2.1.4 Kecenderungan
Hierarchi of Influnce
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan- pelapisan yang
melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Rease membuat model “Hierarchi of Influnce” yang menjelaskan hal ini :
1. Tingkat individual 2. Tingkat rutinitas media
3. Tingkat organisasi 4. Tingkat ekstramedia
5. Tingkat ideologis
Gambar 2.1 : “
Hierarchi of Influnce” Shoemaker dan Rease dalam Sobur 2002 : 138.
1. pengaruh individu-individu pekerja media. Dia diantaranya adalah pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional
2. pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh
komunikator, termasuk tenggat deadline dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat space, struktur piramida terbalik dalam
penulisanberita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.
3. pengaruh organisasional, salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan meteriil. Tujuan – tujuan dari media akan
berpengaruh pada isi yang dihasilkan 4. pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari
kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relation
dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.
5. pengaruh ideologi. ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai
mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat Shoemaker dan Rease dalam
Sobur, 2002 : 138-139. Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan
tingkatan yang paling menyeluruh adalah idiologi. Begitu pula para pekerja media, praktisi dan hubungan-hubungannya dapat berfungsi secara
idiologis Sobur, 2002 : 139.
2.1.5 Framing Termasuk Paradigma Konstruksionis
Analisis framing adalah salah satu analisis teks yang termasuk dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas
kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari 21
konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma ini adalah menemukan bagaimana cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi
komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan peraturan makna. Yang menjadi titik perhatian
bukan bagaimana seseorang mengirimkan pesan, tetapi bagaimana masing – masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan
mempertukarkan makna. Disini diandaikan tidak ada pesan dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri
dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana
mereka berada. Fokus dari pendekatan ini adalah bagaimana pesan politik dibuat atau diciptakan oleh individu sebagai penerima.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan
dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu
pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis
memeriksa bagaimana pembentukan pesan disisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika
menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang
menyusun cerita tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam 22
memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri Eriyanto, 2005 : 39-41.
2.1.6 Analisis Framing