C. Hasil Preparasi Buah Jambu Mete
1. Hasil pembuatan serbuk simplisia
Sebanyak lebih kurang 3 kg buah jambu mete segar yang telah dicuci, dipotong tipis-tipis menggunakan pisau stainless steel. Pemotongan dengan pisau
stainless steel karena bahan dari pisau ini bersifat inert, tahan terhadap korosi, mudah dibersihkan dan disterilkan Newson, 2003. Buah yang telah dipotong
dikeringkan di bawah sinar matahari. Tujuan pengeringan adalah untuk menginaktivasi enzim yang ada dalam buah jambu mete. Pengeringan dilakukan
dengan menutup buah jambu mete menggunakan kain hitam. Pengeringan dengan ditutup kain hitam bertujuan untuk menghindari kontak langsung antara sampel
dengan sinar matahari. Adanya kontak langsung dengan sinar matahari dapat merusak senyawa yang terkandung dalam sampel.
Buah jambu mete dikeringkan hingga mudah dipatahkan. Buah jambu mete yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak
menggunakan ayakan mess 40. Hasil dari proses ini didapatkan lebih kurang 1 kg serbuk halus. Pada dasarnya proses pengeringan bertujuan untuk menginaktivasi
enzim polifenol oksidase PPO. Enzim ini dapat menyebabkan reaksi oksidasi. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan senyawa fenolik kehilangan gugus
hidroksi yang berperan dalam aktivitas antioksidan. Reaksi oksidasi oleh polifenol oksidase Gambar 3 ini biasanya dimulai dengan adanya oksidasi enzimatik pada
senyawa monofenol ke o-difenol dan o-difenol ke kuinon. Adanya oksidasi tersebut menyebabkan polimerisasi non-enzimatik yang mengarah pada
pembentukan pigmen berwarna coklat He, Luo, and Chen, 2008. Pada proses
pengeringan ini terjadi perubahan warna buah jambu mete menjadi coklat. Hal ini menunjukkan masih ada enzim polifenol oksidase yang belum terinaktivasi dan
bereaksi dengan senyawa fenolik yang terdapat dalam buah jambu mete.
Gambar 3. Reaksi oksidasi polifenol oleh enzim polifenol oksidase PPO 2.
Hasil proses ekstraksi
Ekstraksi, dalam istilah farmasi, merupakan proses pemisahan komponen aktif dari jaringan tumbuhan atau hewan menggunakan pelarut yang
selektif. Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi merupakan proses dimana serbuk simplisia ditempatkan dalam wadah
bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar dengan agitasi Handa, 2008. Maserasi merupakan salah satu cara yang sering digunakan dalam
mengektraksi tanaman. Metode ini tidak menggunakan pemanasan sehingga dapat meminimalisir kerusakan senyawa saat proses ekstraksi berlangsung.
Serbuk halus simplisia buah jambu mete ditimbang sebanyak 100 gram, dimasukkan dalam Erlenmeyer 500 mL. Serbuk halus memiliki keunggulan
yaitu meningkatkan keefektifan proses ekstraksi karena luas permukaan kontak antara matriks tanaman dan pelarut semakin besar sehingga difusi bahan kimia
dari matriks tanaman juga semakin besar Wang and Weller, 2006. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70. Dasar pemilihan pelarut ini mempertimbangkan
beberapa hal seperti kekuatan pelarutselektifitas, titik didih, dan biaya. Senyawa
fenolik dapat diekstraksi dengan pelarut polar, salah satunya etanol. Etanol juga memiliki titik didih yang cukup rendah sehingga mudah diuapkan. Dari segi
ekonomi etanol merupakan pelarut yang cukup murah. Maserasi dilakukan selama 3 hari. Setiap harinya dilakukan remaserasi
dengan mengganti pelarut yang digunakan dengan pelarut yang baru. Remaserasi ini bertujuan untuk menarik lebih banyak senyawa dari sampel dan juga
menghindari kejenuhan pelarut dalam sistem. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator. Prinsip pemekatan dengan
vaccum rotary evaporator adalah menguapkan pelarut dibawah titik didihnya seiring dengan penurunan tekanan dalam sistem. Hal ini memberikan keuntungan
yaitu menghindari kerusakan terhadap senyawa hasil ekstraksi. Hasil pemekatan kemudian diletakkan diatas waterbath dan dipanaskan hingga menjadi ekstrak
kental bebas penyari. Ekstraksi ini dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Hasil rata- rata rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar 34,0 .
3. Hasil proses fraksinasi
Ekstrak yang diperoleh kemudian difraksinasi dengan metode ekstraksi cair
– cair. Prinsip metode ekstraksi cair – cair adalah partisi menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur Wells, 2003. Seluruh ekstrak yang diperoleh pada
tiap replikasi, masing – masing dilarutkan dengan air hangat sebanyak 100 mL.
Kemudian larutan ekstrak ini dimasukkan ke dalam corong pisah. Etil asetat ditambahkan sebanyak 100 mL ke dalam corong pisah sehingga perbandingan
antara air : etil asetat dalam corong adalah 1 : 1. Terdapat dua fase yang terbentuk dari tahap ini. Fase etil asetat berada pada bagian atas dan fase air berada pada
bagian bawah dalam corong pisah. Hal ini disebabkan berat jenis etil asetat lebih kecil 0,898 dibandingkan berat jenis air 0,996. Fraksi etil asetat ditampung
dalam wadah. Kemudian fase air diekstraksi kembali menggunakan etil asetat baru. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali. Semakin banyak ekstraksi cair
– cair dilakukan maka efektifitas semakin tinggi Wells, 2003. Hasil rata-rata persen
rendemen fraksi yang diperoleh sebesar 0,6 . Pemilihan etil asetat sebagai pelarut yang digunakan pada proses
ekstraksi cair-cair didasarkan pada penelitian sebelumnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adou et al. 2012 disimpulkan bahwa jus buah jambu mete
mengandung senyawa fenolik dan flavonoid yang tinggi. Penelitian Adou et al. 2012 menunjukkan hasil bahwa jus buah jambu mete mengandung flavonoid
aglikon, yaitu kuersetin flavonol dan naringenin flavonon. Etil asetat merupakan pelarut organik yang dapat menarik senyawa
– senyawa flavonoid dalam sampel. Senyawa-senyawa flavonoid yang bersifat kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, methylated flavones, dan flavonol dapat diekstraksi menggunakan etil asetat Andersen and Markham, 2006.
D. Hasil Uji Kualitatif