``Menanam Air`` sebagai satu bentuk kegiatan Pastoral Lingkungan Hidup di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri.

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI. Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan gerakan “menanam air” yang dilakukan di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Penulis mengangkat judul tersebut karena lingkungan hidup merupakan permasalahan yang dekat dengan keadaan kita saat ini. Bapa Paus Fransiskus juga menyerukan mengenai lingkungan hidup dalam Ensiklik Laudato Si yang mengajak dan mengingatkan kita untuk peduli terhadap alam semesta. Saat ini banyak orang yang tidak peduli dengan lingkungan, mereka hanya ingin menguasai alam semesta, tanpa berpikir akan dampak ke depannya. Melihat keprihatinan tersebut, maka penulis berusaha mencari bentuk kepedulian Umat Allah dalam menanggapi permasalahan lingkungan yang marak terjadi, khususnya masalah air bersih.

Gerakan “menanam air” merupakan gerakan menanam pohon beringin. Pohon beringin dipilih karena pohon beringin mampu hidup di daerah yang tandus dan mampu mengikat air serta tanah. Dalam skripsi ini penulis juga membahas mengenai pastoral lingkungan hidup. Pastoral lingkungan hidup merupakan suatu upaya atau cara untuk menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah manusia lewat pelestarian alam ciptaan sehingga mampu membantu umat untuk semakin memperkembangkan imannya lewat alam semesta.

Penulis mengumpulkan data berdasarkan pendekatan deskriptif analitis dengan penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui studi dokumen, dokumentasi, observasi dan wawancara kepada para responden. Hasil akhir menunjukkan bahwa “menanam air” merupakan suatu gerakan pastoral lingkungan hidup sebagai bentuk keprihatinan Gereja akan keadaan alam di daerah Wonogiri, khususnya masalah air bersih.

Guna meningkatkan kesadaran umat akan lingkungan dan untuk mengajak umat merefleksikan imannya, maka penulis menawarkan program sarasehan bagi para pemuka umat, agar mereka mampu merefleksikan imannya dan dapat berbagi pengalaman dan keprihatinan kepada umat yang lain, agar gerakan ini dapat lebih berjalan dengan baik. Tema “Iman Seperti Pohon Beringin Membawa Kesejukan dan Kesejahteraan” dipilih karena dengan bercermin dari pohon beringin kita bisa belajar bahwa iman merupakan proses pertumbuhan yang membutuhkan waktu dan hendaknya kita mampu memberi kedamaian bagi orang-orang di sekitar kita.

Dalam bagian akhir skripsi, penulis memberikan kesimpulan dari tulisannya dan memberikan saran kepada Pastor Paroki dan umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri, agar semakin mampu menjalankan gerakan ini dengan baik.


(2)

ABSTRACT

The title of this small thesis is “PLANTING WATER” AS A FORM OF ECO-PASTORAL ACTIVITY AT SANTO YUSUP BATURETNO PARISH WONOGIRI. This title is chosen, based on the author’s curiosity to “planting water” movement which is done at Santo Yusup Baturetno Parish Wonogiri. The author took up this title because living environment is the issue which is close to our situation right now. Pope Francis also called our attention to the living environment in Encyclical Laudato Si which invites and reminds us to care for the nature. At this moment there are many people who do not care for the environment, they just want to rule the nature without thinking of the impact in the future. Looking at this concern, the author try to look for the forms of the God’s People compassion in responding to environment issue which is happening nowadays, especially the clean water issue.

“Planting Water” movement is a beringin tree planting. Beringin tree selected as the beringin tree is able to live in an area that is barren and able to bind water and soil. In this paper the author also discusses the pastoral environment. Pastoral environment is an attempt or a way to bring the kingdom of God in the midst of human beings through the preservation of creation so as to help pople develop their faith even through the universe.

Therfore, the author collected data based on descriptive analysis approach with qualitative method. Data were obtained by documents study, documentation, observation, and interview to the respondents. The final result shows that “planting water” is an eco-pastoral movement as a form of the concern of the Church to environment in Wonogiri, especially the clean water issue.

In improving the people awareness of the environment and inviting the people to reflect their faith, the author proposes an informal discussion program for the community leaders, so they can reflect on their faith, share the experience and concern to the other people, and then this movement will go in a better way. The theme of “Faith Like Beringin Trees Brings Coolness and Welfare” was chosen because the reflection of the beringin tree we can learn that faith is a growth process that takes time and we should be able to give peace to the people around us.

In the letter part of the thesis, the author gives the conclusion of his work and gives advices to the parish priest and parishioners in the Santo Yusup Baturetno parish Wonogiri, to be more capable of running this movement well.


(3)

i

“MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO YUSUP

BATURETNO WONOGIRI S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Putri Kenanga Arum Wulandari NIM: 121124022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus Yang terkasih:

Christoforus Suprapto dan Catarina Sundari

Andrian Restu Suprapto, Yovet Putra Sakti Suprapto, Ira Susanti, Yohana Ika Dewanti

Keyla Diah Pramesti, Gisela Aine Oktavia, Bagaskara Riung Samudra dan para sahabat


(7)

v MOTTO

Saat kau mulai lelah untuk mendaki, ingatlah akan jalan yang kau lalui di belakangmu

(Ranger)

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI. Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan gerakan “menanam air” yang dilakukan di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Penulis mengangkat judul tersebut karena lingkungan hidup merupakan permasalahan yang dekat dengan keadaan kita saat ini. Bapa Paus Fransiskus juga menyerukan mengenai lingkungan hidup dalam Ensiklik Laudato Si yang mengajak dan mengingatkan kita untuk peduli terhadap alam semesta. Saat ini banyak orang yang tidak peduli dengan lingkungan, mereka hanya ingin menguasai alam semesta, tanpa berpikir akan dampak ke depannya. Melihat keprihatinan tersebut, maka penulis berusaha mencari bentuk kepedulian Umat Allah dalam menanggapi permasalahan lingkungan yang marak terjadi, khususnya masalah air bersih.

Gerakan “menanam air” merupakan gerakan menanam pohon beringin. Pohon beringin dipilih karena pohon beringin mampu hidup di daerah yang tandus dan mampu mengikat air serta tanah. Dalam skripsi ini penulis juga membahas mengenai pastoral lingkungan hidup. Pastoral lingkungan hidup merupakan suatu upaya atau cara untuk menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah manusia lewat pelestarian alam ciptaan sehingga mampu membantu umat untuk semakin memperkembangkan imannya lewat alam semesta.

Penulis mengumpulkan data berdasarkan pendekatan deskriptif analitis dengan penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui studi dokumen, dokumentasi, observasi dan wawancara kepada para responden. Hasil akhir menunjukkan bahwa “menanam air” merupakan suatu gerakan pastoral lingkungan hidup sebagai bentuk keprihatinan Gereja akan keadaan alam di daerah Wonogiri, khususnya masalah air bersih.

Guna meningkatkan kesadaran umat akan lingkungan dan untuk mengajak umat merefleksikan imannya, maka penulis menawarkan program sarasehan bagi para pemuka umat, agar mereka mampu merefleksikan imannya dan dapat berbagi pengalaman dan keprihatinan kepada umat yang lain, agar gerakan ini dapat lebih berjalan dengan baik. Tema “Iman Seperti Pohon Beringin Membawa Kesejukan dan Kesejahteraan” dipilih karena dengan bercermin dari pohon beringin kita bisa belajar bahwa iman merupakan proses pertumbuhan yang membutuhkan waktu dan hendaknya kita mampu memberi kedamaian bagi orang-orang di sekitar kita.

Dalam bagian akhir skripsi, penulis memberikan kesimpulan dari tulisannya dan memberikan saran kepada Pastor Paroki dan umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri, agar semakin mampu menjalankan gerakan ini dengan baik.


(11)

ix ABSTRACT

The title of this small thesis is “PLANTING WATER” AS A FORM OF ECO-PASTORAL ACTIVITY AT SANTO YUSUP BATURETNO PARISH WONOGIRI. This title is chosen, based on the author’s curiosity to “planting water” movement which is done at Santo Yusup Baturetno Parish Wonogiri. The author took up this title because living environment is the issue which is close to our situation right now. Pope Francis also called our attention to the living environment in Encyclical Laudato Si which invites and reminds us to care for the nature. At this moment there are many people who do not care for the environment, they just want to rule the nature without thinking of the impact in the future. Looking at this concern, the author try to look for the forms of the God’s People compassion in responding to environment issue which is happening nowadays, especially the clean water issue.

“Planting Water” movement is a beringin tree planting. Beringin tree selected as the beringin tree is able to live in an area that is barren and able to bind water and soil. In this paper the author also discusses the pastoral environment. Pastoral environment is an attempt or a way to bring the kingdom of God in the midst of human beings through the preservation of creation so as to help pople develop their faith even through the universe.

Therfore, the author collected data based on descriptive analysis approach with qualitative method. Data were obtained by documents study, documentation, observation, and interview to the respondents. The final result shows that “planting water” is an eco-pastoral movement as a form of the concern of the Church to environment in Wonogiri, especially the clean water issue.

In improving the people awareness of the environment and inviting the people to reflect their faith, the author proposes an informal discussion program for the community leaders, so they can reflect on their faith, share the experience and concern to the other people, and then this movement will go in a better way. The theme of “Faith Like Beringin Trees Brings Coolness and Welfare” was chosen because the reflection of the beringin tree we can learn that faith is a growth process that takes time and we should be able to give peace to the people around us.

In the letter part of the thesis, the author gives the conclusion of his work and gives advices to the parish priest and parishioners in the Santo Yusup Baturetno parish Wonogiri, to be more capable of running this movement well.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya yang begitu besar, penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis akan masalah lingkungan hidup yang sedang marak saat ini dan bagaimana Gereja ingin menanggapi permasalahan tersebut. Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri berupaya untuk mengajak umat terlibat dalam gerakan “menanam air” yang dapat membantu memunculkan sumber-sumber air bersih beberapa tahun ke depan. Gerakan yang dilaksanakan sebagai salah satu wujud kepedulian Gereja akan keadaan alam dan keberlangsungan alam semesta khususnya menyangkut masalah air dan udara bersih.

Selama proses penulisan dan penyusunan karya ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan tulus mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J, M.Ed, selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

2. Dr. C. Putranto, S.J., selaku dosen utama sekaligus dosen pembimbing akademik yang dengan sabar dan penuh perhatian mendampingi penulis dalam meyelesaikan skripsi.

