menyatakan tingkat ketoksikan. Salah satunya adalah nilai IC
25
yang digunakan untuk pengujian toksisitas kronis DEP Division of Water, 2011.
Umumnya nilai IC
50
digunakan karena dapat menggambarkan setengah dari kekuatan maksimal antioksidan. Nilai lain seperti IC
25
, IC
75
, ataupun IC
90
juga dapat digunakan tergantung dari tujuan penulis. Seperti pada penelitian Fernandes et al. 2007, dimana IC
25
digunakan untuk membandingkan hasil ketika aktivitas penangkapan radikal bebas tidak mencapai 50.
F. Metode Deoksiribosa
Metode deoksiribosa atau sering disebut juga sebagai hydroxyl radical scvenging assay merupakan suatu metode untuk pengukuran aktivitas
penghambatan radikal bebas oleh suatu senyawa antioksidan. Prinsip dari metode ini adalah radikal hidroksil yang dihasilkan oleh reaksi kompleks Fe-EDTA
dengan H
2
O
2
dengan penambahan asam askorbat Sistem Fenton, akan menyerangmendegradasi deoksiribosa sehingga menghasilkan suatu produk,
yaitu malonaldehida MDA, setelah pemanasan dengan penambahan asam thiobarbiturat pada pH rendah, produk tersebut malonaldehid akan bereaksi
dengan asam thiobarbiturat sehingga menghasilkan kromogen berwarna merah muda. Ketika ditambahkan suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan,
deoksiribosa akan dilindungi dari radikal hidroksil sehingga produksi dan pembentukan kromogen berwarna merah muda berkurang Halliwell, 1987.
Secara singkat proses pembentukan kromogen berwarna merah muda dijelaskan melalui reaksi berikut.
Fe
2+
- EDTA + O
2
Fe
3+
-EDTA + O
2 -
Fe
3+
-EDTA + ascorbate Fe
2+
- EDTA + oxidized ascorbate Fe
2+
- EDTA + H
2
O
2
OH
-
+
.
OH + Fe
3+
-EDTA
.
OH + deoxyribose MDA
2TBA + MDA chromogen
G. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan zat aktif jaringan tanaman atau hewan dari komponen inaktif atau inert dengan menggunakan pelarut yang selektif sesuai
dengan prosedur standar. Tujuan dari ekstraksi simplisia adalah untuk mendapatkan zat aktif yang diinginkan. Beberapa teknik ekstraksi yang sering
digunakan menurut Handa et al. 2008 adalah : 1. Maserasi
Maserasi merupakan proses dimana serbuk simplisia ditempatkan dalam wadah bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar dengan agitasi.
2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang dilakukan pada suhu kamar. Tahapan dari proses perkolasi antara lain pengembangan bahan, tahap perendaman antara, dan
penampungan ekstrak.
3. Digesti Digesti adalah maserasi dengan pengadukan pada temperatur yang lebih tinggi
daripada temperatur ruangan. 4. Penyarian dengan alat Soxhlet.
Merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi terus menerus dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. 5. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90
o
C selama 30 menit.
6. Infundasi Infundasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada suhu 90
o
C selama 15 menit.
Ekstrak yang diperoleh dapat difraksinasi untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang lebih spesifik. Salah satu metode untuk fraksinasi adalah
ekstraksi cair-cair. Metode ekstraksi cair-cair menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur. Salah satu pelarut biasanya adalah air dan pelarut lainnya
merupakan pelarut organik. Distribusi analit antara fase air dan fase organik didasarkan pada Hukum Nernst, dimana koefisien ditribusi K
D
sama dengan perbandingan analit pada masing-masing fase dalam keadaan setimbang.
Distribusi analit antara dua pelarut yang tidak bercampur didasarkan pada kelarutan analit pada masing-masing pelarut Wells, 2003.
Keterangan : K
D
= koefisien distribusi C
org
= konsentrasi analit pada pelarut organik C
aq
= konsentrasi analit pada pelarut air
Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan ketika memilih pelarut untuk ekstraksi:
1 Kekuatan pelarut selektivitas Konstituen yang diinginkan harus terekstrak dari bahan tanaman, oleh karena
itu selektivitas yang tinggi sangat diperlukan. 2 Titik didih
Titik didih pelarut adalah serendah mungkin untuk memudahkan penghilangan pelarut dari produk.
3 Reaktivitas Pelarut seharusnya tidak bereaksi secara kimia dengan ekstrak.
4 Viskositas Pelarut dengan viskositas rendah akan menyebabkan penurunan tekanan dan
perpindahan massa yang baik. 5 Keamanan
Pelarut harus tidak mudah terbakar dan non-korosif, tidak menimbulkan bahaya beracun, dan tidak merusak lingkungan lingkungan.
6 Biaya Pelarut harus tersedia dengan biaya rendah.
7 Tekanan uap Untuk mencegah hilangnya pelarut oleh penguapan, tekanan uap rendah pada
suhu operasi diperlukan. 8 Recovery
Pelarut harus dapat dipisahkan dengan mudah dari ekstrak untuk menghasilkan ekstrak bebas pelarut.
H. Spektrofotometri