Kesetiaan Maria sebagai teladan dalam hidup berkeluarga bagi ibu ibu di lingkungan Santo Yohanes Pemandi Paroki Santo Albertus Agung Jetis, Yogyakarta

(1)

i

KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGI IBU-IBU DI LINGKUNGAN

SANTO YOHANES PEMANDI

PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Hermi Marbun NIM: 081124050

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

SKRIPSI

KESETIAAN MARlA SEBAGAI TELADAN DALAM HlDUP BERKELUARGA BAG) mU·IBU DI L1NGKUNGAN

SANTO YOHANES PEMANDI

PAROKI SANTO ALBERTUSAGUNGJETl5,YOGYAKARTA

Oleh:

Telah disetujui oleh:

pGセ


(3)

SKRIPSI

KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HlDUP BERKELUARGA BAGIIBU·IBU DI L1NGKUNGAN

SANTO YOHANES PEMANDI

PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA

Dipersiapkandanditulis oleh Hermi MarbWl

NlM : 081124050

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pad.atanggal 281anuari 2013

dandinyatakanmemenuhisyarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

K"'" Sekretaris

N_

: Drs.F.x. Heryatno W.W., S.1., M.Ed. : YosephKristianto,SFK, M.Pd. : I.Of. B. Agus Rukiyanto, SJ.

2. P. BanyuDewaHS., S.Ag., M.Si. 3.Drs.L. BambangHeDdano Y., M.Hum.

Yogyakarta, 281anuari 2013 Fakultas Keguruan dan IImu Pendidikan


(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur dan pujian skripsi ini kupersembahkan kepada seluruh susterku OSF Sibolga, ayahanda Milem Valentinus Marbun (+), ibunda Termin Simanullang

(+), abangku Saurtua Marbun dan adikku Margandatua Marbun serta bagi seluruh kaum ibu


(5)

v MOTTO

“Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang tidak mengikuti engkau; sebab kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam,

di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan”


(6)

PEltNYATAAN g-P'AN ](ARYA

Saya IDC:Il)'atakm dcnpn I

maIi",,-

bIIIwa aripsi. yma: ")'I. tu1is ini tidIt IJ'lCIl'Ppdbryaatau hegi'D lwya

onma

laiD.

baa1.iyangtelah discbutdalamkutipllD

dandaftar

po...

ttblpiIMMセエNj。 jlmi...

Yogyllbrta, 21J.IIlUiri2013

...


(7)

PERNYATAAN PERSE11JJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bcrtanda tanganeli bawahini,saya mahasiswa UniversitasSanaaDhanna:

Nama : HcrmiMarbun

NIM :081124050

Demi pengembangan ilmu pengctahuan saya memberikan kcpada

MARlA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGt

mu·

IBU DI LINGKUNGAN

sANTo

YOHANES PEMANDI, PAROKI SANTO

ALBERTUS AGUNGJETIS, YOGYAKARTA bc:serta pcnngkat

yang

dipcrlukan (bilaada).

hak untuk menyimpan, mcnggalihkan dan mcmbentuk media lain, mcngolahnya

<Iiinternetatau medialainuntuk kcpetttingan abdemislatlpa pcrlllmcmintA ijin

dDri

saya maupun memberi.kan royalty kepada saya sclama feIap mcncannunkan nama

sayascbegai penulis.

Demildanlah pemyataan ini sayabuat dengan sebenamya.

Dibuatdi Yogyakaru

Pada tanggal, 28 Januari 2013 YMg


(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGI IBU-IBU DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI, PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA.

Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap kaum ibu di zaman sekarang khususnya di lingkungan St. Yohanes Pemandi. Kaum ibu banyak mengalami perkara-perkara keluarga seperti: kesulitan ekonomi, relasi suami-istri yang kurang baik, biaya pendidikan anak yang meningkat, anak harus menghadapi pergaulan jaman sekarang yang serba mencemaskan, komunikasi dengan anak kurang baik, persaingan hidup yang makin ketat, ditambah lagi dengan maraknya perselingkuhan suami atau istri, serta keadaan rumah tangga yang cukup beragam mulai dari kalangan bawah, tengah hingga atas. Hal ini menjadi tantangan berat bagi kaum ibu untuk selalu setia dalam keluarga. Persoalan yang mereka hadapi kadangkala akan mengakibatkan retaknya sebuah keluarga, memudarnya iman, relasi satu sama lain putus sehingga suasana kebahagiaan dan keharmonisan keluarga terasa hampa. Bertolak dari kenyataan ini, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para pendamping atau pembina kaum ibu dalam merancang suatu kegiatan demi meningkatkan kesetiaan kaum ibu.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apakah kaum ibu mampu menghayati Maria yang selalu setia baik untung maupun malang, bagaimana cara menghayati kesetiaan Maria dan bagaimana kaum ibu menerapkannya lewat hidup sehari-hari. Permasalahan diolah dalam penelitian sederhana bagi kaum ibu lingkungan St. Yohanes Pemandi dengan menggunakan metode penulisan deskriptif analitis. Instrumen yang digunakan adalah dengan mengedarkan kuesioner dan

Snowball sampling. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa kaum ibu. Penulis juga menggunakan studi pustaka guna memperoleh gagasan yang mendukung. Hasil kuesioner dan wawancara menunjukkan bahwa kaum ibu belum menghayati kesetiaan Maria di tengah-tengah keluarga sehingga kaum ibu sulit untuk menciptakan dan membangun kesetiaannya dalam keluarga.

Untuk menanggapi persoalan di atas, penulis menawarkan suatu program dengan menggunakan katekese dalam bentuk Shared Christian Praxis (SCP), demi membantu kaum ibu untuk meningkatkan penghayatan kesetiaan para ibu di dalam keluarga dengan meneladan kesetiaan Maria.


(9)

ix

ABSTRACT

The title of this small thesis is MARY’S FAITHFULNESS AS AN EXAMPLE FOR MOTHERS IN THEIR FAMILIES AT ST. JOHN THE BAPTIST BASIC ECCLESIAL COMMUNITY (BEC), ST. ALBERT THE GREAT PARISH, JETIS, YOGYAKARTA.

This title is chosen out of concern of the researcher towards the contemporary mothers, especially the ones who live in St. John the Baptist BEC. Many of them face difficult problems in their family lives such as: finance, lack of good communication with their spousal and children, including their struggles towards their spousal’s love affairs. Those family problems really challenge the mothers to continue to be faithful to their family. Sametimes, those family problems dim their faith, so that there is lack of peace and happiness within the family, and have made the husband-wife relationship broken. With that, the family ties has also broken. Based on that situation, this thesis is done to help the ones who accompany the mothers to create and plan events that can help the mothers to increase their faithfulness to their family.

The main problems which are discussed in this small thesis are: whether the mothers be able to live oaut Mary’s faithfulness in their good and bad times; how they can follow the example of Mary in her fidelity; and in what means and ways actually the mothers can apply what they have learned in their daily lives. The writer uses a simple research for the mothers in that BEC using the method of analytical descriptive writing. The instruments which are used are questioners and snoball sampling. There were also some interviews with some of the mothers as well as literature study to find good insights. The result from the questioners and interviews have shown that the mothers have not yet out Mary’s faithfulness in their family lives, therefore it is hard for them to create and develop their faithfulness their faithfulness within their own family.

To respond to the problem that is found as the result of the questioners and interviews, the writer offers a catechesis program in the form of Shared Christian Praxis (SCP) that can help the mothers to follow Mary’s faithfulness so that they can increase their fidelity to their own family.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGI IBU-IBU DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI, PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG, JETIS, YOGYAKARTA.

Penulisan skripsi ini didorong oleh semakin memudarnya kesetiaan seorang ibu dalam kehidupan berkeluarga secara khusus bagi keluarga Katolik. Tidak semua kaum ibu dapat menedalani kesetiaan Bunda Maria demi meningkatkan kesetiaan hidupnya sebagai seorang ibu keluarga yang baik. Bertolak dari situ penulis menyusun skripsi ini dengan maksud untuk membantu penghayatan dan wawasan kaum ibu kepada Maria, sehingga semakin meningkatkan kesetiaan dalam hidup berkeluarga demi menghadirkan Kerajaan Allah.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kaum ibu maupun kepada mereka yang mempunyai hati, minat dan perhatian kepada kaum ibu secara khusus di lingkungan St. Yohanes Pemandi, paroki St. Albertus Agung Jetis, Yogyakarta. Dengan pendalaman iman sehari diharapkan kepada kaum ibu semakin mampu untuk membuka hati dan pikiran dalam menghayati kesetiaan Maria agar sampai kepada pengalaman akan kasih Kristus.

Penulisan skripsi ini dibantu dan didukung oleh banyak pihak, oleh sebab itu, itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya:


(11)

xi

1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK-USD yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian yang sabar dan setia untuk meluangkan waktu, memberikan masukan dan kritikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.

3. P. Banyu Dewa HS., S.Ag. M.Si. selaku dosen penguji kedua dan pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat, masukan dan kritikan dalam proses penulisan skripsi selama menjalani kuliah di Prodi IPPAK.

4. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum. selaku dosen penguji ketiga yang telah memberikan dukungan sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan membimbing serta memudahkan penulis selama belajar sampai selesainya skripsi ini.

6. Suster-suster OSF Sibolga di mana pun berada yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

7. Para Donator yang telah membiayai hidup penulis selama studi di Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.


(12)

xii

8. Sr. Albertha Simatupang, OSF Sibolga serta keluarga yang telah menunjukkan jalan kepada penulis untuk merahi cita-cita.

9. Pastor paroki St. Albertus Jetis, Ygoyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di lingkungan St. Yohanes Pemandi

10.Pak Heribertus selaku ketua lingkungan St. Yohanes Pemandi yang telah memberikan kesempatan, informasi, dukungan dan semangat kepada penulis sehingga memperlancar penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. 11.Kaum ibu lingkungan St. Yohanes Pemandi yang telah meluangkan waktu,

dan tenaga dalam mengisi kuesioner dan menjawab wawancara.

12.Rm. J. Darminta, S.J. yang telah membantu penulis baik secara materi maupun dengan hal yang lainnya, sehinga skripsi ini dapat selesai.

13.Staf karyawan perpustakaan Kolsani yang telah menyalani penulis dengan baik sehingga memudahkan penulis dalam mencari berbagai buku yang dibutuhkan.

14.Keluarga dan famili yang telah mendukung penulis lewat doa, cinta dan perhatiannya selama ini

15.Sahabatku Sakner, Agustina Puji Astuti, Anselina Uropmabin, Marantika Br Tarigan, Yen-yen Saragih, Corry Ohoilulin, Bonifasius William Bornokto, Yathy Suamiati Ulu, Paskalena Daby, Markus Fatubun, Florentina Gultom, Oktavia Astuti, Sr. Natalia SpSS, serta Sr. Matea ADM yang selalu membantu, memberikan masukan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.


(13)

16. Teman-teman seanabten 2007 elm 200& yang Idah mtDfBuhhn, dan membc:ri dukuDganuntukmt:Ilyel jbnsbipsiiDi

17. Pan. ..hebet dan semuapihakyangtidakdapatpc::nulis

tcbutkan

satupersatu

kepedapc::nulis.

Pc:llUlU menyadari t.hwa peTlnlisan sbipsi

ini

masihjauhdari !lempUrDlL MIb, penulis Jerbubuntuk menaima sepla bitikan dan SInn yang membangun skripsi ini dittrima dcngan tenan& hali. Penu!is btrbarap scmoga skripsi ini dapat bennanfu!

bali

paw.pemt-ca,kh...""YB

bali

puaptndempina:bumibu.

Yogyakarta, 28Januari2013


(14)

xiv DATAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO . ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN KELUARGA KATOLIK .... ... 9

A. Kesetiaan Maria dalam Sejarah Keselamatan Allah ... 9

1. Gambaran Maria ... 10

a. Maria Hawa Baru ... 10

b. Maria Hamba Tuhan, Miskin dan Hina Dina ... 11

c. Maria Putri Sion ... 12

2. Keistimewaan Maria ... 12


(15)

xv

b. Penuh Rahmat ... 13

c. Bersatu dengan Kristus dalam Karya Penyelamatan ... 14

3. Bunda Maria Teladan Hidup Beriman Sejati ... 15

a. Maria Teladan dalam Penyerahan Diri ... 16

b. Maria Teladan Kerendahan Hati ... 18

c. Maria Teladan Pendengar yang Baik ... 19

4. Maria Sinar Kegelapan ... 20

5. Maria Bunda Dukacita ... 21

6. Maria Teladan Hidup Keluarga Katolik ... 22

B. Keluarga Katolik ... 23

1. Pengertian Keluarga Katolik ... 24

2. Peranan Keluarga Katolik ... 26

a. Membentuk Persekutuan Pribadi ... 27

b. Mengabdi kepada Kehidupan ... 27

c. Ikut serta dalam Pembangunan Masyarakat ... 28

d. Berperan serta dalam Kehidupan Menggereja ... 29

3. Rumah Tangga Bahagia ... 30

C. Gambaran Ibu Keluarga Katolik ... 30

1. Pemahaman tentang Ibu-Ibu ... 32

2. Peranan Ibu-Ibu dalam Keluarga dan Masyarakat ... 33

a. Ibu dalam Keluarga ... 33

b. Ibu dalam Masyarakat ... 36

3. Nilai-Nilai Keibuan ... 37

BAB III. GAMBARAN KESETIAAN IBU-IBU DALAM HIDUP BERKELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA ... 39

A. Gambaran Umum Lingkungan St. Yohanes Pemandi Paroki St. Albertus Agung Jetis, Yogyakarta ... 39

1. Sejarah Singkat Paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta ... 39

2. Letak dan Batas-Batas Geografis Paroki St. Albertus Agung Jetis ... 44


(16)

xvi

B. Metodologi Penelitian ... 46

1. Tujuan Penelitian ... 46

2. Jenis Penelitian ... 46

3. Metode Penelitian ... 47

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

5. Responden Penelitian ... 48

6. Instrumen Penelitian ... 48

7. Variabel Penelitian ... 50

C. Hasil Penelitian ………. ... 51

1. Kesetiaan Maria ... 52

a. Pengetahuan ... 52

b. Penghayatan kesetiaan Maria dengan cara berdevosi ... 54

c. Kesetiaan Maria ... 57

2. Ibu-Ibu ... 59

a. Keluarga Katolik ... 59

b. Peranan Ibu ... 61

D. Pembahasan Penelitian ... 63

1. Pengetahuan akan Kesetiaan Maria ... 63

a. Pengetahuan Ibu tentang Kesetiaan Maria ... 63

b. Penghayatan Kesetiaan Maria dengan Berdevosi ... 64

c. Kesetiaan Maria sebagai Teladan dalam Hidup Berkeluarga bagi Ibu-Ibu ... 65

2. Ibu-Ibu ... 66

a. Keluarga Katolik ... 66

b. Peranan Ibu ... 67

3. Refleksi Kateketis ... 68

BAB IV. PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK DALAM MENINGKATKAN KESETIAAN LEWAT HIDUP BERKELUARGA DENGAN CARA MENELADANI BUNDA MARIA DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA ... 71


(17)

xvii

1. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) ... 71

a. Shared ... 72

b. Christian ... 73

c. Praxis ... 74

2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 75

a. Langkah 0 (awal/ pendahuluan) ... 75

b. Langkah Pertama: Mengungkapan Pengalaman Peserta ... 76

c. Langkah II (kedua): Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ... 76

d. Langkah III (ketiga): Menggali Pengalaman Iman Kristiani ... 76

e. Langkah IV (keempat): Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Kongkrit ... 77

f. Langkah V (kelima): Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit ... 77

B. Usulan Program Katekese ... 77

1. Pengertian Program ... 77

2. Pemikiran Dasar atas Usulan Program Pendampingan Ibu-ibu Katolik ... 78

3. Materi Program ... 79

4. Tujuan Usulan Program Pendampingan Ibu-ibu Katolik ... 81

5. Matriks Usulan Program Pendampingan Ibu-ibu Katolik ... 82

6. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 85

BAB V. PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

LAMPIRAN ... 100

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian Lingkungan ... (1)

Lampiran 2: Lembar Kuesioner ... (2)


(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skrispi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2004.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup. Imam-imam dan seluruh Umat Beriman seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981. LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21

November 1964.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

ADM : Amal Darah Mulia Bdk : Bandingkan CD : Compact Disc Ign : Ignasius

KE : Kidung Ekaristi KK : Kepala Keluarga


(19)

xix MB : Madah Bakti

Mgr : Monseigneur

KBP : Karya Bakti Paroki

PKK : Perempuan Kelompok Karya Pr : Projo

Rm : Romo

SCP : Shared Christian Praxis

SJ : Serikat Jesus St : Santa/Santo


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup kita tidak lepas dari tuntutan kesetiaan. Bila kita bekerja di suatu perusahaan, masuk dalam suatu organisasi atau kelompok, berteman atau bersahabat akan dituntut kesetiaan. Sekalipun hidup sendirian, orang juga dituntut setia terhadap dirinya, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup, tujuan hidup dan sebagainya. Apalagi kesetiaan yang dijanjikan di hadapan Tuhan dan sesama dalam janji setia pada perkawinan. Maka janji tersebut, harus diusahakan dan dipenuhi, walaupun mungkin tidak mudah.

Dewasa ini banyak keluarga Kristiani maupun non Kristiani gagal membangun hidup berumah tangga, karena melanggar janji yang telah dibuat. Sehingga menjadi tidak setia dalam hidup perkawinan. Padahal keluarga dibangun di atas fondasi Sakramen. Perkembangan jaman merubah perilaku dan cara hidup dalam keluarga seperti cara berkomunikasi, cara beraktivitas, juga bertambah banyaknya persoalan hidup yang mereka hadapi zaman ini. Perceraian dalam keluarga Kristiani sudah menjadi hal biasa, hal ini terjadi karena memudarnya iman akan Allah, serbuan berbagai bidang ideologi yang melawan nilai-nilai luhur hidup berkeluarga, kurangnya kadar etika seksual, serta situasi ekonomi yang lemah.

Fenomena semacam ini membuat orang tua tidak sanggup mengatasinya. Di sini, peranan orang tua dalam keluarga mendidik anak sangat dibutuhkan. Seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah atau melindungi anak dan istri sehingga membuat kehidupan rumah tangga menjadi sejahtera. Demikian pula


(21)

seorang ibu berkewajiban mengurus rumah tangga seperti memperhatikan anak dan suami. Namun, terkadang ketidakharmonisan antara ayah dan ibu berdampak pada retaknya sebuah rumah tangga. Hal ini menjadi keprihatinan penulis melihat permasalahan yang timbul dalam hidup berkeluarga. Penulis akan melihat pengalaman berkeluarga yang ada di Lingkungan St. Yohanes Pemandi paroki St. Albertus Agung Jetis, Yogyakarta. Secara khusus, penulis mau melihat peran ibu di dalam berkeluarga.

Keteladanan merupakan bentuk kesetiaan seorang ibu terhadap keluarga. Kesetiaan seorang ibu sangat dibutuhkan dalam membangun suatu keluarga yang harmonis, di samping keteladanan seorang ayah. Di lingkungan St. Yohanes Pemandi paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta, permasalahan dalam hidup berumah tangga antara lain, disebabkan oleh kesulitan ekonomi, relasi suami-istri yang kurang baik, biaya pendidikan anak yang meningkat, anak harus menghadapi pergaulan jaman sekarang yang serba mencemaskan, komunikasi dengan anak kurang baik, persaingan hidup yang makin ketat, ditambah lagi dengan maraknya perselingkuhan suami atau istri, serta keadaan rumah tangga yang cukup beragam mulai dari kelas bawah, tengah sampai kelas atas.

Keadaan ini sering mengakibatkan ketidaksetiaan dalam hidup berumah tangga, karena tidak bisa diselesaikan dengan baik. Maka, hal ini menjadi pertanyaan besar bagi ibu-ibu yang ada di lingkungan St. Yohanes Pemandi Paroki St. Albertus Agung Jetis, Yogyakarta, bagaimanakah cara untuk setia seumur hidup kepada suami meskipun berbagai masalah melanda hidup rumah tangga. Salah satu cara adalah dengan meneladani kesetiaan Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka. Maria menjadi teladan besar bagi keluarga Kristiani secara khusus


(22)

bagi umat Katolik, ketika ia menerima tawaran dari Allah lewat perantaraan malaikat Gabriel. Berbagai macam tantangan yang akan ia hadapi, mulai dari situasi bangsanya yaitu bangsa Yahudi, mendaftarkan calon Anak-nya yang akan lahir di Betlehem dengan jarak yang sangat jauh, melahirkan Putera-Nya di kandang yang hina, Putera-nya dipersembahkan di Bait Allah, Yusuf meninggal dunia, sampai Putera-nya sendiri wafat di kayu salib.

Pengalaman Maria dalam hidup berkeluarga ini menjadi inspirasi bagi semua ibu-ibu Katolik di seluruh penjuru dunia. Hati siapa yang tidak sakit melihat Putera-nya sendiri dipukul dan dicambuk tanpa ada sebab. Namun, semua perkara Maria simpan dalam hatinya. Maria adalah seorang gadis sederhana dan sahaja yang berkebangsaan Yahudi. Ia berasal dari desa kecil yang bernama Nazaret. Kehidupan ekonomi sosial desa Nazaret tergolong sangat miskin karena termasuk daerah yang kurang subur (Darminta, 1994 :13). Menjelang Tuhan Yesus wafat, Dia berkenan menganugerahkan ibu-Nya kepada murid yang dikasihi (Yoh 19:27). Maria menjadi teladan bagi kaum beriman, sebagaimana Maria diperkenankan melahirkan Yesus Tuhan, demikian pula Maria diperkenankan melahirkan kaum beriman, umat Allah (Darminta, 1994 :11).