3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji kedua dan dosen penelitian yang dengan penuh kesabaran dan ketelatenan membimbing dan menyediakan waktunya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

4. Bapak P. Banyu Dewa H.S., S.Ag., M.Si. selaku dosen penguji ketiga yang telah membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Romo Justinus Muji Santara, S.J. selaku pastor kepala Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri, Romo Bagus S.J. selaku pastor pembantu dan Suster Diah


(13)

xi

OSU yang telah memberi tempat dan banyak membantu selama penelitian berlangsung.

6. Bapak F.X. Mudiharso, Mas Waluyo, Mas Theo, Ibu Joko, Bapak Agus Winarso dan Bapak Sutrisna selaku narasumber yang bersedia diwawancarai dan membantu selama penelitian berlangsung.

7. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penyusunan skripsi.

8. Ayah Suprapto, Ibu Sundari, Kakak Restu, Yovet, Yohana dan Ira, serta ketiga keponakan Keyla, Gisela dan Riung yang telah memberikan dukungan dan cintanya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaik Mas Suryo, Mas Dimas, Ade, Mas Adit, Deta, Setio, Dewi, Ningrum dan sahabat-sahabat dari DPMU Sanata Dharma yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya bagi penulis.

10. Keluarga besar angkatan 2012 yang dengan caranya masing-masing selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi dan studinya.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan tulus hati memberikan dukungannya sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 3 Oktober 2016 Penulis


(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PERSEMBAHAN iv

MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR SINGKATAN xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penulisan 8

D. Manfaat Penulisan 8

1. Bagi Penulis 8

2. Bagi Umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri 9

3. Bagi Pembaca 9

E. Metode Penulisan 9

F. Sistematika Penulisan 10

BAB II. “MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN

PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP 12

A. Pastoral 12

1. Pengertian Pastoral Secara Umum 13

2. Sumber Pelayanan Patoral 14


(15)

xiii

B. Lingkungan Hidup 18

1. Pengertian Lingkungan Hidup 18

2. Ruang Lingkup Lingkungan Hidup 19

3. Masalah Lingkungan Hidup 20

a. Kerusakan Lingkungan Hidup 21

b. Pencemaran Lingkungan Hidup 23 c. Kepunahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 24

d. Kekacauan Iklim Global 26

4. Pelestarian Lingkungan Hidup 28

C. Pastoral Lingkungan Hidup 31

1. Pengertian Pastoral Lingkungan Hidup (Eko-Pastoral) 32 2. Bentuk-Bentuk Pelayanan Pastoral Lingkungan Hidup 33 BAB III. KEGIATAN PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO

WONOGIRI DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN ALAM

CIPTAAN 36

A. Gambaran Umum Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri 37

1. Keadaan Geografis 37

a. Wilayah Teritorial 37

b. Kondisi Alam 38

2. Keadaan Demografis (Kependudukan) 39 3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi 40

a. Kondisi Sosial 40

b. Kondisi Ekonomi 41

4. Visi dan Misi Paroki 43

a. Visi 43

b. Misi 44

5. Gerakan “Menanam Air” Sebagai Bentuk Kepedulian

Gereja 44

a. Pengertian “Menanam Air” 44

b. Latar Belakang “Menanam Air” 46 c. Pelaku Gerakan “Menanam Air” 48 d. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Gerakan 50


(16)

xiv

e. Jenis-jenis Pohon yang Ditanam dan Manfaatnya 51

1) Beringin 51

2) Gayam 52

6. Tata Penggembalaan Paroki 53

B. Penelitian tentang Pastoral Lingkungan Hidup dan Keterlibatan

Umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri 54

1. Permasalahan Penelitian 54

2. Tujuan Penelitian 55

3. Jenis Penelitian 55

4. Tempat dan Waktu Penelitian 56

5. Subjek Penelitian 56

6. Teknik Pengumpulan Data 57

a. Observasi 57

b. Wawancara 58

c. Analisis Dokumen (Studi Dokumen) 58

d. Dokumentasi 59

7. Variabel Penelitian 59

8. Teknik Analisis Data 60

C. Laporan Hasil Penelitian “Menanam Air” Sebagai Satu Bentuk Kegiatan Pastoral Lingkungan Hidup di Paroki Santo Yusup

Baturetno Wonogiri 61

1. Hasil Penelitian dan Pembahasan 62

a. Kondisi Alam di Wonogiri 62

1) Hasil Penelitian 62

2) Pembahasan 64

b. Gerakan “Menanam Air” 65

1) Hasil Penelitian 65

2) Pembahasan 68

c. Faktor Pendukung dan Penghambat Gerakan 69

1) Hasil Penelitian 69

2) Pembahasan 71


(17)

xv

1) Hasil Penelitian 72

2) Pembahasan 74

2. Rangkuman Hasil Penelitian dan Permasalahan yang

Ditemukan 75

BAB IV. USULAN PROGRAM KEGIATAN PENINGKATAN KESADARAN UMAT PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI DALAM GERAKAN “MENANAM AIR” DAN

MELESTARIKAN KEUTUHAN CIPTAAN 78

A. Latar Belakang Program B. Tujuan Program

C. Usulan dan Bentuk Program D. Matriks Program

E. Satuan Persiapan Program BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1: Transkrip Hasil Wawancara Lampiran 2: Foto Hasil Penelitian Lampiran 3: Data Penerima Bibit Pohon Lampiran 4: Teks Misa

Lampiran 5: Surat Permohonan Penelitian Lampiran 6: Surat Keterangan Selesai Penelitian


(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

B. Singkatan Lain

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia CFC : Chlorofluorocarbons

CH4 : Metana

CO2 : Carbon Dioksida

GBHN : Garis Besar Haluan Negara Ha : Hektare

HUT : Hari Ulang Tahun

IPCC : The Intergovernmental Panel on Climate Change IQ : Intelligence Quotient

KAS : Keuskupan Agung Semarang KK : Kepala Keluarga

KKN : Kuliah Kerja Nyata

KNLH : Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia N2 : Nitroksida


(19)

xvii

Perhutani : Perusahaan Hutan Negara Indonesia RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome TEPAS : Temu Pastoral

TNI : Tentara Negara Indonesia UU : Undang-Undang


(20)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I, penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika dalam penulisan.

A. Latar Belakang

“Bumi semakin panas” itulah ungkapan yang sering kita dengar saat ini. Banyak orang yang mengeluh karena cuaca yang begitu panas di manapun kita berada. Akhir-akhir ini warga Indonesia sering dipusingkan dengan masalah lingkungan. Setiap tahun saat musim kemarau sering terjadi bencana kabut asap yang melanda daerah Kalimantan dan Sumatra. Banyak orang yang merasa dirugikan akan bencana tersebut, banyak negara yang mengajukan protes kepada pemerintah Indonesia dan banyak pula korban bencana kabut asap yang tidak bisa menikmati udara dengan bebas karena di beberapa tempat hanya ada 5% udara bersih yang tersisa (Kompas: 2015).

Di pulau Jawa sendiri tidak lepas dari kebakaran hutan yang bahkan sampai merenggut nyawa. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat semakin sedikitnya hutan di pulau Jawa dan padatnya pemukiman penduduk sehingga akan menimbulkan rasa tidak aman dan mengganggu kesehatan bagi lebih banyak orang. Di beberapa daerah sering terjadi kekeringan, krisis air bersih dan bahkan gagal panen karena hujan tak kunjung datang. Saat musim penghujan mulai


(21)

datang dan curah hujan sangat tinggi, banyak terdapat kasus banjir bandang serta tanah longsor yang melanda sebagian wilayah di Indonesia. Jakarta sebagai Ibu kota negara juga tidak luput dari banjir yang terjadi setiap tahunnya (Kompas: 2015).

Bumi terasa semakin tua, dimana bumi semakin panas. Banyak orang yang merasa tidak lagi nyaman hidup di bumi karena keadaannya yang semakin tidak menentu, kadang terasa sangat panas, namun tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya. Keadaan semacam ini disebabkan oleh adanya pemanasan global, akibat dari efek rumah kaca yang menyebabkan suhu bumi meningkat dan menyebabkan bumi terasa sangat panas. Pemanasan global yang terjadi saat ini disebabkan oleh meningkatnya emisi gas buang dari kendaraan bermotor, asap pabrik dan penebangan pohon secara besar-besaran.

Kerusakan alam dan pemanasan global yang terjadi juga disebabkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sehingga manusia semakin banyak mengeksploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kesalahan perilaku manusia dalam mengeksploitasi alam termanifestasi dalam berbagai bentuk seperti kesalahan kebijakan mengenai paradigma pembangunan, industrialisasi yang tidak ramah lingkungan, lemahnya komitmen bersama untuk mengelola lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum di bidang lingkungan hidup. Berbagai hal tersebut menyebabkan munculnya kerusakan lingkungan baik hutan, lahan, terumbu karang, lapisan ozon, pencemaran udara, air, laut dan sampah, serta berbagai macam kepunahan keanekaragaman hayati, Sumber Daya Alam dan kepunahan mata air (Sonny Keraf, 2010: 16)


(22)

Kepunahan sumber mata air merupakan sebuah krisis lingkungan hidup yang sangat serius, mengingat manusia tidak bisa hidup tanpa air. Krisis air bersih melanda sebagian besar negara di dunia seperti negara di Afrika, negara-negara di Timur Tengah, India, Amerika, Cina, bahkan di Indonesia. Krisis air tersebut terjadi karena adanya pendangkalan sungai, pencemaran, kerusakan hutan sebagai penyimpan air, eksploitasi gunung kapur atau kars secara besar-besaran dan hilangnya sungai-sungai karena erosi. “Bank Dunia memperkirakan pada tahun 2025 dua pertiga penduduk dunia kan kesulitan memperoleh air bersih dan air minum” (Sonny Keraf, 2010: 49-50).

Kelangkaan air mampu menyebabkan banyak konflik apabila hal tersebut tidak segera dicarikan solusinya. Konflik tersebut bisa terjadi tidak hanya antar daerah sekitar namun juga antar negara. Indonesia sendiri menghabiskan dana sebesar Rp. 37 trilyun untuk menyediakan air bersih. Minimnya air bersih di Indonesia juga diperparah dengan adanya pencemaran air yang dapat menurunkan kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga tidak dapat digunakan. Nota Pastoral KWI tahun 2013 tentang Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan no 8.6 (Nota Pastoral KWI) mengungkapkan jika “Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan mencatat bahwa pada tahun 2011 dari 51 sungai besar di Indonesia, 32 di antaranya tercemar berat. Instalasi pengolah air limbah baru terdapat di 11 kota di Indonesia dan hanya mampu melayani 2,5 juta jiwa”.

Bencana dan krisis yang terjadi menandakan bahwa bumi kita sedang menjerit kesakitan karena dosa yang kita timpakan kepadanya. Kita telah


(23)

menggunakan dan menyalahgunakan kekayaan yang telah diberikan Allah kepada kita dengan semena-mena dan serakah. Ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus mengajak kita untuk mengingat akan ajakan Santo Fransiskus Asisi bahwa kita harus menjaga alam ciptaan karena alam ciptaan bagaikan rumah kita bersama dan bagaikan saudara dan ibu yang senantiasa mengasuh dan memberi kita berbagai kebutuhan di dalam hidup kita. Kita hendaknya berterimakasih kepada alam dan lingkungan hidup di sekitar kita, tidak malah merusaknya demi memenuhi hasrat kita semata, karena alam telah menumbuhkan buah-buahan, beserta bunga dan rerumputan (Ensiklik Laudato Si, 2015:1). Salah satu seruan Bapa Paus Fransiskus mengenai bumi yang mengalami kerusakan bisa kita baca dalam kutipan di bawah ini:

Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan kepadanya, karena tanpa tanggungjawab kita menggunakan dan menyalahgunakan kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Kita bahkan berpikir bahwa kitalah pemilik dan penguasanya yang berhak menjarahnya. Kekerasan yang ada dalam hati kita yang terluka oleh dosa, tercermin dalam gejala-gejala penyakit yang kita lihat pada tanah, air, udara dan pada semua bentuk kehidupan. Oleh karena itu bumi terbebani dan hancur termasuk kaum miskin yang paling ditinggalkan dan dilecehkan oleh kita. Ia ”mengeluh dalam rasa sakit bersalin” (Rom 8:22). Kita lupa bahwa kita sendiri dibentuk dari debu tanah (Kej 2:7); tubuh kita tersusun dari partikel-partikel bumi, kita menghirup udaranya dan dihidupkan serta disegarkan oleh airnya (Ensiklik Laudato Si, 2015: 1).

Jauh sebelum dikeluarkannya Ensiklik Laudato Si, Allah juga mengajak manusia untuk menjaga dan merawat alam ciptaan-Nya (bdk. Kej). Kehadiran Allah di dalam diri Yesus juga menyatakan bahwa kasih-Nya amat besar terhadap manusia dan alam ciptaan-Nya sehingga Ia tidak hanya mencipta namun juga melindungi dan memelihara. “Allah adalah Kasih (bdk. 1 Yoh 4:16) dan kasih itu


(24)

tidak hanya ditujukan kepada manusia tetapi kepada semua makhluk yang telah Ia ciptakan. Solidaritas dan kepedulian Allah terhadap ciptaan-Nya dalam peristiwa penjelmaan, menjadi pegangan manusia untuk memperlakukan ciptaan yang lain secara baik. Sehubungan dengan hal itu, manusia harus melepaskan diri dari berbagai kelekatan seperti kekayaan dan kekuasaan (bdk. Mat 6:19-21), yang sering dicapai dengan mengorbankan sesamanya atau makhluk ciptaan Tuhan yang lain” (Nota Pastoral KWI, 2012: no 11).

Melihat keprihatinan yang terjadi pada alam sekitar, sudah ada beberapa Gereja yang telah melakukan berbagai gerakan bagi kelestarian lingkungan hidup. Ditambah saat ini sudah muncul berbagai macam ajakan dari Gereja seperti adanya Nota Pastoral KWI, Arah Dasar KAS tahun 2011-2015 yang salah satu pilarnya berisikan tentang lingkungan hidup, serta seruan Bapa Paus Fransiskus yang mengeluarkan Ensiklik Laudato Si.

Salah satu paroki yang mengupayakan gerakan untuk lingkungan hidup ialah Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri merupakan salah satu paroki yang ada di Keuskupan Agung Semarang (KAS) dan terletak di wilayah selatan Kabupaten Wonogiri. Keadaan alam di wilayah paroki ini merupakan bukit-bukit berbatu yang sangat tandus pada saat kemarau, sedangkan pada musim penghujan terdapat cukup air untuk bercocok tanam. Daerah Wonogiri akan terasa hijau saat musim penghujan karena banyak orang yang akan menanam padi, namun pada saat musim kemarau datang beberapa daerah di Wonogiri mengalami krisis air bersih sehingga air yang ada di sana tidak mampu mencukupi kebutuhan warga.


(25)

Melihat keprihatinan tersebut, umat Paroki Baturetno mulai meningkatkan kepeduliannya akan lingkungan hidup khususnya mengenai masalah air sejak lima tahun yang lalu. Gerakan ini mulai muncul saat salah seorang umat yang baru pulang dari pertemuan di Klaten, mensharingkan mengenai krisis air yang terjadi. Beliau mengungkapkan bahwa untuk bisa memanen air maka kita harus menanam air. Cara yang digunakan untuk menanam air ialah dengan menanam pohon-pohon besar yang akarnya mampu mengikat air tanah yang cukup dalam dan membawanya ke permukaan. Jenis-jenis pohon yang diusulkan untuk ditaman adalah pohon yang serumpun dengan beringin seperti gayam, bereh dan tanaman-tanaman kuat yang mampu bertahan pada kondisi alam Wonogiri yang berbatu-batu. Gerakan menanam pohon ini dinamakan dengan gerakan “menanam air” karena manfaat yang didapatkan dari gerakan ini tidak langsung kita rasakan, namun baru kita rasakan setelah beberapa puluh tahun lagi.

Beberapa usaha pastoral yang sudah dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran umat dan masyarakat ialah dengan pemutaran video mengenai sumber air dan lingkungan di daerah Wonogiri, bekerjasama dengan perangkat desa untuk saling memberi informasi dan mensosialisasikan gerakan “menanam air”, membuat tema-tema perayaan natal, paskah dan HUT paroki yang bernafaskan lingkungan hidup, serta mencari orang tua asuh untuk bibit pohon-pohon beringin yang akan ditanam.

Usaha-usaha yang dilakukan mengalami banyak sekali kendala sehingga gerakan ini tidak bisa berjalan mulus. Beberapa kendala yang dihadapi diantaranya: kurangnya pemahaman dan kesadaran umat akan pentingnya pohon


(26)

dalam kehidupan, ada beberapa bibit yang malah dijadikan bonsai, terbakar atau mungkin sengaja dibakar dan belum adanya data untuk orang tua asuh.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas mengenai keprihatinan akan keadaan saudara bersama kita yang sedang sakit yaitu bumi ini dan dengan dikeluarkannya ensiklik dari Paus Fransiskus serta menanggapi gerakan yang sedang dilakukan oleh umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi sebagai berikut: “MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI. Penulis ingin mengajak pembaca untuk lebih peduli dengan alam sekitar dengan gerakan-gerakan peduli lingkungan yang dapat meringankan beban bumi kita yang semakin tua serta mampu menjaganya untuk anak cucu kita.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini akan dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana kepedulian umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri terhadap keberadaan air bersih?

2. Kegiatan pastoral lingkungan hidup seperti apa yang tepat sasaran bagi gerakan “mananam air”?

3. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran umat akan pentingnya gerakan “menanam air?


(27)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam karya tulis ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat kepedulian umat di Paroki Santo Yusup Baturetno

Wonogiri akan keberadaan air bersih.

2. Mengetahui kegiatan pastoral lingkungan hidup yang tepat sasaran guna semakin mendukung gerakan “menanam air” di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri.

3. Mengetahui cara meningkatkan kesadaran umat akan pentingnya gerakan “menanam air”.

D. Manfaat Penulisan

Melihat berbagai permasalahan yang terjadi sehubungan dengan lingkungan hidup, maka tulisan ini memberikan sedikit sumbangan bagi pihak-pihak yang terkait. Adapun manfaat penulisan karya tulis ini bagi pihak-pihak-pihak-pihak yang tekait ialah:

1. Bagi Penulis

Melalui karya tulis ini penulis belajar untuk semakin menyadari akan keadaan alam yang semakin memprihatinkan dan mengajak penulis untuk semakin menyadari akan pentingnya menghargai, mencintai, menjaga serta melestarikan lingkungan hidup yang ada di sekitar. Melalui tulisan ini penulis juga belajar untuk mencari bentuk-bentuk pastoral lingkungan hidup yang sesuai


(28)

dengan keadaan yang ada di lapangan dan mengaplikasikannya di dalam tugas pastoral saya nantinya.

2. Bagi Umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri

Diharapkan dengan adanya karya tulis ini, umat semakin sadar akan lingkungannya dan mau terlibat aktif untuk mendukung gerakan “menanam air” serta memahami dan menghayati peran serta mereka dalam gerakan tersebut, sehingga mereka semakin menyadari pentingnya menghargai, mencintai, menjaga dan melestarikan alam sebagai sesama ciptaan Allah.

3. Bagi Pembaca

Diharapkan pembaca dapat mengetahui mengenai kerusakan dan betapa menderitanya alam sekitar kita. Mampu mengerakkan pembaca untuk berani melakukan suatu gerakan bagi pelestarian lingkungan hidup. Diharapkan pula pembaca dapat mengetahui mengenai gerakan pastoral lingkungan hidup “menanam air” dan semakin terinspirasi untuk membuat gerakan yang serupa. Selain itu agar pembaca semakin menghargai keberadaan alam ciptaan sebagai sesama ciptaan Allah.

E. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode penelitian deskripsi analisis berdasarkan penelitian empirik dan kajian pustaka yang didukung dengan data penelitian kualitatif. Data diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pastor


(29)

paroki, penggagas gerakan, orang tua asuh (penanggungjawab penanaman dan perawatan pohon beringin), serta tokoh masyarakat yang terlibat dalam gerakan ini. Melalui data yang diperoleh, penulis akan menganalisis dan merumuskan sumbangan pemikiran pastoral yang sesuai untuk mendukung gerakan ini.

F. Sistematika Penulisan

Demi memperoleh gambaran yang jelas, penulis membagi pokok-pokok sistematika penulisan sebagai berikut:

Pada bab I, penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II akan membahas mengenai gerakan pastoral “menanam air” sebagai upaya pelestarian lingkungan dengan membahas dua pokok besar mengenai pastoral dan lingkungan hidup.

Bab III terdiri dari tiga bagian yaitu gambaran umum mengenai Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri. Bagian kedua membahas mengenai penelitian yang dilakukan. Bagian ketiga berisi mengenai laporan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan.

Bab IV membahas mengenai usulan program yang mampu mendukung kegiatan pastoral lingkungan hidup di paroki Santo Yusup Baturetno dan diharapkan agar program yang diusulkan semakin mampu mengajak umat untuk peduli akan gerakan “menanam air”.


(30)

Bab V berisikan penutup yang mencakup dua bagian yaitu mengenai kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dengan didukung data hasil penelitian dan bagian kedua berisikan saran yang ditujukan kepada petugas pastoral di paroki.


(31)

BAB II

“MENANAM AIR” SEBAGAI SATU BENTUK KEGIATAN PASTORAL LINGKUNGAN HIDUP

Pada bab II, penulis akan menguraikan mengenai kajian pustaka yang dipakai dari berbagai sumber. Bab ini akan membahas mengenai pastoral dan lingkungan hidup yang akan membantu pembaca untuk lebih memahami mengenai pastoral lingkungan hidup. Uraian mengenai pastoral terdiri dari pengertian pastoral secara umum, sumber pelayanan pastoral dan gerakan pastoral. Uraian yang kedua tentang lingkungan hidup yang berisi mengenai pengertian lingkungan hidup, ruang lingkup lingkungan hidup, masalah lingkungan hidup dan pelestarian lingkungan hidup. Pada bagian yang ketiga akan dibahas secara singkat mengenai pengertian pastoral lingkungan hidup dan bentuk-bentuk pelayanan pastoral lingkungan hidup demi pelestarian lingkungan. Pembahasan secara lengkap mengenai kajian pustaka yang digunakan oleh penulis akan diuraikan dalam pokok-pokok sebagai berikut, yang akan memudahkan pembaca untuk lebih memahami mengenai kegiatan pastoral lingkungan hidup.

A. Pastoral

Adapun yang akan didalami dalam pokok-pokok bahasan ini ialah: pengertian pastoral secara umum, sumber pelayanan pastoral dan gerakan pastoral.


(32)

1. Pengertian Pastoral Secara Umum

Pastoral sering diartikan hanya terbatas pada tugas dan karya seorang imam atau pastor, namun sebenarnya pastoral memiliki arti yang lebih luas. Pastoral berasal dari kata “pastor” dari bahasa Latin yang artinya gembala. Kata

pastor mendapat akhiran “al” yang dalam bahasa Indonesia berarti menunjuk pada kata sifat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pastoral berarti yang berhubungan dengan pastor, pendeta, gembala dan penghidupannya. Gembala mengandaikan adanya suatu hubungan atau komunikasi antara yang menggembalakan (pastor) dan yang digembalakan (umat) seperti yang kita lihat dalam Yoh 10:14. Hubungan gembala dan dombanya ini didasari oleh cinta kasih dan bukan sikap ingin menguasai yang digembalakan.

Kata pastoral diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang pastor dalam hal memimpin ibadat, memberikan sakramen-sakramen, mengunjungi orang sakit dan mengunjungi orang jompo. Namun pastoral bisa pula diartikan sebagai seluruh kegiatan Gereja yang ditujukan kepada umatnya demi memperkembangkan imannya dan tidak terbatas pada umat katolik saja namun juga terbuka bagi seluruh umat. Semua orang bisa melaksanakan pelayanan pastoral dan tidak terbatas pada pastor saja (Johanes Baptista, 2010: 7-8).

Dalam Konsili Vatikan II, pastoral terutama dikaitkan dengan tindakan penggembalaan Allah; Allah yang mewahyukan diri untuk menyelamatkan dan menggembalakan umat-Nya. Dokumen Gaudium et Spes disebut sebagai konstitusi pastoral karena Konsili Vatikan II ingin menguraikan hubungan Gereja


(33)

dengan dunia dan umat manusia zaman sekarang serta ingin menanggapi situasi konkret yang dihadapi oleh umat manusia pada zamannya (Madya Utama, 2011: 56).

Pemahaman yang diberikan oleh Konsili Vatikan II mengenai pastoral menerangkan bahwa pelayanan pastoral tidak boleh dan tidak dapat lagi dikaitkan secara eksklusif dengan tugas seorang imam. Pelayanan pastoral mencakup segala hal yang berkaitan dengan penggembalaan Tuhan. Kegembalaan Tuhan tampak dan perlu ditampakkan dalam kehidupan bersama/Gereja. Jadi pastoral berarti segala usaha untuk membantu hidup iman bersama, sehingga Sang Gembala Ilahi terasa tampil, hadir, menemani dan berkarya bagi semua manusia. Pelayanan pastoral adalah pelayanan keselamatan bagi semua orang sebagai tugas dasar Gereja, oleh semua anggota Gereja, selaras dengan bentuk, cara hidup dan jabatannya (Madya Utama, 2011: 57).

Sang Gembala Ilahi yang tampil, hadir, menemani dan berkarya bagi semua manusia bisa kita lihat dan rasakan secara langsung lewat orang-orang di sekitar serta lewat alam sekitar. Allah hadir dan menemani manusia lewat udara yang Ia berikan, lewat tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar kita serta lewat segala ciptaan yang ada di bumi. Melihat kebaikan Allah tersebut hendaknya kita menanggapinya dengan melakukan pelayanan pastoral.

2. Sumber Pelayanan Pastoral

Pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Gereja mengalir dari dua buah sumber utama, yakni Allah dan Yesus Kristus. Allah merupakan sumber yang


(34)

pertama dan utama karena Allah masih terus bekerja dan memberikan diri-Nya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia dan semua ciptaan lainnya (bdk. Yoh 5:7; 9:4). Allah senantiasa bekerja tanpa henti untuk menyelamatkan semua ciptaan-Nya karena cinta-Nya yang begitu besar. Cinta Allah yang begitu besar ditunjukkan dengan mengutus putra-Nya Yesus Kristus untuk menyelamatkan umat manusia. Yesus Kristus melalui hidup dan karya-Nya menampakkan kehadiran Allah yang menyelamatkan manusia yang dilakukan lewat pewartaan-Nya, tindakan-pewartaan-Nya, pergulatan-pewartaan-Nya, keberpihakan-pewartaan-Nya, cara hidup-pewartaan-Nya, serta relasi-Nya (Madya Utama, 2011: 58).

Pewartaan Kristus berpusat pada Kerajaan Allah yang sudah dekat (Mrk 1: 15). Tindakan-Nya mengumpulkan murid dalam sebuah komunitas yang para anggotanya saling memperlakukan sebagai saudara dan saudari yang setara (bdk. Mrk 10: 28-30; Mat 23: 8-11). Pergaulan-Nya dengan kalangan luas mengundang ke dalam persaudaraan yang inklusif, rela berbagi, menjadi saudara satu sama lain (bdk. Mat 14:13-21; Yoh 6:1-13). Keberpihakan Yesus pada orang yang tersingkirkan dari masyarakat (para pendosa, orang-orang miskin, orang sakit, pemungut cukai). Cara hidup-Nya yang taat dan kritis terhadap peraturan (bdk. Luk 13:10-17). Relasi Yesus yang begitu dekat dengan Allah yang Ia panggil Bapa, mengajak kita untuk berelasi dengan Allah seperti yang telah Ia lakukan (bdk. Mat 6:9-14; Luk 11: 2-4) (Madya Utama, 2011: 59).

Sikap Yesus Kristus menjadi suatu simbol pelayanan pastoral yang Ia lakukan bagi umat manusia dimanapun mereka berada. Allah dan Yesus Kristus merupakan sumber pelayanan pastoral yang pertama dan patut menjadi teladan


(35)

kita dalam menjalankan pelayanan pastoral di tengah-tengah masyarakat. Dengan mengingat kedua sumber tersebut, maka dapat diartikan berpastoral merupakan tindakan dan komitmen untuk bekerjasama dengan Allah dan Yesus Kristus guna mewujudkan kehadiran Kerajaan Allah di tengah masyarakat sebagai komitmen yang mengalir dari perjumpaan secara personal dan intim dengan Allah dalam Yesus Kristus.

3. Gerakan Pastoral

Dalam Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang tahun 2011-2015 disebutkan bahwa langkah pastoral yang akan ditempuh ialah pengembangan umat Allah terutama optimalisasi peran kaum awam, secara berkesinambungan dan terpadu dalam perwujudan iman di tengah masyarakat, pemberdayaan Kaum Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel (KLMTD), serta pelestarian keutuhan ciptaan.

Pada bagian pertama alinea ketiga dari arah dasar Keuskupan Agung Semarang telah dijabarkan mengenai fokus pelestarian lingkungan seperti berikut:

Fokus pelestarian menunjuk pada keutuhan ciptaan. Ardas menegaskan komitmen umat Allah untuk menghadirkan Kerajaan Allah yang mencakup pemulihan keadaan alam semesta sehingga terciptalah "langit baru dan bumi baru" (ARDAS KAS, 2011-2015: alinea 3)

Dalam hal ini, Keuskupan Agung Semarang tidak hanya ingin mengajak umat Allah untuk menghargai sesama, namun juga ingin mengajak umat agar lebih peduli pada alam ciptaan, sehingga gerakan pastoral yang ada tidak hanya terbatas pada sesama manusia namun juga pada sesama ciptaan Allah yaitu alam semesta.


(36)

Gerakan Pastoral di Keuskupan Agung Semarang tersebut sudah banyak diikuti oleh Gereja-Gereja yang ada di KAS. Beberapa paroki telah melakukan gerakan hijau di parokinya masing-masing seperti di Paroki Salam yang mulai memanfaatkan air hujan sebagai air minum, Paroki Kelor yang sedang giat-giatnya membudidayakan tanaman kelor dan membuat lahan di sekitar paroki menjadi lahan hijau. Paroki Baturetno juga telah melakukan gerakan pastoral lingkungan hidup dengan menanam pohon beringin yang merupakan sumber penyerap air tanah.

Gerakan yang dilakukan oleh umat di Paroki Baturetno berawal dari keprihatinan mereka akan air bersih yang semakin berkurang dan semakin sulit didapatkan. Umat akhirnya mengusulkan kepada romo paroki untuk membuat

suatu gerakan “menanam air”. Dalam gerakan ini umat terlibat aktif dan ikut

berpartisipasi menjadi orang tua asuh bagi pohon beringin yang mereka bawa pulang. Melihat gerakan ini berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat serta masyarakat maka penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai gerakan

“menanam air” dari narasumber sehingga semakin memahami kesulitan yang

mereka hadapi serta mampu mengusahakan solusi bagi permasalahan yang ada. Gerakan-gerakan pastoral yang dilakukan di setiap paroki selain untuk mendukung gerakan ARDAS KAS 2011-2015 juga untuk ikut serta menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah umat dan masyarakat. Sekecil apapun gerakan pastoral yang berpusat pada lingkungan menjadi sarana untuk mewujudnyatakan Kerajaan Allah di tengah-tengah kita. Gerakan-gerakan itu mampu membuat sekitar kita menjadi tempat yang asri, aman dan nyaman untuk ditempati.


(37)

B. Lingkungan Hidup

Uraian yang kedua berisi mengenai pengertian lingkungan hidup, ruang lingkup lingkungan hidup, masalah lingkungan hidup dan pelestarian lingkungan hidup.

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Menurut Piet Go pengertian lingkungan hidup secara umum ialah keseluruhan persyaratan kehidupan, khususnya bagi manusia, tetapi dilihat pula dari keterjalinan serta ketergantungan timbal balik antara makhluk-makhluk yang lain dengan ruang hidupnya. Untuk mengungkapkan lingkungan hidup yang dipahami sebagai pemukiman itu dipakailah istilah Yunani “oikos” yang berarti rumah atau rumah tangga dan untuk ilmu yang membahas mengenai lingkungan hidup dipakailah istilah “ekologi”, yang merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan makhluk-makhluk terhadap lingkungannya (Piet Go, 1989: 1).

Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU Lingkungan Hidup, 2009: pasal 1 ayat 1). Merujuk pada definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan hidup Indonesia merupakan kawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan


(38)

dengan peranan strategis yang tinggi nilainya tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya (Wikipedia, 18 Agustus 2015).

Lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup, termasuk manusia, berupa benda, daya dan keadaan yang mempengaruhi kelangsungan makhluk hidup, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem yaitu unsur-unsur lingkungan hidup, baik yang hidup (biotik) seperti manusia, tumbuhan, hewan, maupun yang tidak hidup (abiotik) seperti tanah, air dan udara yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Manusia bersama dengan ciptaan yang lain merupakan bagian dari lingkungan hidup dan keduanya mempunyai hubungan timbal balik yang amat erat (Nota Pastoral KWI, 2013: alinea 4). Dari beberapa pernyataan mengenai lingkungan hidup di atas bisa kita simpulkan bahwa lingkungan hidup merupakan semua aspek kehidupan yang ada di sekitar kita baik berupa benda hidup dan tidak hidup, keadaan alam yang mempengaruhi kelangsungan hidup secara langsung maupun tidak langsung.

2. Ruang Lingkup Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup memiliki ruang lingkup tersendiri yang terdiri dalam ekosistem yaitu unsur-unsur lingkungan hidup, baik yang hidup (biotik) seperti manusia, tumbuhan, hewan, maupun yang tidak hidup (abiotik) seperti tanah, air dan udara yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.


(39)

Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1997, ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya. Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

Menurut Piet Go satuan lingkungan hidup disebut “ekosistem”.

Ekosistem manusia bukanlah melulu “alam murni”, melainkan sudah diolah

menjadi kebudayaan dan peradaban. Ekosistem manusia dibagi dalam dua lingkup yaitu lingkungan primer (biosper) yang terdiri dari udara, air, gas, mineral, flora dan fauna. Sedangakan lingkungan sekunder (technosphere) terdiri dari bangunan, mesin, industri, sistem informasi, lalu lintas dan sebagainya (Piet Go, 1989: 15).

3. Masalah Lingkungan Hidup

Kerusakan dan masalah lingkungan hidup dapat terjadi karena adanya bencana alam (gunung meletus, gempa bumi, tsunami) ataupun akibat dari ulah manusia yang dapat menyebabkan kerusakan ekologis yang tidak dapat dipulihkan oleh alam serta dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Masalah lingkungan hidup atau krisis ekologi sebenarnya lebih banyak disebabkan karena adanya kehancuran, kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia yang ingin menguasai alam semesta (Sonny Keraf, 2010: 26).


(40)

Menurut Sonny Keraf krisis dan bencana lingkungan hidup global dapat dibedakan ke dalam empat macam krisis dan bencana yaitu: pencemaran, kerusakan, kepunahan dan kekacauan iklim global. Maka untuk memperjelasnya kita akan membahasnya satu persatu.

a. Kerusakan Lingkungan Hidup

Yang termasuk dalam kerusakan lingkungan hidup ialah kerusakan hutan, kerusakan lapisan tanah, kerusakan terumbu karang dan kerusakan lapisan ozon. Kerusakan hutan yang terjadi di dunia awal abad ke-20 mencapai 5 milyar ha. Namun karena semakin luas hamparan hutan yang dirusak di berbagai belahan dunia maka diperkirakan luas hamparan hutan hanya tinggal 5 milyar ha, dengan perkiraan laju kerusakan mencapai 7 juta ha per tahun. Di Indonesia laju kerusakan hutan berkisar antara 2-3 juta ha per tahun yang disebabkan karena pembukaan hutan baik secara legal maupun ilegal yang terus meningkat sejak 20 tahun terakhir. Kerusakan hutan menyebabkan rusaknya lapisan tanah yang subur, hilang dan punahnya flora dan fauna, munculnya bencana banjir dan tanah longsor, hilangnya sumber mata air, serta kerusakan dan ganggunan ekosistem.

Kerusakan terumbu karang juga meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan karena praktek pengeboman ikan, sedimentasi, pencemaran akibat limbah dari daratan, penambangan karang dan pencemaran laut oleh tumpahan minyak dari kapal. Ancaman terhadap terumbu karang juga terjadi akibat dari semakin tingginya suhu atau temperatur permukaan air laut yang merupakan gejala perubahan iklim global. Berdasar laporan Loke Ming Chou sekitar 40%


(41)

terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan dan mengalami penurunan kualitas terumbu karang. Henning Steffen, tahun 2001 menyatakan terumbu karang Indonesia mengalami kerusakan hingga 90% dalam 5 tahun terakhir akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Dampak utama kerusakan terumbu karang adalah menurunnya populasi biota laut, menurunnya daya tarik wilayah objek wisata bahari, berkurangnya sumber mata pencaharian penduduk, hilangnya habitat ikan terumbu karang, selain itu hilangnya terumbu karang juga menyebabkan hilangnya peredam peningkatan suhu.

Kerusakan lahan terjadi akibat rusaknya permukaan tanah, hal ini terjadi karena pola pertanian intensif dengan menggunakan pupuk kimia yang merusak lapisan tanah. Degradasi tanah yang terjadi di dunia mengalami peningkatan yang sangat pesat setiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan akan mengalami penggurunan di beberapa wilayah di Sumatra dan Jawa apabila degradasi tanah, penggunaan pupuk kimia semakin meningkat pesat. Sumatra dan Jawa merupakan dua pulau yang mengalami krisis lahan yang cukup tinggi akibat dari pertambangan dan pembukaan lahan yang dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengembalian lahan seperti semula.

Kerusakan lapisan ozon disebabkan oleh zat perusak berupa bahan kimia CFC dari media pendingin dan pendorong spray aerosol, bromin halocarbon, dan nitrogen oksida dari pupuk kimia. Rusaknya lapisan ozon menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit, kerusakan flora dan fauna, gagal panen dan ancaman terhadap terhadap plankton sebagai makanan berbagai biota laut.


(42)

b. Pencemaran Lingkungan Hidup

Ada lima macam pencemaran lingkungan hidup yaitu pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran laut dan sampah. Pencemaran udara terjadi akibat dari sumber yang tidak bergerak yaitu aktivitas industri, kebakaran hutan dan sampah maupun sumber yang bergerak yaitu dari alat transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil. Pencemaran udara mengakibatkan berbagai jenis penyakit kronis seperti gangguan saluran pernafasan, penurunan IQ, impotensi dan gangguan syaraf, adanya perubahan iklim dan pemanasan global. Pencemaran udara yang terjadi di Indonesia sangat memperihatinkan karena parameter kualitas udaranya telah melampaui baku mutu ambiven, serta telah terjadi hujan asam di kota-kota besar. Salah satu penyebab pencemaran udara yang terbesar ialah pembakaran dan kebakaran hutan.

Pencemaran air merupakan krisis lingkungan hidup yang sangat serius. Hal ini terjadi karena pembuangan limbah yang berbahaya dan beracun (B3), erosi dan pendangkalan sungai dan danau akibat kerusakan hutan. Menurut KNLH debit air di 34 sungai pada tahun 2006 menunjukkan 14 sungai memiliki kondisi hidrologis yang buruk akibat dari kerusakan dan pendangkalan daerah aliran sungai. Pulau Jawa dan Bali sudah mengalami defisit air khususnya di musim kemarau. Saat ini banyak orang yang tidak berani mengonsumsi air alamiah dari sumber alami karena sumber mata air tidak lagi bebas dari pencemaran dan tidak aman dikonsumsi. Pencemaran air terbesar disebabkan oleh limbah industri yang pengolahan limbahnya tidak ramah lingkungan selain itu juga karena penggunaan


(43)

pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan sungai-sungai di Indonesia memiliki status mutu yang tercemar berat.

Pencemaran laut terjadi karena pembuangan limbah cair berupa minyak, pencemaran dan kecelakaan aktivitas tambang minyak lepas pantai. Dampak dari pencemaran laut dan pesisir adalah mati dan punahnya berbagai biota laut serta rusaknya terumbu karang sebagai habitat berkembangnya biota laut.

Sampah rumah tangga khususnya di kota besar menjadi masalah serius. Akibat gaya hidup membuat orang semakin konsumtif dan meninggalkan banyak sekali limbah padat yang sulit untuk terurai seperti botol air dan berbagai jenis bungkus makanan dari plastik. Sampah menjadi persoalan besar karena membutuhkan area pengolahan yang luas, sampah menimbulkan berbagai macam pencemaran udara, air dan membutuhkan biaya yang besar dalam pengolahannya. Semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula produksi sampah setiap harinya selain itu budaya membuang sampah sembarangan semakin memperparah pencemaran. Peraturan yang ada tidak menjamin kesadaran dari masyarakat sendiri untuk membuang dan memanfaatkan sampah dengan baik.

c. Kepunahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Kepunahan yang terjadi telah menyerang keanekaragaman hayati, punahnya sumber daya alam dan sumber mata air. Kepunahan keanekaragaman hayati atau berkurangnya jumlah keanekaragaman hayati telah menjadi perhatian dunia karena keadaannya yang semakin memperihatinkan. Dari 1.000 spesies burung 21% diantaranya terancam dan berkurang populasinya, 20% dari 5.416


(44)

spesies mamalia terancam dan 39% ikan ikut terancam. Hal ini disebabkan oleh proses alam dan bencana selain itu disebabkan juga oleh perilaku manusia yang menimbulkan terjadinya kerusakan dan kebakaran, aktivitas ilegal seperti jual beli flora dan fauna langka juga turut serta mengurangi keanekaragaman hayati. Pembabatan hutan dan alih fungsi hutan, kerusakan ekosistem akibat pola pertanian yang tidak ramah lingkungan ikut ambil bagian merusak keanekaragaman hayati. Pengeboman ikan, degradasi habitat dan pemanasan global merupakan sebab-sebab lain dari punahnya keanekaragaman hayati. Banyak spesies hewan yang benar-benar terancam punah karena habitatnya dirusak atau mengalami perubahan.

Kepunahan sumber mata air adalah sebuah krisis lingkungan hidup yang serius karena air merupakan sumber kehidupan baik untuk minum maupun untuk aktivitas produktif seperti pertanian dan industri, kepentingan sanitasi dan kesehatan. Tanpa air tidak akan ada kehidupan. Bank Dunia memperkirakan pada tahun 2025 dua pertiga penduduk dunia akan kesulitan memperoleh air bersih dan minum. Hilangnya sumber mata air terjadi karena kerusakan hutan sebagai tempat penyimpanan air, eksploitasi besar-besaran terhadap gunung kapur (kars) sebagai tempat penampungan air, perubahan iklim juga turut memperparah berkurangnya pasokan air karena semakin besarnya proses evaporasi yang menyebabkan sungai dan sumber mata air semakin berkurang. Pendangkalan sungai akibat erosi, berkurangnya debit air juga termasuk masalah serius yang dialami di Indonesia yang mampu mengancam kebutuhan air bagi manusia, flora dan fauna. Banyak sungai dan danau yang mulai hilang akibat pendangkalan di berbagai negara.


(45)

Krisis air karena kekurangan sumber mata air, pencemaran, kekeringan dan banjir diprediksi akan menjadi salah satu sumber pertikaian dan konflik sosial di masa yang akan datang. Krisis air juga mampu mempengaruhi krisis pangan karena semakin banyak areal pertanian yang tidak teraliri air yang memadahi.

Kepunahan sumber daya alam adalah isu yang tidak kalah penting. Kepunahan ini hendaknya menjadi perhatian serius khusunya kepunahan energi yang tidak dapat terbarukan. Kesalahan dalam mengelola dan dalam kebijakan pembangunan di masa lalu, menyebabkan penurunan dan terancam punahnya sumber daya alam di Indonesia. Hutan, ikan dan sumber daya laut, mineral, batu bara, minyak bumi telah mengalami penurunan dan terancam punah. Kepunahan sumber daya ini merugikan dari segi ekonomi dan juga rusak dan tercemarnya ekosistem lingkungan hidup di sekitarnya. Hal itu menyebabkan menurunnya kesejahteraan anak cucu kita dan kualitas hidup yang buruk karena rusaknya lingkungan hidup.

d. Kekacauan Iklim Global

Kekacauan iklim global atau yang lebih dikenal dengan perubahan iklim merupakan masalah yang sudah sering dibahas. Kekacauan iklim ini disebabkan karena sinar matahari yang dipantulkan ke bumi dipantulkan kembali oleh gas rumah kaca yang ada di atmosfer dan tertahan disana sehingga semakin menebal dan menyebabkan sinar matahari yang akan masuk ke bumi, terperangkap dan kembali memanasi permukaan bumi, sehingga menyebabkan suhu di permukaan bumi semakin meningkat dan menyebabkan kekacauan iklim global. Gas rumah


(46)

kaca terdiri dari beberapa jenis yaitu: karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan Nitroksida (N2). CO2 memiliki andil yang besar dalam menyebabkan efek rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang berasal dari industri, transportasi, kebakaran hutan, pembakaran sampah dan sumbangan gas metana dari pembusukan sampah dan pertanian.

Peningkatan emisi gas rumah kaca juga disebabkan karena penggundulan hutan yang terjadi di seluruh dunia. Beberapa contoh perubahan iklim yang terjadi diantaranya ialah adanya anomali cuaca atau perubahan musim yang menyebabkan hujan turun tidak pada waktunya dan kemarau yang semakin panjang, hal tersebut mempengaruhi pertanian yang ada di Indonesia, kelangkaan air, kebakaran hutan, bencana alam seperti angin kencang, laut bergelombang dan hujan lebat yang menyebabkan banjir. Terjadinya badai tropis yang terjadi di seluruh belahan dunia yang merengut korban jiwa dan harta benda. Badai juga menganggu aktivitas manusia seperti kecelakaan pesawat, nelayan tidak bisa melaut karena gelombang besar, tidak normalnya perkembangan tanaman yang dapat menyebabkan jebakan pangan dan kelaparan di berbagai dunia.

Saat ini fenomena mencairnya es di Kutub mengalami kemajuan yang mengejutkan. Para pakar terkejut karena hilangnya bongkahan es hampir dua kali lipat daratan Inggris. Menurut Robert Corell, es yang meleleh memiliki kecepatan 2 meter per jam sepanjang 5 kilometer dengan kedalaman 1.500 meter. Fenomena mengapungnya gunung es di sekitar Selandia Baru dan Australia merupakan sebuah peringatan serius akan mencairnya es di Kutub akibat perubahan iklim. Akibat mencairnya es di Kutub menyebabkan naiknya permukaan laut sehingga


(47)

banyak pulau kecil akan tenggelam dan banyak kota besar akan terendam air. The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksikan pada abad ini akan terjadi kenaikan permukaan laut sebesar 18-59 sentimeter dan menurut data baru, kenaikan bisa mencapai 2-12 meter. Dampak besar kenaikan permukaan air laut akan sangat dirasakan oleh negara-negara kepulauan seperti Indonesia karena akan banyak pulau yang tenggelam dan akan terjadi migrasi besar-besaran (Sonny Keraf, 2010: 62).

Anomali cuaca juga menyebabkan berbagai jenis penyakit menular yang baru seperti flu burung, flu babi, SARS dan penyakit lainnya yang diperkirakan ada sebanyak 30 penyakit baru dalam kurun waktu 25-30 tahun terakhir. Kekacauan iklim juga menyebabkan banyak spesies flora dan fauna yang terancam punah. Hal tersebut dikarenakan rusaknya ekosistem akibat terganggunya kelembaban dan kekeringan yang tidak normal. Menurut pakar biologi, kepunahan ini terjadi 100 kali lebih banyak daripada yang normal terjadi. Selain flora dan fauna, terumbu karang juga terancam rusak dan punah karena suhu udara yang semakin naik.

4. Pelestarian Lingkungan Hidup

Pelestarian Lingkungan Hidup menurut Macy, hendaknya menekankan pentingnya kesadaran akan diri manusia sebagai pribadi dan bagian alam semesta. Manusia berada dengan makhluk ciptaan lain dan bukan penghuni tunggal di dalam jagad raya, sehingga diharapkan manusia mengenal garis batas akan kepentingan diri (William Chang, 2005: 79).


(48)

Nota Pastoral KWI yang dikeluarkan pada tahun 2013 menyatakan bahwa:

Di antara segala ciptaan, manusia adalah satu-satunya makhluk yang secitra dengan Allah (bdk. Kej 1:27). Sebagai citra Allah, manusia mempunyai martabat sebagai pribadi yang mampu mengenali dirinya sendiri, menyadari kebersamaan dirinya dengan orang lain, dan bertanggung jawab atas makhluk ciptaan yang lain. Manusia adalah rekan kerja Allah dalam menata, menjaga, memelihara dan mengembangkan seluruh alam semesta ini. Allah memberikan kepercayaan kepada manusia untuk memelihara dan mengolah dengan bijaksana alam semesta ini serta berupaya menciptakan hubungan yang harmonis di antara semua ciptaan (bdk. Kej 2:15). Oleh karena itu, manusia harus mengelola bumi dengan segala isinya ini dalam kesucian dan keadilan. Manusia tidak berhak memboroskan dan merusak alam serta sumber-sumbernya dengan alasan apapun.

Kutipan dari Nota Pastoral KWI 2013 di atas ingin mengajak manusia untuk peduli dengan lingkungan sekitar dan menjaga kelestariannya karena manusia dipanggil untuk bertanggungjawab atas ciptaan yang lain. KWI menyatakan bahwa Allah adalah kasih maka Ia telah menciptakan dan menjaga seluruh ciptaan-Nya dan dengan kasih-Nya pula Ia mengajak manusia untuk mencintai alam ciptaan-Nya serta menjaga tanpa adanya keinginan untuk menguasai (Nota Pastoral KWI, 2013: no 11).

Gereja juga diajak untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap masalah-masalah lingkungan hidup seperti yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:

Kepedulian Gereja tersebut tampak dalam pemikiran dan pandangan para Bapa Gereja. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes No. 69 menyatakan “Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta–benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua

orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih”. Para

Bapa Konsili meyakini bahwa Allah telah menganugerahkan bumi dengan segala kekayaannya sebagai rumah bersama semua manusia dan semua makhluk. Semua manusia, tanpa kecuali, berhak menikmati dan


(49)

mendapatkan sumber penghidupan dari kekayaan alam semesta ini (Nota Pastoral KWI, 2013: no 13).

Dalam dunia yang semakin modern dengan keadaan bumi yang semakin memprihatinkan, Gereja diajak untuk semakin meningkatkan kepeduliannya akan lingkungan hidup seperti yang telah diserukan oleh Bapa Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si dan Nota Pastoral KWI tahun 2013. Seruan dalam Nota Pastoral tersebut bisa kita simak pada kutipan yang ada di bawah ini.

Kepedulian Gereja terhadap usaha-usaha untuk melestarikan keutuhan ciptaan perlu ditingkatkan. Salah satu hal penting dan mendesak untuk dilakukan adalah membangun dan mengembangkan pertobatan ekologis demi terwujudnya rekonsiliasi atau pendamaian antara manusia dengan seluruh ciptaan. Pertobatan ini tidak hanya berhenti pada lahirnya kesa-daran baru, bahwa lingkungan hidup penting untuk kehidupan manusia, melainkan adanya perubahan positif yang signifikan dalam memandang dan memperlakukan alam semesta (Nota Patoral KWI, 2013: no 21).

Gereja juga mengajak manusia sebagai individu untuk merubah cara pandang yang “egosentris” menjadi “biosentris” yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana didasari oleh kebutuhan hidup yang berkelanjutan tanpa adanya keinginan untuk menguasai. Pembangunan yang ada hendaknya dilaksanakan sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan serta menempatkan alam sebagai mitra kehidupan manusia dan rumah bagi segala makhluk. Pastoral Lingkungan hidup hendaknya juga dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan yang mengajak semua lapisan masyarakat untuk berjalan secara teratur, terarah dan terus menerus.

Pelestarian lingkungan hidup harus terus digalakkan dan menjadi prioritas utama karena bila tidak diprioritaskan maka lingkungan hidup akan


(50)

dalam rangka pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup”. Salah satu

upaya yang bisa kita lakukan adalah menumbuhkan wawasan lingkungan hidup dalam setiap pembangunan kehidupan.

Cara lain yang bisa dilakukan untuk melestarikan lingkungan hidup ialah dengan membuat peraturan hukum yang ketat dengan sanksi yang berat serta diberlakukan dengan adil dan benar kepada siapa saja yang melanggar peraturan itu, agar memberikan efek jera kepada pelaku pengerusakan lingkungan.

Setelah membahas mengenai pastoral dan mengenai lingkungan hidup dan keprihatinannya maka penulis akan menguraikan mengenai pastoral lingkungan hidup dan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Lewat tulisan ini diharapkan umat dan pembaca semakin memahami mengenai pastoral lingkungan hidup serta semakin memudahkan mereka untuk menghargai alam ciptaan lewat gerakan pastoral yang mereka ikuti.

C. Pastoral Lingkungan Hidup

Salah satu bidang pelayanan pastoral yang bisa kita lakukan ialah pelayanan pastoral lingkungan hidup. Hal tersebut untuk menanggapi keprihatinan dunia akan rusaknya rumah kita bersama yaitu bumi kita, seperti yang diserukan oleh Bapa Paus Fransiskus. Kita bisa menghadirkan Allah secara nyata dengan membantu sesama kita lewat gerakan-gerakan pastoral lingkungan hidup seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa paroki untuk melestarikan keutuhan ciptaan dengan gerakan-gerakan menanam atau mengolah sampah.


(51)

1. Pengertian Pastoral Lingkungan Hidup (Eko-Pastoral)

Pastoral lingkungan hidup atau yang sering disebut sebagai eko-pastoral sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pastoral ini sudah sering digadang-gadangkan sejak lama mengingat kondisi bumi yang semakin memperihatinkan. Agar lebih memahami mengenai pastoral lingkungan hidup atau eko-pastoral maka kita akan mengupas arti kata eko-pastoral itu sendiri.

Eko-pastoral berasal dari kata ekologi dan pastoral. Ekologi berasal dari dua kata dasar Yunani yaitu oikos (rumah, tempat tinggal) dan logos (kata, uraian). Dengan kata lain ekologi merupakan ilmu tentang hubungan antar organisme yang hidup dengan lingkungannya. Ekologi bertujuan untuk memperoleh pemahaman menyeluruh tentang keadaan jagat raya (William Chang, 2005: 1-2). Sedangkan arti pastoral menurut Konsili Vatikan II pastoral berarti segala usaha untuk membantu hidup iman bersama, sehingga Sang Gembala Ilahi terasa tampil, hadir, menemani, dan berkarya bagi semua manusia (Madya Utama, 2011: 56-57). Jadi Eko-pastoral merupakan sebuah usaha bersama untuk semakin meningkatkan iman bersama sehingga Sang Gembala Ilahi terasa hadir dan berkarya yang kemudian dikhususkan dalam hal lingkungan hidup dan pelestarian lingkungan hidup dengan meningkatkan kesadaran mengenai permasalahan lingkungan yang ada.

Menurut tulisan Romo Bagus Kusuwanta, Pr dalam sesawi.net eko-pastoral dapat dipahami sebagai suatu kesadaran eko-pastoral gerejani yang bermuara pada pembangunan yang berkelanjutan. Pernyataan Romo Bagus dapat kita simak dalam kutipan di bawah ini:


(52)

Eco-pastoral merupakan sebuah simptom kesadaran pastoral gerejani yang berasal dari perubahan baru yang berlangsung dalam cara memandang pembangunan (development) dalam dunia ekonomi dan politik global sejak dasawarsa 1970-an (misalnya dokumen “Limits to Growth” yang dikeluarkan oleh The Club of Rome, 1972) (Bagus Kusuwanta Pr, 2012: Sesawi.net).

Eko-pastoral dicanangkan karena adanya pola pembangunan yang semakin mengabaikan keberlanjutan ekosistem di bumi yang menyebabkan kerusakan lingkungan, budaya dan masa depan generasi yang akan datang. Melihat keprihatinan tersebut banyak pihak yang mulai mencanangkan pembangunan berkelanjutan, tidak terkecuali dari pihak Gereja sendiri. Beberapa dokumen Gereja Katolik juga menyuarakan tentang keprihatinannya akan lingkungan hidup. Melalui segala keprihatinan tersebut muncullah istilah

“keutuhan ciptaan” yang kemudian menjadi suatu gerakan pastoral di dalam Gereja katolik yang semakin menumbuhkan kesadaran ekologis di antara anggota Gereja sehingga memunculkan istilah eko-pastoral dikalangan Gereja katolik.

2. Bentuk-Bentuk Pelayanan Pastoral Lingkungan Hidup

Ada berbagai macam pelayanan pastoral yang ada di sekitar kita yang ditujukan kepada bidang-bidang kehidupan manusia. Pada bagian ini kita akan mencari lebih dalam mengenai bentuk pelayanan pastoral yang sudah berjalan dan dapat kita lakukan khususnya demi pelestarian lingkungan hidup. Majalah Hidup edisi 44 tahun ke 69 yang terbit pada 1 November 2015, dalam artikel-artikelnya membahas mengenai lingkungan hidup. Maka kita bisa melihat bentuk-bentuk pelayanan pastoral mengenai lingkungan hidup yang sudah terlaksana dan bisa kita lakukan antara lain:


(53)

a. Membangun habitus peduli lingkungan hidup dengan membentuk seksi lingkungan hidup di paroki. Habitus peduli lingkungan bisa diwujudkan dengan membuat Kebun Sadar Lingkungan seperti yang dilakukan oleh paroki-paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Kegiatan yang sudah dilakukan ialah memilah sampah organik dan anorganik untuk dimanfaatkan lebih lanjut baik untuk pupuk kompos untuk sampah-sampah organik dan membuat kerajinan untuk sampah-sampah anorganik.

b. Berusaha mengajak umat untuk menanam tumbuh-tumbuhan baik pohon maupun tanaman sayur-mayur di sekitar pekarangan mereka.

c. Membuat gerakan paroki go green seperti yang dilakukan oleh Keuskupan Bogor dengan membuat biopori, menanam pohon dan mengajak umat untuk dapat mewujudkan imannya dalam kegiatan bersama yang berorientasi pada lingkungan.

d. Melakukan pertobatan ekologis dengan menyadarkan umat akan tindakan mereka yang terlalu sering mengeksploitasi bumi tanpa memikirkan dampak ke depan.

Melihat berbagai keprihatinan yang terjadi di sekitar kita serta menanggapi adanya seruan Gereja mengenai lingkungan hidup maka diharapkan gereja khususnya Paroki Santo Yusup Baturetno dapat menemukan cara yang tepat sasaran untuk mendukung gerakan pastoral lingkungan hidup yang sudah berjalan. Cara-cara yang digunakan dalam mendukung gerakan pastoral lingkungan hidup hendaknya mampu mendorong umat di Paroki Baturetno dan warga sekitar untuk semakin sadar akan gerakan ini dan terlibat aktif di dalam


(54)

menjalankannya. Dalam tulisan ini diharapkan umat Paroki Baturetno mampu menyadari akan peran mereka dan menghayatinya serta mampu membawa Kerajaan Allah di tengah-tengah mereka. Inilah fokus yang akan didalami lebih lanjut dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian tersebut akan dijabarkan dalam bab berikutnya.


(55)

BAB III

KEGIATAN PAROKI SANTO YUSUP BATURETNO WONOGIRI DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN ALAM CIPTAAN

Dalam bab ini, penulis akan membagi pokok bahasan dalam tiga bagian. Pertama penulis akan memaparkan gambaran umum Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri dari segi geografis, keadaan demografis, keadaan sosial budaya dan ekonomi, visi misi paroki, gerakan peduli lingkungan hidup dan tata penggembalaan di paroki. Bagian kedua penulis akan memaparkan mengenai metode penelitian pastoral lingkungan hidup di paroki dan keterlibatan umat di dalamnya. Penelitian dan metode penelitian dalam bab ini terdiri atas: permasalahan penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan teknik analisis data. Pada bagian yang ketiga akan dibahas mengenai hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian, rangkuman hasil penelitian dan permasalahan yang ditemukan dalam penelitian.

Gambaran umum mengenai Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri diperoleh dari buku profil paroki tahun 2013 yang dibuat berdasarkan pendataan umat pada tahun 2011. Dalam buku ini dipaparkan secara jelas mengenai keadaan di Paroki Santo Yusup Baturetno termasuk keadaan alam yang ada disana.


(56)

A. Gambaran Umum Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri 1. Keadaan Geografis

a. Wilayah Teritorial

Wilayah Paroki Baturetno berada di kawasan kaki Pegunungan Seribu di bagian selatan Kabupaten Wonogiri. Paroki Baturetno mencakup lima kecamatan, yaitu Kecamatan Baturetno, Batuwarno, Karangtengah, Tirtomoyo dan Nguntoronadi. Wilayah selatan, berbatasan dengan Paroki Danan, sebelah utara dan barat berbatasan dengan Paroki Wonogiri, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Paroki Ponorogo (Jawa Timur).

Paroki Baturetno memiliki 9 wilayah yang dibagi dalam 38 lingkungan. Wilayah Batu Selatan yang berjarak kurang lebih 3 km di selatan pusat paroki, terdiri atas 5 lingkungan. Sedangkan Wilayah Batu Utara merupakan wilayah di pusat paroki yang terdiri atas 4 lingkungan. Wilayah Patuk, berjarak kurang 1 km di sebelah barat pusat paroki, terdiri atas 4 lingkungan. Wilayah Jamprit, kurang lebih 3 km dari pusat paroki, terdiri atas 5 lingkungan. Wilayah Selopuro, kurang lebih 10 km sebelah timur pusat paroki, terdiri atas 4 lingkungan. Wilayah Boto, berjarak kurang lebih 5 km sebelah utara pusat paroki terdiri atas 4 lingkungan. Wilayah Kedungrejo, kurang lebih 8 km dari pusat paroki, terdiri atas 4 lingkungan. Wilayah Ngadiroyo, kurang lebih 13 km utara dari pusat paroki terdiri atas 2 lingkungan. Sedangkan wilayah Tirtomoyo, berjarak kurang lebih 12 km utara pusat paroki, terdiri atas 4 lingkungan. Data lebih lengkap mengenai daftar lingkungan yang ada di setiap wilayah dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini:


(57)

Tabel 2.1. Daftar Wilayah dan Lingkungan Paroki Baturetno

No Wilayah Lingkungan Keterangan

1. Batu Selatan Watuagung, Balepanjang, Sambeng,

Batu Tengah, Batu Kidul 5 lingkungan 2. Batu Utara Batu Rosari, Batu Asisi, Talun, Duren 4 lingkungan

3. Patuk

Patuk Yakubus, Patuk Paulus, Gambiranom Maria, Gambiranom Carolus

4 lingkungan

4. Jamprit Jamprit Daniel, Jamprit Samuel,

Jamprit Elias, Klerong, Saradan 5 lingkungan 5. Selopuro Melikan, Diaspora, Wates, Selopuro 4 lingkungan 6. Boto Boto, Kedungombo, Sendangrejo,

Ngawu 4 lingkungan

7. Kedungrejo Kedungrejo Gregorius, Kedungrejo

Stephanus, Kwangen Mateus, Gebang 4 lingkungan 8. Ngadiroyo Ngadiroyo, Ngadipiro 2 lingkungan

9. Tirtomoyo

Banyakprodo, Tirtomoyo Stephanus, Ngampel, Sendangmulyo, Tirtomoyo Agustinus, Ngrejo

6 lingkungan

Jumlah 38 lingkungan

b. Kondisi Alam

Baturetno memiliki suhu harian antara 26°-30°C, terletak di 7o59’ LS dan 110o56'0"BT, dengan 2 musim yaitu penghujan dan kemarau. Kontur wilayahnya relatif datar dibandingkan wilayah kecamatan lain dalam Kabupaten Wonogiri. Sebagian besar daerahnya tandus, kering, dan berbatu seperti desa-desa lainnya di wilayah selatan Kabupaten Wonogiri, meskipun juga ada lahan yang bisa ditanami tanaman pangan, tetapi tidak luas dan hasilnya juga tidak cukup untuk memenuhi


(58)

kebutuhan keluarga. Topografi desa adalah perbukitan dengan struktur tanah yang didominasi batuan gamping sebagai ciri khasnya. Kondisi geografis dan struktur geologis dengan batuan kapur berlapis-lapis memberikan kesan bahwa daerah ini tampak sebagai kawasan batu bertanah. Tanah hanya sedikit terlihat di celah-celah batu.

Dengan kondisi demikian tidak mengherankan kalau daerah ini dikategorikan daerah tandus dan banyak masyarakat khususnya generasi muda bermigrasi dan bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Sala, dan sebagainya.

Daerah Wonogiri memiliki sumber air yang cukup dalam karena rata-rata daerahnya merupakan perbukitan kapur. Sebagian besar pertanian yang ada di daerah Baturetno mengandalkan air hujan untuk bertani atau yang sering disebut sawah tadah hujan.

2. Keadaan Demografis (Kependudukan)

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Wonogiri tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri pada tahun 2011 mencapai 1.252.930 jiwa dengan komposisi 629.432 penduduk laki-laki dan 623.498 jiwa penduduk perempuan dan laju pertumbuhan penduduk 0,56%.

Sementara itu jika dilihat dari tingkat kepadatan bruto penduduk, pada tahun 2011 mencapai 688 jiwa/km2 dengan rentang kepadatan bruto penduduk per kecamatan antara 369 jiwa/km2 hingga 1.481jiwa/km2. Kepadatan tertinggi masih terkonsentrasi pada ibu kota kabupaten dan mengelompok di sekitar jalan provinsi


(59)

dari arah Kecamatan Selogiri sampai ke arah Kecamatan Purwantoro. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) mencapai 375.701 KK sehingga rata-rata jumlah jiwa dalam 1 (satu) KK sebanyak 3-5 jiwa/KK.

Dari data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, dari total jumlah penduduk sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 29,31% dan sebanyak 23,33% bekerja pada bidang lain di antaranya: jasa-jasa (tukang cukur, tukang batu, tukang jahit, penata rambut, tukang kayu, dan lain-lain); buruh harian (buruh harian lepas, buruh tani, buruh perkebunan, buruh nelayan, buruh peternakan, dan lain-lain); pembantu rumah tangga; seniman; tabib, dan lain-lain.

3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi a. Kondisi Sosial

Secara sosial kemasyarakatan, penduduk di sekitar Paroki Baturetno adalah masyarakat yang heterogen, baik secara etnis maupun agama. Etnis Jawa merupakan etnis mayoritas di sekitar Paroki Baturetno, sedangkan agama Islam merupakan agama yang lebih dominan dalam hal jumlah. Keberagaman ini dipandang sebagai suatu kekayaan yang memperindah kehidupan sosial. Situasi kehidupan masyarakatnya masih kental dengan pola hidup orang desa yang belum banyak terkontaminasi oleh gaya hidup orang kota/metropolitan. Semangat hidup gotong-royong, kebersamaan, kerukunan, dan lain-lain masih sangat lekat dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi meskipun masyarakat di sekitar Paroki Baturetno beragam, akan tetapi keberagaman itu tidak dianggap sebagai perbedaan yang


(60)

mengancam. Toleransi terhadap umat Katolik sebagai kelompok minoritas cukup baik. Tidak pernah terjadi gangguan terhadap peribadatan Katolik.

Secara politis, peran umat Katolik dalam tata pemerintahan sangat minim terkecuali mereka yang bekerja sebagai PNS bila dibandingkan dengan adanya keterwakilan orang Katolik baik pada lembaga legislatif maupun di lembaga yudikatif. Faktor mendasar yang melatarbelakangi hal tersebut adalah faktor minoritas umat Katolik.

b. Kondisi Ekonomi

Mata pencaharian mayoritas penduduk kecamatan ini adalah petani sawah tadah hujan, buruh bangunan, buruh tani, pedagang, wiraswasta, dan sebagainya. Gambaran jenis mata pencaharian tersebut menggambarkan masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi ekonomi rumah tangga yang miskin.

Di Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, tanah bebatuan dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau, karena mengandalkan hasil pertanian saja masyarakat sekitar Baturetno tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga mencari tambahan penghasilan sebagai buruh ke kota merupakan cara untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

Beberapa produk makanan khas Baturetno adalah tempe keripik, sate kambing, dan gudeg terik, yang dapat dijumpai di sekitar pasar dan terminal bus.


(61)

Sementara memelihara ternak (sapi, kambing, ayam) adalah usaha sampingan untuk menambah pendapatan keluarga bagi masyarakat pedesaan.

Tabel 2.2 Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Wonogiri

No Jenis Komoditi Produksi Lokasi (kecamatan)

1. Pertanian

1. Ubi kayu 2. Padi 3. Jagung 798.782 ton 365.083 ton 299.810 ton 25 kecamatan 24 kecamatan 25 kecamatan 2. Tanaman Buah-buahan

1. Mangga 2. Pisang 72.899 kw 62.975 kw 25 kecamatan 25 kecamatan 3. Peternakan

1. Sapi potong 2. Ayam buras

3. Ayam ras pedaging

183.678 ekor 2.227.550 ekor 1.332.954 ekor 25 kecamatan 25 kecamatan 16 kecamatan

4. Perkebunan

1. Jambu mete 2. Janggelan 3. Kelapa dalam

18.164 ton 13.614 ton 15.729 ton 25 kecamatan Bulukerto Paranggupito 5. Bahan Galian Nonlogam

1. Batu gamping

2. Tanah liat

3. Batu ½ permata

> 3.599 juta m3 (luas 4.130 ha)

275.878.050 m3

1.800 m3

Pracimantoro, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo, Paranggupito, Baturetno, Batuwarno dan Puhpelem. Tirtomoyo, Puhpelem, Bulukerto Giriwoyo, Karangtengah


(62)

6. Industri Pengolahan 1. Anyaman bambu 2. Kerajinan akar wangi 3. Patung kayu antik 4. Batik tulis

5. Genteng

6. Batu bata

7. Terompet 8. Tempe 9. Gerabah 10. Batu split

11. Jamu gendong 12. Tepung mocca 13. Tepung tapioka

4.164.050 buah 1.200 pcs 48.000 buah 13.500 potong 85.362.000 buah 47.145.000 buah 153.840.000 buah 7.069.725 kg 465.000 buah 43.975 m3 959.451.955 liter 108 ton 4.788 ton 25 kecamatan Bulukerto Purwantoro Tirtomoyo, Wonogiri Tirtomoyo, Girimarto, Giriwoyo, Purwantoro, Slogohimo, Kismantoro Baturetno, Giriwoyo, Purwantoro, Jatiroto, Selogiri Bulukerto 25 kecamatan Purwantoro Baturetno, Purwantoro, Ngadirojo, Wonogiri 25 kecamatan Girimarto Nguntoronadi, Selogiri Sumber: Wonogiri Dalam Angka 2011, Disbudparpora tahun 2011.

4. Visi dan Misi Paroki

Paroki Baturetno merupakan bagian dari KAS dan bagian dari spiritualitas Yesuit, maka dirumuskan Visi dan Misi Paroki sebagai berikut. a. Visi

Dalam terang Roh Kudus, menjadi Umat Allah yang relevan dan signifikan dengan beriman yang tangguh dan tahan uji, mengakar pada budaya setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan.


(63)

b. Misi

1. Membangun pribadi dan hidup kristiani yang tangguh dengan meneladan Santo Yusup yang rendah hati dan tahan uji.

2. Membangun keluarga beriman berdasarkan semangat Injil supaya terbuka dan setia pada sabda Kristus.

3. Menumbuhkembangkan Gereja yang dewasa dan tangguh dalam melayani sesama terutama kaum KLMTD demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

4. Menumbuhkembangkan Gereja berdasarkan semangat Kristus yang mengakar pada budaya setempat dan melestarikan keutuhan ciptaan.

5. Gerakan “Menanam Air” Sebagai Bentuk Kepedulian Gereja

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian gerakan “menanam air”, latar belakang gerakan, pelaku gerakan, faktor yang mendukung dan menghambat gerakan dan jenis-jenis pohon yang ditanam dalam gerakan ini. Data-data mengenai gerakan “menanam air” diperoleh dari wawancara singkat dengan Pastor Paroki Baturetno yaitu Romo J. Muji Santara, SJ.

a. Pengertian “Menanam Air”

“Menanam air” merupakan sebuah istilah baru dan terasa asing di telinga banyak orang. Namun bagi aktivis gerakan dan bagi sebagian umat di Paroki Santo Yusup Baturetno Wonogiri, “menanam air” bukanlah istilah yang baru dan sudah sering mereka dengar di dalam kotbah Romo atau di dalam


(1)

(36)


(2)

(3)

(38)


(4)

(5)

(40)

Lampiran 5: Surat Permohonan Penelitian


(6)

(41)