampu mencengkeram tanah dengan baik. Beringin juga memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyerap polusi dalam hal ini CO2 dan timbal hitam di udara. Beringin juga memiliki peranan yang cukup penting dalam proses pembangunan kawasan hutan lindung, karena 52 beringin memiliki nilai hidrologis, ekologis, budaya, religi dan keamanan kawasan hutan. Sebelum maraknya pembangunan, pohon beringin banyak tumbuh di sekitar aliran sungai dan sumber mata air. Keberadaaan pohon beringin di kedua tempat tersebut mampu mencegah erosi serta dapat memunculkan mata air dan menjernihkannya. Tidak jarang pula tempat-tempat yang ditumbuhi pohon beringin yang berusia hingga ratusan tahun diberi sesajen, karena dipercaya ada penunggunya. Namun saat kebiasaan memberi sesajen mulai luntur dan banyak orang yang melakukan pembangunan, maka pohon beringin banyak yang ditebang dan menyebabkan hilangnya sumber mata air di sekitarnya. 2 Gayam Gayam Inocarpus fagifer adalah pohon yang mampu tumbuh setinggi 20 meter dengan garis tengah batang bisa mencapai 65 cm. Gayam biasanya tumbuh liar di daerah rawa-rawa atau tepi sungai. Tanaman ini tumbuh di daerah dataran rendah tropis yang lembab hingga ketinggian 500 meter dpl, serta mampu tumbuh di tanah yang miskin zat hara. Batang pohon Gayam beralur tidak teratur, kadang-kadang berakar banir, dengan percabangan merunduk. Pada kulit batang bagian dalamnya mengandung cairan berwarna merah. Sistem akarnya yang kuat dan batang yang beralur sangat cocok digunakan sebagai tanaman pencegah erosi. Daun Gayam berseling, tunggal, dan kaku menyerupai kulit. Bentuknya lonjong, dan berwarna pink ketika muda. Buah Gayam berjenis polong berbentuk ginjal dengan kulit buah yang keras. Buah Gayam mempunyai biji berbentuk gepeng. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Kulit biji keras dengan endosperm putih. Ketika mentah buah berwarna hijau dan menjadi kuning atau kecoklatan ketika masak. Pohon gayam biasanya ditanam sebagai peneduh pekarangan dan kuburan, selain itu pohon ini seringkali tumbuh berdekatan dengan kolam atau mata air sehingga diduga memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air sehingga mudah menemukan mata air di sekitar pohon gayam. Kemampuan pohon gayam dalam menyerap air membuat pohon gayam menjadi salah satu pilihan sebagai tumbuhan yang digunakan untuk penghijauan. Pohon gayam juga dipercaya membawa ketentraman karena pohonnya yang rindang dan mampu membawa kesejukan. Tidak jarang masyarakat di pedesaan juga memberikan sesajen di bawah pohon gayam karena dipercaya ada penunggunya. Saat ini pohon gayam sudah agak sulit ditemui, karena di samping sisi ekonominya kurang memuaskan, penampilan angker dari pohon ini juga banyak ditakuti oleh orang, sehingga tidak banyak orang yang menanam tanaman ini.

6. Tata Penggembalaan Paroki

Tata penggembalaan paroki meliputi: 1 Bidang Liturgi dan Peribadatan, 2 Bidang Pewartaan dan Evangelisasi, 3 Bidang Pelayanan Kemasyarakatan, 4 Bidang Paguyuban, 5 Kepengurusan PGPM, 6 Kepemimpinan Komunitas Pastoran. Dari data yang terkait dengan keenam bidang tata penggembalaan tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk rekomendasi pastoral guna PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 menciptakan pembaruan, pemberdayaan, dan peningkatan mutu pelayanan sehingga membuahkan kesaksian hidup kristiani kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tata penggembalaan paroki sudah cukup banyak kegiatan yang dilakukan baik sosial kemasyarakan, pewartaan, liturgi dan lain- lain. Namun hal tersebut masih perlu banyak diperbaiki dan semakin ditingkatkan karena banyak terdapat catatan-catatan yang sekiranya harus diperbaiki.