Maria dianugerahi rahmat iman yang istimewa dari Allah, karena iman ini Maria dipilih oleh Allah secara istimewa menjadi Bunda Yesus, anugerah iman dihayati Maria dengan setia dalam untung dan malang sebagai Ibunda Penebus. Iman Maria terwujud secara sempurna dalam sikap kesetiaan-nya mendampingi Yesus Sang Penebus dalam melaksanakan karya penebusan dari peristiwa inkarnasi hingga mencapai puncak pada peristiwa salib di gunung Golgota. Berkat teladan


(23)

iman dan penyerahan diri Maria secara total pada kehendak Allah, Maria mendapat penghormatan secara istimewa di dalam Gereja dan mendapat gelar-gelar.

Konstitusi dogmatik tentang Gereja (Lumen Gentium) mengatakan: Adapun dalam tata rahmat itu peran Maria sebagai bunda tiada hentinya terus berlangsung, sejak persetujuan yang dengan setia diberikannya pada saat Warta Gembira, dan tanpa ragu-ragu dipertahankannya di bawah kayu salib, hingga penyempurnaan kekal semua terpilih. Sebab sesudah diangkat ke surga ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus- menerus memperoleh bagi kita karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan kekal. Dengan cinta kasih keibuannya, ia memperhatikan saudara-saudari Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu, dalam Gereja Santa Perawan disapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, serta Perantara (LG, art. 62).

Maria disapa oleh malaikat Gabriel sebagai orang yang dikarunia oleh Allah, penuh rahmat (Lukas 1:28-30) dan jawaban Maria kepada malaikat menunjukkan diri-nya sebagai hamba Tuhan yang taat (Lukas 1: 38). Menyadari diri sebagai hamba dan segala sesuatu hanyalah kelimpahan rahmat semata, Maria tidak dapat berbuat lain kecuali menyerahkan diri dalam kesederhanaan iman kepada rencana ilahi. Yang menjadi pedoman Maria ialah “Jadilah padaku menurut

perkataanmu itu” (Lukas 1:38). Sabda Tuhan itulah yang menjadi pusat hidup

Maria. Dengan begitu Maria menjadi hamba karya penyelamatan Allah. Sikap penyerahan diri Bunda Maria ini sungguh merupakan buah iman Maria akan kuasa Allah yang menaungi.

Dalam keluarga, seorang dilahirkan sebagai individu. Kenyataan ini menggambarkan bagaimana seorang individu merupakan bagian dari keluarga yang dibentuk (Yohanes Paulus II, 1994 :8). Bila seseorang tidak mempunyai keluarga,


(24)

orang tersebut hidup di dunia ini akan tumbuh menjadi seseorang yang gelisah, sedih dan merasa kehilangan, hal ini menjadi beban seumur hidupnya. Mengalami keadaan semacam ini, Gereja tidak berdiam diri atau duduk manis melihat keadaan keluarga yang demikian. Berbagai macam cara Gereja lakukan demi mempersatukannya kembali sebagaimana hubungan Gereja dengan Allah juga sebaliknya. Dengan demikian lewat kesetiaan Maria dalam hidup berkeluarga perlu diteladani oleh ibu-ibu yang ada di lingkungan St. Yohanes Pemandi paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka. Sehingga, suka duka yang dialami oleh ibu-ibu dalam berkeluarga semakin memurnikan panggilannya dalam mengikuti Yesus lewat keluarga yang mereka bina dalam kasih setia akan Yesus Kristus.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud memaparkan tulisan dengan judul KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGI IBU-IBU DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA.

B. Rumusan Permasalahan

Dari uraian di atas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut yang pada akhirnya menjadi titik berangkat dari penulisan ini. Adapun masalah yang ingin dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor apa yang mendukung dan menghambat ketidaksetiaan dalam hidup berumah tangga di lingkungan St. Yohanes Pemandi paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta?


(25)

2. Sejauh mana ibu-ibu lingkungan St. Yohanes Pemandi meneladani kesetiaan Maria dalam hidup berkeluarga?

3. Cara apa yang dapat ditempuh untuk membantu ibu-ibu lingkungan St. Yohanes Pemandi meneladani kesetiaan Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat ketidaksetiaan dalam hidup berumah tangga di lingkungan St. Yohanes Pemandi.

2. Mengetahui pemahaman ibu-ibu di lingkungan St. Yohanes Pemandi mengenai kesetiaan Maria dalam hidup berkeluarga lewat hidup sehari-hari.

3. Membantu ibu-ibu meningkatkan kualitas kesetiaan dalam menjawab panggilan Tuhan sebagai keluarga Kristiani.

4. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penulisan

Mengkaji hal-hal yang telah ditemukan, maka penulisan ini diharapkan, antara lain:

1. Semakin memotivasi ibu-ibu untuk tetap setia dalam hidup berkeluarga meskipun berbagai rintangan yang melanda keluarga mereka.


(26)

2. Sebagai sumbangan untuk memperdalam kesetiaan ibu-ibu dalam hidup berkeluarga.

3. Meningkatkan kualitas kesetiaan ibu-ibu di lingkungan St. Yohanes Pemandi dalam menjawab panggilan Tuhan sebagai ibu-ibu keluarga Kristiani.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai penulis dalam karya ilmiah ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan studi pustaka yang dilengkapi dengan penelitian, yang datanya diperoleh melalui kuesioner dan wawancara.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang dipilih adalah KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN DALAM HIDUP BERKELUARGA BAGI IBU-IBU DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PEMANDI PAROKI SANTO ALBERTUS AGUNG JETIS, YOGYAKARTA.

Bab I, Penulis mengawalinya dengan pendahuluan dengan membahas latar belakang penulisan judul skripsi. Latar belakang penulisan dengan melihat fenomena keluarga masa kini secara khusus di lingkungan St. Yohanes Pemandi. Dalam Bab I, penulis akan merumuskan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II, Penulis akan menguraikan secara singkat mengenai Kesetiaan Maria dalam sejarah keselamatan Allah kepada umat-Nya, gambaran Maria,


(27)

keistimewaan Maria, Maria teladan hidup beriman sejati, sinar kegelapan, Maria bunda dukacita, Maria teladan hidup keluarga Katolik, keluarga, pengertian keluarga Katolik, peranan keluarga Kristiani, rumah tangga bahagia, menguraikan Gambaran ibu keluarga Katolik, pemahaman tentang ibu-ibu, peranan ibu dalam keluarga dan masyarakat, dan nilai-nilai keibuan.

Bab III berbicara tentang gambaran kesetiaan ibu-ibu dalam hidup berumah tangga di paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta, sejarah Gereja St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta, letak dan batas geografisnya, Keadaan Lingkungan St. Yohanes Pemandi, persiapan penelitian, meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden, teknik dan pengumpulan data, teknik analisis data, hasil penelitian, serta kesimpulan.

Bab IV, ini merupakan usulan program yang akan ditindaklanjuti oleh ibu-ibu lingkungan St. Yohanes Pemandi paroki St. Albertus Agung Jetis Yogyakarta, demi meningkatkan kesetiaan hidup berkeluarga dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, citra Allah dalam hidup berkeluarga semakin terwujud bagi sesama.

Pada Bab V, pada bagian akhir ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai penutup dalam karya ilmiah tersebut.


(28)

BAB II

KESETIAAN MARIA SEBAGAI TELADAN KELUARGA KATOLIK

Setia berarti “tahan uji” dengan segala situasi baik suka maupun duka, terutama dalam situasi duka, malang dan pahitnya kehidupan. Dalam diri seseorang kesetiaan dapat dilihat setelah terbukti tahan uji dalam menghadapi salib kehidupan yang menimpa hidupnya. Maka, kesetiaan dalam keluarga adalah mempertahankan relasi harmonis satu sama lain, sehingga salib kehidupan dapat dipikul bersama demi cintanya kepada keluarga (Wignyasumarta, 2000 :94).

Maka bab II ini, merupakan kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam tiga bagian. Pada bagian pertama berbicara tentang kesetiaan Maria dalam sejarah keselamatan Allah kepada umat-Nya, gambaran Maria, keistimewaan Maria, Maria teladan hidup beriman sejati, sinar kegelapan, Maria bunda dukacita, Maria teladan hidup keluarga Katolik. Bagian kedua berbicara tentang keluarga, pengertian keluarga Katolik, peranan keluarga Kristiani, rumah tangga bahagia. Bagian yang ketiga menguraikan tentang gambaran ibu-ibu Katolik, pemahaman tentang ibu-ibu, peranan ibu dalam keluarga Katolik, dan nilai-nilai keibuan.

A. Kesetiaan Maria dalam Sejarah Keselamatan Allah

Tawaran yang diterima dari Allah lewat perantaraan malaikat Gabriel, Maria secara total menyerahkan hidup-nya kepada karya-karya Allah, yaitu karya untuk menyelamatkan umat-Nya dari siksaan maut dengan cara melahirkan Tuhan Yesus Kristus menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Ketika dunia gelap gulita


(29)

Maria menyaksikan sendiri pandangan yang mengerikan melihat Putera-nya mengalami sakrat maut sampai mati di kayu salib. Kejadian itu membuat Maria memasuki kesatuan penderitaan dengan Yesus.

1. Gambaran Maria

Gambaran Maria di bawah ini akan diuraikan berdasarkan Dokumen Gereja Lumen Gentium (dokumen Konsili Vatikan II tentang Gereja). Gelar-gelar Santa Maria tidak boleh diabaikan begitu saja oleh Gereja, demi membantu hidup beriman umat masa kini (Eddy Kristiyanto, 1987 :27).

a. Maria Hawa Baru

Dalam Tradisi Gereja Katolik, Maria diberi gelar sebagai Hawa Baru. Hal ini, berkaitan erat dengan sikap Maria terhadap sabda Allah, Maria telah menerima sabda Allah dengan bebas. Artinya, ia tidak mau bersikap lain kecuali setuju terhadap firman-Nya, “menerima peran” sebagai Bunda Yesus, untuk mengandung dan melahirkan Yesus sebagai Sang Pembaharu dan Sang Pembawa hidup bagi dunia. Hawa lama dalam Perjanjian Lama mendatangkan kematian bagi dunia, dengan menolak sabda Allah. Sedangkan Maria dalam Perjanjian Baru sebagai Hawa Baru mendatangkan kehidupan bagi dunia dengan menerima Sabda Allah dan melahirkan Yesus Sang kehidupan (Eddy Kristiyanto, 1987 :27-30).

Maria sebagai Hawa Baru dalam dokumen Lumen Gentium dijelaskan, sebagai berikut:

Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki supaya penjelmaan sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi bunda-Nya. Dengan demikian, dahulu wanita mendatangkan


(30)

maut, sekarangpun wanitalah yang mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia. Hidup sendiri yang membaharui segalanya, yang oleh Allah dianugerahi karunia-karunia yang layak bagi tugas seluhur itu (LG, art. 56).

Dari ungkapan di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah tidak pernah memaksa Maria untuk menerima tawaran-Nya demi menyatakan persetujuan Maria kepada Allah. Bahkan, Maria dengan bebas dan gembira menyatakan persetujuannya atas tawaran Allah tersebut. Dapat dilihat ketika Maria mengungkapkan fiatnya kepada Tuhan lewat perantaraan malaikat Gabriel

“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan: jadilah padaku menurut perkataanmu

itu” (Luk1:38). Persetujuan Maria akhirnya mendatangkan kehidupan bagi dunia dengan melahirkan Yesus bagi semua manusia.

b. Maria Hamba Tuhan, Miskin dan Hina Dina

Lumen Gentiummengatakan: “Ia menonjol di antara orang-orang Tuhan yang rendah hati dan miskin, yang menantikan penuh harapan dan menerima dari

Dia keselamatan” (LG, art 55). Meskipun, Maria penuh rahmat dan dipilih menjadi Bunda Yesus, Maria tetap menjadi seorang hamba yang miskin dan hina dina yang merupakan semangat anawim. Semangat anawim yang dimaksud adalah seseorang yang tidak mempunyai apa-apa dan hanya mengandalkan rahmat Tuhan semata dalam hidupnya. Dengan kata lain bahwa Tuhan adalah segala-galanya. Sikap hati

anawim terungkap dalam magnificat Maria (Luk 1:46-55).

Allah merealisasikan janjinya untuk menyelamatkan dunia lewat diri Maria yang hina dina. Melalui Maria lahirlah Yesus Kristus yang merupakan kepenuhan janji Allah untuk menyelamatkan manusia dari penindasan dan


(31)

perbudakan dosa. Janji Allah itu telah nyata sampai Ia mati di kayu salib. Sebagai hamba hina dina Maria menjadi Bunda Mesias (Eddy Kristiyanto, 1987 :31-33).

c. Maria Putri Sion

Maria sebagai Puteri Sion, dalam Lumen Gentium mengatakan sebagai berikut:

Akhirnya sesudah lama menantikan pemenuhan janji, dalam dia, Puteri Sion yang termulia, tibalah waktu dan dibangunlah tata keselamatan baru, ketika dari dia Putera Allah menerima kodrat manusia, supaya membebaskan manusia dari dosa dengan misteri penjelmaan-Nya menjadi daging (LG, art. 55).

Penulis melihat bahwa janji Allah untuk menyelamatkan manusia terpenuhi lewat diri Maria sebagai Puteri Sion yang telah melahirkan Yesus Kristus. Lewat diri Yesus Kristus segala rencana dan kehendak Allah demi membebaskan manusia kini terlaksana dalam seluruh hidup Yesus yang rela wafat dan bangkit dari antara orang mati. Maria sebagai Puteri Sion menjadi tempat Allah masuk ke dalam sejarah umat manusia demi menggenapi harapan umat Allah dahulu yaitu menantikan Sang Mesias. Maria sebagai Puteri Sion menjadi awal jalan masuk kepada keselamatan dan harapan masa depan. Dalam diri Maria janji keselamatan terpenuhi secara defenitif karena ia telah menyatakan sikapnya yang rela dan siap untuk menjalankan kehendak Allah di dalam hidupnya, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci (Eddy Kristiyanto, 1987 :33-36).

2. Keistimewaan Maria

Sebagai simbol manusia beriman Maria telah menjadi teladan bagi umat beriman Kristiani. Dalam diri Maria tentunya ada keunggulan atau keistimewaan


(32)

yang membuat dirinya dipilih oleh Allah untuk menjadi perantara kelahiran Sang Juru Selamat. Pada bagian berikut ini akan dipaparkan hal tentang keistimewaan Maria sehingga dipilih oleh Allah.

a. Iman Maria

Iman adalah terjadinya relasi harmonis antara manusia dengan Allah. Maka, iman itu ada selama manusia menjalin relasi dengan Allah. Sebelum Maria mengunjungi Elisabeth, ia terlebih dahulu menerima kabar gembira dari Allah melalui malaikat Gabriel. Maksud Maria mengunjungi Elisabeth adalah untuk memberitakan kabar gembira dari malaikat Gabriel. Tanggapan Elisabeth atas kunjungan itu adalah dengan mengucapkan kata-kata kebahagiaan (Luk 1:45).

Penerimaan kabar gembira itu menggambarkan bahwa Maria percaya dan menyerahkan apa yang ada dalam dirinya kepada kehendak Allah. Maria yang hidup dalam sejarah, juga mengalami penderitaan, godaan dosa seperti yang dialami oleh manusia yang lain. Keteguhan dan ketaatan Maria menjadi simbol kekuatan bahwa Maria tetap setia pada kehendak Allah. Allah mengikutsertakan Maria dalam karya keselamatan (Eddy Kristiyanto, 1987 :37-38).

b. Penuh Rahmat

Rencana penyelamatan Allah menyangkut semua manusia. Rencana itu tergenapi dan terpenuhi dalam diri Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat. Maria dalam mewujudkan rencana Allah mendapat tempat yang istimewa yakni menjadi ibunda pribadi, oleh Bapa yang dipercayakan karya keselamatan (Paus Yohanes Paulus II, 1987 :11). Karya penyelamatan Allah disampaikan


(33)

kepada Maria melalui malaikat Gabriel. Hal itu dilakukan dengan mendatangi rumah Maria dan menyampaikan salam (Lukas 1:28). Salam yang disampaikan kepada Maria mengandung arti yang dalam dan bermakna. Maria sendiri terkejut dan mulai memikirkan perkataan malaikat itu. Bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Sang Mesias

Tuhan memberikan rahmat yang penuh kepada Maria. Kepenuhan rahmat itu menunjukkan betapa besar kasih Allah kepada Maria atas dasar kepenuhan rahmat itu Maria menyerahkan diri kepada apa yang menjadi kehendak Allah, sehingga pembicaraan Maria yang penuh rahmat selalu mengacu pada kesuciannya bukan kepada keibuannya. Melalui kepenuhan rahmat, Maria menjalankan fungsi tertentu dan turut serta menjadi pengantara keselamatan bagi dunia ( Eddy Kristiyanto, 1987 :40).

c. Bersatu dengan Kristus dalam Karya Penyelamatan

Maria telah mendapat rahmat yang berlimpah dari Allah karena kasih karunia-Nya. Kehidupan Maria setelah menerima kabar gembira dari Allah semakin bersatu dengan Allah. Karena iman Maria menerima kabar itu karya penyelamatan Allah yang mencapai puncaknya pada peristiwa kebangkitan Kristus juga melibatkan Maria (LG, art. 62). Maka, secara jelas dan nyata Maria terlibat dalam kehidupan Kristus, mulai dari mengandung sampai kematian-Nya di kayu salib. Kristus yang hidup di dunia, sengsara, wafat, dan akhirnya bangkit di antara orang mati juga dialami oleh Maria, bahwa ia turut dalam kemuliaan Kristus.

Kehidupan bersama Kristus tidak hanya menyangkut segi biologis atau fisik saja namun juga dari segi spiritual. Keterlibatan Maria dalam karya


(34)

keselamatan Allah terlihat pertama kali dalam peristiwa perkawinan di Kana. Dalam peristiwa digambarkan bahwa tuan rumah kehabisan anggur. Keadaan ini harus segera diatasi, karena akan membuat malu tuan rumah. Maria melihat kejadian itu lalu memohon kepada Yesus untuk bertindak dan berbuat sesuatu agar pesta itu tetap berjalan lancar. Yesuspun ingin mengabulkan permintaan ibu-Nya yang menyelamatkan situasi pesta dengan mengadakan mujizat merubah air menjadi anggur.

Peristiwa perkawinan di Kana sangat jelas menunjukkan suatu hubungan yang sangat erat antara Maria dengan Yesus. Maria memegang peranan penting yang tak tergantikan oleh orang lain. Maria telah merelakan dirinya menjadi ibu Yesus dan ikut menderita bersama dengan Yesus. Secara personal Maria diikutsertakan dalam penyelamatan yang menyangkut semua orang (pria dan wanita). Maria juga mempunyai kedudukan yang istimewa dan tinggal dalam karya penyelamatan (Eddy Kristiyanto, 1987: 41-43).

3. Bunda Maria Teladan Hidup Beriman Sejati

Maria adalah seorang yang sangat perkasa dan penuh keistimewaan. Ia memberikan teladan bagi semua umat beriman tentang penyerahan diri secara total kepada rencana Allah, teladan dalam keterbukaan hati, teladan dalam keterbukaan terhadap karya Allah, dan teladan sebagai orang yang peka terhadap keprihatinan bersama. Keteladanan yang penulis ingin sampaikan adalah sikap dan tindakan Maria sendiri yang selalu percaya akan kuasa Allah yang menyertai dan membimbing segala hidupnya, dapat dilihat dari penyerahan diri Maria. Teladan yang Maria berikan menjadi inspirasi besar bagi semua umat Kristiani khususnya


(35)

bagi umat Katolik untuk sampai kepada yang ilahi. Berikut ini akan diberikan penjabaran mengenai keteladanan Maria sebagai orang beriman.

a. Maria Teladan dalam Penyerahan Diri

Kabar yang disampaikan malaikat Gabriel kepada Maria, bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak yaitu Yesus. Kebingungan dan kebimbangan yang dialami Maria. Bagaimana mungkin hal itu terjadi sedangkan ia sendiri belum bersuami, peristiwa itu sungguh tidak masuk akal. Jika hal itu dipikirkan dengan rasio adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Namun, bagi Allah, sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia adalah sangat mungkin bagi-Nya. Malaikat Gabriel memberikan jawaban kepada Maria menyatakan, bahwa Roh Kudus akan turun dalam diri Maria dan kuasa Allah yang Maha tinggi menaunginya (Luk 1:35). Perkataan malaikat Gabriel itu sebenarnya untuk meyakinkan bahwa rencana tentang kelahiran sebagai Juru Selamat ada pada dirinya.

Darminta (1994 :11-14) mengatakan penyerahan diri Maria kepada Allah melalui malaikat Gabriel melambangkan bahwa Maria taat pada kehendak Allah yang menyelenggarakan dan membimbing hidupnya. Maria dalam kebimbangan dan keragu-raguannya tidak memohon suatu tanda atau syarat apapun, namun menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah. Ketaatan iman Maria menunjukkan bahwa ia mempunyai relasi yang erat dengan Allah. Sedangkan

lambang penyerahan diri Maria terlihat dan terbukti dengan perkataannya “Aku ini


(36)

Dalam masyarakat Yahudi yang memegang erat hukum Taurat ternyata bereaksi tentang apa yang dialami oleh Maria. Reaksi tentang wanita mengandung namun tidak bersuami adalah berzinah. Sebenarnya resiko yang dialami Maria adalah sungguh-sungguh berat. Kehidupan Yahudi saat itu tidak mendukung, dalam arti bahwa hukum sebagai seorang yang berzinah adalah berat. Ia bisa dikucilkan dan disiksa sampai mati. Namun, bagi Maria karena keteguhan iman dan penyerahan diri secara total itu, Allah sungguh-sungguh berkarya dalam dirinya.

Bagi umat beriman Kristiani menyerahkan diri berarti membiarkan kehendak-Nya berkarya dalam diri masing-masing orang. Ketaatan melaksanakan apa yang menjadi kehendak-Nya merupakan tanda bahwa manusia menerima dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Sikap yang demikian jelas dan nyata dimiliki oleh Maria. Keteladanan Maria dalam menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah dapat menjadi gambaran bagi umat beriman Kristiani. Iman sebagai tanda adanya relasi dengan Allah menunjukkan bahwa Maria adalah simbol orang beriman. Penyerahan secara total seperti yang telah dilakukan oleh Maria hendaknya juga diwujudkan oleh umat beriman Kristiani lainnya dalam kehidupan konkret bagi ibu-ibu Katolik yang ada di paroki Jetis dalam hidup berkeluarga baik untung maupun malang.

Maria sudah menjadi teladan bagi ibu-ibu Kristiani dalam hidup berkeluarga, suka dan duka ia alami baik lewat Putera-nya sendiri maupun lewat suaminya sebagai tukang buruh. Namun, Maria tetap setia dalam menjalani panggilannya sebagai ibu dalam keluarga, ia menjalankan segala tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu. Penyerahan diri Maria kepada Allah secara langsung juga mengikutsertakan semua orang untuk diselamatkan oleh Allah. Allah


(37)

melalui Maria juga menyelamatkan semua orang, jika mereka menyerahkan diri sepenuhnya kepada semua orang. Umat beriman Kristiani telah meneladani sikap dan hidup Maria juga harus mewartakan ajaran-ajaran Yesus seperti cinta kasih dan kedamaian. Pelaksanaan ajaran Yesus itu harus dilandasi dengan penyerahan diri sepenuhnya seperti yang dilakukan Maria dalam menanggapi sapaan dari malaikat Gabriel.

b. Maria Teladan Kerendahan Hati

Keteguhan iman Maria telah menjadi teladan bagi umat beriman Kristiani, keteguhan iman dibangun melalui relasi dengan Allah. Relasi antara Maria dengan Yesus juga tampak dalam magnifikat atau nyanyian pujian Maria.

Jiwaku memuliakan Tuhan, dan karena hatiku bergembira. Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-nya. Sesungguhnya mulai sekarang segala keturunan menyebut aku bahagia, karena Yang Mahakudus telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya yang kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai beraikan orang-orang yang congkak hatinya, Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahta-Nya dan meninggikan orang yang rendah (Luk 1:46-50).

Madah magnifikat selain merupakan pujian atas karya Allah yang besar, menyatakan kekudusannya, menggambarkan penebusan serta pembebasan manusia dengan cara khas Allah. Madah magnifikat ini juga mengungkapkan bagaimana Allah mendudukkan wanita pada martabat yang sangat tinggi di dalam sejarah penyelamatan Allah. Kehadiran Allah dalam diri manusia akan menumbuhkan kesadaran bahwa tatanan yang tidak adil dan manusiawi akan dapat diubah. Dari kesadaran itu akan tumbuh suatu komitmen untuk menata suatu keadaan yang adil dengan memberikan penghormatan kepada martabat kaum wanita. Meskipun Maria


(38)

menjadi Ibunda Yesus, tetapi Maria tetap menjadi seorang hamba yang miskin dan rendah hati di hadapaan Allah. Lewat kerendahan hati Maria menjadi jalan masuk Allah untuk menjadi manusia seperti yang telah tertulis dalam Kitab Suci (Darminta, 1995 :51).

c. Maria Teladan Pendengar yang Baik

Darminta (1995 :53) mengatakan dalam bukunya, bahwa lambang penyerahan diri Maria kepada kepada Allah lewat malaikat Gabriel mau menunjukkan ketaatan Maria kepada Allah. Ia menyadari bahwa dirinya adalah manusia biasa dan hina dina. Bagi Allah justru dialah yang berkenan dan dipilih Allah untuk mengandung Putera Allah. Maria menerima perannya dengan senang hati, meskipun dia tidak tau konsekwensi dari apa yang ia terima. Bahwa tidak mungking mengikuti Kristus tanpa menderita. Peristiwa yang dialaminya itu terjadi karena Maria mendengarkan kehendak Allah. Maria telah membuka diri dan mendengarkan apa yang dikehendaki oleh Allah. Sikap Maria atas peristiwa itu adalah menyimpan segala perkara ilahi dan merenungkannya ( Luk 2:19-51).

Sikap Maria menjadi pendengar yang baik itu juga menjadi teladan bagi umat beriman Kristiani. Banyak peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan Allah yang sangat menusuk hati Maria, peristiwa itu kadang-kadang manusia sulit untuk memahami makna dari setiap peristiwa. Berkat iman Maria akan Allah, sehingga ia mampu memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Lewat imanlah Maria semakin Keteladanan Maria dalam keterbukaan hendaknya sungguh diteladani oleh umat beriman Kristiani. Keterbukaan terhadap sapaan-sapaan Allah


(39)

melalui sabda-Nya. Ajaran Allah secara terus-menerus akan selalu dipahami dan direnungkan oleh umat beriman Kristiani sesuai dengan masalah yang dihadapi.

4. Maria Sinar Kegelapan

Sesudah umur Yesus genap 12 tahun, Ia dipersembahkan di Bait Allah sebagaimana telah tertulis dalam Kitab Suci. Yesus adalah Putera Maria satu-satunya ataupun harta yang paling berharga bagi dia. Dengan berat hati Maria mempersembahkan seutuhnya bersama Putera-nya kepada Allah. Yesus bagi Maria adalah segala-galanya. Simeon yang berada di Bait Allah telah mengambil Yesus dari tangan Maria dan meramalkan bahwa Putera-nya akan menjadi “kemuliaan bagi

bangsa Israel” (bdk. Luk 2:32).

Dalam penderitaan Yesus Kristus, Maria juga ikut menderita karena ia mau menjadi hamba Allah semata-mata. Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang (Luk 2:34-35). Ungkapan ini sangat menusuk hati Maria, namun ia tidak menginginkan penghormatan dari manusia, tetapi hanya menginginkan kehormatan untuk mengabdi kepada Yesus Kristus Penyelamat Dunia. Maria benar-benar menerima pelajaran dari Roh Kudus, bahwa mengabdi Kristus tidak mungkin tanpa menderita. Berbagai sinar kegelapan menembus hati Maria (Maloney, 1990 :127). Selain itu, Maria telah menduduki tempat khusus dalam rencana karya penyelamatan di mana dikatakan:


(40)

Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada Hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!” (Gal 4:4-6).

Kata “kegenapan” ini mau menunjukkan apa yang telah ditetapkan dari semua kekekalan ketika Bapa mengutus Putera, “Supaya setiap orang yang percaya

kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Hal ini mau menunjuk kepada kekudusan waktu Sang Sabda yang bersama-sama dengan

Allah telah menjadi manusia dan diam di antara kita” (Yoh 1:1,14) dan membuat

dirinya menjadi saudara kita. Hal tersebut mau menandai saat Roh Kudus mau menuangkan rahmat sepenuhnya kepada Maria, membentuk kandungannya yang perawan kodrat manusia Kristus. “Kegenapan” ini menandai dengan masuknya Yang Abadi ke dalam manusia hingga menunjukkan awal terselubungnya perjalanan Gereja di dunia ini (Yohanes Paulus II, 1987 :5-6).

5. Maria Bunda Dukacita

Maria sebagai Bunda Allah telah dengan rela, setia dan sabar menanggung segala konsekwensi dari penyerahan dirinya kepada kehendak Allah mulai dari peristiwa inkarnasi sampai di kayu salib. Banyak perkara yang telah menimpa hidup Maria. Saat penentuan penebusan dunia, Maria berdiri di bawah kaki salib Yesus dengan tabah, setia dan dengan duka hati yang mendalam ketika

Yesus mengatakan, “Ya Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Pada waktu itu, Maria mengalami penderitaan yang amat mendalam seperti Yesus sendiri. Maria sangat menderita ketika memangku jenazah Puteranya sambil


(41)

menurut perkataan-Mu itu (Luk 1:38). Maria sungguh-sungguh solider dengan Yesus Puteranya di dalam penderitaan yang dialami. Sikap solider Maria diungkapkan melalui ketabahan serta kesetiaan mendampingi Yesus dengan tuntas sampai Yesus menyerahkan nyawa ke dalam tangan Bapa-Nya.

Bersama Yesus dia menderita demi dosa-dosa kita, Maria yang murni tak bernoda dan tidak pernah dijangkiti oleh dosa manapun. Duka citanya mengungkapkan iman dan kasih yang mendalam (Härring, 1992 :126-127). Setelah menerima kehendak Allah, berbagai dukacita ia terima mulai dari melahirkan Anak-nya sampai di salibkan. Maria juga penuh dengan sukacita ketika mengunjungi saudaranya Elisabeth, Maria adalah seorang ibu di zaman ini sekarang yang penuh dengan dukacita yang tiada henti-hentinya menimpa hidupnya dalam hidup sehari-hari.

6. Maria Teladan Hidup Keluarga Katolik

Maria pantas menjadi teladan bagi seluruh keluarga Kristiani secara khusus bagi keluarga Katolik. Figur Maria yang sungguh luar biasa dan tidak dapat diimbagi oleh siapapun juga. Maria menyimpan semua perkara ilahi dan merenungkannya dalam hati (Mat 2:51). Banyak perkara-perkara yang menimpa hidupnya. Antara lain: Maria hamil sebelum dinikahi. Saat ia sedang hamil, ia harus jalan dari Nazaret ke Betlehem untuk sensus penduduk. Melahirkan Putera-nya di kandang yang hina, setelah bersalin ia harus pergi ke Mesir untuk menyelamatkan Putera-nya, sesampai di Mesir malaikat meminta untuk kembali ke Israel dan sebagainya. Perkara-perkara ini tidak gampang untuk dilaksanakan, namun Bunda Maria sudah mendahului para ibu dalam menanggung segala konsekwensi hidup


(42)

berumah tangga. Hatinya yang tak ternoda ditembus sinar kegelapan oleh sengsara Putera-nya di kayu salib. Duka cita yang tiada henti-henti menusuk hatinya, demi kemuliaan Tuhan.

Tujuh duka yang menusuk hati Maria yaitu: nubuat Simeon, lari ke Mesir, Yesus hilang di Bait Allah, menangisi jalan salib Yesus, memandang wajah Yesus di kayu salib, memeluk jenazah Yesus dan pemakaman Yesus (Jost Kokoh, 2009 :152-153). Maria adalah model seorang ibu yang penuh dengan kemesraan bagi keluarganya, pengunjung atau tetangganya. Demi membangun keluarga kerajaan Allah orang harus bercermin kepada Maria yang selalu setia dalam perkara dan peka setiap peristiwa.

B. Keluarga Katolik

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar-Nya (Kej 1:27). Allah memberkati laki-laki dan perempuan itu supaya beranakcucu serta menguasai bumi. Hakikat dari perkawinan itu adalah persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah sendiri, dan diberi tugas bersama oleh-Nya untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara dunia (Hardiwardoyo, 1988 :12-13). Ciri perkawinan Katolik bersifat “monogam” dan

“tak-terceraikan”, seperti hubungan cinta kasih Yesus Kristus dan Gereja setia sepenuhnya.

Sebab Allah bersabda, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu. Oleh karena itu

apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia” (Mat 19:6-7). Kutipan teks yang demikian dapat disimpulkan, bahwa keturunan bukanlah


(43)

satu-satunya tujuan dari perkawinan walaupun merupakan tujuan yang utama darinya. Perkawinan lebih pada kesetiaan, cinta kasih dan penyempurnaan timbal-balik antara suami-istri.

Cita-cita ini menuntut adanya suatu kerelaan untuk mengendalikan diri dari semua hal yang dapat merusak cinta antara suami-istri yang luhur itu. Secara positif bahwa seseorang harus rela untuk membuat apa yang bisa dibuatnya demi menyatakan cintanya. Meskipun, berbagai rintangan yang akan menghadang keluarga, kecuali dipisahkan oleh kematian (Bernard, 1981 :22). Dalam hidup berkeluarga, diharapkan kepada ibu-ibu untuk mampu menerapkan sikap dan tindakan Maria baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Penerapan tindakan dan sikap Maria semakin mendewasakan hidup berumah tangga seseorang, dan setia pada panggilan hidupnya sebagai seorang ibu Katolik sejati.

1. Pengertian Keluarga Katolik

Keluarga Katolik ialah ”Gereja mini” artinya persekutuan dasar iman dan

tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga Katolik, diharapkan iman dapat berkembang dalam menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengahnya. Iman mulai tumbuh dan berkembang semenjak seseorang berada dalam keluarga. Keluarga merupakan tempat yang utama dan pertama dalam mempelajari hidup sesuai dengan Tradisi Gereja Katolik. Kehidupan hidup berkeluarga tidak boleh berdiri sendiri, karena asling berkaitan satu sama lain. Iman dimaksud bukanlah pertama-tama pengetahuan agama yang sangat penting (meskipun itu juga penting), namun lebih pada sikap atau penghayatan agama yang diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Penghayatan iman dan sikap perlu diujudnyatakan dalam keluarga, agar


(44)

seseorang dapat memahami apa yang menjadi tujuan dan pedoman hidupnya di dunia ini. Setiap anggota keluarga diharapkan untuk berusaha dalam menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga (Gilarso, 1996 :13).

Keluarga inti terdiri atas ayah ibu dan anak-anaknya. Keluarga juga merupakan tempat kita saling berbagi rasa, saling memperhatikan, saling menyanyangi dan membantu satu dengan yang lainnya. Dalam keluarga kita diajari untuk menjadi orang yang berguna bagi semua orang, misalnya bagaimana sikap dan tindakan kita kepada orang lain dan lain sebagainya. Semuanya itu kita dapatkan dalam keluarga selain di sekolah ( Jost Kokoh, 2009 :149). Lingkungan pertama bagi setiap individu adalah lingkungan keluarga, di mana ia mengenal dan menerima nilai-nilai kehidupan serta merasakan kebersamaan. Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari dua atau lebih orang yang terikat karena hubungan darah, perkawinan, atau karena adopsi dan hidup bersama untuk periode waktu yang cukup lama (Bernad Raho, 2004 :139).

Kehidupan keluarga diawali dengan upacara perkawinan, namun sebenarnya kehidupan berkeluarga sudah mulai tampak dalam masa pertunangan karena pada masa itu pria dan wanita secara definitip bersiap-siap untuk menjalani kehidupan berkeluarga. Merupakan awal terbentuknya keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak. Bila keluarga kita ingin menjadi Gereja mini, kita harus

dapat menunjukkan kasih dalam keluarga kita. ”Kasihilah dengan sungguh-sungguh seorang yang akan lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa (1 Petrus 4:8). Sabda ini sungguh benar dan penting dalam keluarga, dimana kita perlu mencintai pasangan dan anak-anak kita sedemikian rupa sehingga dosa tidak mungkin lagi meracuni hubungan kita (Indra, manuskrip :20).


(45)

Paus Yohanes Paulus II (1994:9), dalam suratnya mengatakan:

Keluarga, sebagai persekutuan pendidikan yang fundamental dan esensial, merupakan sarana yang pertama dan paling istimewa untuk mewariskan nilai-nilai agama dan budaya yang membantu manusia memperoleh identitasnya sendiri. Karena didirikan atas dasar cinta kasih dan terbuka bagi anugerah kehidupan, keluarga dalam dirinya sendiri berisikan masa depan masyarakat, dan tugasnya yang paling khusus ialah untuk secara efektif memberikan sumbangannya untuk masa depan yang penuh kedamaian.

Hal ini dapat dicapai melalui kasih cinta antara pasangan suami-istri, yang dipanggil pada persekutuan hidup yang penuh dan menyeluruh berkat perkawinannya dalam arti kodrati lewat perkawinan yang ditingkatkan menjadi sakramen. Keluarga Kristiani dipanggil untuk mengalami persatuan yang baru, sejati yang mengukuhkan, menyempurnakan persatuan yang kodrati dan manusiawi. Maka, diharapkan keluarga Kristiani dapat bersatu padu baik suka maupun duka demi mempertahankan kesetiaan dalam hidup berumah tangga.

Persatuan keluarga dapat dilestarikan dan disempurnakan dengan semangat berkorban yang besar. Semangat berkorban sangat penting dalam keluarga demi mengokohkan keharmonisan dan kedamaian hidup berkeluarga. Maka, setiap anggota keluarga dituntut dapat memiliki sikap terbuka yang siap sedia dan besar jiwa untuk memahami, sabar, mengampuni, dan berdamai (Familiaris Consortio, art. 21).

2. Peranan Keluarga Katolik

Sinode para uskup di Roma pada tanggal 26 September - 25 Oktober


(46)

penting bagi keluarga untuk memperhatikan empat tugas umum keluarga (Familiaris Concortio, 1994: 5) antara lain:

a. Membentuk Persekutuan Pribadi

Keluarga yang dibentuk dan didasarkan oleh cinta kasih dan menghidupi cinta kasih merupakan persekutuan pribadi suami istri, orang tua dan anak, serta sanak saudara. Tugas utama keluarga adalah berusaha mengembangkan, menghayati dan mewujudkan terus menerus kehidupan antar pribadi mereka yang rukun secara tulus (FC, art 18). Maka pentinglah di dalam keluarga ada cinta kasih. Tanpa ada cinta kasih, keluarga tidak akan dapat hidup dan berkembang sebagai persekutuan pribadi.

Persekutuan suami istri secara alamiah mempunyai sifat untuk saling melengkapi, dan dikukuhkan oleh kerelaan pribadi suami istri untuk bersama-sama mewujudkan rencana hidup mereka, sehingga mampu berbagi dalam hidup yang mereka alami, maka persekutuan suami istri sebagai tanda kebutuhan manusiawi yang diteguhkan dalam sakramen perkawinan. Lewat sakramen perkawinan Roh Kudus yang dicurahkan dalam perayaan sakramen itu memberikan kepada suami istri karunia persatuan cinta kasih yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup mereka (FC, art 19).

b. Mengabdi kepada Kehidupan

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:

”Beranak cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala


(47)

binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan agar mereka bersatu dan memanggil mereka untuk bekerja sama secara bebas dan bertanggungjawab untuk memelihara kehidupan. Dengan beranak cucu dan memelihara ciptaan maka manusia yang diciptakan memenuhi panggilan Allah dan menunjukkan cinta kasih persekutuan suami-istri dengan memberikan keturunan melalui kelahiran anak.

Kesuburan merupakan buah tanda cinta kasih suami-istri yang sejati maka diharapkan bahwa suami-istri mampu memelihara kebutuhan cinta kasih itu dengan kasih yang tiada terbatas, membina kasih yang mesra dan membina kekuatan rohani moral yang ditugaskan kepada suami-istri sehingga mereka mampu mengemban tugas sebagai ayah dan ibu dan kemudian diteruskan kepada anak dan melalui anak diteruskan kepada Gereja (FC, art 28).

c. Ikut serta dalam Pembangunan Masyarakat

„Keluarga sebagai sarana yang pertama dan paling istimewa untuk mewariskan nilai-nilai agama dan budaya untuk membantu manusia memperoleh identitasnya sendiri‟. Di mana keluarga dibangun atas dasar cinta kasih dan terbuka bagi anugerah kehidupan. Keluarga juga bagian dari masa depan masyarakat yang penuh dengan kedamaian (Yohanes Paulus II, 1994 :9).

Pada dasarnya keluarga mempunyai ikatan yang sangat erat dengan

masyarakat. Untuk menjalankan peran sosial mereka tidak dapat menutup diri melainkan harus terbuka pada keluarga-keluarga lain yang hidup berdampingan dengan mereka sambil berbagi dan memperhatikan. Maka, ada keterkaitan antara keluarga dan masyarakat karena keluarga tidak dapat hidup sendiri, Pencipta Alam


(48)

Semeseta telah menjadikan persekutuan nikah sebagai awal dasar masyarakat manusia. Keluarga merupakan sel masyarakat yang pertama dan amat penting bagi masyarakat (FC, art 42).

Kutipan ini mau mengatakan, bagaimana keluarga mempunyai relasi yang mendalam terhadap masyarakat dan sebaliknya. Bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat untuk saling berbagi dan memperhatikan satu dengan yang lainnya. Persekutuan suami-istri merupakan unit terkecil dari masyarakat di mana mereka hidup berdampingan dengan keluarga yang lain.

d. Berperan serta dalam Kehidupan Menggereja

”Keluarga diabdikan untuk membangun Kerajaan Allah dalam sejarah

dengan mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja” (FC, art 49). Atas dasar ini hendaknya suami-istri sebagai pasangan orang tua, beserta anak-anak selaku keluarga, menghayati pelayanan mereka sebagai anggota Gereja. Dengan memberikan diri dan meluangkan waktu untuk terlibat dalam kegiatan yang ada di sekitar mereka. Penuh dengan semangat merasul yang memberikan pelayanan kasih kepada sesama dalam hidup sehari-hari, dan dengan demikian mereka bersaksi akan imannya. Iman tanpa perbuatan akan mati, maka iman perlu diwujudnyatakan.

Empat tugas keluarga di atas menyadarkan kembali suami-istri akan panggilan Allah sendiri bahwa kehadiran pasangan suami-istri adalah kehendak Allah yang disatukan dalam ikatan cinta kasih yang tidak terpisahkan, dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Dengan menyadari dan melaksanakan keempat tugas keluarga tersebut suami-istri diajak untuk menyadari kembali nilai-nilai perkawinan dalam hidup sehari-hari, sehingga dalam menjalani kehidupan berumahtangga


(49)

mereka mengalami kebahagiaan yang dicita-citakan bersama dan melalui keempat tugas pastoral Gereja mereka bisa diutus untuk menghadirkan cinta kasih Allah dalam hidup sehari-hari.

3. Rumah Tangga Bahagia

Kebahagiaan adalah salah satu cerminan “kecil” dari kebahagiaan abadi.

Allah selalu mengundang kita untuk bahagia bersama-Nya lewat diri kita masing-masing. Kesetiaan suami-istri saling setia merupakan tanda kasih kepada-Nya,

“bahwa apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia” (Suwito, 2006 :191-192).

Kita sebagai anggota keluarga diajak untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia dan penuh kedamaian meskipun sulit untuk membangunnya karena tidak sseperti yang kita bayangkan. Harus penuh dengan perjuangan yang tangguh demi menciptakan kebahagian dalam keluarga. Allah sendiri menganjurkan kepada kita semua hidup dalam suanan rukun dan kedamaian. Hal itu sudah di letakkan

pada kodrat manusia yang diciptakan menurut “citra-Nya”. Dalam hidup sehari-hari hendaknya setiap keluarga mampu menghadirkan Kristus, dengan demikian keluarga Kristiani dapat berkembang untuk sampai pada kesempurnaan yang telah dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya di dalam keluarga kita dapat belajar mencinta dan dicintai.

C. Gambaran Ibu Keluarga Katolik

Hidup sebagai seorang ibu Katolik diharapkan dapat seperti Maria yang selalu setia baik untung maupun malang. Ia tidak pernah mengeluh terhadap peran


(50)

yang ia lakukan, meskipun berbagai cobaan yang melanda keluarganya. Oleh sebab itu, untuk menjadi seorang ibu Katolik janganlah seperti Marta dalam bertindak, karena Marta membuat dua kesalahan yang sangat besar dalam melakukan tugas rung ibu hmah tangganya. Pertama, ia tidak senang lagi dengan pekerjaannya karena terlalu sibuk.

Setiap melakukan pekerjaan harus mampu memaknainya, bahwa di balik itu ada rahmat yang tersembunyi. Seorang ibu harus mampu menyisihkan waktu untuk berdoa, beristirahat serta menghindarkan perasaan khawatir setiap melaksanakan pekerjaan. Rasa kekwatiran yang menghantui langkah hidup, membuat kita semakin tidak berdaya. Tetapi bagaimana kita untuk mampu memaknai setiap pekerjaan yang kita lakukan, bahwa di dalamnya terkandung rahmat yang istimewa. Kedua, kerja sambilan dijadikan soal pokok. Soal pokok dalam pekerjaan kita bukanlah hasil dari pekerjaan itu sendiri, melainkan jiwa dan roh selama pekerjaan itu dilaksanakan. Ibu rumah tangga Katolik harus mengingat

semboyan Katolik: “Berdoa dan bekerja”, sehingga pekerjaan kita merupakan

bagian dari sembayangan kita kepada Allah (Leo Ruger, 1967: 33-34).

Kitab Suci Perjanjian Lama mengatakan isteri yang cakap siapakah yang akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya (Ams 31:10-12). Teks di atas menggambarkan kesetiaan seorang istri kepada suaminya maupun kepada keluarganya. Kesetiaan seorang istri dalam mendampingi suaminya, akan membuat keluarga bernuansa harmonis. Seorang ibu harus mampu mengarahkan anak-anaknya menuju kedewasaan yang baik di samping peran seorang ayah.


(51)

Seorang ibu Katolik harus mempunyai keindahan rohani dalam membangun hidup berumah tangganya. Keindahan rohani antara lain, kebajikan, rendah hati, penguasaan diri, sabar, pengabdi dan pengasih. Maka seorang ibu Katolik harus menanamkan ini di dalam hidupnya sehari-hari demi ketemteraman hidupnya sehari-hari dan kesejahteraan keluarga (Soedibio, 1973 :40). Kitab Suci

juga menegaskan bahwa “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan dipuji-puji (Ams 31:30).

1. Pemahaman tentang Ibu-Ibu

Seorang ibu yang sejati setiap saat siap dan ikhlas melakukan tugasnya dengan penuh cinta kasih terhadap suami dan anak-anaknya demi kebahagiaan rumah tangganya. Juga, kelangsungan kebahagiaan keluarga harus dipertahankan. Seorang ibu rumah tangga akan berjuang dan berkorban bagi keluarganya sekalipun itu harus mempertaruhkan nyawanya. Itulah cinta seorang ibu yang berhati mulia dan takut akan Tuhan. Berbagai macam cara kaum ibu dalam mempertahankannya, antara lain: saling pengertian, menghargai, membantu dalam segala hal dan lain sebagainya (Soedibio, 1970 :19). Kitab Suci mengatakan:

Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu (Ef 5:22-24).

Ungkapan ini bukan berarti istri diam saja dan diinjak oleh sang suami, melainkan suami-istri perlu menghormati satu sama lain. Keindahan seorang ibu berupa keindahan rohani, yakni kebajikan, rendah hati, penguasaan diri, sabar,


(52)

pengabdi dan pengasuh. Hal semacam ini perlu dimiliki oleh setiap ibu-ibu Katolik guna membina kesetiaan dalam hidup berumah tangga.

2. Peranan Ibu-Ibu dalam Keluarga dan Masyarakat

Peran ialah bagian yang kita mainkan pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri kita dengan keadaan. Seorang ibu dalam keluarga harus memerankan dirinya sebagai ibu rumah tangga yang baik demi kesejahteraan keluarganya (Brunetta, 1989 :10). Untuk membantu para pembaca penulis di bawah ini akan menguraikan secara singkat tentang peran seorang ibu di dalam keluarga dan di dalam masyarakat.

a. Ibu dalam Keluarga

Menurut Teha Sugiyo (1996 :17), keluarga adalah seorang pria dan seorang wanita yang disatukan dalam ikatan suci perkawinan, yang berdiri di atas kakinya dengan seluruh miliknya, dengan anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam perawatan asuhannya dengan suasana udara segar, terang cahaya dan air bersih dan bening. Dalam keluarga juga terdapat seorang ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal dalam kesatuan yang berbahagia, membentuk unit kemasyarakatan yang paling kecil dari masyarakat besar.

Berdasarkan pengertian tersebut syarat-syarat yang harus ada supaya persekutuan dapat disebut keluarga adalah, adanya anggota-anggota keluarga yaitu: ayah, ibu dan anak. Dalam hidup berkeluarga terdapat ikatan batin dan saling ketergantungan satu sama lain, lewat adanya peranan dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan


(53)

tanggung jawab sesuai dengan posisi masing-masing dalam keluarga. Bapak mempunyai peranan sebagai bapak keluarga, ibu mempunyai peranan sebagai ibu rumah tangga, anak mempunyai peranan sebagai anak dalam keluarga. Untuk uraian selanjutnya, secara khusus akan diuraikan peranan ibu dalam keluarga demi memperoleh gambaran yang memadai tentang sosok seorang ibu dalam keluarga. Peranan seorang ibu sangat penting dalam keluarga di samping teladan seorang ayah. Peranan ibu-ibu yang dimaksudkan adalah: melahirkan, membesarkan anak, menciptakan kehangatan keluarga, mengurus rumah tangga dan sebagainya.

1) Melahirkan dan Membesarkan

Melahirkan manusia baru adalah bagian dari hidup seorang wanita. Menurut Kitab Suci, mengandung dan melahirkan seorang manusia disertai oleh kata-kata wanita: “Aku telah mendapatkan seorang anak dengan pertolongan Tuhan” (Kej 4:1). Kutipan ini mau menunjukkan kegembiraan dan kesadaran seorang wanita, bahwa ia ikut ambil bagian dalam misteri agung keturunan abadi yaitu melahirkan manusia baru. Peranan seorang ibu, melahirkan dan membesarkan anak-anak adalah salah satu peran yang tak dapat diganggu gugat oleh siapapun, tidak dapat dialih perankan kepada seorang ayah dan hanya terjadi pada setiap ibu. Melahirkan dan membesarkan anak adalah tugas dan tanggung jawab seorang ibu yang sangat mulia dan luhur bagi setiap ibu rumah tangga. Seturut dengan itu Iswarahadi, dalam tulisannya “Kasih Ibu yang Total” mengungkapkan pengalamannya sebagai berikut:

Kasih ibu yang bersifat total dan tidak menuntut balas jasa kepada anak-anaknya maupun kepada sang suami. Kurang lebih sembilan bulan ibu mengandung kita. Selama waktu itu ia banyak melakukan penyangkalan


(54)

diri agar bayi yang ada di dalam kandungannya lahir dengan selamat dan sehat. Tiba waktunya untuk melahirkan ibu mempertaruhkan nyawanya bagi kita. Bertahun-tahun ibu merawat, melindungi, memberi makan serta mendidik kita. Segala usaha dan daya pikiran diarahkannya kepada kita agar kita memiliki masa depan yang indah. Saat kita sudah dewasa sang ibu membiarkan kita melangkah pergi jauh dan tinggal sendirian. Hanya memberi tak harap kembali.

Ungkapan pengalaman tersebut sangat jelas peranan seorang ibu yang sangat agung dan mulia semuanya itu diwujudkan dengan pengorbanan, cinta yang total dan sempurna. Peranan seorang ibu melahirkan dan membesarkan tidak hanya sebatas pada saat melahirkan tetapi selanjutnya dituntut suatu pengorbanan dan cinta yang sangat sempurna demi membesarkan, merawat, melindungi, dan mendidik tampa pamrih. Letak kebahagiaan seorang ibu dalam peranannya, bukan terletak pada imbalan yang besar untuk diperoleh setelah anaknya besar dalam rupa

“balas budi” melainkan bahwa seorang ibu dapat melahirkan dan membesarkan

anaknya hingga dewasa, bertanggung jawab dan memiliki masa depan yang indah. Seorang ibu mewujudkan peranannya dengan pengorbanan cinta yang total dan sempurna demi mengantar anaknya pada pengenalan dan pengalaman akan Allah yang Maha Pengasih dan Pemurah yang tiada batas.

2) Menciptakan Kehangatan dalam Keluarga

Selain peranan seorang ibu melahirkan dan membesarkan anaknya kebesaran cinta seorang ibu juga diwujudkan dalam menciptakan kehangatan rumah tangga, baik bagi sang suami maupun bagi anak-anak. Suasana kehangatan dalam rumah tangga adalah bagian dimana semua anggota keluarga kerasan, betah dan senang tinggal di dalam rumah. Seorang ibu rumah tangga dapat memancarkan daya


(1)

vii

R2

Nama : Yuli Wanarni Usia Perkawnina : 12 tahun

P1. Menurut ibu, apakah arti kesetiaan bagi kehidupan berkeluarga?

R. Kesetiaan dalam hidup berkelurga dipahami dan dimengerti sebagai segala-galanya saling berjanji di hadapan Tuhan baik suami maupun istri dalam menjaga kesetiaan dan keutuhan rumah tangga.Janji kesetiaan yang diucapkan saat menerima Sakramen Perkawinan adalah moment yang tidak bisa diabaikan begitu saja, hal ini berguna untuk seumur hidup kecuali kematian yang memisahkan.

P2. Perlukah meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka? Alasannya apa?

R. Meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka sangat perlu karena Bunda Maria dianggap sebagai ibu sendiri jadi ada semacam hubungan kasih yang menyatukan, sebab kasih ibu dimengerti sepanjang masa dan bisa dijadikan sebagai pedoman hidup bagi keluarga dalam menghadapi masalah baik suka maupun duka.

P3. Keteladanan Bunda Maria seperti apa yang dihayati ibu dalam keluarga?

R. Keteladanan Bunda Maria yang dihayati dalam kehidupan keluarga yaitu mengalah, sabar, setia mengikuti Yesus sampai di Gunung Kalvari, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, memasrahkan diri kepada kehendak Allah serta tidak meminta apa-apa sebagai balas jasa sebagai pengikut-Nya.

P4. Sejauh mana ibu meneladani Bunda Maria sebagai teladan bagi keluarga?

R. Tiada henti-hentinya meneladani Bunda Maria, juga seperti yang saya jawab pada pertanyaan nomor dua. Sehingga membuat saya semakin kuat dalam menjalani panggilan hidup saya sebagai ibu keluarga Katolik yang sejati.

P5. Apa yang menjadi pedoman ibu meneladani Bunda Maria sebagai inspirasi hidup dalam keluarga?


(2)

viii

yaitu Meneladani Maria bukanlah hal yang paling gampang untuk dilakukan oleh sebab itu penuh perjuangan yang begitu besar, dalam hidup berkeluarga pasti banyak permasalahan tanpa disadari hal sepele menjadi masalah besar, misalnya bara api jikalau dikipas-kipas pasti bara api semakin besar begitu juga dengan situasi keluarga. Berangkat dari kejadian itu saya didorong terus dan menerus untuk belajar seperti Maria yang selalu sabar dan tabah mendampingi Yesus maupun Yusuf, saya selalu berdoa agar Roh Kudus memberikan kekuatan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Begitu juga dengan dengan tetangga yang selalu mengkotak-katik suami saya (saat suami selama 6 bulan tidak menerima gaji), dimana mereka selalu mengatakan sebentar lagi motor dan harta kalian akan diambil oleh orang lain karena hutang keluargamu banyak darimana uang suamimu untuk membanyar itu semua. Namun saya tidak memperdulikan itu semua, saya selalu mengingat keluh kesah yang dialami oleh Maria

P6. Adakah makna atau arti meneladani Bunda Maria terhadap panggilan ibu sebagai seorang ibu keluarga Katolik?

R. Makna atau arti meneladani Bunda Maria terhadap panggilan sebagai seorang ibu keluarga Katolik adalah membuat saya semakin sabar, tabah dan kuat dalam menghadapi masalah.Bunda Maria menjadi senjata dalam hidup sehari-hari.

P7. Apa yang sudah selama ini ibu lakukan dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari?

R. Yang sudah saya lakukan selama ini dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari yaitu berdoa dan berdevosi kepada Maria tanpa kenal lelah, dan membantu orang lain yang berkesusahan misalnya kalau saya jualan banyak kaum orang tua minta jualan saya tanpa dibayar karena tidak mempunyai uang.

P8. Menurut pengalaman ibu faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam meneladani kesetiaan Bunda Maria terhadap kehidupan keluarga?

R. Yang mendukung karena masih manusia biasa jadi sulit untuk meneladani Bunda Maria semaksimal mungkin. Pendukung yaitu memasrahkan segala keluh kesah yang saya alami kepada Yesus demi membantu dalam mengatasi segala keluh kesah yang saya alami.


(3)

ix

R3

Nama : Maria Goreti Erna Suharini Usia Perkawnina : 18 tahun

P1. Menurut ibu, apakah arti kesetiaan bagi kehidupan berkeluarga?

R. Kesetiaan dalam hidup berkelurga dipahami dan dimengerti sebagai ketika suami saya membutuhkan pertolongan saya selalu ada, mendukung dan taat kepada suami sejauh itu baik trhadap keluarga kami.

P2. Perlukah meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka? Alasannya apa?

R. Meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka sangat perlu karena Bunda Maria itu penyabar meskipun dalam Kitab Suci bahwa Maria pernah marah namun hal itu wajar dan baik, Bunda Maria itu tetap setia dalam hidup berkeluarganya meskipun keadaan ekonominya biasa-biasa saja.

P3. Keteladanan Bunda Maria seperti apa yang dihayati ibu dalam keluarga?

R. Keteladanan Bunda Maria yang dihayati dalam kehidupan keluarga yaitu sikap Maria yang setia dan pasrah kepada kehendak Allah misalnya saat ia hamil banyak perkara besar yang ia alami begitu juga dengan situasi bangsanya Yahudi, bahwa kalau ada warga masyarakat yang hamil di luar nikah akan dibunuh namun Maria tidak menghiraukannya serta kepercayaannya kepada Allah secara total tanpa meminta bukti menjadi hal utama dalam hidup saya.

P4. Sejauh mana ibu meneladani Bunda Maria sebagai teladan bagi keluarga?

R. Tiada henti-hentinya saya meneladani Bunda Maria, dan saya selalu menerapkannya terhadap anak-anak maupun bagi sang suami.

P5. Apa yang menjadi pedoman ibu meneladani Bunda Maria sebagai inspirasi hidup dalam keluarga?

R. Yang menjadi pedoman untuk meneladani Bunda Maria sebagai inspirasi dalam keluarga yaitu bahwa Maria sebagai ibu Katolik sebagai ibu bagi para kaum istri, Maria menjadi


(4)

x

sudah wafat hati siapa yang tidak tertusuk melihat anak kita sendiri ditikam duka sembilu padahal Dia tidak bersalah.

P6. Adakah makna atau arti meneladani Bunda Maria terhadap panggilan ibu sebagai seorang ibu keluarga Katolik?

R. Makna atau arti meneladani Bunda Maria terhadap panggilan sebagai seorang ibu keluarga Katolik adalah saya lebih sabar, setia dan pasrah dalam hidup sehari-hari. Meskipun sangat berat untuk menjalaninya misalnya sehari sukanya tetapi dukanya satu minggu.

P7. Apa yang sudah selama ini ibu lakukan dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari?

R. Yang sudah saya lakukan selama ini dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari yaitu berdoa dan berdevosi kepada Maria tanpa kenal lelah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Maria selama ia berada di dunia ini.

P8. Menurut pengalaman ibu faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam meneladani kesetiaan Bunda Maria terhadap kehidupan keluarga?

R. Yang mendukung yaitu saat saya melihat patung Maria saya langsung sadar atas tindakan saya lakukan terhadap orang lain. Penghambat yaitu kia manusia memiliki emosi dan tidak sabaran dalam menjalani hidup.


(5)

xi

R4

Nama : Indarwati Usia Perkawnina : 25 tahun

P1. Menurut ibu, apakah arti kesetiaan bagi kehidupan berkeluarga?

R. Kesetiaan dalam hidup berkelurga dipahami dan dimengerti sebagai taat, patuh serta hormat menghormati satu sama lain baik suka maupun duka.

P2. Perlukah meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka? Alasannya apa?

R. Meneladani kesetiaan Bunda Maria dalam hidup berkeluarga baik suka maupun duka sangat perlu karena sikap dan tindakan Maria sangat istimewa dalam hidup saya dimana ia selalu sabar, tabah dan rendah hati bagi semua orang tanpa memandang kaya maupu miskin.

P3. Keteladanan Bunda Maria seperti apa yang dihayati ibu dalam keluarga?

R. Keteladanan Bunda Maria yang dihayati dalam kehidupan keluarga yaitu sikap Maria yang penuh kesetiaan, rendah hati dan penyabar serta kepasraan Maria kepada rencana Allah.

P4. Sejauh mana ibu meneladani Bunda Maria sebagai teladan bagi keluarga?

R. Tiada henti-hentinya saya meneladani Bunda Maria, namun terkadang saya kilaf terhadap suami maupun bagi anak-anak dalam hidup berkeluarga seperti Maria juga pernah marah kepada Yesus ketika diketemukan di Bait Allah.

P5. Apa yang menjadi pedoman ibu meneladani Bunda Maria sebagai inspirasi hidup dalam keluarga?

R. Yang menjadi pedoman untuk meneladani Bunda Maria sebagai inspirasi dalam keluarga yaitu bahwa Maria mempunyai hati yang sangat istimewa bagi semua orang terutama bagi keluarga dia sendiri (Yesus dan Yusuf), serta memiliki kepercayaan yang penuh kepada Allah.


(6)

xii

seorang ibu keluarga Katolik?

R. Ada makna atau arti meneladani Bunda Maria terhadap panggilan sebagai seorang ibu keluarga Katolik karena semakin mengajari saya untuk lebih setia dan sabar dalam menjalani panggilan saya sebagai seorang ibu Katolik yang sejati.

P7. Apa yang sudah selama ini ibu lakukan dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari?

R. Yang sudah saya lakukan selama ini dalam meneladani Bunda Maria dalam hidup sehari-hari yaitu berdoa dan berdevosi kepada Maria tanpa kenal lelah supaya saya dapat meneladani Maria sepenuhnya.

P8. Menurut pengalaman ibu faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam meneladani kesetiaan Bunda Maria terhadap kehidupan keluarga?

R. Yang mendukung yaitu membaca kisah-kisah Maria seperti yang terdapat dalam Kitab Suci, Penghambat yaitu suami saya malas ke Gereja dan kurang bertanggungjawab terhadap keluarga yang ia bentuk selama ini.


Dokumen yang terkait

Penggunaan Bahasa Jawa dalam perayaan Ekaristi di Stasi Santo Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Santo Yohanes Rasul Kutoarjo.

4 72 183

Manfaat video siaran penyejuk imani katolik indosiar sebagai media audio-visual dalam katekese umat di lingkungan Santo Ignatius Loyola Cokrodiningratan Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

3 19 178

Hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

1 36 163

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari.

0 8 159

Penggunaan Bahasa Jawa dalam perayaan Ekaristi di Stasi Santo Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Santo Yohanes Rasul Kutoarjo

1 28 181

Kesetiaan Maria sebagai teladan dalam hidup berkeluarga bagi ibu-ibu di lingkungan Santo Yohanes Pemandi Paroki Santo Albertus Agung Jetis, Yogyakarta.

0 0 134

Sistem pengendalian inti pada organisasi religius : studi kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

2 21 215

Belajar dari kesetiaan iman Maria guna meningkatkan kualitas hidup beriman umat di lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrodiningratan Paroki Jetis - Yogyakarta - USD Repository

0 1 144

KETERLIBATAN KAUM AWAM DALAM TUGAS KERASULAN GEREJA SEBAGAI PENGURUS DEWAN PAROKI DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL, PRINGWULUNG, YOGYAKARTA SKRIPSI

0 8 175

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta SKRIPSI

0 1 213