B. Penelitian tentang Pastoral Lingkungan Hidup dan Keterlibatan Umat di

Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri Melihat keprihatinan yang terjadi berkaitan dengan masalah air di daerah Baturetno Wonogiri yang memiliki sumber air yang dalam dan penduduk hanya mengandalkan air hujan untuk mengaliri sawahnya maka peneliti berusaha untuk mencari tahu mengenai kepedulian Gereja akan adanya permasalahan tersebut. Maka untuk lebih mengetahui mengenai kepedulian Gereja terhadap masalah tersebut serta kegiatan pastoral lingkungan hidup semacam apa yang ada di Paroki Santo Yusup Baturetno maka peneliti akan mengadakan penelitian. Adapun metodologi penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan Penelitian

a. Bagaimana kondisi alam di Wonogiri khusunya di Baturetno yang berkaitan dengan masalah air? b. Apa yang dimaksud sebagai gerakan “Menanam Air” sebagai tanggapan Gereja atas krisis air yang terjadi di daerah Baturetno? 55 c. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat gerakan “Menanam Air” yang sudah berjalan? d. Arah pastoral semacam apa yang ingin dicapai oleh Gereja untuk menanggapi gerakan “Menanam Air” yang sudah mereka lakukan?

2. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kondisi alam di Wonogiri khususnya di Baturetno yang berkaitan dengan masalah air b. Mengetahui mengenai gerakan “Menanam Air” sebagai tanggapan Gereja atas krisis air yang terjadi di Baturetno c. Menemukan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat gerakan “Menanam Air” d. Mengetahui arah pastoal yang ingin dicapai oleh Gereja untuk menanggapi gerakan “Menanam Air”

3. Jenis Penelitian

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah masalah sosial yang dinamis serta mengangkat suatu fenomena. Oleh karena itu, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian secara holistik dengan cara mendeskripsikannya melalui kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alami dan memanfaatkan metode alamiah Moleong, 2008: 6. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode analisis deskriptif, berdasarkan penelitian yang dilakukan, dengan didukung data berupa kata-kata yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan Moleong, 2008: 11. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Proses pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, studi dokumen dan dokumentasi yang dilaksanakan di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai gerakan “Menanam Air” dilaksanakan di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Penelitian dilaksanakan pada 11-14 Juli 2016.

5. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh Suharsini, Arikunto, 2002: 107. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposiv sampling karena peneliti ingin mencari responden yang pas yang dianggap mengenal dan mengerti betul mengenai gerakan menanam air. Kriteria memilih subjek penelitian karena narasumber atau subjek penelitian dianggap mengetahui apa yang diharapkan peneliti sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objeksituasi sosial yang diteliti Sugiyono, 2014: 54. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 Dalam penelitian ini subjek penelitian yang akan diteliti adalah orang- orang yang menjadi pionir gerakan menanam air dan umat yang ada di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Secara khusus responden yang akan diwawancarai ialah: 1. Pastor Paroki 2. Penggagas gerakan 3. Orang tua asuh penanggungjawab penanaman dan perawatan pohon beringin 4. Tokoh masyarakat yang terlibat dalam gerakan ini

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan strategi atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitiannya, yang digunakan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan- kenyataan dan informasi yang dapat dipercaya. Eko Putro 2015: 33 menjelaskan bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari penyebaran angket, observasi, wawancara, tes dan analisis dokumen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, analisis dokumen dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian Eko 58 Putro, 2015: 46. Dengan menggunakan metode observasi maka kita dapat mengamati secara visual gejala yang ada dan dapat mengimplementasikannya ke dalam catatan. Maka sebelum melakukan wawancara, peneliti akan melakukan observasi terlebih dahulu, selain itu peneliti akan melakukan observasi lanjutan selama wawancara dan setelah wawancara dilakukan.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara dan yang diwawancarai Moleong, 2007: 186. Peneliti menggunakan teknik wawancara karena wawancara memiliki beberapa kelebihan diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan yang diwawancarai dan data yang diperoleh bisa lebih mendalam. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap dan pengalaman pribadi.

c. Analisis Dokumen Studi Dokumen

Analisis dokumen merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan menganalisis isi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti Eko Putro, 2015: 49-50. Dokumen yang diteliti bisa berupa buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, catatan harian, video dan catatan kegiatan. Dokumen- dokumen yang dipelajari dalam penelitian ini berupa data-data orang yang terlibat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI